Disclaimer:

Samurai Warriors © KOEI

Sonogami Chisa © Author Sia Leysritt


Summary

"Seseorang yang betul-betul kesepian adalah mereka yang melihat dunia mereka hancur perlahan dan yang bisa mereka lakukan hanya diam dan melihat."

Sonogami Chisa tinggal di abad ke-20. Gadis yatim piatu yang menetap di rumah sakit karena terkena penyakit yang membuatnya lumpuh. Sisa hidupnya tidak lama dan ia sendirian. Tanpa teman dan tanpa keluarga. Ia memohon pada segala Dewa di Khayangan agar ia diberi kesempatan untuk merasakan lagi kehangatan sebuah keluarga dan kehangatan seorang teman walau ia tidak yakin permohonannya akan dikabulkan. Namun ternyata, para Dewa mengabulkan permohonannya, bahkan mungkin mereka memberikan lebih dari apa yang Chisa harapkan.


Sia Leysritt presents:

God Answers

Prolog

Wish Upon A Lantern


"It seems to me we can never give up longing and wishing while we are still alive. There are certain things we feel to be beautiful and good, and we must hunger for them."

George Eliot


Cerita ini bermula di sebuah festival lentera pada sebuah malam musim panas. Malam itu, lentera-lentera lilin terbentang dalam banyak deretan dari jalan setapak. Lentera-lentera itu dengan segera menerangi tempat itu dan hanya merekalah yang kini menjadi sumber cahaya di Taman Nara, Ukigumo Enchi. Orang-orang yang bergerak perlahan dari satu ladang lentera ke ladang lentera yang lain untuk mengambil gambar dan anak-anak terkadang terlihat dan melompat di dalam kerumunan untuk melihat lentera-lentera yang menyala di kegelapan taman.

Semua orang beramai-ramai memandangi pemandangan indah saat lentera-lentera tersebut hanyut ke sungai. Masing-masing mengatupkan tangan dan berdoa, membuat sebuah harapan pada lentera-lentera yang mereka harapkan bisa membawa pesan mereka pada keluarga yang telah tiada. Berdoa dan memberikan harapan pada mereka yang telah berpulang. Semua kecuali satu.

Seorang gadis remaja bertubuh mungil berada di tengah kerumunan tersebut. Tubuh mungilnya dipeluk oleh sebuah kursi roda. Di tangannya ada sebuah lentera kertas yang sudah siap ia hanyutkan bersama lentera para pengunjung lain. Namun, tak ada harapan, doa, atau permohonan yang disiapkan oleh gadis ini. Tidak ada orang yang ingin ia doakan. Orang tuanya sudah meninggal, memang, namun ia tidak mengingat wajah mereka dan ia tidak tahu apa yang mau ia doakan. Ada sesuatu yang ingin ia doakan. Ada. Tapi bukan untuk mereka yang telah pergi, melainkan untuk dirinya sendiri. Sebuah hal yang akan dianggap egois, tentunya. Namun saat kau adalah remaja yang bahkan mungkin tak bisa menginjak usia ke-20, pemikiran ataupun tindakan egois apapun adalah hal terakhir yang perlu dikhawatirkan.

Gadis itu berambut coklat. Panjang. Kulitnya pucat. Tentu saja pucat. Ia sakit. Tangannya yang memegang lentera gemetaran, seolah ia tidak bisa mengontrol tangannya untuk memegang lentera itu dengan benar. Mata belangnya menatap lentera itu dengan sendu sebelum perlahan membiarkan lentera itu hanyut bersama yang lain.

Lalu permohonannya?

Sayang, gadis ini tidak berpikir untuk mengucapkan permohonan. Setidaknya tidak mengucapkannya keras-keras. Ia sudah berhenti berharap. Tidak ada gunanya lagi berpegang pada yang namanya harapan. Tidak ada gunanya memberikan harapan palsu pada diri sendiri.

Namun, harapan tidak pernah sepenuhnya hilang. Seputus asa apapun seseorang, pasti ada secercah harapan yang masih terpendam, jauh di dalam hati mereka. Gadis ini pun tidak terkecuali.

"Chisa-chan? Sudah?"

Seorang wanita paruh baya berambut panjang yang disanggul ke atas mendekatinya. Wanita ini adalah seorang dokter.

"Sudah, sensei." Jawab Chisa.

"Begitu. Baiklah, kau siap untuk pulang?" Chisa mengangguk dan sang dokter mulai mendorong kursi rodanya dan mereka berjalan pulang. Kembali ke rumah sakit.

Tidak ada harapan atau permohonan spesifik yang tertulis pada lentera. Tidak ada permohonan yang terucap dari mulut sang gadis. Namun ada sebuah permohonan yang tak pernah meninggalkan hati gadis itu.

Dan tahukah kalian bahwa Dewa selalu mendengarkan meskipun permohonan itu tak terucap keras-keras?

To be continued


Author's Note

Hello semua~ Ah ya, kalau ada yang bingung, dulu saya pakai nama Gianti-Faith, cuman di ubah namanya jadi Sia Leysritt atas rekomendasi teman. Eniwei, akhirnya ide yang udah di simpan begitu lama akhirnya terwujud dalam fic ini. Idenya udah lama ada sih cuman nggak pernah matang dan sering berubah (sampai kesel sendiri) tapi akhirnya setelah berdiskusi dengan sesama teman author dan mencoba menuliskannya akhirnya bisa di publish. Ini baru prolog jadi karakter SW-nya belum pada muncul :3 nanti di chapter berikut pasti muncul kok XD sabar aja yah~


Terima kasih sudah membaca

Mohon maaf jika ada typo yang mengganggu