Disclaimer: Bleach punyanya © Tite Kubo
Fic ini asli karya saya... Om Tite Kubo, pinjam pemainnya yah !
Tite kubo : dake karite kudasai.
Imy : arigatō oji ^^
Warning : OOC, AU
.
.
What's my fault
.
.
Nemu POV
Aku lelah menghadapi semuanya, kembali ku berjalan tidak tentu arah. Terkadang ada perasaan iri, jika melihat anak - anak berseragam berjalan bersama teman- temanya. Ingin aku kembali ke masa itu, bercanda dengan riangnya seolah tanpa beban. Tidak peduli pada hari esok yang menanti. Yang tahu hanya ingin menghabiskan hari itu dengan canda dan tawa.
Aku lelah menghadapi semua ini, segala sesuatunya mmbuatku muak. Salahkah bila aku berpikir seperti ini? Coba saja kau jadi aku, dan rasakan penderitaan yang kualami ini. Masihkah kau berpikir bahwa aku yang salah
.
.
Flashback
Empat tahun yang lalu
"Nemu…, kau tahu tidak? Masak tadi aku liat Hime jalan sama Ichigo." Kesal gadis berambut sebahu memandang ke arah ku. "Aku benar-benar tidak percaya teganya mereka berdua di belakangku,."
Dapat kulihat kemarahan tampak di wajah gadis itu. Membuatku berpikir satu hal dalam hati 'mengerikan'. Lalu kau ingin aku bagaimana, bukankah aku sudah memperingatimu waktu itu. Tapi kau tidak pernah percaya, jangan bilang kau lupa. Itu baru terjadi beberapa minggu yang lalu. Kembali ku teringat kejadian saat itu.
.
.
"...Rukia...kau yakin dengan Ichigo?" Tanyaku waktu itu, melihat kearahmu yang kini menatapku dengan mata violetmu. Seolah aku adalah mahluk alien. "Maksudku adalah kau tahukan Ichigo itu, emm...playboy," ucapku hati – hati.
Dapat kulihat matamu yang mengisyratkan ketidaksukaan padaku saat itu.
"Kau itu apa - apaan sih Nemu! Bilang saja kau iri padaku, karena aku yang lebih disukai oleh Ichigo bukan kau," terdengar ketidaksukaan dari suaramu, yang dapat kukategorikan itu sebagai bentakan.
.
.
Oh Tuhan! Jika saja membunuh itu tidak dosa, sudah pasti kulakukan, dan korban pertamanya adalah kau. Apa kau tidak tau betapa sakitnya aku saat itu? Belum selesai hilang rasa kagetku mendengar bentakanmu, ditambah suara pintu yang ditutup kasar olehmu. Cukup membuat gendang telingaku berdengung sesaat saat itu. Dan sekarang apa kau datang kembali dengan tidak malunya bercerita tentang perselingkuhan yang dilakukan gebetanmu. Bagus!
"Mu...Nemu kau dengar aku tidak sih..!" Jeritnya melihatku diam.
"..Kau tidak usah berteriak seperti itu, aku mendengarmu." Pasrahku, melihatmu, "...bukankah aku pernah mengingatkanmu waktu itu."
"Mengingatkan? Kau tidak punya bukti yang cukup jelas saat itu. Mana mungkin aku percaya padamu," gerammu, melihatku yang kini menatapmu datar. "Sekarang kau harus membantuku untuk mendapatkan Ichigo kembali."
"Hah! Kau gila! Kau masih mengharapkannya setelah kau dikhiantai seperti ini!"
"Ck... Itu bukan urusanmu…kau adalah sahabatku dan tugasmu membantuku," Dengan egoisnya kau berkata.
Sumpah, jika bukan karena kakakmu yang memintaku untuk bersahabat denganmu. Mungkin sudah aku tinggalkan kau. Yah, dengan ketampanan seorang Byakuya, gadis mana yang akan menolak permintaannya. Ditambah lagi, dengan fakta bahwa kalian berasal dari keluarga terpadang. Oh Tuhan! Beri aku kesabaran dalam menghadapi ini. Ah, maksudku. Beri aku kesabaran untuk menghadapi masa SMA ku ini dengan tenang.
.
^^IMY^^
.
"Jadi,masih belum ada perkembangan?"Tanyaku menatap wanita paruh baya di hadapanku ini, menggeleng perlahan dilakukannya. "Baiklah tidak masalah, terima kasih atas bantuannya." Senyumku terpaksa.
"Berdoa saja, Nemu," Ucap wanita itu melihat wajahku "Kurotsuchi-sensei adalah orang yang kuat, aku yakin pasti dia akan cepat sembuh."
"Tentu saja," Ucapku mengangguk, melihat wajah sedihnya " Unohana-san tenang saja, aku baik-baik saja." Menyadari mata itu menatap iba, "sebaiknya Unohana-san kembali bekerja."
Lama dia terdiam, sebelum akhirnya berkata. "Baiklah, kalau begitu aku tinggal." Dapat kulihat dirinya sedikit enggan meninggalkanku. Sesekali dirinya melihat ke belakang sepertinya begitu mengkhawatirkanku.
Dengan menghela nafas, aku kembali menuju kamar. Berat bagiku untuk membuka pintu di hadapanku ini. Cukup lama aku terdiam, sebelum akhirnya aku membuka pintu dan menutupnya kembali. Dengan langkah pelan, berjalan menuju sisi tempat tidur. Dimana terdapat orang yang kusayang, satu – satunya keluargaku. Terbaring disana dengan alat yang membantunya untuk tetap bertahan
"Ayah, apa kabar?" Ucapku pelan duduk di sampingnya. "Aku datang lagi," Dengan lemah aku berkata. Sulit bagiku untuk bicara dan merangkai kata – kata, mengingat memori lama.
"Ayah… cepat lah sadar, aku…aku merindukan ayah…Aku ingin kembali bercanda dengan ayah. Aku berjanji, tidak akan melawan ayah lagi. Aku…aku juga tidak akan pulang malam lagi, tidak akan bersikap egois lagi…Aku juga sekarang sudah berteman baik dengan Unohana-san…Malah sekarang kami sudah dekat,"
"Aku… tidak akan menentang hubungan kalian lagi…, Ayah harus cepat sadar…yang menghawatirkan Ayah bukan hanya aku. Masih ada Unohana-san,… kakek Yamamoto,… bahkan Urohana-kun juga mengkhawatirkan ayah." Tanpa aku sadari, tetes air mata mengalir turun dari mataku. "Kumohon sadarlah…, aku hanya punya Ayah…kumohon jangan tinggalkan aku…jangan…hiks…hiks…"
Lama aku terdiam dalam kamar, berharap orang yang kusayang mendengar kata – kataku. Hingga tidak kusadari, seseorang telah berdiri diluar dengan sifat angkuhnya. Seperti biasa dan tanpa perasaan.
.
.
"Sudah selesai." Satu kalimat yang membuatku kaget, saat menutup pintu kamar rumah sakit, dengan cepat menoleh.
Terdiam menatap pemuda di hadapanku yang kini menatapku dengan tampang datarnya. Seperti biasa, sifat sombongnya itu membuatku muak.
"Byakuya Kuchiki." Ucapku datar melihat kearahnya, dapat kurasakan masalah yang dibawanya untukku.
"Mengapa hpmu tidak aktif," Satu pertanyaan yang membuat alisku berkerut heran. "Rukia, mencoba menghubungimu, tapi tidak berhasil."
Ahhh!
Tentu saja Rukia, apa lagi coba yang bisa membuatnya mencariku hingga kesini. Toh, hanya dia satu - satunya yang mengetahui kondisiku. Bahkan adiknya, yang katanya sahabatku itu pun tidak mengetahuinya. Ah sahabat, pantaskah kami disebut sahabat.
"Hei!" Ucapmu, menyadarkanku dari pikiranku sesaat.
"Hp ku nonaktifkan." Perlahan berjalan, menjauhi kamar ayah. Aku tidak ingin ada keributan di depan kamarnya .
Baru beberapa langkah, dapat kurasakan, lenganku dipegang dengan kuat. Menghentikan langkahku seketika "Kau tidak lupa dengan perjanjian kita kan?" Tanyanya dengan nada datar dan sorot mata tajam.
Butuh beberapa detik bagiku untuk terbiasa dengan keadaan ini. Sebelum akhirnya aku berkata dengan tenang. "Aku akan menghubunginya sebentar lagi, kau tenang saja." Menepis tangannya dari lenganku.
"Bagus kalau begitu." Ucapnya berjalan mendahuluiku.
Diam, membiarkan dia berjalan mendahuluiku. Membiarkan senyum sinisku, menatap balik punggungnya. Byakuya memang seorang kakak penyayang, dia akan melakukan apa pun demi menyenangkan adik satu - satunya itu. Bahkan agar adiknya yang egois itu mempunyai sahabat sesuai yang diinginkannya. Yang dapat diperlakukan semaunyapun akan dia lakukan. Dan itu adalah tugasku sekarang. Menjadi sahabat palsu dari Rukia Kuchiki.
Masihku ingat dengan jelas kejadian beberapa bulan yang lalu saat aku dan Byakuya Kuchiki berbicara untuk pertama kalinya.
.
.
.
Flashback
"Kau hanya perlu berpura - pura menjadi teman adikku dan mengubah sifatnya. Sebagai gantinya, semua biaya rumah sakit biar aku yang menanggung." Dengan tatapan tajam dia berkata padaku. saat melihatku duduk terdiam ralat mengumam pelan ditaman belakang sekolah memikirkan biaya untuk ayahku yang tidak sadar – sadar.
"Apa maksudmu?" Tanyaku melihatnya dengan tatapan bingung. Apakah dia mendengar keluh kesahku barusan.
"Bukankah baru saja kau berkeluh kesah memikirkan biaya untuk rumah sakit,"Senyum sinis tertera diwajahnya"kau hanya perlu menemani adikku saja sampai dia lulus, dan soal biaya kau tidak usah khawatir, akan ku berikan sesuai permintaanmu."
Lama aku mengerjap mataku mendengar perkataannya. Antara percaya dan tidak.
Hanya perlu berperan sebagai seorang teman yang baik dan mengubah sifatnya itu, maka aku akan mendapatkan uang. Aku tidak perlu lagi capek - capek kerja sambilan dicafe - cafe demi mendapatkan uang untuk membayar biaya rumah sakit.
Apakah orang ini gila?Ah, peduli amat. Yang penting aku mendapatkan uang. Lagian mengurus bocah tidak akan susah. Hanya mengubah sifatnya. Hmmm, memang semanja apa sih anak itu.
"Baiklah," Ucapku menyetujui, tidak kusadari bahwa aku sudah membuat keputusan yang salah. "Kalau boleh tahu, siapa adikmu itu senpai?" Ucapku melihat warna hijau disakunya, pertanda bahwa dia adalah senior kelas tiga.
"Kurasa kau sudah mengenalnya," Dengan tampang datar dia berkata melihatku. "Rukia Kuchiki kelas 2-5."
Tampak keterkejutan luar biasa begituku mendengarnya. Rukia Kuchiki, gadis manis yang super duper egois, manja, nyebelin dan penyendiri. Kata - kata ketus dan merendahkan selalu keluar dari mulutnya. Tidak ada satu orang pun dikelasku yang sanggup berteman dengannya.
Yah benar, kami sekelas dan dia selalu menyendiri dipojok kelas. Ditambah lagi, prilaku kasar yang sering dilakukannya. Bahkan dia tidak segan - segan melakukan kekerasan pada orang yang tidak disukainya ,dalam hal ini perempuan. Dengan fakta bahwa dia berasal dari keluarga terpandang dan terkaya disini, membuat tidak ada satu orang pun yang berani untuk melawannya. Apakah aku sanggup untuk berteman dengan anak mengerikan seperti itu?
"...Kau hanya perlu mengikuti petunjukku agar kau dan Rukia bisa berteman. Selanjutnya kau tahu tugasmukan." Dengan datar dia berkata, tidak dilihatnya lagi wajahku yang sudah memutih, pucat. Begitu mengetahui, siapa orang yang harus menjadi temanku dalam 2 tahun ini.
End flashback
.
.
Dan sekarang itulah penyesalanku terbesarku, walau terkadang Rukia bisa menjadi baik dan membuatku menyayanginya serasa memiliki adik. Tapi sifat keras kepala dan angkuh kakaknya inilah, yang membuatku lelah untuk bersama mereka. Tapi demi ayah aku harus bertahan, tinggal satu setengah tahun lagi aku harus kuat.
"Mau sampai kapan kau bengong disitu, ayo cepat," Dapat kulihat dia yang kini menoleh kearahku dengan tampang datar "Aku tidak punya banyak waktu untuk melihatmu terbengong disitu dan membuat Rukia terus khawatir."
"Jadi..," Ucapku memberi jeda, membuat dia melihatku heran. "Kau akan mengantarku ke tempatnya sekarang?" Tanyaku memastikan mendekati dirinya.
Diam dia kembali berjalan tidak menghiraukan perkataanku, yang dapat kupastikan artinya ya. Membuatku menghela nafas sesaat dan sedikit kaget melihatnya berbelok sebentar kearah kantin rumah sakit.
"Bukannya arah parkir mobil kesana,"Tanyaku heran melihat dirinya yang terus berjalan "Hei"Ucapku merasa dicuekin dan memegang lengan tangannya.
"Kita makan dulu, kurasa kau pasti lapar bukan"Ucapnya melihat jam dinding dikantin yang menunjukan waktu dua belas siang
"Tapi aku tidak lapar,"Ucapku berlainan dengan keadaan perutku yang berbunyi membuatnya diam melihatku yang kini merah padam 'ck pasti dia akan mengeluarkan kata - kata dinginnya lagi.' batinku frustasi.
Berbeda dengan pikiranku dia malah berjalan memesan makanan meninggalkanku sendirian disitu. Setelah sebelumnya menyuruhku duduk dikursi yang kosong.
.
.
"Kau tahu, kurasa kau butuh tenaga yang ekstra untuk meredam kemarahan Rukia kali ini,"Ucapnya setelah diam beberapa saat membiarkan makanan yang sudah dari tadi disajikan tidak kusentuh sedikit pun "...dan aku pun tidak mau kau jadi sakit karena itu nanti" dengan datar dia berkata.
'Huwaaaaaa, kaget seorang Byakuya tidak ingin aku sakit, mimpi apa aku tadi malam.' batinku tak percaya memandangnya membuat sedikit debaran dijantungku.
"Aku tidak mau Rukia jadi khawatir karena itu." Lanjutnya.
Sungguh kalimat terakhir yang membuatku baru saja melambung sedikit tinggi, lalu nyungsep ketanah dengan suksesnya karena pendaratan yang gagal.
'Ck...Rukia lagi'batinku yang sempat tercengang akan perkataan sebelumnnya 'percuma saja debaranku barusan'
Dengan perasaaan ingin membalas dendam karena sudah membuatku tersipu ditambhah perutku lapar, kumakan saja itu makanan, dan dengan tidak tahu malunya aku nambah. Berharap wajah stoic nya berubah dan berakhir sia - sia karena tampangnya tetap saja datar. Ini manusia terbuat dari apa, ekspresinya datar saja,menyebalkan.
.
Tbc
.
AN:
Huaaaaa…maaf kan Author pemula ini hanya bisa nulis sampai disini dulu. Untuk para penggemar Rukia, maafkaan saya buat Rukia jadi seperti ini. Maklum untuk kepentingan cerita. *bungkuk* Saya juga gak tahu ini cerita bagus apa nggak. Atau malah pasaran lagi kayak sinetron. Oh tidakkkkkkkk!
Jadi...
Mohon reviewnya senpai. Saya juga terima flame, asal flame yang membangun buat saya.
supaya saya tahu apakah cerita saya ini layak lanjut atau gak. kalau ada salah satu senpai yang minta cerita ini di hapus saja, akan segera saya hapus.
