Hello there, I'm Lucifer. You can call me Lu, or Lucifer, or Lucified, or anything. And then, there's Joker. My friend and this person's totally good at English and She's going to be my mighty translator (later, maybe?), you can call her L , Eru, or Joker, or something.
Diclaimer: not mine (at all, except for Ichi), Tokoh naruto tentunya bukan milik saya, kalau kepemilikan mereka sudah berpindah ketangan saya, pasti cerita naruto nggak begini jadinya, hahahaha D: (Sori Masashi)
Warning:
Shonen-ai or more
Weird family relationship
Prologue 1 : The boy's Arrival
Suara operator bandara yang mengumumkan jadwal keberangkatan sebuah pesawat menggema di sepanjang lorong, secara tidak langsung menyambut kedatangan para penumpang yang baru mendarat setelah 20 jam penerbangan dari Amerika. Para penyambut mulai meneriakkan nama orang yang mereka tunggu, dengan harapan orang tersebut mendengar dan menghampiri mereka. Bisa jadi orang itu adalah sanak saudara, Orang tua, anak, atau mungkin kekasih. Tangis, tawa dan berbagai macam reaksi lainnya mulai terdengar ketika mereka menemukan orang yang mereka cari. Dan diantara figur-figur yang bahagia itu, terlihat seorang laki-laki muda yang berdiri sendirian di lobi. Kacamata berframe hitam menghiasi wajahnya yang menarik. Walaupun ia sedang mengenakan sebuah topi rajutan warna hitam, terlihat jelas bahwa ia memiliki rambut pirang keemasan yang terawat. Sepasang lingkaran berwarna biru bergerak lincah, mengamati sekelilingnya dengan teliti. Mereka mencari seseorang diantara kerumunan orang yang sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Jika seseorang berjalan melewati pemuda ini, akan jelas terdengar bahwa ia sedang menikmati lagu favoritnya dalam volume penuh. Bisa jadi itu adalah hobi buruknya, atau mungkin juga ia hanya merasa terganggu dengan suara bising dan "keributan" disekitarnya.
Dia terdiam sejenak sebelum matanya menangkap keberadaan sesosok pria yang bersadar di pintu kaca. Mempelajari figur itu sedikit demi sedikit, karena jujur saja jarak antara mereka berdua cukup membuat pemuda ini perlu untuk mengakomodasikan lensa matanya agar lebih fokus. Siluet yang familiar dan atmosfir yang hangat. Ia tersenyum kecil sambil berjalan menuju orang itu. Headset terlepas dari telinga dan ia menghadiahkan sebuah senyuman ramah pada pria itu.
"...Iruka"
"It's been a while Iruka..", Pemuda yang baru saja pulang dari Amerika ini masih terbayang-bayangi oleh jet lag dan bahasa yang biasa ia pakai di negara paman sam. Tapi ia tidak pernah ragu untuk memberikan senyumnya yang paling lebar untuk orang yang sudah merawatnya sejak kecil.
"You're not in America anymore, speak properly, Naruto..". Naruto hanya bisa tertawa medengar komentar Iruka. Sudah lama ia tidak merasakan keaslian rasa Ramen Ichiraku, dan Iruka membuat keputusan yang sangat tepat dengan membawa naruto ke kedai favoritnya. Pemilik kedai langsung memberi Naruto bonus-beberapa nori dan lainnya-ketika ia tahu bahwa pelanggannya yang paling setia sudah kembali dari luar negeri. Dinginnya udara malam itu langsung tertutupi oleh sambutan hangat pemilik kedai-dan ramennya yang enak tentunya.
"Yah..", Iruka tertawa kecil ketika ia mengamati Naruto yang sedang berkonsetrasi dengan makanannya. "Bukan berarti kami.. atau aku—secara personal- tidak merindukanmu Naruto..". Iruka menjangkau rambut keemasan Naruto sebelum ia menepuk kepala Naruto perlahan. Tidak terasa sekarang Naruto sudah berumur 19 tahun. Ia mandiri dan kuat—dan jika seseorang menanyakan tentang Naruto, dia pasti akan mendapat sebuah jawaban, dengan kata lain, ia cukup terkenal. Kitsune, Naruto adalah seorang Disc Jokey handal yang sering melakukan tur ke berbagai negara dan ia dikenal sebagai DJ Kitsune. Semangatnya dalam memainkan lagu yang telah ia mix ditambah Rave Party Spiritnya yang masih murni membuatnya disenangi berbagai kalangan, sehingga ia kebajiran tawaran untuk bermain di berbagai klub ,ataupun lounge—dikarenakan ia tidak hanya memainkan trance, club, atau dance musik, tetapi juga lagu-lagu lounge.
"Hehehe, Thanks Iruka", Naruto hanya bisa tersenyum melihat 'Ayah'nya. Iruka juga mengalami masa sulit ketika ia membela Naruto. Pemuda pirang ini terkenal akan kenakalannya waktu di sekolah dan Iruka adalah orang yang rela diceramahi berjam-jam oleh wali kelas Naruto. Selain itu tragedi kematian orang tua Naruto membuat beberapa orang memandang rendah anak ini. Kedua orang tuanya bunuh diri di depan mata Naruto dan para penduduk menduga itu disebabkan ketidakmampuan ayah dan ibunya untuk mengurus Naruto yang nakal, sebagai penyebab kematian mereka. Padahal ia adalah anak yang cukup penurut sampai insiden itu terjadi. Naruto menyelesaikan ramen terakhirnya dan menoleh ke arah Iruka. "Dimana Kakashi-sensei?".
"Kakashi?"
"Iya. Biasanya kan kalian selalu , bersama..", goda Naruto
Wajah Iruka langsung dihiasi dengan senyum yang agak tersipu-sipu. Tampaknya kepopulerannya yang sudah diraihnya tidak berpengaruh terhadap Naruto yang ia kenal. "Dia ada di parkiran, mungkin-", Iruka meminum lemonadenya sebelum melanjutkan kalimatnya. "—sejak ia adalah orang yang paling sibuk sendiri ketika berita kepulanganmu sampai di sini. Tapi pasti dia akan berpura-pura santai..". Naruto hanya tertawa kecil mendengar penjelasan gurunya.
"Jadi..", Iruka melanjutkan. "Alasan kamu untuk kembali ke Jepang secara tiba-tiba?"
Naruto terdiam sejenak, cukup aneh karena Naruto bukan tipe pemikir. Sepertinya ada suatu hal dibenaknya yang tidak bisa ia beritahukan ke Iruka. Namun sejak wajahnya tetap menunjukkan keceriaan, Iruka tidak terlalu ambil pusing walaupun ia khawatir. "Tak ada alasan khusus.. Terlalu merindukan kampung halaman mungkin?"
"Oho, benarkah?"
Sesosok pria berambut silver muncul dari belakang mereka, membuat Naruto tersentak karena kaget. Kakashi, selalu dengan penutup mata trademarknya dan sebuah buku bersampul jingga di salah satu tangannya, diduga sebagai edisi terbaru dari Icha-Icha Series. "Yo Naruto..", sapanya, sambil mengangkat satu tangan.
"Ka-kakashi!", Keluh Naruto. Kakashi hanya bisa menunjukkan muka bersalahnya.
Tetapi ada sesutau yang tidak biasa. Seorang anak kecil mengikuti Kakashi dari belakang, Tidak ada aura ramah di sekeliling anak itu, namun Naruto tahu bahwa anak itu adalah anak baik-baik.
"Aku... Tidak tahu kalau Iruka bisa mempunyai anak"
Kakashi menghela napas sebelum menjawab mantan muridnya itu. "Pendapatmu itu tidak sepenuhnya salah Naruto..", ungkapnya.
"Uh.. Pertama, anak itu memang dalam asuhanku tapi dia bukan anak yang kulahirkan dengan catatan—kedua, Pria tidak bisa melahirkan, begitu juga aku, secara fisik dan secara menta-", sebelum Iruka menyelesaikan kalimatnya, Naruto langsung memotong dengan tertawa kecilnya. "Kau mampu Iruka, secara mental.."
Kakashi hanya mengiyakan dengan sebuah senyum aneh diwajahnya.
"A-apa?", protes Iruka
"Jadi, siapa nama anak yang menarik ini?", Naruto mengacuhkan pertanyaan Iruka dan beralih ke anak laki-laki yang berdiri di samping Kakashi.
Anak ini memiliki wajah yang familiar-dalam arti, tidak ramah sama sekali- namun entah kenapa ada aura polos namun waspada di sekelilingnya. Rambutnya berwarna hitam pekat, sama seperti warna matanya. Hitam, seperti jurang dalam yang tak berdasar. Misterius, dingin, tapi menarik perhatian.
Tak ada jawaban
"Siapa namamu?", tanya Naruto
Tetap tidak ada jawaban
Naruto menaikkan satu alisnya, bingung dengan reaksi yang ia terima dari anak itu. Begitu juga Kakashi dan Iruka, mereka tidak membantu Naruto untuk menanyakan nama anak itu, ataupun memberi tahukan namanya langsung.
"Bukankah tidak sopan untuk menanyakan nama seseorang sebelum memperkenalkan diri sendiri?", tiba-tiba kata-kata anak itu memecahkan kesunyian diantara mereka.
"Eh?"
Anak itu kembali diam, pandangan matanya tajam.
"Ichi"
"Eh?"
Kesunyian kembali menghantui mereka. Iruka dan Kakashi hanya bisa saling melihat satu sama lain atas tingkah laku Ichi. Dan Naruto terdiam, kehabisan kata-kata untuk menjawab anak ini.
Pandangan mata Iruka mengikuti Naruto yang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Ichi. Pria muda itu berlutut dan mendongak, penasaran dengan mata yang terus menatapnya dengan waspada. Lalu Naruto tersenyum lebar ke arah Ichi, yang kedua matanya masih terpaku pada Naruto.
"Naruto, senang bisa berkenalan denganmu..". Ia mengacak-acak rambut Ichi sambil tersenyum, seakan tidak perduli jika anak itu merasa terganggu. Dilain pihak, Iruka terkejut melihat Naruto bisa-dibilang-cepat akrab dengan Ichi. Kakashi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ichi tidak memberikan reaksi apapun, matanya tetap terpaku pada Naruto, seakan ia sedang mengukur potensi laki-laki pirang didepannya, dan Naruto hanya bisa menyeringai pada Ichi.
"Err... Bagaimana kalau kita kembali sekarang?", Iruka memotong keseriusan di antara mereka berdua, dan Kakashi merasa beruntung karena ada orang yang-sedikit-tidak sensitif seperti Iruka.
Ichi adalah orang pertama yang berjalan menjauhi kedai dan pandangan ketiga pria dewasa lainnya tetap melekat pada figur anak kecil itu.
"Berapa umurnya?", tanya Naruto
"6 tahun secara fisik, 24 tahun secara mental..", Kakahi menambahkan.
Naruto bersiul, kagum atas pendapat mantan gurunya terhadap anak kecil itu, sejak Kakashi adalah orang yang suka memilih-milih dan sedikit keras kepala. Mr. My Pace yang satu ini sangat jeli dalam menilai orang. Tanpa basa-basi lagi, mereka bertiga menyusul anak berambut hitam itu. Terlihat sebuah mobil Corolla hitam yang terkapar sendirian di area parkir, dan Ichi sudah berdiri di dekat mobil itu.
"Uchiha?", Naruto menyempatkan diri berbisik pada Kakashi yang masih sibuk dengan Icha Icha Fantasy-nya. Kakashi menggelengkan kepalanya, "Bukan, dia bukan seorang Uchiha. Lagipula, garis keturunan mereka sedang mengalami krisis.."
"Krisis?", Naruto mengerutkan dahinya. Setahunya, Keluarga Uchiha-atau lebih tepatnya, Uchiha Company adalah perusahaan yang-tidak begitu besar- namun cukup sukses. Mungkin ia sudah melewatkan banyak kejadian ketika ia tinggal di Amerika dalam 1 tahun. Tapi berita mengenai Keluarga Uchiha yang sedang mengalami krisis sangat mengejutkannya.
"Yah, kurang lebih begitu..", Kakashi menambahkan sebelum ia meraih kunci mobil yang ada di kantongnya. Setelah ia membuka kunci otomatis mobilnya, keempat laki-laki itu masuk kedalam mobil, dan Naruto duduk di bangku belakang bersama dengan Ichi. Iruka hanya bisa menghela napas melihat sikap Ichi kepada Naruto. Kakashi langsung menancap gas menuju rumah mereka di daerah perumahan yang cukup padat dan lucunya, orang-orang yang tinggal di daerah itu adalah orang-orang yang namanya cukup familiar di telinga Naruto.
Besok pasti menjadi hari yang melelahkan bagi Naruto.
"Bukan begitu Ichi. Cara pakainya seperti ini. Lihat, akan kutunjukkan lagi ya?"
Iruka masih sibuk mempersiapkan sarapan saat suara Naruto yang sedang mengajarkan Ichi menggunakan sesuatu terdengar sampai ke dapur. Sedangkan laki-laki lainnya masih sibuk dengan buku vulgarnya. Seingatnya, ini sudah ke sebelas kalinya Kakashi membaca Icha Icha Fantasy. Iruka tidak tahu apa yang telah membuat Kakashi begitu setia (maniak) membaca buku Icha Icha, terutama serial yang baru ini. Iruka tidak tahu dan tidak mau tahu setelah terakhir kali ia mencari tahu tentang Icha Icha Series, hal yang buruk terjadi padanya. Kami..
"Waaaaaaaaaaaaaa!", Belum selesai ia memikirnya tragedi Icha Icha Series-belum selesai ia memasak pancake kesukaan Ichi—belum selesai ia menyesali keputusannya dulu, sebuah teriakan panjang dan keras terdengar dari kamar tamu. Tak lain dan tak bukan, itu adalah teriakan Naruto. Iruka refleks, melempar pancakenya sampai menempel di langit-langit. Dan sekarang langit-langit rumahnya sudah berubah menjadi langit asli, dengan sebuah bulan dan matahari pribadi. Kakashi hanya tertawa kecil melihat dekorasi baru yang diciptakan oleh Iruka.
Iruka segera berlari ke lantai dua dan mengecek keadaan sumber keributan di rumahnya. Ia langsung menerobos masuk ke kamar Naruto dan menemukan seorang pemuda dengan wajah yang hampir menangis dan seorang anak yang memasang wajah yang, senang. "Ada apa Naruto?". Sesaat dia meyakinkan dirinya bahwa Ichi bukanlah orang yang sudah membuat seorang pemuda berumur 19 tahun memasang wajah seperti itu.
"Record.. record lagu mix yang sudah kubuat..". Mata Naruto yang sedikit berkaca-kaca terkunci pada sebuah layar I-pad dengan tulisan '64 files have been deleted'. Nampaknya Ichi sudah -berdasarkan ekpresinya sekarang- secara hampir sengaja mendelete data-data yang Naruto simpan di Ipadnya. Bukan tangisan Naruto yang membuat Iruka tertegun, namun expresi Ichi yang super excited. Bahkan jika dilihat dari dekat, wajah Ichi sedikit... sedikit memerah. Apa anak ini memiliki suatu persona yang agak menyimpang? Iruka hanya terdiam di tempatnya, bahkan keluhan Naruto tidak diindahkannya.
"Bukankah seorang DJ biasa menyimpan back-up di flashdisk atau hard disk eksternal?"
Kakashi tiba-tiba saja sudah bersandar di daun pintu. Iruka, Naruto, bahkan Ichi tidak menyadari kehadiran orang yang selalu bersama buku kecil berwarna menyilaukan itu.
"Ah! Pintar!", Naruto langsung berdiri sambil menunjukkan wajah leganya, dan ekspresi Ichi, semakin, senang?
Naruto masih belum berubah. Ia masih seorang anak yang sering kali bertindak sebelum berpikir.
"Ahhh...", Iruka mengeluh sambil menggaruk-garuk kepalanya, "Bagaimana kalau kita sarapan natto saja? Sejak pancakenya sudah tidak bisa diselamatkan lagi..?", Ichi hanya mengangguk.
"Baiklah, ayo semua turun... kita sarapan.", ucap Iruka sambil melepaskan celemek berwarna coklat yang melilit di pinggangya.
Mempersiapkan natto tidaklah memakan waktu lama. Setelah semua orang berkumpul di meja makan, mereka pun memulai sarapan paginya dan sarapan pertama Naruto di negeri asalnya.
"Itadakimasu"
"Hmm... sudah lama aku tidak makan natto..", Naruto langsung berkomentar setelah suapan pertamanya.
"Yah, memang. Selain cepat dan bergizi, Natto adalah makanan khas Jepang, dan Ichi, cepat habiskan sarapanmu. Jam 7.13 kita berangkat"
"Oh..ya.. Ichi kelas berapa?", tanya Naruto saat sumpitnya masih sibuk dengan makanannya.
...
Tak ada jawaban
Ichi hanya diam, dan dengan wajah tenang, ia menyelesaikan makanannya sebelum mengucapkan 'Arigatougozaimasu' dengan suara kecil. Ia pun langsung berlari ke kamarnya.
Naruto langsung memalingkan wajahnya ke Iruka dan menatapnya dalam, seakan menanyakan. 'Ada apa dengan anak ini?'
Iruka hanya mengangkat bahunya, mensolidkan ketidaktahuannya atas sikap Ichi. Dan Naruto tidak mengharapkan jawaban lebih dari Kakashi yang masih saja bermesraan dengan Icha Icha Fantasy nya.
"Ayo"
Pemuda berambut pirang ini hampir tersedak setelah medengar suara yang terdengar dari belakangnya. Di sana berdiri Ichi, lengkap dengan tas ranselnya dan seragam yang, cukup lucu. Dalam arti Ichi sangat cocok memakainya dan lebih terlihat 'seperti anak-anak' dalam balutan seragam berwarna merah dan hitam itu. Tapi tetap saja anak itu memalingkan mukanya dan tidak mau menatap mata Naruto.
Apa salahku?
Kakashi hanya mencuri pandang dibalik buku favoritnya. Entah kenapa Naruto terlihat, gelisah.
"Ayo kita antar sampai depan..", Kakashi menutup bukunya dan mengajak Naruto menyusul kedua orang yang hendak berangkat.
"Memangnya kau tidak ikut?", Ia segera bangkit dari tempat duduknya dan menyusul Kakashi yang sudah sampai pintu depan.
"Hm.. tidak, Karena aku seorang dosen dan aku masuk pada jam siang, jadi setiap pagi aku bisa bersantai di rumah..."
"Oh.. baiklah..". Kakashi adalah seorang dosen di universitas yang cukup ternama di Konoha. Dulu dia adalah guru di SMA yang mengajar Naruto. Sedangkan Iruka adalah seorang Guru di sebuah SMP yang juga merangkup gedung SD dan TK. Dan mengejutkannya, ketika Naruto sampai di depan rumah, ia mendapati Ichi sedang berbincang dengan salah satu temannya. Karena sekolahnya cukup dekat, mungkin ia biasa berjalan kaki dan mungkin juga ia secara tidak sengaja berpapasan dengan temannya.
Ichi, berbicara dengan lancar, mengobrol dengan santai, tersenyum pada temannya. Tapi tetap saja Naruto bingung. Kenapa Ichi bersikap begitu dingin padanya, dan tidak pada yang lain. Memang wajar untuk bersikap seperti itu pada seseorang yang baru saja dikenal tapi setidaknya dia bisa menunjukkan keramahannya pada Naruto seperti apa yang ia tunjukkan pada temannya. Apa itu wajar? Apa Ichi marah karena Naruto menyentuhnya tanpa izin?
"Ichi!"
Anak berambut hitam itu menoleh, hanya untuk menemukan seorang pemuda pirang keras kepala yang tiba-tiba saja memanggil namanya dengan keras.
"Hati-hati di jalan!", teriak Naruto
Ichi langsung memalingkan wajahnya dan kembali keobrolannya dengan temannya. Kakashi hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat sikap yang ditunjukkan Ichi pada Naruto, dan Naruto hanya bisa mengerutkan wajahnya.
Naruto menarik napas dalam-dalam sebelum mengeluarkan udara yang memenuhi paru-parunya dalam satu helaan. Dia tidak tahu apa yang sudah ia perbuat, dan ia akan cari tahu nanti. Dia memutuskan untuk berkeliling komplek perumahan Kakashi, sejak pria itu memberi tahukan tentang keberadaan tetangga yang mungkin sudah familar bagi Naruto.
"Aku mau jalan-jalan sebentar.."
"Hati-hati Naruto. Belakangan ini banyak kasus penculikan..",Kakashi menyeringai sebelum melambaikan tangannya dan ia kembali ke dalam rumah.
Naruto berjalan mengelilingi komplek perumahan yang cukup sepi. Lingkungan di sini cukup bersih dan hijau. Berbeda di Amerika yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit. Udara yang sejuk sedikit meringankan beban dikepalanya. Naruto tenggelam dalam pikirannya sampai seseorang memanggilnya
"Naruto!"
Ia menoleh kebelakang dan siluet seseorang yang memiliki warna rambut yang sama dengannya terlihat sedang melambaikan tangannya dari lantai dua sebuah rumah berwarna coklat.
"Senpai?"
Aroma teh Darjeeling yang menenangkan menghampiri indra penciuman Naruto. Kali ini ia harus berterimakasih pada Deidara, karena untuk sesaat ia dapat melupakan masalah yang baru-baru ini menghampirinya. Di depannya, duduk seorang Pria berambut panjang dan pirang dengan bola mata biru, persis seperti dirinya. Deidara adalah kakak kelas Naruto saat ia masih SMP dan SMA . Pria berambut panjang ini banyak memiliki teman yang juga dikenal oleh Naruto.
"Apa kabar, Naruto? Kapan kamu sampai di sini-un?", tanya Deidara sambil memakan kue yang disajikan.
"Hehehe, sudah lama ya Deidara! Aku tiba kemarin malam dan sekarang aku tinggal di tempat Kakashi untuk sementara", Jawab Naruto singkat, karena ia tidak ingin membuang waktu untuk langsung mencoba teh yang tampak menyegarkan itu.
"Hahaha, kabar kepulangan mu langsung menyebar-un. Kami semua tahu kamu akan pulang-un"
"Benarkah? Aku kira cuma suatu kebetulan kita bisa bertemu. Memangnya Akatsuki tidak sibuk?"
"Hum!", Deidara menganggukkan kepalanya. "Tidak, kami memang sibuk, tapi kalau menyangkut soal teman, lain lagi urusannya-un..". Tidak asing lagi jika Naruto cukup terkenal di antara para pemain musik di Jepang, termasuk bagi Akatsuki, grup band dimana Deidara memegang posisi bassist. Dulu Naruto pernah menjadi mixer dan editor lagu-lagu band Akatsuki. Band ini cukup terkenal karena mereka juga memainkan instrumen musik lainnya selain alat-alat yang biasa dimainkan dalam sebuah band.
"Oh, dan tadi Deidara bilang 'kami'. Memangnya siapa saja yang tinggal di sini?". belum sempat Deidara menjawab pertanyaan Naruto, sosok lain yang muncul dari ruang baca memotong pembicaraan mereka. "Salah satunya aku.."
Naruto menoleh ke sumber suara yang familiar itu. Figur laki-laki berambut hitam dengan kacamata frameless yang menghiasi wajahnya, beserta buku fiksi tebal yang sedang di pegangnya, melangkah keluar dari ruang baca. Rambut panjangnya diikat teratur ke belakang dan senyumnya masih seperti dulu. "Uchiha-san!"
"Sudah berapa kali kukatakan untuk memanggil ku Itachi, Naruto?", balas pria itu sebelum ia duduk di sebelah Naruto.
"Hahaha, Maaf Itachi"
Itachi memegang posisi violist dalam band akatsuki. Tipe stoic-introvert yang hanya bisa akrab dengan orang-orang yang sudah dikenalnya saja. Anak tertua dikeluarga Uchiha, berbakat di segala bidang, namun lebih memilih jalur yang dianggap dirinya paling benar untuk menghidupi dirinya. Apa keputusannya untuk berkarir di dunia musik adalah sumber krisis dikeluarga Uchiha? Dan lucunya, ia mau tinggal bersama anggota band yang lainnya. Karena Itachi adalah tipe orang mandiri dan penyendiri, Naruto tidak menduga dia bersedia tinggal di rumah ini.
"Perlu lima bulan untuk membujuknya agar mau tinggal di sini-un...", Deidara yang masih sibuk dengan cemilannya tiba-tiba saja menjawab pertanyaan yang masih berputar-putar dipikiran naruto, seakan-akan ia telah membaca pikiran pemuda ini. "Ruang baca dan kamar yang terletak paling dalam, paling pojok di rumah ini adalah hal yang harus di persembahkan agar dia setuju-un..."
"It's totally Itachi", Naruto hanya bisa tertawa mendengar keluhan Deidara.
"Don't take it personally", ucap Itachi saat kedua matanya masih terpaku pada buku tebalnya.
"Bull.. since i was the one who's in charge to beg on you bastard!", gerutu Deidara
"Hahahahaha, sudah sudah.. Bagaimana dengan yang lain?". Deidara yang masih terlihat sebal menjawab Naruto sambil menghibur dirinya dengan cemilan, dan cemilan lagi. "Seluruh anggota Akatsuki tinggal di sini"
"Eh? Semua?"
"Hum..", Deidara menghela napas sambil mengangguk
Wow, Deidara pasti sudah bekerja sangat keras untuk mengumpulkan orang-orang ini
"Betul sekali-un..". Naruto tertegun sejenak. Apakah ini hanya perasaannya saja atau Deidara baru saja membaca pikirannya?
Mereka bertiga, atau lebih tepatnya berdua-sejak manusia stoic yang terobsesi dengan novel fiksi satu ini masih bergerumul dengan teka-teki dalam cerita itu, hanya berbicara seperlunya-larut dalam obrolan ringan tentang masa lalu dan perkembangan dari diri masing-masing. Deidara yang terlihat bosan secara tiba-tiba langsung mengubah topik pembicaraan.
"Jadi...alasan kamu kembali kesini apa-un?"
"Apa?.. Maksudnya?"
"Kami tahu kalau kau berencana untuk tinggal tiga atau empat tahun di Amerika dan belajar di sana, dan itu bukan perkara mudah untuk meraihnya. Dan sekarang kau membuang kesempatanmu untuk meraih impianmu di sana hanya untuk kembali kesini. Ada apa sebenarnya-un?"
Dan sekarang Naruto yakin kalau Deidara mempunyai bakat untuk menjadi peramal nasib atau seorang mentalis. Naruto hanya diam dan tertunduk, merasa langsung kalah hanya dalam satu pukulan telak. Deidara memang satu-satunya orang yang bisa membaca semua pikiran Naruto -walaupun dia tidak bisa membaca pikiran tentunya-. Naruto tidak bisa menyembunyikan apapun dari senpainya yang sudah ia kenal sejak lima tahun lalu ini. Tidak ada. Bahkan alasan yang membuatnya langsung kembali ke Jepang. Hati Naruto dipenuhi keraguan. Haruskah dia memberi tahu Deidara dan Itachi tentang alasannya? Atau sebaiknya ia menyimpan in dalam-dalam agar tidak ada yang tahu? Tapi walaupun ia membuat alasan dan berbohong untuk menutupinya, Naruto yakin Deidara akan langsung menyadarinya. Sepertinya hari ini bukanlah hari keberuntungannya.
Naruto masih tertunduk. Tangannya saling menggenggam satu salam lain dengan kuat. Deidara menopang dagunya dengan tangannya, menunggu Naruto untuk memberinya jawaban.
"... Kau bisa memberitahukannya lain kali-un. Jangan memasang wajah 'Ini adalah akhir dari dunia'-un..", ungkap Deidara sambil menghela napas.
Naruto langsung mengangkat wajahnya yang dipenuhi aura kelegaan. Ini bukan pertama kalinya ia ingin memeluk Deidara sekuat-kuatnya. Ia hanya bisa membalas Deidara yang menyeringan dengan senyuman penuh syukurnya. Ia mengangguk perlahan, "Ya!", balas Naruto.
Ketika Deidara ingin mengakhiri kepahlawanannya dengan mengucapkan 'Dasar bocah-un' , Naruto tiba tiba berdiri dengan tergesa-gesa dan mengepalkan tangannya ke atas. Itachi masih tidak bergeming. Mungkin walaupun ada badai menyerang, ia masih akan membaca buku dengan tenang di bangkunya.
"Yaaaaa! Sekarang saatnya berkeliling di basecamp baru Akatsuki!"
Kali ini Itachi menoleh ke arah Naruto yang entah sejak kapan sudah berada di tangga.
Deidara hanya bisa tertawa lepas melihat tingkah laku Naruto.
Dilain pihak, Naruto langsung menemukan anggota Akatsuki lainnya. Ia bertemu Sasori yang sedang sibuk dengan koleksi mannequinnya. Ia menyempatkan diri untuk sedikit mengobrol dengan orang yang memegang posisi vokalis ini. Sasori memang menyukai Naruto karena hanya dia yang menghargai hobi aneh Sasori untuk mengoleksi berbagai macam Figure berbentuk manusia. Berikutnya ia bertemu Kakuzu yang masih memasang wajah bangun tidurnya. Ia berbincang-bincang sebentar dengan manager Akatsuki ini, dan membiarkannya istirahat kembali. Nampaknya ia kelelahan karena lembur mengurusi keuangan dan jadwal Akatsuki. Terlihat beberapa buku catatan dan kertas yang berserakan di kamar Kakuzu, karena itu Naruto langsung meninggalkan laki-laki super pelit yang kelelahan itu. Berikutnya ia bertemu Hidan yang baru saja selesai mandi. Ia langsung disambut dengan rangkaian kata-kata yang seharusnya sudah dihilangkan dalam kamus bahasa sehari-hari. Seperti biasa, drummer yang satu itu selalu bersemangat dalam menggunakan kalimat-kalimat 'bijak' miliknya. Naruto sempat berpikir, bagaimana caranya Hidan bertahan hidup dengan kata-kata absurd yang sering ia gunakan secara privat ataupun publik. Hebatnya lagi, ia mempunyai banyak Fans.
Di halaman belakang, ia bertemu Zetsu yang sedang sibuk merawat tanaman bonsai yang terawat dan tersusun rapi di rak-rak kayu. Pria dengan penampilan aneh-rambut yang diwarnai setengah hitam dan setengah putih-ini memegang posisi gitaris. Sebenarnya ia adalah orang yang paling 'normal' di antara yang lain. Bicaranya sopan, kelakuannya baik, namun memiliki alter ego yang hampir sama dominannya dengan kepribadiannya yang asli, sehingga seringkali ia berbicara dengan dirinya sendiri. Lalu ia bertemu orang yang paling bertanggung jawab atas properti yang digunaan Akatsuki-yang selalu mengecek kondisi alat-alat musik Akatsuki dan juga ia merangkup pemain drummer cadangan karena kadang Hidan terlalu memaksa untuk mendapatkan istirahat lebih awal untuk melakukan ritual keagamaan atau semacamnya-, Kisame, yang sedang sibuk dengan kegiatan work outnya. Kisame sangat kuat dan suatu hari ketika Naruto memanggilnya dengan sebutan Paman Kisame, Naruto langsung tidak bisa tidur karena pipinya bengkak sehabis dicubit oleh Kisame. Naruto mencoba mencari Pein, namun ia tidak menemukan Ketua band ini. Pein memegang posisi keyboardist di Akatsuki. Tampaknya ia sedang keluar. Dan ketika ia berjalan ke lantai bawah, seseorang langsung menyerangnya dan memeluk Naruto erat.
"NARUTOO!"
"Tobi?"
Tobi, pemuda berambut hitam yang selalu menikmati hidupnya. Kesehariannya selalu dipenuhi keceriaan yang tak ada habisnya. Tobi sangat ahli dalam memainkan cello dan itu adalah instrumen yang ia pegang. Sepertinya ia sedang sibuk dengan sebuah... bingkisan? Tepat di samping tempat Tobi duduk tadi, terlihat seorang perempuan dengan jepit berbentuk mawar kertas yang menghiasi rambutnya. Konan, seluruh kehidupan anggota Akatsuki ada di genggaman adik kandung Pein ini. Akatsuki bisa kewalahan jika Konan sedang dalam kondisi yang tidak biasa. Konan adalah orang yang mengurusi makanan Akatsuki, mengurusi kostum yang di pakai Akatsuki, mengurusi kebersihan rumah dan seluruh kebutuhan Akatsuki. Intinya, perempuan pendiam ini adalah 'Baby sitter'nya Akatsuki. Gadis cantik itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya sedikit, menyambut kedatangan pemuda pirang ini dengan hangat.
"Itu untukmu Naruto!", potong Tobi dan ia langsung berlari mengambil kado yang setengah terbungkus itu, lalu memberikannya pada Naruto
"Waah, terimakasih Tobi!"
"Konan yang sudah memilihkannya"
Konan hanya tertunduk dengan sedikit warna pink menghiasi pipinya. Maklum saja, karena Konan tidak se-sosial Pein. Dia bukan orang yang dapat berbincang-bincang dengan orang lain dengan mudah. Tidak seperti Tobi atau Deidara yang dengan mudahnya bisa akrab dengan seseorang karena bawaan ceria mereka. Namun Naruto tahu kalau Konan sangat menyayangi teman-temannya.
"Thanks Konan", Sebuah senyum lebar langsung menghiasi Naruto ketika tahu bahwa gadis pendiam ini masih menunjukkan perhatiannya kepada semua orang yang dikenalnya seperti dulu, tidak terkecuali Naruto.
Sebuah boneka rubah berwarna jingga yang memilki banyak ekor tersimpan dengan rapi di dalam kotak kado yang disiapkan oleh Tobi dan Konan. Mengingat nama aliasnya, Kitsune yang juga berarti rubah. Naruto hanya tersenyum melihat hadiah pemberian Tobi itu. Teman-temannya tidak pernah melupakannya walau ia sudah cukup lama tinggal di Amerika dan ia merasa bersyukur.
"Welcome home our little kitsune.."
Hahahaha, selesailah prolog pertamanya. Masih bingung nih milih couplenya, soalnya kayaknya ada kemungkinan bakal rada Harem ^^;
Silahkan flames nya, kritiknya, pujiannya (kalo ada D:), asal jangan lempar peledak ya :D
