Sesuai pen name saya, pastilah bisa ditebak kalau saya masih pendatang baru . Ini pengalaman pertama saya publish cerita online, bahkan bikin akunnya juga belum lama, biasanya saya cuma jadi pembaca manis saja, kalo saya suka cerita yang saya baca, saya kasih komentar positif, kalo nggak suka ya saya no comment aja dan ga baca lagi . Hmmm….. sebenarnya fiction ini saya buat sebagai bentuk terimakasih kepada para author yang selama ini sudah saya baca karya-karyanya. Sekarang saya mau mencoba memberikan sedikit kontribusi dengan tulisan amatir saya. Saya harap ada yang bisa terhibur dengan fict ini, walau saya yakin pasti cerita ini bakal absurd, geje, garing, OOC, banyak typo, ga sesuai EYD, dan sebagainya. Mungkin dalam fict ini nanti ada beberapa tokoh dalam Naruto yang ternistakan, atau OOC, itu semua terpaksa dibuat demi keberlangsungan jalan cerita yang sudah tercipta dalam pikiran saya. Saya terbuka dengan segala review, kritik dan saran yang membangun, tapi tolong sampaikan dengan sopan ya...
WARNING
MC dalam fict ini adalah Haruno Sakura, tapi karakteristik dia di sini adalah gadis yang suka berhalusinasi dan suka menyambung-nyambung kan hal yang sebenarnya ga nyambung, dan terkadang suka keceplosan dalam berbicara.
Fiction ini adalah murni cerita milik saya, tapi tokoh-tokohnya minjem punyanya om Masashi Kishimoto (ehm… pinjem tanpa izin :D). Saya tidak mengambil keuntungan sepeserpun dari fict ini, hanya berharap bisa sedikit menghibur para pembaca sekalian.
-AuthorNubie-
PROLOG
Haruno Sakura menghempaskan tubuhnya di tempat tidur baru.
"Tempat tidur baru, kamar baru, rumah baru, teman baru, kota baru, sekolah baru, ibu baru, saudara baru….hffft…..." gumam Sakura sambil membuang nafas kasar.
Sakura merasa hidupnya 100% berubah menjadi baru. Ralat, mungkin hanya 71,13% yang baru (jangan tanya author rumus apa yang dipakai untuk menghitung prosentase itu), karena ayahnya tidak baru, masih ayahnya yang lama, Haruno Kizashi.
Sakura memulai perenungannya " Putri semata wayang, ibu kandung meninggal, ayah menikah lagi, punya ibu tiri baru yang tampangnya jutek, punya 2 saudara tiri, ayah sering keluar kota... Kenapa aku merasa benar-benar seperti Cinderella" ucap Sakura dalam hati sambil tangan kanannya memijat-mijat pelipisnya walau sebenarnya dia tidak pusing.
"Ini pasti karma karena dulu aku ga suka Cinderella" batin Sakura lagi. Pikiran Sakura mulai melayang-layang mengingat masa lalunya.
Sakura POV
Sewaktu kecil ibu selalu membacakan buku cerita untukku menjelang tidur. Buku cerita itu berjudul Putri Cinderella, hadiah dari ibuku di ulang tahunku yang ke-6. Buku itu merupakan satu-satunya buku dongeng tentang putri kerajaan yang aku miliki, karena mayoritas buku yang kumiliki adalah buku serial detektif. Bagiku cerita detektif itu keren, walaupun jujur saja aku tidak memahami isinya, kan aku masih terlalu kecil,. Sayangnya menurut ibuku buku detektif bukan bacaan menjelang tidur, ibu mengatakan "Bacaan yang itu berat Sakura, kamu ga usah baca, biar ibu sendiri saja nanti yang baca". Akhirnya setiap malam menjelang tidur buku Cinderella lah yang selalu ibu bacakan, catat 'setiap malam'. Bukan tanpa alasan buku itu dibacakan berulang-ulang, karena biasanya sebelum buku itu habis dibaca, aku sudah lebih dulu tertidur sehingga di malam berikutnya ibu membacakan ulang cerita itu lagi dan lagi.
Akhirnya di usiaku yang ke-11, aku berhasil mendengar seluruh cerita Cinderella sampai tamat tanpa tertidur. Ibuku sampai terkejut saat menyadarinya.
"Sakura belum tertidur?" tanya ibu.
"Belum bu" jawabku.
"Bu" kataku lagi, "Kalau sudah besar nanti hidupku bisa seperti Cinderella ga ya bu? Disukai pangeran yang baik hati, kaya raya dan tampan?" tanyaku
"Hmmmm… tentu sayang, selama kamu menjadi anak yang berbakti pada orang tua seperti Cinderella, pasti kamu akan mendapatkan kehidupan yang baik"
"Tapi bu… Sakura hanya mau akhir bahagia seperti Cinderella, kalau kisah hidupnya yang susah begitu Sakura tidak mau"
"Tentu saja tidak akan, kamu kan selalu berbakti pada orang tua, sekarang kamu tidur dulu karena besok harus sekolah kan?
Aku pun menganggukan kepala, lalu berusaha memejamkan mata. Ibu mengusap poni yang menutupi dahiku lalu mengecup keningku. "Selamat tidur Sakura", ucap ibu sambil menaikkan selimut sampai ke leherku, lalu mematikan lampu yang terang, manggantikannya dengan lampu tidur, dan keluar dari kamarku. Sepeninggal ibu dari kamarku, aku menghayalkan diriku adalah Cinderella yang menikah dengan pangeran yang baik hati, kaya raya dan tampan, sungguh beruntungnya aku bila bisa seperti itu, akupun tersenyum-senyum sendiri hingga akhirnya aku ketiduran. Sepertinya akibat berkhayal sebelum tidur, aku jadi bermimpi tentang Cinderella, namun sayangnya aku bukan menjadi Cinderella sang tokoh utama, aku malah menjadi….. tikus. Iya kalian tidak salah baca, TIKUS.
Dalam mimpi itu aku hanyalah seekor tikus merah muda yang bersembunyi dalam lubang di dinding dan menjadi penonton atas interaksi antara Cinderella dengan keluarganya. Setiap aku berusaha keluar dari lubang, Cinderella akan memukulku dengan sapu, atas perintah ibu tiri dan saudara tirinya tentu saja. Peran terbesarku adalah ketika aku dijadikan seekor kuda untuk menarik kereta kencana Cinderella.
Sebenarnya aku sangat ingin melihat pesta yang dilangsungkan di istana, seharusnya pesta dansa kan? Tapi kenapa dari kejauhan tidak terdengar musik sama sekali. Malah tercium bau ramen yang kuat. Ini sangat aneh. Tiba-tiba jam mulai berdentang menunjukkan waktu sudah pukul 12 malam. Cinderella tampak tergesa-gesa berlari keluar dari istana, seluruh pakaian, kereta kencana, kuda, pengawal dan kusir Cinderella mulai berubah ke wujud asalnya lagi, termasuk aku, kuda gagah yang berubah lagi menjadi tikus. Cinderella sudah lari menjauh hingga tidak terlihat lagi, kadal-kadal dan tikus-tikus pengiringnya pun sudah berlarian ke sana kemari mencari tempat yang lebih tersembunyi, kecuali aku, seekor tikus merah muda yang masih berdiri bingung di dekat tangga, karena tidak tahu apa yang harus kulakukan. Sang pangeran yang tampan dan berambut kuning turun dari istana mencari Cinderella, tapi hanya menjumpai sebelah sumpitnya yang tertinggal. Kemudian para pengawal istana datang mendekati sang pangeran menanyakan apa yang terjadi.
"Putri yang baru saja keluar itu...seharusnya dia yang memenangkan lomba makan ramen ini" ujar pangeran. "Coba kalian kejar putri itu, dia pasti belum jauh" lanjut pangeran lagi.
Seluruh pengawal langsung bubar memenuhi perintah pangeran untuk mencari Cinderella, kecuali satu orang pengawal yang malah mendekatiku, mengamatiku. Aku pun ganti mengamatinya, pengawal itu berambut hitam, berkulit putih, bermata hitam, cukup tampan sebenarnya, tapi rambut belakangnya aneh, seperti ekor ayam. Pengawal itu menyeringai, membuat dadaku sedikit berdesir. "Tampan…." gumamku tapi malah bunyi cicitan yang keluar dari mulutku.
"Tikus tidak seharusnya berada di istana" gumam si pengawal.
Tiba-tiba saja pengawal itu mengeluarkan tendangan maut, hingga aku terpental jauh kearah pagar istana. Akupun mencicit sekuat tenaga "Ciiiiiiit!".
"Bugh" aku terjatuh dari tempat tidur dengan keningku mendarat keras pada lantai. Kepalaku langsung terasa pening, dan ketika ku berkaca, terdapat benjolan besar dan merah tepat di tengah jidatku.
"Ya Tuhan….., besar sekali" gumamku.
Aku coba kompres benjol itu tapi ukurannya tidak berkurang. Aku coba plester pun percuma, tidak bisa tertutupi. Ingin rasanya berpura-pura sakit dan tidak masuk sekolah, tapi hari ini ada mata pelajaran yang ulangan. Lagipula kedua orang tua ku cukup disiplin masalah kehadiran, mereka pasti bilang "Masuk dulu saja Sakura, nanti bila di sekolah benar-benar terasa tidak mampu belajar lagi, baru kamu izin pulang"
Belum cukup kesialanku, di hari itu ternyata ada pengambilan nilai baca puisi di depan kelas. Entah kenapa puisi yang dipilih oleh guru untuk aku baca berjudul 'Putri Cinderella'.
"Pak… boleh saya ganti puisinya jangan yang ini" tanyaku sambal mengangkat kertas puisi Cinderella ke arah guruku.
"Memang kenapa Sakura? Bukannya semua puisi sama saja, yang penting adalah bagaimana cara kamu menghayati isinya?" jawab guruku.
"Justru saya tidak bisa menghayatinya, saya benci Cinderella" jawabku spontan.
"Eh….." guruku terdiam sesaat "Benci Cinderella? Diakan cuma tokoh fiksi? Masak kamu membenci tokoh yang cuma ada dalam dongeng?" lanjutnya.
Terdengar tawa dari beberapa teman sekelasku.
"Karena dalam mimpi saya tentang Cinderella semalam, saya cuma jadi tikusnya doang...ups..." Aku keceplosan. Aku langsung menutup mulut dengan sebelah tanganku.
Tawa teman-teman sekelas ku bertambah riuh.
Setelah menimbang sejenak gurukumengganti puisi yang aku baca menjadi puisi berjudul 'Jerawat'.
"Pak, saya juga tidak mau baca puisi yang ini" tawarku lagi.
"Kenapa lagi ini alasannya? Judul puisi nya memang aneh, 'Jerawat', tapi isi puisinya bagus kok" ujar guruku mulai tidak sabar.
"Pasti gara-gara jerawat besar di jidat Sakura pak. Jidatnya sesuai dengan puisinya" komentar salah seorang teman sekelasku, dan membuat tertawa keras seluruh murid satu kelas. Bahkan guru kelasku pun mukanya tampak memerah karena menahan tawa. Sial.
"Baiklah Sakura, khusus untuk kamu kali ini saya beri keringanan. Kamu tidak perlu baca puisi. Tapi sebagai gantinya kamu harus menceritakan mimpi kamu semalam dengan terperinci. Serta tidak ada tawar-menawar lagi oke!" Perintah guruku setelah berhasil menahan hasrat ingin tertawanya.
Dengan sangat terpaksa aku menceritakan mimpiku di depan kelas, dan menuai tawa lagi bukan hanya dari teman sekelasku, bahkan guruku pun kali ini ikut tertawa, dan suaranya yang paling keras. Sial.
"Jadi benjol di kening ini gara-gara jatuh dari tempat tidur waktu mimpi itu?" Tanya guruku yang entah beliau sadari atau tidak memancing perhatian murid satu kelas ke arah jidatku lagi diiringi tawa mereka yang semakin bertambah riuh. Sial. Kenapa orang-orang ini hobi sekali tertawa di atas penderitaan orang lain?
Sepanjang perjalanan pulang sekolah aku berjalan menunduk agar benjol dijidatku tidak menarik perhatian orang, tapi naas, aku malah menabrak tiang listrik, dan menambah besar benjol di jidatku. Tetanggaku berkerumum dan beberapa berusaha menahan ketawa mereka melihat kondisiku. Sial sekali aku hari ini. Dan semua kesialanku berawal dari mimpi ditendang sang pengawal yang tidak akan pernah aku lupakan wajah menyebalkannya itu. Mimpi itu sendiri terjadi akibat terkontaminasi cerita Cinderella. Fix lah, mulai hari ini aku putuskan, aku benci Cinderella, dan dan aku benci pengawal sok keren dalam mimpiku itu, jujur aku menyesal pernah berpikir dia tampan.
"Ibu" panggilku ketika makan malam di rumah "Mulai malam ini aku tidak usah dibacakan buku cerita lagi, terutama buku Cinderella, karena aku benci Cinderella!" kataku sedikit keceplosan, efek suasana hati yang tidak mood. Aku melihat kilatan kecewa di mata ibu, aku baru teringat bahwa beliaulah yang memberikan buku itu untukku. Aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku.
"Oke" jawab ibu singkat sambil pura-pura menyibukkan diri memotong daging di piring makannya. Hatiku mencelos melihat itu.
Ini semua gara-gara Cinderella. Menjadi bahan tertawaan dan ejekan teman sekelasku, yang parahnya ejekan itu ternyata terus berlanjut dan hanya berakhir ketika aku lulus dari bangku sekolah dasar. Bahkan di saat acara perpisahan kelas 6 kami, teman-teman sekelasku membuat drama berjudul "Putri Cinderella" yang terinspirasi dari mimpi ku, dimana pesta dansa diganti acara lomba makan Ramen, dengan alasan kami masih di bawah umur, dan sepatu kaca yang tertinggal diganti dengan sumpit dengan alasan sepatu kaca mahal. Akhirnya sang pangeran mencari-cari gadis yang punya pasangan sumpitnya, serta mengetesnya dengan menyuruh menghabiskan 7 mangkok ramen sebagai bukti bahwa benar dia yang menjadi pemenang lomba ramen waktu itu. Sialnya, Guru kelasku yang menjadi pengarang naskah drama yang sangat absurd itu, menyuruh aku yang menjadi Cinderella. Semenjak acara itu setahun penuh aku puasa dari ramen.
Gara-gara Cinderella juga ibuku jadi bersedih, eh….lebih tepatnya kata-kataku sih yang membuatnya begitu. Aku jadi merasa sebagai anak tak berbakti. Aku tahu ini salah, membenci tokoh fiksi yang tidak pernah ada dalam dunia nyata, tapi rasa benci itu nyata adanya. Walau kadang aku takut kualat, karena bagaimanapun juga, bukan cerita itu atau karakter tokohnya yang tidak bagus, hanya situasi dan kondisi yang membuat aku seperti ini.
TBC...
Untuk prolog ini saya edit di beberapa bagian, supaya lebih nyambung dengan kelanjutan ceritanya. Sebenarnya author ingin segera menulis chapter berikutnya, tapi laptop rusak, sehingga tertunda. Mohon maaf atas keterlambatan untuk melanjutkan.
Mind to review?
