Heartbeat

EXO Fiction

Characters: Chanyeol, Jongin (Kai), Jongdae, Luhan, Kris and others

Pairing: ChanKai, KrisKai

Warning: BL

Rated: T-M

Boomiee92

BAB SATU

Alasan kenapa Xiumin harus menerima Kim Jongin, adik tersayangmu untuk bekerja di teashop

Demi apapun di dunia ini apa kau tidak ingin memanfaatkan ketampanan adikmu untuk menarik pelanggan?!

Aku sangat manis dan imut

Aku mencintai teh, baiklah terkadang aku memikirkan cola dan minuman lain tapi aku masih mencintai teh lebih banyak

Aku tidak ingin menghabiskan waktu luangku untuk main game, beberapa riset mengatakan main game bisa melumpuhkan otak?

Ayolah, Hyung yang baik aku harus menabung untuk membeli sepatu yang aku inginkan

Aku ingin menghindari omelan Ibu tentang membersihkan kamar

Aku ingin mengurangi jam tidurku

Aku sangat mencintai Xiumin hyung apa itu tidak cukup? Beri aku kesempatan

Aku menghindari teman-temanku yang hanya bisa bicara tentang kekasih, itu membosankan, bosan, bosan, dan bosan

Menekan rasa stresku dan keinginanku untuk mencekik seseorang

"Wow." Xiumin menggumam pelan, keningnya berkerut dalam ia turunkan kertas yang baru saja selesai dibacanya. Wajah Jongin dengan senyum lebar manisnya sudah menyambut penglihatan Xiumin.

"Apa Hyung mau mempekerjakan aku?" Senyum manis masih setia bertengger di wajah Jongin. "Aku mohon."

"Jika aku tidak menerimamu?"

"Aku janji hidup Hyung tidak akan tenang." Jongin mengancam masih dengan senyuman. Xiumin tertawa pelan, tangan kirinya yang bebas dari memegang kertas mengusak puncak kepala sang adik.

"Baiklah kau bisa bekerja di sini mulai besok." Jongin menggeleng pelan.

"Mulai hari ini. Aku sudah lebih dari sepuluh tahun memperhatikan kesibukan di kedai, apa yang Ayah dan Ibu lakukan, ah tidak bahkan sejak Kakek dan Nenek. Aku yakin bisa menangani semua keadaan di sini." Jongin berucap penuh percaya diri.

"Baiklah adik manisku…..," Xiumin menahan geram. Jongin biasanya anak yang cuek dan tidak merepotkan namun sekarang Jongin benar-benar menyebalkan karena terus saja merajuk. "Sebenarnya kau hanya ingin mengumpulkan uang untuk membeli sepatu kan? Biar aku yang membelikannya."

"Tidak!" Jongin memekik serius. "Aku harus mengumpulkan uang itu dengan usahaku sendiri."

"Apa kau sedang ingin membuktikan sesuatu pada seseorang?" Xiumin menatap penuh selidik.

"Maksud Hyung apa?" Jongin justru melempar tatapan bingung.

"Kau tidak punya kekasih? Atau sedang bertaruh?"

"Tidak!" Jongin memekik kencang. "Aku tidak pernah melakukan taruhan dan aku juga tidak memiliki kekasih."

"Tapi Hyung masih curiga, Jongin kau itu tidak pernah melakukan sesuatu dengan tulus."

Alis kanan Jongin langsung terangkat. "Apa aku seburuk itu bagi Xiumin hyung?"

"Hmmm." Xiumin hanya menggumam.

"Jadi keputusannya apa? Diterima atau tidak?!" cecar Jongin.

Xiumin tidak ingin diganggu oleh Jongin dan rajukan menyebalkannya ah atau tatapan anjing terbuang milik Jongin yang bisa membuat semua orang merasa bersalah. "Baiklah kau diterima dan sebagai tugas pertamamu, pergilah ke toko bunga langganan untuk mengambil buket mawar putih." Xiumin menyerahkan nota kepada Jongin.

"Baiklah, ini mudah. Aku segera kembali!" pekik Jongin ia berlari cepat menuju pintu keluar kedai. Sepeda berwarna putihnya terparkir aman di depan kedai teh yang ditumbuhi semak lilac.

Kurang dari lima menit Jonginpun sampai. Setelah memarkir sepedanya di depan toko bunga yang berjarak kira-kira satu kilometer dari kedai teh keluarganya, Jongin melangkah riang menaiki dua undakan rendah. Tangan kanannya mendorong pintu kaca toko bunga, gemerincing lonceng menyambut pendengaran Jongin. "Yesung hyung." Jongin menyapa ramah.

"Selamat pagi Jongin." Yesung membalas tak kalah ramah. Jongin mendekat ke konter dan menyerahkan nota yang ia bawa. "Baiklah kau ambil di rak biasa."

Yesung meletakkan buket-buket bunga pesanan yang sudah siap ambil ke dalam rak khusus. Bunga mawar putih adalah bunga kesukaan nenek buyut, nenek, para bibu, dan ibu Jongin, tradisi itu terus terjaga hingga sekarang. "Ah!" Jongin tersentak saat seseorang memegang buket miliknya. "Tuan itu buket milik saya."

Laki-laki berperawakan tinggi itu memutar tubuhnya, menatap Jongin. "Bisakah kau menjualnya padaku?" Kening Jongin berkerut dalam.

"Saya bukan penjual bunga, itu buket pesanan saya setiap hari."

"Tolonglah untuk saat ini."

"Apa sangat penting?" Jongin merasa penasaran. Laki-laki itu mengangguk pelan.

"Sangan penting, hari ini ulang tahun ibuku dan aku sudah mencari di banyak toko bunga. Secara ajaib mereka kehabisan mawar putih hari ini."

Jongin terlihat ragu-ragu, mawar putih di dalam vas di atas konter, di dekat mesin kasir adalah tradisi. Tapi memikirkan ulang tahun seorang ibu tanpa bunga kesukaannya juga bukanlah hal yang remeh. "Yesung hyung bisakah uang mawar putihnya diganti dengan buket bunga lain?"

"Ada yang salah Jongin?"

"Tidak." Balas Jongin sambil berjalan menghampiri konter. "Hyung kehabisan stok mawar putih?" Yesung mengangguk. "Tuan itu ingin mawar putih, tapi habis jadi buketku untuknya bisakah Yesung hyung membuatkan buket yang lain?"

"Tentu saja bisa, tapi kau yakin tidak akan diomeli kakakmu?"

"Aku akan menjelaskannya."

"Dia akan percaya?" Jongin mengendikkan kedua bahunya kemudian tertawa.

"Baiklah aku akan menggantinya dengan mawar warna lain, peach bagaimana?"

"Ya terserahlah." Jongin membalas kurang antusias sementara itu ia mencondongkan tubuhnya, menyandarkan tubuh bagian depannya pada konter kasir.

"Apa kakamu pemarah?"

Seketika Jongin menegakkan tubuhnya menoleh ke kiri menatap laki-laki jangkung yang kini berdiri di sampingnya. "Tidak juga hanya bagaimana ya kakakku terlalu sering mengomel, kurasa dia terobsesi dengan kedai teh kami."

"Kedai teh?"

"Ya. Kenapa? Terdengar aneh? Kau pasti berpikir kenapa tidak menjual kopi saja?" laki-laki tinggi itu tertawa pelan. "Kau sama saja dengan manusia modern menyebalkan itu," Jongin menggerutu pelan.

"Kurasa aku bisa pergi ke kedai tehmu dan menjelaskan pada kakakmu tentang buket bunga ini, bagaimana menurutmu?"

"Tidak perlu Tuan pulang saja hari ini ulang tahun ibu Tuan. Masalah kakakku sudah biasa jadi tenang saja." Jongin tersenyum manis di akhir kalimat.

"Jongin, ini." Yesung berdiri di belakang konter kasir menyerahkan buket mawar peach kepada Jongin.

"Terima kasih Hyung, sampai besok."

"Sampai besok Jongin." Jongin menghirup aroma manis kelopak-kelopak mawar dan tanpa sadar tersenyum. Mawar adalah bunga menakjubkan, begitu yang Jongin pikirkan.

"Tunggu!"

"Apa Tuan?" Jongin sudah menaiki sepedanya saat laki-laki tinggi itu mencegahnya untuk pergi.

"Sungguh aku bisa menemanimu ke kedai dan menjelaskan semuanya pada kakakmu, jangan ditolak anggap saja sebagai ucapan terima kasihku." Jongin diam mempertimbangkan, sampai akhirnya ia mengangguk pelan.

"Ikuti aku." Ucapnya.

Jongin sempat melirik ke belakang sebelum mengayuh sepedanya, laki-laki tinggi itu menaiki mobil jadi Jongin yakin laki-laki itu tidak akan kehilangan jejaknya atau tertinggal terlalu jauh. Jongin memarkir sepedanya di tempat biasa, berlari tergesa mendorong pintu kedai. "Hyung."

"Jongin!" pekikan Xiumin, baiklah Jongin sudah sangat siap untuk menerima pekikan dari kakaknya. "Itu bukan mawar putih Jongin, aku yakin Yesung hyung tidak akan salah."

"Ya Yesung hyung tidak salah tapi mawar putihnya….,"

"Mawar putihnya diberikan kepada saya."

"Huh?" perhatian Xiumin langsung tertuju pada sosok tinggi di belakang Jongin. "Apa maksud Anda, Tuan?"

Laki-laki itu tersenyum. "Kris, jangan memanggil dengan Tuan, rasanya sungguh tidak nyaman."

"Ah Tu—ah maaf Kris. Bagaimana bisa bunga milik kedai kami ada di tanganmu apa adikku yang ceroboh ini menjatuhkannya?" Xiumin bertanya dengan sopan namun tangan kirinya bergerak cepat mencubit pinggang kanan Jongin.

"Ahhhh….," Jongin memekik tertahan sambil menggeliatkan tubuhnya menjauhi tangan Xiumin.

"Bukan seperti itu. Aku mencari mawar putih untuk ulang tahun ibuku dan entah bagaimana seluruh toko bunga yang aku kunjungi kehabisan stok, lalu aku melihat buket mawar putih ini." Kris melirik Jongin. "Jongin…," Kris menggantung kalimatnya melirik Jongin, si pemilik nama mengangguk pelan membenarkan penyebutan namanya oleh Kris. "Lalu Jongin memberikan buket miliknya untukku."

"Ah rupanya seperti itu, maaf aku sudah berpikir yang buruk. Adikku cukup ceroboh."

Kris tersenyum simpul kedua matanya mengamati keadaan kedai yang cukup ramai, memiliki tata ruang klasik yang nyaman. Ia perhatikan berbagai pajangan dinding, serta toples-toples teh yang diletakkan pada rak dinding. "Tempat yang menyenangkan." Ucap Kris. "Kalian punya rekomendasi teh di hari panas seperti sekarang?"

"Layani dia dengan baik maka aku akan menerimamu bekerja." Xiumin berbisik pada telinga kiri Jongin. Ibu jari tangan kanan Jongin terangkat kemudian ia berjalan maju mendekati Kris. Senyum manis terkembang di wajahnya.

"Sialakan memilih meja yang Anda sukai Tuan." Dengan ramah dan sopan Jongin mempersilakan Kris untuk duduk.

"Terima kasih." Ucap Kris tak lupa membalas senyum manis Jongin.

Kris memilih meja di dekat jendela ia bisa melihat semak lilac dengan jelas di meja tempatnya duduk. Tak lama Jongin sudah berdiri di hadapan Kris. "Rekomendasimu?" Kris bertanya tanpa basa-basi.

Jongin menyipitkan kedua matanya, di hari yang panas. Otaknya berpikir dengan cepat. "Di hari yang panas saya merekomendasikan es pop teh spesial dari kedai kami dan es teh hitam."

"Terdengar menarik tapi aku kurang suka es."

"Ah jika Anda kurang suka dengan es, bagaimana dengan teh peppermint? Anda akan merasakan sensasi sejuk saat meminum teh peppermint."

"Baiklah satu teh peppermint. Makanan ringan yang kau rekomendasikan?"

"Biskuit kacang, itu yang terbaik di kedai kami."

"Baiklah bawakan untukku."

"Tentu Tuan." Jongin bergegas menuju dapur ia tersenyum menatap wajah cantik neneknya. "Ada pesanan." Jongin menyodorkan kertas pesanan.

"Kau benar-benar bekerja di kedai?"

"Tentu saja Nenek, jangan meragukan dedikasi dan kecintaanku."

"Xiumin bilang kau melakukannya demi membeli sepatu."

Wajah ceria Jongin seketika berubah masam. "Tidak bisa menjaga rahasia….," Jongin menggerutu di dalam hati.

"Apa itu benar Kim Jongin?"

"Tidak Nek, jangan percaya apa yang Xiumin hyung katakan." Dusta Jongin diiringi senyuman manisnya. Jongin duduk di belakang konter dapur memperhatikan sang nenek yang cekatan menyiapakan pesanan. "Kenapa tidak membuatnya dalam jumlah banyak, lalu saat pelanggan datang tinggal di tuang." Jongin memberi komentar melihat neneknya terlihat sangat sibuk menyeduh teh.

"Ini adalah cara terbaik untuk mendapatkan rasa teh terbaik."

"Hmmm, sepertinya aku harus lebih banyak belajar." Nenek Kim hanya tersenyum mendengar pengakuan sang cucu.

"Selesai, antarkan sekarang Jongin." Nenek Kim mendorong nampan kayu berisi teko teh, satu cangkir teh, dan piring porselen dengan hiasan sulur bunga biru berisi biskuit kacang dengan gula keras berwarna-warni di atasnya.

Kris memandangi trotoar yang cukup ramai dengan para pejalan kaki, keadaan kedai cukup tenang. Ada cukup banyak pengunjung namun tidak penuh sesak, suasana yang nyaman. "Ini pesanan Anda." Perhatian Kris langsung tertuju pada Jongin. Ia mendongak sambil tersenyum. Dengan cekatan Jongin menyajikan semua pesanan Kris di atas meja. "Selamat menikmati." Jongin sedikit membungkukkan badannya sebelum berbalik dan berniat untuk pergi.

"Sepertinya kau baik-baik saja Jongin." Kalimat Kris menghentikan langkah kaki Jongin, ia menoleh ke belakang dan bertatapan dengan Kris.

"Apa Tuan mengatakan sesuatu?"

"Tidak, ah iya, aku mengatakan terima kasih tadi." Kening Jongin berkerut. "Ada apa?" Jongin menggeleng pelan, ia tersenyum tipis sebelum berjalan meninggalkan meja Kris.

Kris sangat jarang meminum teh namun teh peppermint yang direkomendasikan Jongin membuat Kris jatuh cinta hanya dalam sekali coba. Ekor mata Kris melirik Jongin yang berada di depan konter kasir, terlihat sedang berdebat dengan seseorang di belakang konter, kakak laki-lakinya. Kris tersenyum melihat punggung Jongin.

Lonceng di depan pintu berbunyi nyaring, Jongin menoleh ke belakang. Raut wajahnya berubah. Dia berlari tergesa menuju dapur. "Xiumin hyung."

"Chanyeol. Jongin ada di dapur." Chanyeol mengangguk bersemangat kemudian melangkah riang menuju dapur.

"Gendutku yang manis!" Chanyeol memekik berisik sambil mendekap tubuh Jongin dari belakang. Jongin sedang duduk menelungkupkan setengah badannya pada meja makan.

"Hentikan panggilan itu!" Jongin mendengus sebal, Chanyeol hanya tertawa ceria. "Menyebalkan." Gerutu Jongin.

"Cupcake Jahe dan es teh hitam."

"Terima kasih Nenek."

"Bagaimana pekerjaanmu Chanyeol?"

"Nenek berhenti bersikap ramah pada alien ini!" Jongin menunjuk Chanyeol dengan telunjuk kirinya.

"Jongin bersikaplah yang sopan."

Chanyeol hanya tersenyum lebar menanggapi sikap Jongin. "Baik-baik saja Nenek, ada sesuatu yang harus aku lakukan di Macau tapi aku harus bersaing dengan seseorang yang besar."

"Semoga beruntung Chanyeol."

"Terima kasih Nenek Kim. Jongin kau harus mendukung kekasihmu ini." Ucap Chanyeol sambil melingkarkan tangan kirinya pada pinggang Jongin.

"Siapa kekasihku? Kau bukan kekasihku." Jongin menggerutu pelan.

"Jangan mengelak, kau kekasihku suka atau tidak suka." Chanyeol tersenyum lebar kemudian mencium singkat pipi kiri Jongin.

"Nenek tidak melakukan apa-apa untuk membebaskan aku dari pria menyebalkan ini?!" Jongin memekik marah sambil berdiri dari kursi kayunya. Namun, rasa marahnya justru disambut oleh gelak tawa dari nenek dan Chanyeol. "Chanyeol sumber kemalanganku."

"Kalian mengobrol yang akrab, Nenek akan mengecek barang di gudang penyimpanan."

"Kenapa kau bekerja Jongin? Apa kau sudah merasa sangat sehat?"

"Aku sudah sangat sehat." Balas Jongin dengan sedikit bersungut-sungut sisa amarah. Tangan kiri Jongin menyambar gelas es teh hitam Chanyeol. "Ada sesuatu yang aku inginkan."

"Apa?"

"Sepatu."

"Sepatu? Kau bisa mengatakannya padaku….,"

"Tidak." Jongin memotong ucapan Chanyeol cepat. "Kali ini aku akan mengumpulkan uang sendiri dan membelinya akan aku buktikan pada….,"

"Kau bertaruh dengan seseorang?!" Chanyeol memekik gemas kemudian menarik ujung hidung Jongin.

"Chanyeol!" Jongin memekik kesal setelah berhasil melepaskan tarikan tangan Chanyeol pada hidungnya.

"Baiklah aku memang bertaruh dengan Taemin, kami akan membeli sepatu yang kami inginkan dengan uang sendiri." Chanyeol tersenyum simpul mendengar kalimat Jongin. "Beri aku semangat jangan tersenyum meremehkan."

"Baiklah, baiklah, semangatlah Kim Jongin." Chanyeol menampilkan senyum lebar terbaiknya.

"Terima kasih." Jongin membalas lembut kemudian tersenyum.

"Jangan terlalu lelah bekerja, lagipula sekarang musim panas. Nikmati liburanmu." Jongin mengangguk pelan.

"Apa ada cerita yang menarik hari ini? Selain hari pertamamu bekerja."

"Hmmm…," Jongin bergumam sembari berpikir. "Ah ya aku memberikan buket bunga mawar putih kedai pada seorang pria."

"Mawar putih tradisi kedai kan?"

"Pria itu ingin memberikan buket mawar putih untuk ibunya, tapi semua mawar putih sudah habis. Aku kasihan dan memberikan buket mawar putihku."

"Wah kau baik sekali, tapi Xiumin tidak marah?"

"Lumayan marah."

"Aku harus pergi ke Eropa selama satu bulan."

"Kenapa berpamitan denganku?" Jongin bertanya dengan nada malas sebelum mencomot salah satu cup cake dan menggigit permukaan kue yang berlapis gula rasa jahe.

"Kau kan kekasihku." Jongin hanya mendengus mendengar kalimat Chanyeol. Hal itu membuat Chanyeol gemas ia mencubit kedua pipi gembil Jongin.

"Satu bulan waktu yang cukup."

"Cukup untuk apa?"

"Membentuk otot!" Jongin memekik jengkel, Chanyeol hanya tertawa keras mendengar kalimat Jongin. "Awas saja akan aku buktikan jika aku berhasil membentuk ototku, saat kau kembali, kau pasti terkejut."

"Baiklah, aku tunggu hasil usahamu. Satu bulan lagi."

"Tentu." Jongin membalas mantap.

"Aku pergi dulu."

"Kalau sibuk kenapa datang?" Jongin bertanya ketus.

"Aku selalu merindukanmu." Jawaban Chanyeol membuat Jongin mengeluarkan tawa meremehkan. Chanyeol tertawa pelan mengusak puncak rambut Jongin. "Aku pergi dulu."

"Hmmm." Jongin menggumam namun ia berdiri dari kursi dan mengekori Chanyeol.

"Manis sekali kau ingin mengantarku sampai pintu."

"Tidak, aku harus bekerja. Duduk di belakang konter."

"Ahhh begitu?" goda Chanyeol, Jongin mendengus dan berjalan cepat meninggalkan Chanyeol menuju konter.

"Sudah pergi?" Jongin bertanya pada sang kakak mengabaikan pelukan singkat Chanyeol sebelum pergi dari kedai.

"Yang mana?"

"Tuan yang aku beri buket mawar putih."

"Ah Kris, ya dia sudah pergi tak lama setelah kau ke dapur. Kurasa dia bahkan tidak menghabiskan teh dan tidak menyentuh biskuitnya."

"Mungkin dia bukan penggemar teh dan kudapan manis." Jongin memberi alasan yang cukup masuk akal untuk menghibur Xiumin, kakaknya akan memikirkan pelanggan yang tidak menyentuh hidangan mereka dengan sangat serius. "Percayalah." Tegas Jongin.

"Ya." Xiumin membalas singkat kemudian tersenyum.

.

.

.

Pintu perpustakaan berderit halus, perhatian Kris pada buku yang tengah ditekuninya seketika berakhir. "Hai."

"Luhan kau tahu saat aku berada di perpustakaan jangan pernah menggangguku."

"Maaf." Laki-laki berparas tampan itu mengucapkan permintaan maaf yang terdengar tidak tulus. Ia langsung duduk di hadapan Kris. "Aku sudah mendapatkan informasi yang kau inginkan."

"Benarkah?" perhatian Kris seketika tertuju penuh kepada Luhan, ia letakkan buku yang tadi ditekuninya pada meja nakas di sisi kanan tubuhnya.

"Jantung adikmu Do Kyungsoo diberikan pada Kim Jongin, seperti dugaanmu. Transplantasi dilaksanakan setelah setengah jam Kyungsoo dinyatakan meninggal dunia. Jongin memiliki sahabat dekat bernama Taemin dan kekasih bernama Park Chanyeol."

Kedua mata Kris menyipit. "Park Chanyeol. Park Chan-Yeol?"

"Ya, Park Chanyeol, rival kita. Park entertaiment."

Kris menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kulit yang ia duduki, kedua tangannya tertangkup di depan dada. "Brengsek." Gumamnya.

Luhan berdiri dari kursi. "Sebaiknya kau tidak bermain dengan api Kris, jangan terobsesi pada Jongin dia bukan Kyungsoo. Dia bukan adik tirimu."

"Kau tau Luhan, tadi aku bertemu dengan Jongin. Dia memberiku buket mawar putih dan mengajakku ke kedai teh keluarganya. Bukankah itu kebetulan yang menyenangkan, takdir berpihak padaku."

Luhan mendengus. "Kau menguntitnya, aku yakin kau sudah merencanakan pertemuanmu dengan Jongin hari ini." Kris tak menjawab dia hanya menyeringai. "Jangan bermain api aku ingatkan padamu. Jika kau terbakar aku tidak akan datang untuk menolongmu."

"Aku mencintai Jongin."

"Tidak!" tegas Luhan. "Kau terobsesi pada Kyungsoo dan sekarang kau melihat Jongin sebagai Kyungsoo."

Kris menghembuskan napas perlahan, meraih buku di atas meja nakas dan membacanya. "Kau bisa keluar Luhan aku ingin menyelesaikan bukuku hari ini."

"Bangsat!" Luhan mengumpat sebelum melangkah meninggalkan perpustakaan pribadi milik Kris.

TBC