a u r a.
a story by : cheesyjd
enjoy reading!-
n c t 2 0 1 8
"Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, Ten." kata Doyoung frustasi sambil menelungkupkan wajahnya diatas meja kerjanya. Ten yang sibuk mengetik di komputernya menatap jengah Doyoung. Nafas panjang keluar dari mereka berdua.
"Doyoung, aku kan sudah bilang padamu, biar aku saja yang me-wawancarai si Jeffrey itu! Kenapa keras kepala sekali, sih?" Balas Ten sambil mengacak rambutnya frustasi. Doyoung bisa mendengar Ten bergumam bahasa Thailand yang menandakan kalau dia itu sedang kesal. Doyoung tahu itu. Doyoung mengangkat kepalanya, menatap Ten yang sekarang duduk bersandar di kursinya yang berada di sampingnya dengan rambut yang berantakan. Doyoung juga sama 'berantakan'nya.
"Karena aku menyukainya."
"Berhentilah menjadi orang yang bodoh karena kau menyukainya, Doyoung."
"Dia itu yang terkeren, tahu."
"Johnny lebih keren!" Bantah Ten sambil memukul meja, tidak begitu keras, tapi tangan Ten sekarang kesakitan.
"Pffft... kenapa aku harus me-wawancarai dia? Topik yang kita angkat selama ini juga disenangi banyak orang. Banyak orang yang juga memberi kita informasi yang lebih baik." Sanggah Doyoung yang kini memain-mainkan bolpoin di tangannya, menimbang-nimbang pertanyaan yang akan dia tanyakan pada Jaehyun nanti--itupun jika dia nanti berani.
"Kau tahu apa, bitch. Dia itu salah satu cowok ter-fabulous di seantero kampus NCT ini. Hampir semua cewek sekolah ini rela melakukan apa saja untuk menjadi miliknya. Itu akan menjadi topik yang hangat di sekolah ini jika kita nanti me-wawancarai dia!! Kau tahu apa maksudku." Jawab Ten berapi-api sambil menatap Doyoung dan menaruh kedua tangannya di belakang kepalanya. Doyoung mengerucutkan bibirnya
"Hanya itu?"
"Tidak juga." Balas Ten sambil menghela nafas. Kini ia merubah posisinya memajukan dirinya di meja kerjanya dan tersenyum sambil menaruh tangannya di atas meja.
"Aku benar-benar menyukai pekerjaanku sebagai wartawan sekolah, Doyoung. Aku melakukan apa saja untuk mempertahankan klub ini saat di ambang kehancuran, ya kan? Aku bahkan tidak keberatan mengambil posisi ketua, meski kita cuman ber-dua di sini. Di tempat ini..."
Doyoung tersenyum. Ia tahu betapa cintanya Ten pada klub ini. Meskipun begitu, Doyoung selalu senang mendengar Ten meracau betapa ia sangat ingin membuat klub ini tahan hingga selamanya, kalau bisa.
Sementara Ten sibuk flashback, Doyoung mulai merapikan mejanya, memakai kacamata yang biasa ia gunakan saat pergi me-wawancarai, kacamata berbentuk frame kotak itu, lalu mengambil tasnya. Ia bersiap untuk pergi tapi Ten terlalu sibuk mengenang bagaimana dia berusaha untuk klub kesayangannya ini, jadi ia tak melihat Doyoung yang sudah bersiap
"Baiklah, kau berhasil menyentuh hatiku kali ini. Aku akan pergi, doakan aku berhasil!"
n c t 2 0 1 8
Ini adalah kesempatan terakhir yang diberikan Ten untuk Doyoung. Sudah 179 kali tapi Doyoung selalu gagal untuk me-wawancarai si Jeffrey, a.k.a Jaehyun. Semua ini tidak akan terjadi kalau saja dia tidak pernah suka pada Jeffrey! Ia tak bisa menyalahkan dirinya, salahkan Jaeyun itu karena dia terlalu tampan.
Tapi sungguh, siapa yang menolak pesona pada manusia seperti Jaehyun? Dia itu tampan, tinggi, jago bermain basket, senyum angelic yang bisa membuatmu luluh. Ten sebenarnya juga 'suka' pada Jaehyun. Tapi dia lebih menyenangi temannya yang juga sama tingginya, Johnny.
Jam untuk makan siang akan berbunyi 10 menit lagi, Doyoung masih bisa menemui Jaehyun untuk merencanakan kegiatan wawancaranya. Ia tahu Jaehyun itu kapten basket di kampus, jadi ia langsung ke lapangan basket dan menemukan bahwa Jaehyun dan beberapa teman 'tinggi dan tampan'nya itu sedang bersenda gurau, baru saja selesai bermain basket.
Doyoung tidak bisa menahan untuk tidak menatap Jaehyun. Bukan tatapan penuh nafsu, tetapi tatapan yang menjurus ke tatapan yang kagum. Jaehyun benar-benar tampan saat kau lihat dari jauh.
Doyoung memperhatikan, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkan lapangan basket dan mulai meninggalkan Jaehyun yang sementara berbincang dengan Johnny, sesekali tertawa. Jaehyun sedang mengambil handuk dari tasnya, mengalungkannya di dada. Sedangkan Johnny sibuk memantulkan bola basket di tangannya. Doyoung tidak yakin, apakah dia bisa melakukan ini tanpa menjadi batu di depan Jaehyun? Dia sendiri tidak yakin dan tidak bisa yakin. Tapi kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Dilihatnya lagi kalau Jaehyun sudah bersiap meninggalkan lapangan basket juga. Doyoung tergesa, dia lari menuju di mana dua manusia tampan itu berada.
"H-hey! Bisakah kau berhenti sebentar?"
Jaehyun dan Johnny serempak berbalik ke arah Doyoung dengan masing-masing ekspresi berbeda. Jika Johnny menatap Doyoung dengan tatapan 'kau-siapa', sedang Jaehyun menatap dengan senyum kecil di bibirnya. Kasihan Doyoung, jantungnya pasti meledak-ledak.
"A-ah... a-aku... hmm... a-aku.. bisa-bisakah aku me-wawancaraim-mu? Jaehyun.. ya? Jaehyun kan?" Doyoung mengutuki dirinya sendiri karena bersikap sangat bodoh di hadapan Jaehyun. Johhny menatapnya dengan tatapan malas, lalu melempar tatapan 'cepat-jawab-aku-lapar-sekarang' ke Jaehyun, tapi Jaehyun sepertinya tidak menyadarinya.
"Dia sibuk sekarang. Tolonglah." Jawaban datar nan menusuk keluar dari teman tinggi Jaehyun, Johnny. Doyoung menatapnya tajam, Ten, orang yang kau sukai ini benar-benar kurang ajar. Tapi Doyoung juga berfikir, bagaimana kalau Jaehyun benar-benar sibuk?
"Apa kau benar-benar sibuk?"
"Ah, untuk seharian ini, tidak.." Respon yang singkat dan ramah terucap dari Jaehyun. Suaranya benar-benar maskulin. Doyoung bisa merasakan pipinya memanas. Lucu sekali, untung saja dia tidak mengalami masa heat sekarang. Sementara Johnny menatapnya dengan tatapan are-you-kidding-me-bro?. Doyoung melihat tatapan Johnny itu, tapi dia sedikit tidak peduli
"Baiklah! Kapan bisa kita mulai wawancaranya, Jaehyun-ssi?"
n c t 2 0 18
"Kertas to-do-list-ku mana? Aku tadi menaruhnya di sini.." sementara Doyoung sibuk bergelut dengan wawancaranya, Ten juga sibuk membongkar meja-nya mencari-cari kertasnya itu.
Hingga matanya menangkap sebuah kertas diatas meja Doyoung, kertas yang ditempeli stick note kuning. Ah, itu dia kertasku!. Kemudian dia mengambil kertas itu dan membacanya.
Ten salah duga, itu bukan kertas miliknya, tapi kertas berisi pertanyaan wawancara Doyoung.
"Hah. Anak itu. Bisa-bisanya dia meninggalkan ini?!" Ten menggelengkan kepalanya, benar-benar tidak menyangka kelalaian Doyoung. Doyoung bukan tipe orang yang ceroboh, Ten tahu itu.
"Wow.. a-aku benar-benar tidak menyangka kita akan melakukannya.. sekarang.. eh maksudku bukannya aku tidak suka tapi aku hanya kaget dan aku tidak menyangka oh tunggu kenapa aku menggunakan kata 'aku' terlalu banyak ahahah.."
Coba tebak, 15 menit lalu Doyoung bertanya 'kapan', dan Jaehyun menjawab 'sekarang'. Mereka berdua sekarang sudah berada di café secepat ini, lalu meracau tidak jelas di hadapan Jaehyun. Jaehyun tersenyum geli melihat Doyoung yang 'sal-ting' di depannya itu. Tapi Jaehyun tidak tahu kalau Doyoung salting. Sementara Doyoung benar-benar tidak menyangka reaksi Jaehyun yang tadi menarik tangannya tiba-tiba, berkata pada Johnny untuk ke kantin sendiri dan memilih melakukan wawancara di cafe area kampus, berdua. Cafe memang tidak terlalu sepi atau ramai, tapi tetap saja Doyoung merasa tidak nyaman. Bagaimana kau bisa tetap nyaman saat berada di depan orang yang kau sukai?
Jaehyun tertawa geli mendengar apa yang baru saja Doyoung katakan. Doyoung makin merasa tidak nyaman, lagi. Dia merasa kikuk dan awkward di hadapan Jaehyun. Image-nya serasa runtuh perlahan
"Aku... entah kenapa... menarikmu ke sini. Aku pasti membuatmu merasa tidak nyaman. Maaf... aku merasa aneh juga."
Ya, kau membuatku benar-benar tidak nyaman! Tapi Doyoung menutupinya dengan senyuman sederhana. Dia merasa tidak enak pada Jaehyun apalagi saat mendengar Jaehyun meminta maaf dengan tulus padanya.
"Baiklah. Aku akan mulai sekarang." Well, ternyata tidak terlalu susah bagi Doyoung untuk melakukan ini. Tadinya dia pikir dia akan mengacaukan semuanya. Doyoung membuka tasnya, mencari-cari kertas pertanyaan yang sudah ia siapkan. Sementara Jaehyun meminum kopi yang tadi mereka pesan.
"Oke, pertanyaan pertama... beri makan Winwin... eh?" Doyoung terkejut sendiri dengan apa yang baru saja ia baca. Jaehyun menatap Doyoung juga, ia kaget dengan apa yang baru saja Doyoung katakan.
Doyoung, sudah dipastikan wajahnya berubah menjadi merah. Dia salah membawa kertas! Dia malah membawa kertas to-do-list milik Ten. Dan Winwin itu nama kucingnya Ten. Doyoung menatap Jaehyun, bertanya-tanya bagaimana kira-kira ekspresinya sekarang? Jaehyun awalnya bingung, namun saat melihat wajah lucu Doyoung dan wajahnya yang merah, Jaehyun tertawa sedikit keras, membuat Doyoung heran sedetik lalu kemudian tertawa atas kebodohannya sendiri--namun secara teknis dia juga tertawa karena Jaehyun tertawa.
"Aduh... maafkan aku... aku ceroboh. Aku salah membawa kertas! Bagaimana ini? Wawancaranya tidak jadi... apa yang harus aku lakukan??" Tanya Doyoung khawatir saat mereka telah tertawa selama 1 menit. Doyoung berusaha berpikir agar ia tidak mati gaya, namun Jaehyun sudah terlebih dulu memikirkan sesuatu.
"Aku punya ide." Kata Jaehyun tiba-tiba sambil menatap Doyoung dengan penuh keyakinan. Doyoung merasa malu ditatap sangat intens oleh Jaehyun seperti itu. Doyoung melayangkan pandangannya pada sedotan di minumannya dibanding menatap Jaehyun yang ada di depannya.
"Apa itu?" Tanya Doyoung ragu-ragu
"Kita bisa melakukan wawancara ini besok, atau kapanpun kalau kau siap. Mari kita berbincang saja untuk kali ini."
"Ide bagus- e-eh?"
n c t 2 0 1 8
Ini sudah pukul 4:32 P.M dan kampus sudah hampir sepi. Doyoung berjalan sambil senyum-senyum sendiri memikirkan wawancara gagalnya itu dengan Jaehyun. Apakah ini keberuntungan? Atau kesialan? Mungkin keduanya, Doyoung tak tahu. Tapi yang jelas ia sangat bahagia karena malah berbicara tentang hobi dan saling mengenal masing-masing. Tapi Jaehyun tadi meminta maaf karena tidak bisa jalan bersama Doyoung karena Johnny tiba-tiba menjemputnya, karena sesuatu terjadi. Doyoung merasa 'agak' kecewa, tapi dia kan tidak punya hak?
Namun entah kenapa, saat Jaehyun menatapnya intens tadi Doyoung merasa 'sesuatu' seperti keluar dari tubuhnya. Mungkin karena tatapan indah Jaehyun? Yang ia dengar biasanya para cewek akan pingsan saat menatap Jaehyun? Eh, Doyoung kan bukan cewek? Tapi entah kenapa dia merasa lelah saja. Seperti habis berlari marathon 10 kilometer.
"Heyyyy bitchhh." Lamunan Doyoung buyar saat Ten memanggilnya lima langkah darinya. Doyoung mengerucutkan bibirnya sebal sementara Ten memegang kertas ditangannya dan menggoyang-goyangkan kertas itu. Tatapan Ten juga menunjukkan kalau dia sedang keki.
"Jangan men-dikteku, Thailand."
"Siapa yang mendiktemu, hah? Kau salah bawa kertas! Apa yang kau lakukan?! Kencan dengan dia?!! Kau benar-benar bodoh." Hadrik Ten dengan penuh penekanan disetiap katanya. Doyoung mendengus
"Ya, kami tadi kencan. Sepertinya?"
"Sweet Jesus! Really?." Ten menutup mulutnya seperti ia sedang kaget, namun dia benar-benar kaget sekarang karena itu tadi hanya tebakannya saja. Dia yakin Doyoung berkata jujur karena ia tahu Doyoung tidak bisa bohong. Doyoung masih menatapnya, namun dengan tatapan apa-sih-goblok pada Ten.
"Aku tidak percaya ini! Kau tidak bohong kan ya kau tidak bohong karena kau tidak pandai bohong oh tapi kalau kau bohong ini sangat sangat gila aku tidak percaya kau akan bohong astaga kenapa aku mengucapkan kata 'bohong' terlalu banyak??"
"Aku juga. Ayolah, Ten, kita pulang. Aku capek." Semua kata-kata Ten menggantung di Udara. Doyoung sudah terlalu sulit untuk mencerna ocehan Ten, dia capek sekali. Padahal tadi dia tidak melakukan hal yang berat. Ten juga sama bingungnya, wajah Doyoung juga terlihat sangat lelah. Doyoung berjalan melewati Ten yang masih menatap Doyoung tak percaya.
"Yak, hey! Tunggu!"
n c t 2 0 1 8
"Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan itu, Jae." Sementara itu Johnny sudah tiba 25 menit yang lalu di rumah besar Johnny bersama Jaehyun yang kini baru habis mandi, sedang duduk di sofa berbentuk 'L' di dalam kamar besar Johnny. Jaehyun mengulum senyum
"Aku melakukan apa?"
"Kau menatapnya." Kata Johnny menanggapi pembelaan tak berguna Jaehyun. Jaehyun menunjukkan ekspresi pura-pura tak mengerti.
"Aku bisa melihat aura warna-warni yang ada-"
"Aneh, kan?" Potong Jaehyun sebelum Johnny sempat menyelesaikan kata-katanya. Kali ini Johnny menatap keluar jendela, menatap Seoul yang ramai dari lantai dua rumahnya yang besar.
"Kau tahu. Dia punya aura yang tidak biasa. Aura yang menarik. Warna-warni. Itu yang kita butuhkan untuk menjaga kita tetap hidup dan menjadi manusia seutuhnya. Hmmm.. kurasa Taeil-hyung benar soal ini. Kita seperti smurfette." Sambung Jaehyun pada kata-katanya yang terputus tadi. Ia berdiri, juga melayangkan pandangannya ke luar jendela, lalu berjalan menuju Johnny dan menjajarkan posisinya dengan Johhny.
"Sepertinya, dia adalah aura-ku, John."
-to be continued..
A.N;
Apa ini ;-;
Hello my fellows JaeDo ships! Saya adalah seorang author newbie yang sangat newbie di sini. Salam kenal. Saya kembali jatuh cinta pada fandom ini, dan memutuskan untuk menolong melestarikan fandom ini agar tetap hidup. JaeDo sangat langka, ya 'kan? JaeDo terhalang oleh JaeYong, guys. Padahal Jaehyun pernah bilang kalau Doyoung itu soulmate-ya diaㅠㅠ
Ini adalah fic pertama yang saya buat setelah terkena writer's block setahun lalu, saya jadi lupa cara menulis FF. Mungkin idenya agak sedikit kacau, saya harap kalian bisa mengerti dan memberi saran apa yang harus saya lakukan? Atau memberi ide untuk fict selanjutnya hehe.
Terimakasih sudah mau membaca, dan meninggalkan jejak. Aku menghargai itu semua! Wish me luck untuk menulis lagi, dan juga untuk UNBK nanti hehe
Stay together, JaeDo
