Chapter 1 : Hati Yang Terluka
Gara-gara Sasuke
Disclaimer :
Naruto©Masashi Kishimoto
Gara-gara Sasuke©Akera Raikatuji
Genre : Romance
Pairs : Sasusaku slight Gaasaku
Sumary : Pair: SasuSaku slight Gaasaku. Mind to RnR?
Warning : AU, author baru, maaf banget kalau gaje, Typo, OOC sangat, dan segala macam kekurangan lainnya. Jadi, mohon bantuannya ya.
A/N Di chap ini Sasuke belum muncul. Mohon bersabar ya? Sasukenya bakalan muncul di chap depan kok.
Happy reading….
Don't like don't read
Chapter 1 : Hati Yang Terluka
Sakura's POV
Malam yang gelap, sedang sang hujan turun dengan derasnya. Membasahi seluruh pepohonan dan jalan-jalan, genting-genting rumah pun tak luput darinya. Sebenarnya malam belum terlalu larut. Bahkan sekarang saja baru jam 8 malam tapi jalanan sudah mulai sepi. Aku duduk sendiri di balkon kamarku yang berada di lantai dua. Menatap kearah jalan yang membentang lurus di depan rumahku. Sampai mataku tertumbuk pada sesuatu di bawah sana.
Di depan gerbang rumahku berdiri seseorang yang membawa payung di tangan kirinya. Aku kurang jelas melihat wajah siapa itu. Tapi sepertinya aku tahu siapa orang yang memiliki sosok seperti itu. Dia seorang cowok yang jangkung, gagah, dengan rambut yang berwarna merah. Kemudian dia berjalan mendekati gerbang. Dari tempatnya berdiri sekarang aku yakin bahwa itu memang dia.
Cowok itu mengenakan celana jeans hitam panjang yang ditekuk sampai lutut, mungkin karena hujan biar tidak terkena air, memakai kaus putih dan jaket merah warna kesukaannya. Cowok itu memiliki sepasang mata emerald yang menenangkan, dengan wajahnya yang tak bisa dikatakan tak tampan. Dia teramat sangat jarang tersenyum, terutama sama cewek. Justru karena dia jarang tersenyum itulah yang membuat dia terkesan kaku, cuek, egois, dan arogan. Tapi aku masih heran kenapa banyak cewek yang nge-fans sama dia.
Cowok itu adalah Gaara, cowok yang dulu pernah aku sayangi, tapi tidak untuk saat ini. Cowok yang pernah membuat hatiku hancur.
Sesampainya di gerbang, dia menatap ke arahku dan melambaikan tangannya. Kemudian mengisyaratkan aku untuk turun. Karena sedang hujan aku pun tak sampai hati melihatnya menunggu terlalu lama. Aku mengiyakan permintaanya dan memintanya untuk menunggu.
Aku bergegas menuju pintu kamar dan segera menuruni anak tangga yang ada di depan pintu kamarku. Sebelum keluar rumah tak lupa aku menyambar payung yang berada diruang tamu. Sesampainya aku di gerbang aku malihat sepasang mata yang tampak resah. Dengan wajahnya yang terlihat agak pucat karena kedinginan.
"Gaara? Ada apa kok tumben malam-malam kesini? Jalan kaki ya?" tanyaku pada Gaara sambil membuka pintu gerbang. Dia tak menjawab dan hanya membalasnya dengan senyuman. "Ya sudah, masuk dulu!" pintaku pada Gaara. Gaara mengangguk dan berjalan mangikutiku ke rumah. Kuletakkan payung dan kupersilakan dia duduk di ruang tamu khusus yang terdapat di samping kiri ruang tamu utama. Ruang tamu khusus ini, memang ruang tamu khusus karena di sini terdapat pemanas ruangan.
"Mau minum apa Gaa? Coklat panas atau..." tanpa sadar kata-kata itu meluncur dari bibirku tanpa sempat ku cegah. Coklat panas adalah minuman favorit Gaara sejak dulu. Dulu kalau aku main ke rumah Gaara, aku dan Gaara selalu minum coklat panas bareng. Ibunya Gaara yang memberitahuku dan yang mengajariku membuat coklat panas. Sampai saat ini pun aku masih ingat bagaimana cara membuatnya. Dan aku tertegun begitu mendengar jawabannya.
"Seperti biasa." jawabnya dingin.
"Sebentar ya?" dia mengangguk lagi dan aku segera menuju ke dapur untuk membuatkan coklat panas untuk Gaara. Saat melewati ruang keluarga aku masih sempat melihat Otoo-san dan Sasori-nii sedang duduk berhadapan dengan papan catur lengkap dengan pemainnya diantara mereka berdua. Hm, sepertinya mereka sedang asyik bertanding catur. Di dapur aku melihat Kaa-san yang hendak mengangkat nampan berisi camilan, mungkin itu untuk Otoo-san dan Sasori-nii.
"Ada apa Sakura?" tanya Kaa-san yang melihatku muncul di tengah pintu dapur.
"Mau buat minuman Kaa-san. Ada tamu."
"Tamu? Siapa?" tanya Kaa-san penasaran.
"Gaara." jawabku kalem.
"Hm, Gaara ya? Tumben kesini malam-malam?"
"Nggak tahu tuh."
"Ya udah Kaa-san ke ruang keluarga dulu ya!" Kaasan berjalan ke ruang kaluarga. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Setelah berjalan beberapa langkah, Kaa-san berhenti berjalan dan menoleh ke arahku. "Oh ya Sakura," akupun refleks menoleh kearah Kaa-san ,"Kalau mau cari camilan tuh ada di lemari biasa,"
"Sipp...Kaa-san." kataku sambil mengacungkan jempol tangan kananku.
Kaa-san hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya.
Aku kembali ke ruang tamu dengan membawa secangkir coklat panas dan sebaki kue kering. Dengan cara penyajian yang masih sama. Coklat panas dengan asap yang masih mengepul di atasnya.
"Silakan diminum dulu Gaa." aku meletakkan coklat itu di hadapanya dan duduk berhadapan dengannya.
"Arigatou." ucapnya singkat sambil mengangkat cangkir itu. Sebelum meminumnya Gaara menghirup aroma coklatnya dalam-dalam. Hatiku mendadak menjadi ikut hangat saat melihat rona wajahnya yang mulai berubah menjadi lebih memerah karena uap coklat panas yang mengenai wajahnya. Tak sepucat dan sedingin tadi. Tanpa sadar segurat senyum lega merebak di ujung bibir kananku.
Gaara meletakkan cangkir itu kembali ke meja. Sedangkan aku masih terpaku melihatnya. Sesaat pandangan kami bertemu, aku bergegas memalingkan wajahku kearah lukisan yang terpajang di dinding. Sesaat kemudian menjadi hening. Sampai ucapan Gaara mengagetkanku.
"Aku mau ngomong serius sama kamu." deg… Dunia seakan berhenti berputar.
"Ngomong apa?" tanyaku. Dengan masih banyak lagi pertanyaan di benakku.
"Kamu sudah punya kekasih belum?" haah! Apa sih maksudnya? Ini pertanyaan jebakan atau apa sih! Atau jangan-jangan dia mau bikin aku sakit lagi? TIDAAK! Ini tak akan terjadi lagi!
"Belum, memangnya kanapa?" ku balas pertanyaan itu dengan ketus. Ya iyalah… Secara gitu lho, setelah lama kami tidak ngobrol dan sekalinya dia ngajak ngobrol malah tanya yang aneh-aneh. Haloooo...! Siapa lo? Kamu tuh bukan siapa-siapa aku sekarang.
"Begitukah?" Gaara mengulangi lagi pertanyaanya, tapi kali ini disertai dengan seringainya.
Nih anak apa sih maunya? Benar-benar bikin aku pusing. "Tentu." jawabku agak ketus.
"Belum punya? Apa belum punya?" kali ini Gaara memandangku, sambil tersenyum pula. Dasar cowok aneh!
"Belum ya belum. Kamu ini kenapa sih?" muncul gurat-gurat kejengkelan di kepalaku.
"Tak apa kok. Cuma heran saja cewek sepertimu belum punya pacar. Kenapakah? Apakah di BKHS tak ada cowok keren ya?" Gaara tetap ngotot dengan pertanyaannya tanpa meninggalkan seringaiannya.
BKHS merupakan singkatan dari Blue Konoha High School. Sekolah yang seluruh muridnya bergender cowok atau laki-laki. Begitu pula dengan guru dan karyawannya. Apa tidak bosan ya sekolah di sana? Masa' seluruh warganya bergender laki-laki. Eh? Kalau dipikir-pikir lagi sekolahku juga. Tapi kan bedanya kalau sekolahku sekolah khusus cewek. Namanya Red Konoha High School atau biasa disingkat RKHS. Di RKHS hampir semua warganya perempuan, kecuali tukang kebun, teknisi dan satpam tentu saja. Selebihnya perempuan.
"Kalau cuma cowok keren, banyak. Kan di BKHS gudangnya cowok keren." jawabku asal ceplos. Memang aku tahu kalau BKHS itu sekolah khusus cowok, tapi jujur aku tak tahu kalau yang mengenai cowok keren di sana banyak atau tidak. Atau bahkan tidak ada sama sekali? Ah, biarkan sajalah.
"Dan tinggal milih." katanya enteng.
"Hn? Memangnya milih pacar seperti milih baju! Yang kalau kita sudah bosan terus beli lagi yang baru, gituh!" uught, dia mulai mancing aku lagi nih. Huft, sabar Ra, sabar.
"Ya, bukan begitu juga. Milih pacar kan harus dengan hati."
"Nah, itu kamu tahu."
"Kalau begitu aku do'ain moga-moga kamu cepat dapat cowok."
"Tidak. Tak perlu."
"Gimana sih dido'ain malah gak mau. Atau jangan-jangan..." Gaara menggantungkan kata-katanya.
Nih anak mau bilang apa sih! Bikin penasaran aja! "Jangan-jangan apa?" desakku.
"Jangan-jangan kamu masih suka sama aku ya..?" nah, akhirnya kaluar juga kata-katanya yang itu.
"Gak! Siapa bilang?" sergahku dengan cepat.
"Ngaku aja deh, kalau kamu masih suka sama aku, nanti nyesel loh?"
"Nyesel? Ngapain nyesel? Memangnya cowok yang mau sama aku cuma kamu? Masih banyak lagi cowok yang mau sama aku. Yang jauh lebih baik dari kamu juga banyak." Dari nada bicara Gaara tadi aku rasa dia hanya menggodaku saja. Ok, Sakura jangan terpancing oleh kata-kata Gaara, kataku dalam hati sambil menarik nafas panjang.
"O... kirain masih suka sama aku."
"Ya enggaklah. Lagipula aku juga gak mau jadi orang ketiga."
"Kenapa?"
"Aku kan cewek aku tahu sakitnya diduain. Jadi aku gak mau jadi yang kedua dan merusak hubungan orang lain." Kataku tegas.
"Memangnya dulu aku duain kamu ya?" Gaara bertanya dengan tampang innocent-nya.
Sabar...,sabar Sakura. Sabar. "Terus yang jadian sama Matsuri di taman sekolah dulu itu, siapa?"
"Ya. Iya. Tapi aku kan udah minta maaf sama kamu, dan aku juga udah janji gak bakalan nyakitin kamu lagi meskipun kita sudah gak pacaran lagi. Kamu juga pernah bilang kalau kamu sudah maafin aku kan ?"
"Ya, sudah dimaafin kok. Asal kamu jangan ngungkit-ngungkit tentang itu lagi. Ya?"
"Iya, Tuan Putri..." Gaara membungkuk kearahku dengan salah satu tangannya ada didepan perutnya. Mengeringai pula.
"GAARA!" Kataku dengan nada agak tinggi.
"Iya, iya Saku. Gomen ne, bercanda kok." Gaara bilang seperti itu dengan wajah penuh pengharapan dan kedua telapak tangannya ditempelkan kemudian diletakkan di depan dada seperti orang yang sedang memohon. Tawaku meledak seketika. Gaara juga ikut tertawa. Saat itulah aku bisa tertawa lagi bersama Gaara. Gaara, Gaara mengapa tidak dari dulu saja ya kita berteman seperti ini. Kan lebih baik dari pada harus diem-dieman atau musuhan.
"Oya Saku. Gimana dengan tawaranku tadi. Hm?"
"Tawaran apa?" jawabku jujur sambil mengingat-ingat tawaran apa yang ditawarkan Gaara sama aku.
"Tawaran jadi cewekku, gimana mau gak?"
Aduh Gaara, kok Tanya soal ini lagi sih. "Terus cewekmu mau kau kemanain?"
"Ya tak kemana-mana."
"Maksudmu?" jujur aku tidak ngeh. Dan aku memang gak ngerti dengan kata-katanya barusan. Gaara hanya diam saja, tak mempedulikan kebingunganku. Perlahan tawa dan senyum Gaara yang so sweet itu mulai memudar dari wajahnya. Kini kulihat raut wajahnya tampak murung. Aku semakin bingung tak tahu apa yang terjadi pada Gaara. Tadi Gaara bisa senyum bahkan dia tertawa, mengapa tiba-tiba menjadi diam seribu bahasa ditambah dengan murung lagi.
"Ada apa ?" tanyaku hati-hati.
Takut kalau-kalau aku salah ngomong. Aku mendekati Gaara dan duduk di sampingnya. Aku ingin bertanya sekali lagi, tapi aku ragu. Akupun memberanikan diri untuk bertanya lagi. "Ceritalah. Meskipun aku tak bisa membantu apa-apa, tapi setidaknya kamu akan merasa sedikit lega."
Kulihat Gaara yang menunduk mulai mengangkat wajahnya, emeraldnya menatap tepat ke emeraldku. Gaara menatap lekat-lekat ke mataku. Akupun balik menatapnya. Dimatanya kulihat duka, luka, rasa sakit yang begitu dalam.
"Gaara..." Suaraku lirih nyaris tak terdengar. Aku tak sanggup lagi meneruskan kata-kataku. Aku tak sanggup lagi menatap matanya. Aku tundukkan kepalaku dalam-dalam. Baru kali pertama ini aku melihat Gaara seperti ini. Dia begitu hancur.
"Aku... Aku baru saja putus dengan Matsuri," kata Gaara pelan.
"Apa? Sejak kapan?" tanyaku sambil menengadah kearahnya.
"Satu jam yang lalu," nada suaranya sudah kembali seperti biasa. Aku tercengang mendengar kata-katanya.
"Padahal aku sudah berkorban banyak untuknya. Orang tuaku juga sudah merestui kami. Tapi entah mengapa tiba-tiba kaa-sannya melarang Matsuri berhubungan denganku," Dia berhenti untuk mengambil nafas dalam dan terlihat dia sedang menimbang-nimbang sesuatu. Sepertinya dia memang mau curhat. Tapi mengapa harus kepadaku. Kenapa Gaara? Kenapa baru kali ini kamu datang kepadaku dan kenapa untuk curhat tentang Matsuri? Aku memang tak terlalu suka sama Matsuri, tapi aku rela kok kalau harus jadi tempat sampah, eh maksudnya tempat curhatmu, meski curhatanmu itu tentang Matsuri. Kurasakan mataku memanas, sepertinya aku hendak menangis. Tapi tidak. Tidak Sakura, kau tak boleh menangis lagi. Apalagi didepan Gaara.
"Sabar ya..." Hiburku sambil mengelus lembut pundaknya. Seolah-olah ingin membuatnya tegar.
"Matsuri sangat sayang sama kaa-sannya jadi dia menuruti apapun yang dikatakan kaa-sannya. Hatiku hancur, Saku. Hatiku remuk, atau bakkan tak berbentuk lagi, aku tak sanggup kehilangan Matsuri. Matsuri terlalu berarti buatku. Bahkan mungkin aku tak sanggup lagi hidup tanpanya. Aku harus bagaimana Ra? Bagaimana?" Dengan sebutir air mata mulai jatuh dari pelupuk matanya.
Gaara... Mengapa kamu jadi seperti ini ? Aku tak sanggup lihat kamu seperti ini. Sebegitu besarkah cintamu pada Matsuri? Tapi mengapa dulu kau tak bisa mencintaiku seperti ini? Tanpa sadar aku langsung memeluknya. Dan kucoba menenangkannya. Gaara memang tampak kuat dan tegar tapi sebenarnya hatinya sudah hancur. Setelah beberapa saat aku melepaskan pelukanku.
"Mungkin pintu untuk cinta kalian telah tertutup. Tapi percayalah pasti ada pintu lain yang terbuka untuk cintamu. Jangan sampai kamu menyesali ini terlalu lama hingga kamu tak mampu melihat ada pintu lain yang telah terbuka untukmu. Toh kalau Matsuri itu jodoh kamu dia juga takkan kemana-mana kok. Kamu yang sabar ya? Semua ini pasti ada hikmahnya. Kamu pasti kuat. Masa' sih seorang Gaara bisa nangis cuma gara—gara putus cinta. Mana Gaara yang kukenal? Gaara yang cool, Gaara yang kuat, Gaara yang tegar, Gaara yang terkadang jahil tapi gak bisa lihat orang yang disayanginya terluka, Gaara yang pelit senyum padahal memiliki senyum yang manis. Tapi mengapa Gaara yang ada dihadapanku ini mirip cewek? Cengeng!" aku menekankan suaraku pada kata cengeng, agar dia tersindir.
"Enak aja. Siapa bilang aku cengeng!" Gaara membela dirinya sambil membusungkan dadanya. Aku tertawa melihatnya. Gaara memang belum berubah. Gaara memang paling benci kalau di bilang cengeng. Apalagi yang bilang seperti itu seorang cewek.
"Sudah tak sedih lagi kan?"
Segurat senyum mulai menghiasi wajah Gaara.
"Arigatou, Saku. Kamu memang paling bisa buat aku tersenyum." Nadanya melembut dengan tatapan maut.
"Biasa aja," kataku sok cuek, berusaha sok angkuh tapi berhasil membuat tawa Gaara meledak.
"Saku. . .Saku. . . hua. . . hua. . . ha. . ."
Gaara mengacak-acak rambutku. Aku menepis tangannya.
"Hua...haahaa... kamu itu tak pantas kalau jadi angkuh tahu gak?" Gaara berusaha menahan tawanya.
"Udah deh…" aku menggembungkan kedua pipiku. "Tuh habisin coklat panasnya nanti keburu dingin lo?" Kataku mengingatkan.
"Oh iya ya." Gaara sudah selesai dengan ketawanya, kemudian mengambil coklat panasnya dan meminumnya. Setelah coklatnya habis Gaara pamit pulang. Tapi hujan belum juga reda. Aku mengantarkannya sampai kedepan rumah dan membiarkannya menghilang dari pandangan. Dia sudah pergi. Luka hatiku juga sudah pergi. Tapi mengapa cintaku tak mau pergi bersama luka hatiku.
** TBC **
* * _Akera_Raika_ * *
Pertanyaan, saran dan kritik yang membangun saia terima dengan hati terbuka.
Akhir kata, REVIEW PLEASE?
Cheers,
Akera Raikatuji
- 6 -
