Title : "Two Foolish Brothers"

Author : oohpuuut

Genre : Drama

Rate : NC 17

Cast :

Sehun

Luhan

Baekhyun

Chanyeol

Kim Jun Myeon

Disc : Cerita ini hasil karangan saya. Jika ada cerita lain diluar sana yang sama, dan akurat mirip dengan cerita milik saya ini, mohon beritahu dengan cara yang sopan.


Sehun mengaduk bubur yang sudah menjadi padat, hampir seperti adonan semen. 20 menit berlalu setelah ia mendapatkan bubur itu dari kakaknya, ia hanya mengaduk-ngaduk bubur itu dengan sendok tanpa memakannya. Sepertinya ia sedang gelisah, memikirkan sesuatu yang tak seharusnya dipikirkan oleh anak berusia 15 tahun.

Seminggu yang lalu Ayahnya masuk penjara gara-gara tindak kejahatan yang dilakukannya. Kuasa hukum dan polisi menganggapnya seperti itu, kejahatan yang besar dilakukan oleh Kim Jun Myeon. Nyatanya tidak seperti itu, Sehun tahu, Ayahnya tidak akan melakukan hal jahat seperti anggapan polisi dan yang lain. Seperti dugaan Sehun, semuanya diatur agar semua kesalahan dilimpahkan pada Ayahnya.

Perusahaan Golden Fish tempat dimana Ayahnya bekerja, melakukan penyeludupan ikan-ikan lokal asal Filipina. Ikan-ikan itu diambil secara ilegal oleh para pekerja dan diseludupkan ke Korea dengan kapal besar. Saat kasus penyeludupan itu terkuak, Kim Jun Myeon yang saat itu menjabat sebagai Direktur, dituduh sebagai pelaku utama yang memimpin proses penyeludupan, tuduhan itu semakin kuat dengan adanya bukti kongkrit, yaitu sebuah surat penugasan kepada awak kapal termasuk para nelayan agar memperluas wilayah tangkapan mereka sekali pun sampai keluar batas negara. Di dalam surat juga terdapat perintah agar penangkapan itu dilakukan dengan pukat Harimau.

Dengan cara penangkapan seperti itu, selain kasus penangkapan ikan ilegal, daftar masalah pasti akan bertambah. Para nelayan lokal disana berdemo dan menuntut perusahaan karena ikan yang mereka tangkap semakin berkurang. Pukat harimau adalah cara penangkapan ikan yang dilakukan dengan kantong jaring dan kapal besar yang menarik kantong jaring tersebut, dengan cara itu penangkapan akan semakin cepat dan hasilnya tentu jauh lebih banyak.

Dengan tuduhan dan kesalahan yang semuanya disudutkan kepada Kim Jun Myeon, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun dan denda sebesar 2 miliar. Tentu semua aset kekayaan yang Jun Myeon punya diserahkan untuk membayar denda, karena semua itu lepas dari tanggung jawab perusahaan yang tak mau menanggung dendanya. Harta memang bisa habis dalam hitungan hari bahkan menit. Keluarga Kim jatuh miskin, kondisi diperparah dengan masuknya Kim Jun Myeon ke Penjara. Di rumah tinggal dua anaknya aja, anak angkat sebenarnya.

Oh Sehun dan Xi Luhan, yang lebih tua berumur 17 tahun dan yang lebih muda berumur 15 tahun. Kim Jun Myeon sengaja tak mengganti marga mereka, karena itu kemauannya. Seminggu ditinggal Ayahnya, membuat dua anak lelaki berparas tampan dan imut itu merasa gelisah, sedih, dan takut. Mereka juga marah, marah kepada orang yang tega memfitnah Ayahnya demi sebuah jabatan. Ya, Luhan yang punya pemikiran lebih dalam dan dewasa dibanding adiknya Sehun, yakin, bahwa Ayahnya di fitnah agar orang itu dapat menggeser jabatan sang Ayah.

"Makanlah beberapa sendok, Sehun.."

Sehun melirik kakaknya sekilas dengan tatapan sayu lalu kembali menjatuhkan pandangannya pada permukaan bubur yang sudah berantakan dan menempel dipinggiran mangkuk. Ia semakin enggan memakannya.

"Semuanya akan baik-baik saja, jadi jangan melamun seperti itu, kau itu lelaki!" suara Luhan semakin mengecil karena ia berbicara sambil berjalan ke dalam dapur.

Sehun menghela nafasnya sedalam mungkin.

"Aku sudah makannya! Aku mau tidur!" ucap Sehun malas. Kakinya terseok diatas lantai kayu, ia pergi ke dalam kamar tidurnya.

Luhan keluar dari dapur lalu memandangi punggung adiknya yang perlahan hilang dibalik pintu. Kasihan, pasti sangat berat baginya. Luhan menatap sendu ke arah mangkuk bubur yang sama sekali tidak berkurang porsinya.

"Sudah makan apanya, makan angin?" gumam Luhan.

Setiap pagi di tiga hari terkahir akan seperti ini, Sehun akan membiarkan makanannya tak tersentuh dan Luhan berkali-kali menyabarinya sampai adiknya sadar sendiri dan kembali menjalani harinya dengan normal –walau tak akan senormal dulu.


"Hyung! Apa kau melihat kaus kakiku?" Sehun berteriak sambil membuka pintu-pintu lemari kayu untuk mencari kaus kakinya yang hilang.

"Apa?" Luhan baru sampai di kamarnya.

"Kaus kakiku!"

"Masih dijemur! Cepat cari diluar!" ucap Luhan ikut panik "bodoh! Aku lupa mengangkat semua jemuran!"

Untung saja tidak ada maling pakaian yang lewat di rumah mereka, kalau pun lewat pasti tidak akan ada yang dicuri, toh tidak ada yang bagus dari semua baju mereka. Kaus kakinya sudah lumayan kering setelah ditiup oleh angin malam, Sehun dengan cepat memakainya. Ia buru-buru pergi ke Sekolah dengan menunggangi sepedah miliknya, masih terlihat bagus, setidaknya karat-karat besi di sepedah itu masih bisa ditutupi oleh stiker murahan atau cat tembok yang tersisa di rumahnya.

Sehun masih bersekolah, untungnya. Tetapi Luhan tidak, ia merelakan seluruh tabungan Ayahnya yang tersisa hanya untuk Sekolah sang adik. Luhan sangat menyayanginya, ia ingin Sehun menjadi manusia yang berguna dan bisa mengangkat kembali martabat keluarga kecil mereka. Saat ini sedikit demi sedikit Luhan tengah menabung untuk bekal hidup mereka kelak. Ia mendapatkan uang-uang bernilai kecil itu dengan bekerja sebagai pengantar makanan di salah satu restoran mie kacang hitam, dengan pekerjaan seperti itu, uangnya masih belum cukup. Makanya ia akan mencari lagi pekerjaan yang berupah lebih besar daripada menjadi pengantar makanan.


Waktu senja, langit seluruhnya berwarna oranye. Sehun pulang dari Sekolahnya, ia bersepedah melewati padang rumput yang berdampingan dengan danau buatan. Cahaya kuning keemasan dari matahari terpantul ke permukaan air danau yang tenang, dan juga pada rambutnya yang berwarna cokelat. Sehun adalah sosok yang paling indah disana selain pantulan cahaya di danau dan rerumputan yang bergoyang ditiupi angin sore.

Sepasang roda sepedah itu terus berputar membawanya ke ujung jalan, tempat dimana rumah sederhana miliknya berdiri. Sehun mempercepat laju sepedahnya saat rumah kecil yang semakin kecil jika dilihatnya dari padang rumput itu terlihat.

"Hyung aku pulang!"

Setelah memasang standar pada sepedahnya, Sehun masuk ke dalam halaman kecil rumahnya yang dibatasi oleh pagar kayu setinggi satu meter. Nampak sepi dan... berantakan. Mata Sehun yang selama ini terbuka dengan tatapan yang datar-datar saja seketika membulat. Ia merasa ada yang tak beres.

"Hyung!" teriaknya.

Sehun membuka pintu rumah, didapatinya barang-barang yang berserakan. Pintu lemarinya semua terbuka, baju-baju didalamnya semua keluar bahkan ada pecahan vas bunga di lantai.

"Hyung! Luhan Hyung!"

Sehun mencarinya ke semua ruangan, namun Luhan tak ada. Ia keluar dari rumah dengan nafas yang memburu, rambutnya berantakan dan keringat dingin mulai membasahinya. Seketika nafasnya berhenti dan matanya melotot saat melihat tiga sosok pria dewasa yang berjas hitam berdiri di halaman rumahnya. Mereka berwajah sangar, yang satunya paling gemuk dan paling banyak punya tato di dada, pasti dia pemimpinnya.

"S-siapa kalian?"

"Tenang anak tampan, kami hanya ingin mengajakmu bermain." Ucapnya menyeringai, menampakkan gigi emas yang baru saja dipasangnya.

Bugh!

Sehun mendapatkan pukulan telak di tengkuknya, hanya sekali pukul dan tubuhnya sudah tumbang ke tanah. Yang terakhir ia lihat hanyalah kaki-kaki bersepatu hitam menghampirinya, si pemilik kaki itu menyeretnya entah kemana. Setelah itu Sehun tertidur.


Sehun membuka matanya saat langit sudah berselimut awan hitam, tempat ia tertidur terasa bergoyang, pasti bukan di tanah. Sehun memaksa matanya untuk segera terbuka dan memeriksa tempat di sekitarnya. Ini bukan di darat. Ia bisa melihat hamparan air dari ujung ke ujung, gelombang ombak yang terus menggerus pinggiran kapal, membuatnya tak henti bergoyang.

Sehun saat ini sedang berada di kapal laut yang besarnya seperti mobil bus.

Matanya terbuka dan samar-samar bayangan tiga orang didepannya mulai jelas. Sumber pencahayaan satu-satunya hanya dari lampu yang terpasang di kapal, bulan tak nampak karena malam ini cuacanya sedang mendung, langit mulai bergemuruh beradu suara dengan gemuruh ombak.

"Hyung.." mulut Sehun terbuka.

Di depannya ada Luhan, sang kakak yang sedang di sekap oleh dua orang pria dewasa, ia tahu para pria itu adalah pria sangar yang sama didepan rumahnya tadi sore. Kedua tangan kurus Luhan dipegang erat oleh dua pasang tangan yang ukurannya jauh lebih besar dan kuat. Mulutnya ditempeli slotip hitam agar ia bungkam.

"Hyung! Hyung!"

Tubuh Sehun ditahan oleh dua pria lainnya, ia meronta, tapi tentu tak berhasil.

"Kau tahu kenapa kakakmu yang so pintar ini berada disini?"

Satu pria lagi berbicara, pria yang tubuhnya lebih gemuk dan memakai kaca mata hitam.

"Kalian siapa! Kenapa kalian menangkap kami!"

"Rupanya kau tidak tahu, biar ku ceritakan. Tiga hari yang lalu, kakakmu datang menyelinap ke Kantor Perusahaan Golden Fish, ia membuat kekacauan disana! Kakakmu itu masih belum menerima kenyataan, dia bilang Ayah kalian itu di fitnah! Oleh siapa? Hah? Hahahaha! Nak, tugas kalian saat ini hanya belajar, bukan ikut campur urusan orang dewasa, apalagi hukum! Kalian tidak tahu apa-apa!"

Pria itu meninju perut Luhan sekali, lalu kembali berbicara pada Sehun.

"Coba kalau kakakmu ini tidak datang dan mengumbar omong kosong, pasti hidupnya tidak akan berakhir hari ini."

Sehun melotot, ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan si pria gendut itu. Sehun menggerakan seluruh tubuhnya, memberontak, menendang-nendang kakinya dan mengayunkan kedua tangannya untuk bisa lepas dari pegangan pria-pria sangar itu. Namun otot-otot ditubuhnya langsung melemah dan pandangannya menjadi buram setelah satu pukulan mendarat di pipi kirinya.

"Mmmppt!" Luhan menjerit walau suaranya tertahan oleh slotip hitam. Matanya berair, ia menangis, memelas dan memohon dengan matanya yang mungil seperti rusa.

'Sehun! Oh Sehun!'

Jeritnya dalam hati.

"Adik dan kakak sama saja!"

Dua, tiga, hingga lima kali pukulan diterimanya. Cukup untuk mematahkan tulang rusuknya yang berukuran lebih kecil dari para pria itu. Sehun terkulai lemas diatas lantai baja yang dingin dan basah. Setengah kelopak matanya tertutup, mulutnya mengeluarkan darah segar. Perutnya terasa terkoyak dan ingin memuntahkan semua yang ada didalamnya. Dalam pandangan yang semakin kabur, Sehun melihat bayang-bayang seperti seseorang yang terseret, meronta, dan akhirnya orang itu dilemparkan ke bawah kapal.

Sehun tak bisa melihat bayang-bayangnya lagi sampai ia menutup mata.


12 Tahun kemudian...

Golden Fish semakin mengibarkan panji mereka di industri perikanan Korea bahkan Asia. Kasus 12 tahun silam sudah terkubur sampai ke dasar tanah dengan berita-berita yang lebih segar dan beberapa isu yang sengaja di atur Perusahaan agar mereka lebih dikenal ke seluruh penjuru negeri. Salah satu berita terpanas mereka saat ini adalah pengangkatan Diretur muda yang sudah digandrungi para remaja wanita dari pertama kali fotonya tersebar ke dunia maya.

Namanya Oh Sehun, pria berusia 27 tahun, lulusan dari Universitas Fudan Cina. 5 tahun sudah ia bekerja untuk Perusahaan ini dan tahun ini adalah tahun yang penting baginya, ia diangkat sebagai Direktur Perusahaan. Banyak sekali para pengusaha yang datang menghadiri acara penting itu dan memberikan ucapan selamat padanya, seperti karangan bunga dan beberapa cindera mata. Ada juga yang menyampaikannya hanya sebatas jabat tangan. Tapi itu tak penting. Yang penting sekarang hanyalah ia bisa duduk sebagai pejabat tertinggi di Perusahaan ini.

Perusahaan yang masih dianggapnya sebagai neraka dunia. Tempat yang menghasilkan banyak uang dari hasil keringat darah para pekerjanya sampai harus berkorban nyawa. Sehun memasuki ruangannya yang luas, ia berjalan ke arah meja lalu menyentuh kursi hitam yang selama ini menjadi tempat bagi seorang Direktur.

"Hyung.. aku sudah sampai."

Ia bergumam sambil menatap lekat kursi hitam itu seolah ada seseorang yang benar-benar ia ajak bicara.

Pertempuran yang sebenarnya akan dimulai besok, saat Sehun berjalan ke Kantor dengan membawa jabatan seorang Direktur. 12 tahun sudah ia menunggu hari ini, hari dimana pembalasan dendamnya akan ia sampaikan.


Sehun tinggal di sebuah Apartemen. Kekayaannya melimpah setelah 12 tahun ini berusaha menabung dan bekerja mulai dari pengantar koran hingga sekarang ia menjadi Direktur. Dulu ia sempat kabur ke Cina saat usianya 18 tahun dengan membawa semua uang peninggalan kakak dan Ayahnya. Ia pergi sebelum Ayahnya keluar dari penjara, ia sengaja meninggalkan Ayahnya karena tidak ingin berurusan dengan para preman itu lagi, tapi ia berjanji akan kembali ke Korea dan membalaskan dendam keluarganya pada Golden Fish, setelah itu ia akan mencari Ayahnya dan hidup bersama kembali. Namun entah kapan, yang terpenting sekarang adalah ia bisa melancarkan satu per satu peluru pada perusahaan itu.

Tapi kenapa bisa ia menjadi lulusan dari universitas terkemuka di Cina dan menjadi orang sukses seperti sekarang?

Singkat cerita, disana ia diadopsi oleh sepasang suami istri, mereka berkata Sehun adalah anak yang tampan juga baik, sayang jika ia harus jadi gelandangan. Apalagi otaknya yang encer, akhirnya mereka memutuskan untuk merawat dan menyekolahkannya. Saat usia Sehun menginjak 23 tahun, Sehun memutuskan untuk kembali ke Korea. Alasannya tak lain adalah untuk membalas dendam. Ia melihat berita di TV tentang perusahaan ikan terbesar itu lalu teringat pada Ayahnya yang di penjara dan kakaknya yang dibuang ke lautan. Dari sejak saat itu lah ia membulatkan tekad untuk membalas dendam dan mengatur rencana agar Perusahaan itu jatuh ke tangannya dan bangkrut dalam waktu sesingkat yang ia bisa.

Sehun menuangkan kopi ke dalam cangkir, memasukkan beberapa sendok teh gula pasir lalu mengaduknya. Segelas kopi itu ia bawa ke ruang tengah, menyeruputnya sedikit untuk memastikan apa gulanya pas atau tidak. Tidak terlalu manis, rasanya pas untuk Sehun. Duduk santai di atas sofa cokelat sambil memandangi layar televisi yang tak menyala, adalah kebiasaan Sehun.

Ia merenungkan segala sesuatu yang sudah dan yang akan terjadi. Satu hal yang setiap malam tak pernah absen di kepalanya adalah kasus 12 tahun silam. Sehun selalu bertanya, dimana dan bagaimana kehidupan Ayah dan kakaknya yang telah ia tinggalkan. Apakah baik-baik saja? Atau tidak? Apakah mereka bahagia? Jelas tidak.

Merasa bosan, Sehun beranjak ke luar kamar. Ia berdiri di balkon kamarnya yang berada dilantai 9. Pemandangan kota didepan matanya cukup menghibur, banyak kerlipan cahaya dari lampu kendaraan yang memenuhi jalanan walau saat ini sudah hampir tengah malam. Matanya yang bersih berbinar.

"Hyung... apa kau sedang melihatku?"


Di pinggiran kota Seoul, ada perumahan yang jalannya sempit. Rumah-rumah disana berdempetan, mungkin satu pintu ke pintu lainnya hanya berjarak satu langkah. Banyak sekali tong sampah di setiap sudut gang, tali-tali yang menjuntai untuk menjemur pakaian dan pintu-pintu yang ditempeli solatip hitam. Perumahan yang cukup kumuh.

Salah satu penghuninya adalah pria berusia 29 tahun. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tak berotot. Wajahnya sama sekali jauh dari kesan 'sangar' namun anehnya ia dikenal sebagai preman. Ia bekerja serabutan, apa saja yang penting menghasilkan uang, katanya. Ada satu pekerjaan yang setiap hari ia lakoni, yaitu sebagai penjaga keamanan di salah satu club malam.

Mulutnya yang kecil tengah sibuk menyeruput mie ramyun sampai mulutnya penuh. Ia menghela nafas saat mengunyah mie yang ada dimulutnya.

"Setiap hari seperti ini, bisa-bisa perutku bengkak.." gumamnya dengan mulut yang masih menggembung.

Brak brak brakk!

"Yaa! Xi Luhan! cepat keluar! Ada masalah! Cepat keluar!"

Matanya mendelik kesal ke arah pintu yang bergetar karena seseorang terus memukulinya. Ia meletakkan sumpitnya ke atas meja lalu menenggak air putih sebelum ia pergi membukakan pintu.

"Kenapa?"

Ia sedikit meninggikan suaranya karena kesal. Pria bertopi didepannya sedikit menciut saat Luhan menatap matanya dengan sebal.

"Ada kerusuhan di club, cepat bantu kami!"

"Aku sedang tidak bertugas!"

Pria itu menahan tangan Luhan saat ia hendak membalikkan badan.

"Ssshh!" Luhan berdesis kesal.

"Ada tiga orang pemberontak yang masuk ke dalam club! Kalau kau bisa mengusir mereka, mungkin atasan akan menaikkan posisimu atau setidaknya ia akan memberikan uang lebih padamu!"

Alis Luhan berhenti berkerut saat mendengar bujukan dari pria bertopi hitam itu. Lumayan juga, pikirnya.

"Tunggu disini!"

Tanpa berkata apa pun lagi, Luhan menyambar jaket hitam lalu pergi keluar rumah dan meninggalkan mie ramyun yang baru ia makan setengahnya.

Xi Luhan, ia mendapatkan kehidupan seperti ini setelah ia berpisah dengan adik dan ayahnya. Setelah dirinya dibuang ke lautan dan terombang-ambing selama 3 jam sampai akhirnya ombak laut membawanya ke tepi pantai, dan ia selamat. Ia seperti ikan paus terdampar saat itu.

"Aku kira ini surga.."

Ucapnya kala itu sambil memandangi hamparan pasir yang bertemu dengan air laut. Ia selamat, ia masih bertahan hidup. Selama satu bulan, Luhan hanya makan dan minum seadanya. Bahkan ia lebih sering memakan makanan sisa dan meminum air yang tersisa dibotol. Setidaknya ia tak pernah mengorek-ngorek tong sampah untuk mencari makan.

Beruntung ia masih bisa bertahan hidup hingga saat ini. Salah satu motivasinya untuk bertahan hidup adalah sang adik, Oh Sehun. Ia ingin bertemu kembali dengannya dan hidup bersamanya. Ia juga ingin mencari Ayahnya yang mungkin saat ini juga bernasib sama sepertinya, hidup sebatang kara.

"Ada apa!?"

Luhan sampai di depan pintu Club.

"Ada tiga orang yang menerobos masuk ke dalam! Mereka memakai jas hitam!" seorang pria berkumis memberitahunya.

"Siapa?"

"Tidak tahu! Mereka mencari Pimpinan!"

"Pimpinan? Kenapa mereka mencari pimpinan?"

"Hey kau!" Seseorang berteriak dari dalam club, wajahnya tak terlihat jelas karena lampu disana yang terus berubah warna tiap detiknya.

"Kau pimpinannya?" tanya pria berjas hitam itu lagi sambil berjalan ke arah Luhan. Kini wajahnya terlihat jelas karena lampu diluar club lebih tenang.

"Bukan." Jawab Luhan datar.

Pria itu tersenyum miring. "Lalu.. kau penjaga disini?"

"Iya."

"Kau tahu Byun Baekhyun?"

"Anak dari Pemilik Golden Fish, Byun Tae Kyung. Kenapa?"

"Dia kemarin datang kesini dan saat pulang wajahnya sudah dipenuhi luka... mungkin kau tahu maksudku datang kesini?"

"Lalu kau berpikir kami yang memukulinya?" raut wajah Luhan tidak berubah saat berbicara, tetap dingin dan datar.

"Kalau Tuan muda yang bicara sendiri, aku harus percaya, bukan?"

Luhan tersenyum remeh. "Bocah itu.." gumamnya.

Srett!

"Bocah? Siapa yang kau panggil 'bocah'!?" pria itu menarik kerah jaket Luhan.

"Byun Baekhyun, bocah itu bilang padamu kalau dia dipukuli disini? Oleh kami?"

Pria itu semakin mengeratkan kerah jaket Luhan sampai lehernya memerah. Tapi Luhan tak bergeming.

"Sialan! Dengar! Aku akan menutup club ini malam ini juga! Cuih!"

Ia meludah kesamping lalu mendorong kasar tubuh Luhan.

"Atas alasan apa kau menutup tempat ini?"

"Berengsek! Kau sudah membuat masalah idiot! dan itu alasannya!"

Lagi-lagi Luhan hanya tertawa kecil, lalu menatap tajam mata pria itu. "Coba saja."

Bugh!


Hari ini Baekhyun pergi ke kantor, Golden Fish. Kantor yang selama ini dipertahankan oleh keluarga Byun. Kurang lebih lima tahun lagi ia akan menjadi pewaris perusahaan itu.

Dengan kemeja putih bersih, celana panjang berwarna hitam, sepatu kulit hitam, dan jam tangan Rolex berwarna silver menjadi pilihan untuk fashionnya hari ini. Ia bangga sekali bisa memamerkan semua 'kerlipan' yang terpasang ditubuhnya. Ia begitu angkuh. Beruntung, wajahnya yang tampan dan imut dapat menutupi bagian 'cacat' itu. Garis wajahnya juga bagus walau lebih terkesan feminim.

Baekhyun terus berjalan ke lantai atas, lantai 3 tepatnya. Ia ingin menemui seseorang, ditangan kirinya ia membawa sebuah amplop besar berwarna putih. Pasti itu adalah berkas yang cukup penting, terlihat dari satu kalimat yang tercetak disudut atas amplop itu; Rahasia.

"Direktur ada di ruangan?"

Baekhyun bertanya pada sekretaris Jo saat ia sampai di depan pintu ruangan Direktur.

"Ya, beliau ada di dalam." Jawabnya ramah.

Baekhyun langsung membuka pintu ruangan lalu masuk ke dalam. Sehun yang saat itu sedang sibuk menandatangani lembaran kertas, berhenti sejenak untuk menatapnya. Alisnya bertaut, Kenapa anak ini datang lagi? Pikirnya.

"Ada apa?"

"Ommo.. jadi itu caramu menyapaku?"

Sehun kembali berkutat dengan berkas ditangannya. Meladeni Baekhyun hanya akan menguras emosi dan membuang waktunya yang sangat berharga, walau satu detik.

"Lalu kau mau aku berdiri, memberi salam, memeluk atau mencium tanganmu?" ucap Sehun datar.

Senyuman Baekhyun menghilang. "Ya, itu memang style-mu, dingin dan tak berperasaan."

Baekhyun maju satu langkah mendekati meja kerja Sehun.

"Aku hanya ingin mengucapkan selamat padamu, Direktur Oh!"

"Terima kasih."

"Mwoya! Hanya itu?"

"Lalu?"

Brak!

Baekhyun menaruh amplop putih itu dengan kasar ke atas meja kerja Sehun, cukup membuat Sehun terkejut.

"Ini! Aku kesini juga untuk memberikan ini padamu!"

"Apa ini?"

"Mana aku tahu! Itu dari Ay- maksudku Presdir Byun. Sepertinya penting, amplopnya saja disegel, memangnya itu apa? apa semacam rahasia perusahaan?"

"Memang kau tahu apa, anak kecil?"

"Hey! Aku bukan anak kecil! Usiaku 23 tahun!"

Sehun menaruh amplop itu ke dalam laci. "Jika sudah selesai, kau boleh keluar.." ucapnya sambil tersenyum tipis.

"Memang tak hanya wajahmu saja yang dingin seperti besi, hatimu juga! Seperti baja! Cih.." Baekhyun pergi dengan wajah yang muram. Memang akan seperti itu setiap kali ia keluar dari ruangan Sehun.

Sepeninggalnya Baekhyun, ia kembali mengambil amplop putih itu lalu membuka segelnya perlahan. Didalamnya berisi surat perintah dari Presdir Byun. Saat membacanya, kening Sehun tak berhenti berkerut. Pasti bukan hal yang baik.


Luhan menghabiskan satu gelas kopinya pagi ini. Sebelum melakukan aktivitas, ia selalu meminum satu gelas minuman manis, entah itu kopi atau susu. Bahkan jika stok kopi dan susunya habis, ia akan membuat segelas teh manis. Baginya akan lebih semangat jika sudah meminum minuman yang manis.

Hidupnya tak semanis minuman-minuman itu. Selalu ada saja masalah tiap harinya. Seperti pagi ini, temannya datang ke rumah dan memberikan satu lagi kabar buruk.

"Jadi, Club benar-benar ditutup?"

"Iya, seharusnya kemarin aku menghentikanmu!"

"Maaf, aku benar-benar lepas kendali tadi malam."

Luhan memijat keningnya yang terasa pusing.

"Dan sekarang pimpinan sedang pergi ke perusahaan itu."

"Perusahaan apa?"

"Golden Fish."

"Apa!? apa dia gila?"

"Mungkin!"

Setelah mendengar informasi dari temannya itu, Luhan segera pergi menyusul pimpinannya ke Kantor Perusahaan besar itu. Ia harus menghentikannya, jika tidak, kejadian 12 tahun yang lalu akan terulang.

Pria bertubuh tinggi yang memakai jaket hitam itu adalah pimpinan Luhan. Ia sudah sampai di depan Kantor Golden Fish. Tujuannya kesini untuk memohon kepada pimpinan mereka agar mencabut tuntutan mereka yang menutup club tempat usahanya. Rupanya semua rencana yang sudah diaturnya tak berjalan dengan mulus. Baru saja ia melewati pintu masuk, para security itu sudah menghadangnya dan bahkan mengusirnya untuk keluar.

"Aku kesini untuk menemui pimpinan kalian!"

"Apa kau sudah membuat janji? Dilihat dari penampilanmu, kau bukanlah seorang karyawan atau pengusaha!"

"Cih! jadi kau pikir aku ini gelandangan yang datang untuk meminta uang!?"

"Lebih tepatnya seperti itu."

"Sialan!"

"CHANYEOL!"

Gerakannya terhenti saat teriakan Luhan sampai ke telinganya. Chanyeol –pria tinggi yang merupakan pimpinan Luhan itu menoleh ke arah pintu masuk, melihat Luhan yang tengah berdiri. Ia berjalan ke arah Chanyeol dengan nafas yang tersenggal-senggal, sepertinya Luhan berlari dari rumah ke kantor ini.

"Mau apa kau kesini?"

Chanyeol berbalik kepada Luhan.

"Kau sendiri?"

"Kau tak usah ikut campur, pulang sana!"

"Jangan Chanyeol, caramu tidak akan berhasil!"

Luhan mendekatinya lalu memegang kedua pundak Chanyeol, bola matanya bergerak menatap seluruh sisi kantor ini. Sekarang ia berada di dalam kantor yang sudah menjadi neraka bagi Ayah dan kakaknya.

Luhan kembali menatap Chanyeol.

"Lebih baik kita pikirkan cara lain.."

"Kau ini kenapa?"

Baekhyun kembali ke kantor pagi ini, ia lupa untuk mengadu pada Sehun jika kemarin-kemarin ia dipukuli oleh para penjaga Club. Selain angkuh, Baekhyun juga manja. Yang dicarinya hanya, uang, popularitas, dan perhatian. Saat ia berjalan ke dalam kantor, ia melihat satu pemandangan yang sangat dipantangnya selama ini. Dua orang berpakaian seperti preman atau gelandangan baginya itu sedang berdiri di tengah-tengah kantor yang kondisinya jelas lebih bersih.

"Siapa mereka?" gumam Baekhyun.

Ia berjalan ke arah dua orang pria itu.

"Permisi!" sapa Baekhyun yang lebih terdengar membentak.

Luhan dan Chanyeol menoleh kepadanya. Yang ditatap merasa terkejut, pasalnya ia tahu bahwa dua orang yang berada didepannya ini tidak asing. Baekhyun ingat pria yang tubuhnya hampir sama dengannya ini yang berkelahi dengan bawahannya di depan Club, saat itu Baekhyun ada di dalam mobil. Dan pria yang tubuhnya menjulang tinggi ini adalah pria yang datang untuk melerai perkelahiannya dengan para gangster di Club itu.

Baekhyun menunduk, ia berusaha untuk tidak terlihat oleh keduanya.

"Apa kau pimpinan disini? Kau Direkturnya?"

Suara bass milik Chanyeol terdengar. Baekhyun melotot.

"Bukan! Sebaiknya kalian pergi dari sini sebelum kupanggilkan security!"

"Cih.. apa tempat ini ada sihirnya? Kenapa semua orang disini begitu munafik? Dengar ya! aku bahkan jiji untuk menghirup udara yang sama dengan kalian disini, labih baik aku-"

"Lalu untuk apa kalian kesini!? PERGI!" Baekhyun membentak, memperlihatkan wajahnya yang sudah merah menahan emosi.

Luhan dan Chanyeol tersenyum remeh kepadanya.

"Kenapa masih diam saja! Penjaga!"

"Ada apa?" suara lainnya yang baru terdengar mengintrupsi teriakan Baekhyun.

Semua orang disana menoleh, Baekhyun bernafas lega akhirnya Sehun datang. Disisi lain, satu orang lagi terkejut, seluruh bagian tubuhnya bahkan tidak ada yang bergerak. Termasuk udara yang berhenti keluar masuk ke dalam hidungnya. Luhan, ia tak percaya dengan sosok yang berdiri tegap didepannya itu.

"Sehun- maksudku Direktur Oh! Ada penelusup di kantor kita! Lihat mereka! Mereka bahkan memaksaku untuk memberikannya uang! Kau bisa mengusir mereka kan?"

"Jangan berlebihan." Ucap Sehun dingin.

Luhan lebih terkejut ketika nama Sehun diucapkan. Jika benar orang yang berpenampilan gagah didepannya ini adalah adiknya, maka lebih dari ratusan pertanyaan muncul dibenak Luhan. Dimana Sehun tinggal? Apa ia tinggal seorang diri? Atau diadopsi? Kenapa ia sampai berada disini? Apa ia lupa dengan kasus ayahnya? Apa ia lupa dengan dirinya? Mungkin itu pertanyaannya.

"Maaf, tapi kalian ini siapa? Ada keperluan apa?"

Sehun menatap keduanya secara bergantian, namun lebih lama ketika ia menatap Luhan.

"Kenapa melihatku seperti itu? Ada yang aneh?" ucap Sehun datar.

Luhan terperangah, Sehun berbicara padanya. Namun ada yang aneh, tatapan mata Sehun tak sehangat dulu, bahkan sekarang terlihat asing.

Luhan hanya diam.

"Ada perlu apa?"

Sehun mengulang pertanyaannya lagi sambil melempar tatapannya pada Chanyeol.

"Kau pimpinan disini?"

"Aku Direktur disini."

"Wah! Kebetulan sekali! Aku-"

"Park Chanyeol!" Luhan membantaknya.

"Sudah diam!"

"Ya! Park Chanyeol! Kau tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau membuat kerusuhan disini! Ini bukan tempat biasa Chanyeol! Sekali kau berteriak kau mungkin akan langsung diseret ke dalam penjara! Atau mungkin kau akan dibuang ke lautan!"

Prang!

Entah kenapa semua ucapan Luhan itu spontan saja keluar dari mulutnya. Hanya dirinya lah yang gempar saat ini, tidak dengan Chanyeol atau pun Sehun. Padahal, Sehun juga satu-satunya orang yang mengerti ucapan Luhan. Namun ia diam, raut wajahnya tak berubah sama sekali.

"Kenapa kalian membuat keributan! Security!"

Para penjaga langsung menyeret Chanyeol dan Luhan ke luar kantor setelah Baekhyun berteriak. Sehun sendiri masih diam, tak ada satu kata pun keluar dari mulutnya selain udara yang ia hembuskan.

"Dasar pengemis!"

Sehun melirik Baekhyun.

"Jaga ucapanmu, Byun Baekhyun."


"Kenapa kau menghalangiku tadi hah!?"

"Aku hanya.. kau akan kena hukuman jika kau merusuh disana!"

"Aku hanya akan meminta mereka untuk mencabut tuntutan! Tidak sampai meledakkan bom atau membunuh pria dingin tadi itu kok! Kau saja yang berlebihan!"

Luhan mendengus pada ucapan Chanyeol.

"Aku yang akan pergi."

"Kemana?"

"Golden Fish. Aku yang akan pergi kesana, aku yang akan berbicara langsung dengan Direktur mereka!"

Chanyeol menatap temannya itu. "Kau serius?"

"Kapan aku bercanda?"

"Benar, kau bukan orang yang asik untuk diajak bercanda. Jadi, lakukan semua yang barusan kau ucapkan itu! Aku menunggumu."

"Besok, aku akan pergi kesana."


Ada dua alasan yang Luhan bawa saat pergi ke Kantor Perusahaan Golden Fish. Yang pertama, ia ingin meluruskan tuduhan yang dibuat anak dari Presdir mereka, Byun Baekhyun, yang katanya dipukuli oleh penjaga Club sehingga Club tempatnya bekerja itu ditutup. Luhan berbuat seperti ini juga karena ia ingin membantu temannya, Park Chanyeol. Karena pria tinggi itu lah yang membawanya kerja ke dalam Club dan membantunya mencari tempat tinggal. Yang kedua, jelas karena ia ingin bertemu dengan Sehun.

Hari ini ia datang ke Kantor dengan penampilan yang jauh lebih rapih. Ia memakai kemeja hitam yang baru dua kali ia pakai setahun ini. Sesampainya di Kantor, ia langsung bertanya pada resepsionis.

"Dimana kantor Direktur?"

"Boleh saya tahu nama Anda terlebih dahulu?"

"Xi Luhan. Dimana kantor Direktur?"

"Maaf, tapi Anda belum membuat janji. Direktur sedang ada rapat, silahkan tulis saja nama Tuan disini."

"Siapa?"

Luhan hendak mengambil ballpoint di atas meja, namun tangannya malah kaku saat suara itu terdengar lagi. Suara Sehun, walau baru sekali ia mendengarnya, dan itu juga hanya beberapa patah kata saja, tapi Luhan sudah hapal betul bagaimana suara Sehun. Masih sama seperti dulu, bedanya sekarang lebih besar dan terdengar sangat gagah.

Luhan berbalik menghadap Sehun.

Sehun sendiri menatap Luhan dari bawah sampai atas. Raut wajahnya masih tak berubah, tidak ada keterkejutan sedikit pun.

"Oh.. yang kemarin?"

Luhan mengangguk pelan.

"Ikut aku ke kantor."

Luhan terdiam saking kaget dan senangnya.

Keduanya masuk ke dalam kantor tempat Sehun bekerja. Sehun meletakkan tas hitam yang ia bawa saat rapat tadi, lalu melepaskan jas dan melonggarkan dasi biru tua yang dipakainya.

"Ada apa?"

Sehun memulai pembicaraan mereka.

"Sebelumnya terima kasih sudah mengizinkan saya bertemu dengan Anda.." Luhan melontarkan kalimat pertamanya dengan rasa sesak dan mata yang memerah.

"... saya ingin meminta tolong kepada Direkur.." matanya mulai dipenuhi cairan bening "... untuk mencabut tuntutan Anda kepada Club El Dorado, karena itu.." dan akhirnya air mata Luhan jatuh.

"...adalah satu-satunya tempat yang mau menerima saya untuk bekerja."

Sehun mengangkat tubuhnya yang duduk bersandar pada kursi hitam.

"Tuntutan?"

"Iya.."

"Kapan perusahaan kami menuntut kalian?"

Luhan sekali tak percaya dengan kejutan yang diberi Sehun, bagaimana bisa ia berkata seperti itu dan lagi caranya bicara seperti tak mau peduli dengan permohonan Luhan.

"Anda sendiri yang mengirim surat perintah untuk menutup Club tempatku bekerja!"

"Memangnya kenapa dengan Club itu? Jika Club itu memang melanggar peraturan dan meresahkan masyarakat, bukan kah pantas untuk ditutup?"

Luhan mengepalkan tangannya cukup kuat.

"Kami tidak pernah melanggar peraturan! Kami selalu membayar pajak dan alkohol yang kami jual adalah asli! Kami juga tidak menerima pengunjung kurang dari 20 tahun! Kami menjalankan bisnis dengan bersih! Kami tidak pernah menggunakan cara yang kotor! Seberapa terpuruknya kami, sangat hina bagi kami untuk menjadikan orang lain kambing hitam atau bahkan membuang orang lain ke lautan!"

Tes...

Satu lagi tetesan air mata terjatuh dari dagunya. Sehun mencondongkan tubuhnya ke dekat meja, menatap Luhan dengan lekat.

"Memangnya siapa yang dibuang ke lautan sampai kau membahasnya lagi?"

Luhan mengatupkan giginya kuat-kuat, mencoba meredam amarahnya yang benar-benar memuncak. Sikap Sehun sudah kelewatan, ia terlalu tenang untuk menanggapi semua ucapan Luhan. Kini Luhan ragu, Apakah Sehun yang satu ini benar-benar adiknya?

"Kau.. benarkah kau Oh Sehun?"

"Benar, kau ragu? Lalu kau pikir aku ini siapa?"

"Ada Oh Sehun lain yang aku kenal.."

"Namanya sama sepertiku? Bagaimana orangnya? Apa dia juga tampan?"

"Ya, dia sangat tampan."

Luhan bercerita dengan tatapan kosong, matanya mungkin menatap Sehun tapi pikirannya benar-benar pergi tertiup angin.

Luhan melanjutkan, "dia lebih tinggi dariku, anaknya pintar, baik dan penurut. Cara bicaranya sedikit mirip denganmu, datar dan dingin. Tapi sebenarnya ia punya kepribadian yang hangat dan juga perhatian. Tapi.."

"Tapi?"

"Kami berpisah. Aku, aku adalah orang yang dibuang ke lautan itu. Kesalahanku sepele, tapi hukumanku adalah nyawa. Tidak adil bukan?"

"Lalu bagaimana bisa kau selamat?"

Jiwa Luhan rasanya telah kembali setelah Sehun bertanya seperti itu padanya.

"Aku terdampar di pesisir pantai, aku kira saat itu akan lebih baik jika aku mati saja. Kau tahu? Aku makan dan minum dari sisa orang lain, kau tahu rasanya seperti apa? pasti tidak tahu dan kuharap kau tidak akan pernah tahu."

"Kau tidak berusaha untuk mencari adikmu?"

Rasanya seperti adiknya sendiri yang bertanya pada Luhan. Mungkin inilah pertanyaan yang ingin adiknya tanyakan nanti pada Luhan.

"Mungkin aku sudah hapal betul setiap sudut di kota ini. Kakiku dulu rasanya hampir patah, berjalan tanpa arah kesana kemari sambil memanggil nama kedua orang itu."

"Siapa?"

"Oh Sehun dan Ayah."

Sehun terdiam.

"Bisa kau pergi?"

"Lalu tuntutannya?"

"Pergi sebelum aku panggilkan security!"

Luhan melengos tak percaya.

"Aku sudah terbiasa untuk diseret, dipukul, dan dibuang! Besok, lusa, dan seterusnya aku akan datang lagi, sampai kau mau mencabut tuntutanmu itu!"

Luhan pergi keluar ruangan dengan membawa beberapa luka dihatinya, jika dikumpulkan, setumpuk luka yang ia bawa dari tempat ini mungkin sudah mengalahkan tingginya gunung Everest.

Sehun berdiri dari tempatnya, berjalan menuju jendela. Tatapannya jatuh ke bawah, melihat seseorang yang sedang berjalan menuju halte. Xi Luhan.

"Senang bertemu denganmu, hyung..."

.

.

.

TBC.

Wkwkwkwkwkwkwk! Gagal sudah.. maafin bahasa gue yang campur aduk ya :v gue emang gak pandai membuat untaian kata *hekk gak sesuai EYD :3 dan feelnya? Jelas kebawa angin :v meski pun begitu kalau mau lanjut, tetep kasih review ^^

Thank you ^^