They're belong to God and they self. I dont own anything except the story.
Warn! This is GS fanfiction, AU, typo(s) and many more.
Don't Like Don't Read, Please ;)
A Sehun-Luhan fanfiction
"Miss (in the) Call"
©ChocoPattern.2016.
.
.
.
.
.
.
Birthday fic for my partner in crime yang berkedok sesama fangirl XD
Altough this isn't like your expected before,
But, hope you like it.
.
.
.
.
.
.
Debaman pintu menyeruak dari arah luar kamar apartemen. Dari baliknya, muncul sesosok bertubuh tegap. Dibalut setelan jas, tas jinjing dan sepatu pantofel mengkilap. Dengan gerakan mendugas membuka sepatunya lalu meraih sendal rumahan di rak paling bawah.
Oh sehun, pria itu, berjalan terhuyung ke arah dapur, menarik sekantung kacang aroma madu dan dua kaleng soda dari lemari pendingin. Punggung lebarnya langsung menghempas ke sofa ketika kakinya baru saja menginjak area ruang santai. Merebahkan diri sepenuhnya pada sandaran sofa setelah jas abu-abu dan dasi ketat di leher miliknya tergeletak asal di karpet. Sehun memungut remote TV di atas meja kemudian ibu jarinya dengan lincah menekan tombol merah bertuliskan on/off yang disusul tombol-tombol sekitarnya.
Layar datar itu beberapa kali berganti gambar; mulai dari buletin ramalan cuaca, talk show sampai akhirnya berhenti pada acara bertema komedi yang menyajikan lelucon dan sedikit drama dipenuhi adegan mengundang tawa. Sehun sangat butuh sesuatu untuk meluruskan pikirannya yang kusut saat ini. Setidaknya, acara yang membuat tertawa bisa sedikit menghilangkan beban pikirannya sejenak. Hanya sejenak.
Tentang tumpukan surat-surat―yang entah apa itu―harus dibubuhi tanda tangannya di kantor, segunung jadwal rapat yang wajib dihadiri esok hari dan sepanjang minggu ini, dan yang terakhir ibunya yang menyerupai jam alarm harian merecokinya dengan hal yang sudah muak selalu didengarnya seperti; "Cepatlah bawa kekasihmu ke rumah, eomma ingin mengajaknya membuat kue kesukaanmu dan pergi ke salon untuk merawat kuku bersama. Dan ohya, eomma akan belikan gaun kembar untuk kami setelah itu" kurang lebih begitu titah ibunya setiap meneleponnya. Membuat Sehun bungkam setiap saat. Dia tidak bisa melawan setiap kalimat yang diucapkan ibunya, terlebih soal kekasih-kekasih satu ini.
Oh tak tahu kah ibu, anakmu yang paling tampan ini tidak mempunyai kekasih selain berkencan dengan surat dan penannya setiap saat? Ingin sekali ia menjawab begitu. Tapi sayang, mulut dan pikirannya selalu bertentangan ketika berhadapan dengan ibunya. Pikirannya akan menolak keras sementara mulutnya berubah munafik, "Ya" atau "Baiklah" yang malah keluar.
Menyebalkan? Yeah.
Ditambah dua best―fucking―friend-nya dengan kurang ajarnya memamerkan surat undangan pertunangan yang tercantum 'untuk yang terhormat, sahabat jomblo-ku, Oh Sehun' ―Ini dari Kai. Yang berakhir dengan coretan tinta hitam random di foto Kai yang sedang tersenyum disamping Kyungsoo. Sedangkan Chanyeol mengirim foto cincin pernikahannya dengan Baekhyun beserta pesan manis bertuliskan "selamat menggalau sendirian di malam minggu, saudaraku. Salam, sahabat tampanmu-yang-tidak-jomblo-lagi." Baik sekali bukan?
Helaan napas keluar dari belahan bibir tipisnya. Acara tontonannya telah berakhir yang sekarang menunjukan film action dengan bunyi ledakan senapan dimana-mana. Tangan Sehun beralih ke puncak batang hidungnya; mengapit diantara jari telunjuk dan jempol lalu menekan-nekannya naik-turun perlahan. Meraih kaleng soda lalu meneguknya .
Baru saja ia berniat memejamkan mata sebentar sebelum ponsel di kantungnya bergetar mengalunkan nada panggilan yang menuai decakan kesal dari Sehun.
Sehun merogoh kantung celananya agak kasar, meraih ponselnya dan dengan raut malas mengatakan "Hallo," ia menyimpan ponselnya diantara jepitan pipi dan bahunya sementara telinganya menyimak setiap kata dari orang diujung sambungan. Tangannya bergerak bebas meraih kacang madu dan kaleng soda di sampingnya.
"Jadi, semua harus sudah di setujui dan berada di meja kepala―"
Kris, orang diseberang sana menghentinkan ucapannya, mendehem singkat sebelum kembali berucap.
"―maksudku, ayahmu besok"
Sehun menjauhkan sedikit jarak ponsel dari telinganya. Dasar si naga gagal terbang ini, meneleponnya hanya untuk memberi tahunya hal yang sudah ia hafal di luar kepala. Buang-buang waktu saja.
"yo! Kau dengar aku?"
"Hn, aku dengar"
Yah, setidaknya ia masih berbaik hati menjawab celotehan tak bermutu Kris kali ini.
"Bagus, kau bawa notes bersamamu atau kertas atau apa sajalah? ini penting!" Sehun melirik sebuah buku kecil dan pulpen di nakas sebelum menjawab "Ya, ada." Detik berikutnya terdengar suara krasak-krusuk dari seberang, diiringi suara Kris yang menghilang sebentar.
Suara rusuh itu hilang digantikan suara berat Kris yang menggema lagi "oke, catat nomor ini. Nomor pemilik saham di Cina yang menawarkan kerja sama beberapa waktu lalu. Nomornya..." dan, sayangnya Sehun terlalu malas untuk menggerakkan tubuhnya meski hanya sedikit saja untuk meraih notes dan pulpen di atas nakas yang berada tepat di kirinya. Jadi ia biarkan semua yang diucapkan oleh Kris terserap memorinya yang biasanya selalu tepat sasaran.
"Sudah?"
Dan sekali lagi mulut indah Sehun kembali munafik. Ia berkata "ya" tanpa cela kebohongan yang terdengar. Perfectly.Hasil dari latihan dengan ibunya selama ini ternyata berguna.
Sambungan terputus sepihak oleh Sehun. Ia menggosok keras daun telinga serasa panas mendengar penjelasan tentang "Bagaimana menjalin hubungan baik dengan klien" dari Kris yang sumpah! malah terdengar seperti nasihat dari kakeknya dulu ketika ia ingin pergi bermain dengan sepeda barunya ketika usia 5 tahun. Kolot sekali. Gayanya saja yang tiap hari mengikuti tren.
Masih dengan pikiran kalut dan telinga panas akibat ocehan Kris barusan, Sehun mengetik digit demi digit di ponselnya. Menekan tombol panggil lalu menempelkannya di telinganya. Matanya tetap terpaut pada layar datar di hadapannya.
Bunyi nada sambungan terdengar agak lama. Mendengung bagai lebah dan membuat Sehun mendengus kesal sampai kemudian―
"Allo?"
"Berapa yang kau inginkan?" pertanyaan dengan nada tajam langsung terlempar. Sudah cukup ia berbasa-basi dengan Kris. Dan tidak kali ini. Ia sudah lelah.
"Eh?"
"Tidak apa, jangan sungkan padaku. Ucapkan saja berapa bayaran untuk aset berhargamu, dan kita selesai" Sehun kembali bersuara. Kali ini dengan intonasi lebih santai agar si klien sedikit melunak.
Jeda panjang terjadi. Diiringi suara dengung dan hembusan napas, sepertinya orang disana sedang berpikir menimbang keputusan untuk diambil. Sedetik, Sehun kembali dilanda rasa tidak sabaran. Berkali-kali melirik jam yang serasa berjalan melambat saat ini.
"A-apakah hanya dengan cara―ehm―itu?"
Persetan dengan suara klien-nya yang nyaring menyerupai wanita, Sehun menjawab "Ya" dengan cepat. Mengabaikan suara pekikan tertahan yang memenuhi pendengarannya setelah itu. Di kepalanya hanya tidur, tidur dan tidur. Demi apapun, dia sangat merindukan bantal dan selimutnya saat ini.
Jeda panjang sepanjang rel kereta api gandeng tiga kembali lagi, kini tanpa suara-suara seperti tadi. Di duduknya, Sehun menggeram. Kenapa klien satu ini hobi sekali membuatnya menunggu di telepon.
"M―maaf tuan, tapi―"
"Siapa namamu?"
Katakanlah Oh Sehun sedang kelelahan berat hingga daya fikirnya dan kesadarannya menurun sampai-sampai repot bertanya nama klien yang membuatnya terpaksa duduk menelepon selama lima belas menit saat jam menunjukan waktu istirahatnya terkikis pelan-pelan.
"Lu Han, sir"
Detik itu juga, Sehun tertegun. Luhan. Luhan?
Seingatnya klien Cina-nya bernama Zheng Lie, bukan Luhan.
Ada apa ini?
"Hallo"
Suara Luhan yang mengalun di gendang telinganya kembali menyadarkan Sehun dari dunianya kembali ke masa sekarang. Rasa kantuknya menguap entah kemana sejak beberapa saat lalu. Kini kepalanya telah penuh oleh pertanyaan-pertanyaan mengenai siapa Luhan ini.
"Kau, perempuan?" Terdengar bodoh tapi, siapa peduli. Sehun harus mengumpulkan kepercayaan dirinya yang bertebaran untuk pertanyaan ini. Berharap cemas untuk jawabannya juga.
"Tentu saja, aku masih bermain barbie saat umur sepuluh. Jadi yah, kurasa begitu"
Jawaban yang cukup terang dan krusial dari Luhan memunculkan sebersit anggapan definitif pada Sehun.
Maka dengan sikap superior yang melekat erat pada diri Oh Sehun didukung pemikiran positif miliknya, Sehun bertanya yang malah terkesan seperti pernyataan "Ah, Kau anak tuan Zheng Lie?"
Keterdiaman didapat dari Luhan setelahnya. Gadis di sambungan ujung sana bungkam. Menyisakan Sehun yang dilanda perasaan yang selama ini dianggapnya menggangu; kepo, menyerang tiap-tiap inci tubuhnya, diiringi suara-suara dengan bahasa asing yang berasal dari televisi menjadi kombo komplit super.
"Bukan"
Dan entah kebetulan, hukum semesta, takdir atau sejenisnya, setelah Luhan menjawab, suara ledakan bom memekakkan telinga di televisi terdengar. Kompak sekali dengan jatuhnya kepercayaan diri sehun saat ini. Jatuh merosot telak ke ujung kakinya yang terhormat.
Sejenak, Sehun seolah tertampar kenyataan. Kenyataan yang paling memalukan selama eksistensinya.
Terkaku, Sehun menjauhkan ponselnya. Menelisik nomor yang tertera di kolom panggilan. Durasi 20 menit sepersekian detik muncul disana lengkap dengan suara gadis yang menyerukan kata "halo" berulang-ulang.
"Sir, anda disana?"
Tanpa menjawab, jempol Sehun bergerak cepat tanpa komando menekan tombol merah pengakhir panggilan. Tercatat, hal memalukan dari Oh sehun hari ini. Salah sambung!
Tolong siapapun, ingatkan dia untuk tidak menjedukkan kepalanya ke tembok terdekat, cepat!
.
.
.
.
.
.
.
.
Hari itu yang dipikirkan Luhan setelah masuk ke kamar apartemennya adalah berendam dengan air hangat dan sabun beraroma green tea ditambah aroma terapi lavender di sudut kamar tubuhnya lengket akan keringat, rambut kekuningannya yang diikat tinggi mulai terurai jatuh ke tengkuk dan pelipisnya.
Yixing yang mengantarnya sudah pergi sejak beberapa menit yang lalu. Setelah memberi sedikit suntikan semangat dan sekotak es krim yang kini telah berada di lemari pendinginnya.
Yixing yang menemani Luhan seharian ini, menemaninya untuk melamar pekerjaan di sebuah perusahaan swasta yang juga kebetulan tempat Yixing bekerja. Dan diakhiri dengan Luhan yang hampir menghabiskan tiga kotak tisu akibat ditolak mentah-mentah, mereka tidak butuh lulusan seni untuk bekerja disana disebut sebagai alasannya. Untungnya, setelah bujuk-rayu dari Yixing kepada atasannya, kepala direktur yang sudah beranak dua itu pun berbaik hati dengan memberikan kartu nama rekannya dan meminta nomor ponsel Luhan untuk dihubungi saat-saat diperlukan.
Luhan baru saja menyelesaikan mandinya, masih dengan jubah mandi dan selembar handuk membalut rambutnya yang basah. Ia duduk di depan meja rias dan mulai membubuhi pipinya dengan krim malam, bertepatan dengan ponsel di ranjangnya yang berbunyi nyaring.
Benda itu bergetar-getar ribut di atas bantal sebelum beralih ke tangan Luhan. ia duduk di kaki ranjang, sebelah tangannya memegang ponsel sedangkan satunya bergerak menyapukan krim keseluruh wajahnya.
Uknown number
Hanya itu yang tertera di layar. Setelah menggeser tombol hijau, benda pipih itu kini menempel di dekat telinga Luhan.
"Allo?"
"Berapa yang kau inginkan?" suara berat, tegas, tapi terkesan imut yang menyerebak setelah itu, dengan bahasa cina yang sempurna meski logatnya sedikit lucu di pendengaran Luhan. ia mengernyit bingung.
"Eh?"
Perkataan selanjutnya dari orang diseberang membuat Luhan terkesiap, "Tidak apa, jangan sungkan padaku. Ucapkan saja berapa bayaran untuk aset berhargamu, dan kita selesai" inikah atasannya itu? Luhan menggigiti bibir lembabnya penuh kegusaran tergambar. Entah mengapa pipinya terasa memanas dengan sendirinya ketika di kepala mungilnya melintas sekelebat maksud dari 'aset berharga' yang disebut tadi.
Gosh!
Apa dia harus setuju atau menolak saja. Yang jelas, orang ini gila! Luhan itu gadis yang berasal dari keluarga baik-baik dan baru saja menyelesaikan pendidikan di universitas terkemuka beijing tahun lalu, hanya ingin bekerja di tempat sempurna impiannya. Tapi, jika syaratnya adalah 'aset' berharganya...
Aset berharga, Ya Tuhann!
"A-apakah hanya dengan cara―ehm―itu?"
Luhan mengepalkan tangannya menunggu jawaban sampai ia memekik dengan tertahan ketika pria itu mengatakan "ya" tanpa beban apapun. Orang ini benar-benar gila.
Tidak! Luhan harus menolak, dia memang ingin sekali bekerja disana, tapi bukan dengan cara ini.
"M―maaf tuan, tapi―"
"Siapa namamu?"
Luhan terdiam, nama? Bukankah ia sudah memberikan berkas-berkasnya tadi pagi pada sekretaris kepalanya? Luhan menggeleng, mungkin kepala direktur itu terlalu sibuk sampai belum melihat berkasnya. Benar, pasti begitu.
"Lu Han, sir"
Diam.
Sedikit banyak Luhan harus berputar-putar pada sekelumit tanda tanya mengenai sang atasan ketika pertanyaan mengenai gender dilayangkan kepadanya. Terlebih saat namanya disangkut-pautkan dengan nama seseorang yang tidak dikenalnya, yang malah disebut sebagai orang tuanya.
Selanjutnya, orang disana diam. Mengabaikan Luhan yang memanggil-manggilnya disini.
Bunyi "tut" panjang mengakhiri percakapan mereka. Luhan melempar ponselnya geram ke ranjang, benda itu memantul kemudian terselip diantara kepala ranjang dan kasurnya.
Luhan bangun dengan wajah masam, berjalan kembali menuju tempat semula ia berada; meja rias dan krim malamnya. Diiringi lantunan kata-kata yang tidak patut didengar khusus untuk atasan mesum―panggilan barunya―yang dengan seenak suara ―ugh, seksinya memutuskan panggilan sepihak tanpa kepastian; dia diterima atau tidak. Ambigu.
Setelah ini, dia memang harus menghabiskan sekotak es krim untuk menstabilkan pikirannya yang berubah jadi irasional mendadak setelah bertelepon dengan calon atasannya barusan.
Yang memintanya untuk menyerahkan aset berharga-nya yang argh, demi tuhan! terkutuklah pipinya yang kembali panas mengingat kalimat tidak sopan dari atasan mesum itu.
.
.
.
.
.
.
.
TBC/ End (?)
Hayaaaa~~ ini ff pertama dengan word yang tembus 1k hehehe... rada maksa sebenernya, ngetik durasi cepat XD
Dan kemungkinan, Cuma jadi twoshoot aja. Soalnya idenya ya... mampet segitu. Ff chaptered/gagal/ perdana untuk the best partner in crime yang suka gila-gilaan bareng yang ultah hari ini kyaaak... pibesdey yaaa...ditunggu responnya /ga/ XDD
Gimana?
Maksakah?
Ancurkah?
Pasarankah?
Please say it to me ;)
Last...
Mind to give me some review?
