Disclaimer : Bleach © Tite Kubo.
Say YES! © Yanz Namiyukimi-chan
Warning : AU, OOC, typo(s), Twoshoot, Sequel dari Putri Tidur.
DON'T LIKE DON'T READY!
Ichigo belum pernah sekali pun mendapat pengakuan dari Rukia bahwa gadis itu menyukainya. Padahal status mereka sudah PACARAN!
.
.
Rukia mentap kosong pemandangan di balik jendela kelasnya. Ya, kelasnya cukup sepi sekarang ini karena semuannya memilih untuk istirahat daripada berdiam diri di dalam kelas. Rukia kini hanya diam, melamun. Tak peduli jika pemandangan di balik jendela kelasnya begitu riuh oleh sebuah permainan sepak bola yang seru.
Pikirannya sedang melayang di tempat lain.
Ukh! Rukia merutuki dirinya dengan membenturkan kepalanya ke tembok pelan-pelan.
Bodoh! Bodoh! Sekarang batinnya terus melafalkan kata itu berulang kali. Kenapa semuanya jadi seperti ini?
"Berhentilah membenturkan kepalamu seperti itu! Aku tidak mau kau geger otak dan sampai melupakanku!" suara itu sukses membuat Rukia berhenti dari acara merutuki dirinya sendiri. Namun itu tidak membuat suasana hati Rukia jadi lebih baik.
Rukia mendengus mendengar suara familiar itu yang sekaligus dibumbui kata-kata yang membuat telinganya panas.
"Benarkah? Jadi apa yang kulakukan itu bisa membuatku geger otak dan melupakan semuanya?" seru Rukia sepertinya benar-benar ingin hilang ingatan.
"Kau sedang punya masalah?" tanya Ichigo khawatir. Walau ucapan Rukia terkesan main-main, tapi melihat raut wajah Rukia yang frustasi saat ini membuat Ichigo yakin gadis ini sedang mempunyai masalah.
Tapi masalah apa? Masalah seperti apa? Kenapa Rukia terlihat begitu merana?
"Aku selalu punya masalah setiap kali kau berada di dekatku!" ucap Rukia dengan gamblangnya di hadapan Ichigo.
"Aku serius Rukia!"
Rukia menghela napas melihat ekspresi Ichigo yang sedang tidak bisa di ajak main-main. Ia menyandarkan dahinya pasrah ke tembok, "Jangan sok peduli padaku! Mau sedang ada masalah atau tidak, itu bukan urusanmu, Kurosaki!" katanya kejam.
Ichigo bisa memaklumi sikap Rukia yang belum bisa terbuka padanya. Namun tetap saja, diam-diam hatinya merasa perih melihat Rukia yang belum luluh juga padanya. Ichigo masih dianggap orang asing di mata Rukia.
Ichigo hanya tersenyum lebar seolah ia memang tidak peduli nada dingin nan sinis lolos meluncur dari bibir Rukia yang jelas-jelas menusuk hatinya.
"Baiklah jika kau tidak mau cerita. Tapi nanti pulang sekolah kita jalan-jalan ya? Ayo kita kencan!" ajak Ichigo dengan riangnya. Setidaknya Ichigo bisa membuat Rukia sedikit menghilangkan bebannya sejenak dengan cara bersenang-senang.
"Tidak bisa. Aku sudah ada acara keluarga," tolak Rukia.
"Begitu ya?" seru Ichigo agak kecewa, "Baiklah, tapi lain kali kau tidak boleh menolak!"
Rukia menatap pemuda berambut orange yang saat ini sedang tersenyum manis padanya. Rukia benar-benar tidak mengerti kenapa Ichigo selalu bersikap seperti itu padanya? Seringkali Rukia bersikap menyebalkan ingin membuat Ichigo hilang kendali. Membuat Ichigo tanpa sadar mengatakan kata putus! Ingin sekali Rukia terteriak girang jika itu bisa terjadi. Tapi nyatanya malah ia yang menelan kekesalan itu sendiri.
Bocah Kurosaki itu memang pintar membuat orang kesal!
.
.
Gadis itu terdiam di antara suasana keluarga yang sedang bercengkrama hangat. Seolah ia adalah makhluk asing hingga ia pun sama sekali tidak bisa ikut berbincang dengan yang lainnya.
Oh, My God! Bahkan Rukia sama sekali tidak mau terlibat dalam perbincangan itu. Jadi ini acara yang dimaksud hingga ia disuruh pulang cepat? Hah… tahu begini, aku tidak akan menolak tawaran Kurosaki. Akhirnya Rukia pun hanya bisa merasa menyesal.
"Rukia kenapa kau diam saja? Bagaimana menurutmu tentang pertunangan ini?" tanya seorang pria berambut kecoklatan dengan kacamata tipis yang membingkai wajahnya. Pria paruh baya itu tersenyum hangat padanya.
Rukia bungkam menutup bibirnya rapat-rapat. Namun dahinya berkedut, ia tidak tahu harus bagaimana menanggapi pertanyaan itu.
Dan… sejak kapan ia mempunyai kekuatan magis seperti ini?
Kemarin ia membual pada Ichigo bahwa ia sudah memiliki tunangan agar Ichigo menjauhinya—yang ternyata Ichigo sama sekali tidak gampang tertipu—dan sekarang—Oh, My God! Rukia pun berat untuk mengatakannya.
Ia mempunyai tuna—err… calon tunangan—ah! Keduanya sama saja! Yang jelas ia akan bertunangan! Oh, shit! Rukia tidak benar-benar berharap akan ditunangkan seperti ini.
Rukia beralih menatap lelaki berambut raven yang duduk tenang-tenang saja di hadapannya. Dengan cueknya lelaki itu menyumpal kedua telinganya dengan freeset, mendengarkan lagu lewat iPod. Terlihat kepalanya bergerak-gerak pelan mengiringi setiap hentakkan musik yang ia dengar.
Uhk! Jadi ini lelaki yang akan bertunangan dengannya? Gayanya belagu banget! Apa ia tidak sadar jika mereka sedang berkumpul dengan makhluk yang namanya 'orang-orang tua'? Dasar tidak sopan! Rukia pun hanya membatin, kesal.
Hiks! Hiks! Sungguh tidak adil! Lelaki itu membiarkan dirinya terjerumus dalam perbincangan tidak enak ini sendirian. Benar-benar curaaaang! Rasanya sekarang Rukia ingin sekali bertukar tubuh dengan lelaki itu. Wah, wah, wah, nyatanya Rukia hanya merasa iri melihat kecuekan lelaki di hadapannya. Jika Rukia bersikap seperti itu di depan ayahnya, di jamin Rukia akan di bunuh hidup-hidup oleh ayahnya. Imajinasi Rukia berlebihan. Mana mungkin bisa seorang ayah membunuh anak kesayangannya?
"Maaf ya, Aizen-san. Mungkin Rukia bingung mau menjawab apa," seru seorang wanita yang identik dengan Rukia saat melihat dahi Aizen berkedut karena sikap Rukia yang terus bungkam. Hisana menatap memohon pengertian atas sikap anaknya itu.
Aizen kembali tersenyum hangat, "Ya, aku mengerti," kemudian matanya mengerling ke arah Rukia. "Mungkin ini terlalu mendadak untuknya."
Hisana mengangguk, senang akan tanggapan dari Aizen. "Ulquiorra-kun, menurutmu sendiri bagaimana tentang pertunangan ini?"
Kini perhatiannya teralih saat telinganya samar-samar mendengar namanya disebut.
Sedangkan orang yang duduk di sebrangnya menyeringai senang. Rasakan! Sekarang kau mau menjawab seperti apa, heh? Batin Rukia senang karena akhirnya Ulquiorra masuk juga dalam perbincangan ini.
Ulquiorra mengernyitkan bahunya dan kembali fokus pada musik yang masih senantiasa mengalun dari iPodnya.
"Ulquiorra!"
Ulquiorra memutar kedua bola matanya saat ayahnya memanggil namanya dengan nada tidak senang. Sudah jelas jika ayahnya tidak suka kelakuannya yang kurang sopan itu.
Ulquiorra menarik freeset dari kedua telinganya. Ia mengubah posisi duduknya yang tadinya bersandar nyaman, kini duduk dengan tegak.
"Sejujurnya saya juga tidak tahu harus menjawab apa, Hisana-san. Ini juga terlalu mendadak untuk saya," jawab Ulquiorra sambil menatap wanita yang seumuran dengan ayahnya dengan sopan.
Hisana mengangguk pelan mendengar jawaban Ulquiorra. Kemudian ia menatap pria di sampingnya. "Sepertinya kita harus memberi mereka waktu untuk saling mengenal dulu, Bya-kun. Tidak mungkin 'kan kita langsung menunangkan mereka?"
Byakuya yang sedari hanya diam kini mengangguk setuju, "Ya, sepertinya memang harus begitu. Baru, bulan depan kita bisa menunangkan mereka."
"APA!"
Pernyataan itu sukses mengundang aksi protes dari kedua belah pihak yang akan ditunangkan.
WHAT THE HELL! Apa-apaa lagi ini! Mereka dipaksa untuk saling mengenal satu sama lain hanya dalam jangka waktu satu bulan? Apa ini bukan sesuatu yang gila? Kau bisa mengenal orang seperti apa dalam waktu satu bulan? Sungguh hal seperti ini sudah bisa membuat frustasi!
"Sa—satu bulan?" seru Rukia terbata-bata, masih tak percaya apa yang sudah dikatakan oleh ayahnya.
Sedangkan Ulquiorra berdehem pelan. Ini memang bukan gayanya berteriak seperti tadi. Ia memang diajarkan untuk selalu bersikap tenang di berbagai situasi. Tapi Ulquiorra juga manusia. Walaupun ia selalu memasang tampang datar setiap hari, tapi sesekali berekspresi lain boleh 'kan? Kalau sudah seperti ini, baru bisa dinamakan hidup!
Byakuya mengernyitkan alisnya, "Ada apa? Terlalu lama—"
"BUKAN!" potong Rukia dengan cepat. Ya, ampun! Memang susah ya, punya ayah seperti Byakuya Kuchiki. Tidak pengertian!
"Ayah sedang tidak bercanda 'kan? Sa—tu bulan?" Rukia masih tidak bisa terima akan ditunangkan dalam waktu dekat ini. Pokoknya tidak mau!
"Tidak! Bahkan Ayah pikir itu adalah waktu yang cukup untuk kalian mengenal satu sama lainnya."
WHAT?
Rasanya ingin sekali Rukia memukul kepala ayahnya dengan palu agar cara pemikiran ayahnya itu bisa berubah ke keadaan yang lebih normal.
"Cukup lama? Orang yang sudah saling mengenal selama bertahun-tahun pun belum tentu mereka saling mengenal baik satu sama lainnya, Ayah~" seru Rukia mulai merengek.
Ayah, cepat ubah keputusanmu itu! Kalau tidak, aku akan membuat hidupmu tidak tenang! Batin Rukia pun mulai mengancam ayahnya diam-diam.
"Lalu berapa lama?" tanya Byakuya pada anak perempuannya.
Byakuya sedikit mengerti perasaan anak satu-satunya itu. Mungkin memang benar, satu bulan adalah waktu yang terlalu cepat bagi mereka. Tapi Byakuya juga ingin cepat-cepat melangsungkan pertunangan ini. Karena jika mereka sudah bertunangan, pasti mereka akan segera menikah bukan? Lalu membuat sebuah keluarga dan melahirkan seorang anak. Dengan begitu bukankah ia akan menjadi seorang kakek?
Ah… rasanya tidak sabar untuk menimang seorang cucu. Pikir Byakuya ala orang yang sudah tua karena anaknya belum juga mau menikah. Tidak sadar jika anak gadisnya masih terlalu muda!
Ck, dasar orang tua!
Rukia tersenyum senang mendengar pertanyaan ayahnya. Jadi ini terserah padanya ya…
"Ya, minimal lima tahun dan maksimalnya ya… sampai pertunangan ini tak pernah terjadi, itu juga bagus—" Rukia langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Pandangannya pun berubah menjadi horror.
Ga—gawat keceplosaaan! Oh, no! Ayahnya pasti marah! Ayahnya pasti marah!
"Ruki—"
"Yayaya, semuanya terserah padamu, Ayah. Semua terasa padamu~" ucap Rukia hampir menangis. Ia paling takut kalau ayahnya sudah marah. Apalagi tadi ayahnya sudah melotot memberi sebuah alarm ancaman.
Mengerikan!
Layaknya Hiruma Youichi yang mempunyai peringai iblis. Jika ada yang membantah ucapannya, pasti akan menembakkan peluru ke arahmu. Pasti jantungmu langsung berteriak 'Aku mati! Aku mati!'
Berbeda dengan Hiruma Youichi yang bisa membuatmu merasa terancam oleh senjata peluru yang selalu dibawa kemana-mana. Byakuya Kuchiki agak berbeda. Hanya dengan tatapan intensnya saja kau bisa merasakan ancaman segera datang. Hebat bukan? Tapi tetap saja mengerikan!
Sedangkan Byakuya menyeringai senang. Anak perempuannya memang penurut!
Cucu!
.
.
Rukia memasang wajah murung dan sedih. Terikat dengan seseorang yang tidak kau kenal sebelumnya, itu adalah sebuah bencana. Ia dipaksa menyukai orang yang benar-benar baru bagi dirinya. Lelaki asing yang ia tidak tahu bagaimana tindak-tanduk aslinya. Apa lelaki itu baik, pemarah, egois, murah hati atau kekanak-kanakkan Rukia pun tak tahu. Andai saja ia bisa 'mencicipi' Ulquiorra sedikit saja pasti ia bisa merasakan tipe seperti apa Ulquiorra itu.
Rukia menopang dagu di atas tumpukkan telapak tangannya yang ia telungkupkan di atas meja sambil menatap lelaki yang sejak tadi hanya asyik membaca sebuah buku yang diambil dari perpustakaan keluarganya. Duduk sambil menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya dan masih senantiasa menyumpal telinganya dengan iPod.
Dia itu suka sekali musik ya? Rukia membatin memperhatikan Ulquiorra yang tak pernah lepas dari iPodnya. Mata keunguan itu terus memperhatikan Ulquiorra. Kulit putih, mata hijau, rambut hitam pekat, hidung yang mancung, lekuk wajah yang tegas, sikapnya yang cuek dan pendiam.
Bagaimana ini? Apa ia memang harus bertunangan dengan Ulquiorra? Lalu bagaimana dengan dirinya? Bagaimana dengan masa depannya? Bagaimana dengan tidurnya? Bagaimana dengan Kurosaki Ichi—eh kenapa aku harus memikirkannya?
"Ulquiorra," panggil Rukia.
Dan kenapa Rukia merasakan sesuatu yang lain saat menatap lelaki tampan itu?
Ulquiorra mengernyit saat ia mendengar suara lirih memanggil namanya sambil melirik gadis mungil itu. Entah bagaimana Ulquiorra bisa mendengar suara pelan itu. Padahal telinganya disumpal freeset untuk mendengar iPodnya. Huh, mencurigakan!
Rukia menenggelamkan wajahnya di antara lengannya. Menyembunyikan raut wajahnya.
"Aku suka padamu," seru Rukia kembali dengan suara pelannya.
Ulquiorra membelalak, terkejut mendengar pengakuan gadis itu. Bagaimana bisa? Mereka 'kan baru saja bertemu.
Diam-diam Rukia menyeringai senang. Ulquiorra memang benar-benar cuek dan pendiam. Sejak tadi ia tidak sedikit pun mengeluarkan suaranya walau hanya untuk sekedar berbasa-basi dengannya.
'Aku benar-benar suka padanya. Sikap cuek dan pendiamnya itu tidak mengganggu. Kalau begini setidaknya 'kan jatah tidurku tidak akan berkurang lagi'
Rukia benar-benar senang. Tak sadar jika pengakuannya itu sudah menimbulkan kesalahpahaman pada Ulquiorra.
.
.
"Eh, siapa itu?"
"Ada anak baru ya?"
"Eh, bukannya itu Kuchiki? Siapa lelaki yang bersamanya itu?"
Sontak saja Ichigo menghentikan langkah kakinya, tubuhnya membeku saat telinganya mendengar bisik-bisik para siswi. Awalnya ia tidak peduli, tapi… Rukia bersama seorang lelaki? Ichigo membatin. Rasanya tidak bisa dipercaya!
Ichigo segera menghampiri jendela kaca yang berada di lorong sekolahnya. Menyingkirkan terlebih dulu dua siswi yang juga sedang memperhatikan satu objek yang menarik saat ini. Ichigo bisa melihat dengan jelas, seorang lelaki menggunakan seragam SMU Karakura—yang sama dengannya—sedang membukakan pintu mobil berwarna putih susu untuk seseorang. Dan keluarlah sosok gadis mungil yang sangat ia kenali.
"Rukia…" bisik lirih Ichigo. Telapak tangannya terkepal di atas kusen jendela itu. Menahan emosi yang mengusik hatinya saat ini.
.
.
Rukia mengbuang napas lelah. Tak menyangka jika ayahnya akan menyekolahkan Ulquiorra satu sekolah dengannya. Rukia benar-benar dibuat gigit jari. Sepertinya ayah Rukia itu benar-benar ingin membuat hubungan Ulquiorra dengan Rukia semakin dekat.
Lalu kenapa si muka datar itu bersikap sok perhatian padanya? Ia tidak pernah meminta laki-laki itu membukakan pintu untuknya.
"Jadi ini SMU Karakura itu ya?" seru Ulquiorra merangkul santai bahu Rukia. Matanya mengamati setiap sudut sekolah barunya.
Rukia menyipitkan matanya, melirik sinis Ulquiorra. Risih dengan tangan pemuda itu yang seenaknya mendarat nyaman di bahunya.
"Ya! Dan kau tak perlu seperti ini padaku!" ucap ketus Rukia sambil menyingkirkan Ulquiorra dari bahunya. Rukia melipat kedua tangannya di depan dadanya. Dimana-mana makhluk yang bernama laki-laki itu sama -sama menyebalkan! Entah itu, ayahnya, Ichigo atau pun Ulquiorra. Semuanya menyebalkan!
"Jadi aku bisa mendekatinya di sini?"
"Mana kutahu!" lagi-lagi Rukia menjawab pertanyaan Ulquiorra dengan ketus. Membuat Ulquiorra mengernyit dan bertanya-tanya, ada apa dengan Rukia? Kelihatannya sebal sekali.
Ulquiorra merunduk, merendahkan tubuhnya hingga wajah mereka saling sejajar. "Kau… cemburu? Karena kau suka padaku jadi kau merasa sebal setiap kali aku membicarakannya?"
Dahi Rukia berkedut kesal. Seenaknya saja orang ini bicara!
"Aku tidak cemburu! Dan aku memang sedang sebal!" ucap Rukia berkacang pinggang dan tanpa sadar mendekatkan wajahnya ke arah Ulquiorra. Menggeram kesal di depan wajah yang berekspresi menyebalkan itu.
Ulquiorra menggoyangkan telunjuk jarinya di depan wajah Rukia, "Ck,ck, dasar naif!" telunjuk itu menempel di dahi Rukia.
Beginilah kalau punya tampang ganteng. Mereka selalu meragukan ungkapan yang menandakan bawa ada yang tidak tertarik pada mereka. Kepercayaan yang tinggi memang selalu bisa menepisnya.
Rukia makin kesal! Dia itu tidak naif, brengsek! Dengan kasar Rukia menyingkirkan jari telunjuk itu dari dahinya, "Kau ini ingin merasakan sesuatu yang menyenangkan ya?" seru Rukia menyeringai sambil menebar aura tak menyenangkan. Tentu saja yang sebenarnya Rukia ucapkan itu adalah 'Kau ini ingin merasakan sesuatu yang menyakitkan ya?' jika Ulquiorra menjawab 'Ya' Rukia tidak akan segan-segan memberikan pukulan manis pada Ulquiorra.
"Rukia!" ada suara lain yang mengusik 'acara pendekatan' UlquiRuki yang bisa dibilang unik itu.
Sudah cukup! Sudah cukup! Batin Ichigo merasa geram melihat interaksi Ulquiorra bersama kekasihnya sedari tadi. Hatinya sudah bergemuruh tidak tahan ingin menghajar pria tak ia kenali itu. Dasar lelaki tidak tahu diri! Mendekati gadis yang sudah punya pacar, benar-benar cari mati ya? Rukia itu tidak boleh didekati oleh siapa pun! Rukia itu miliknya! HANYA MILIKNYA SIALAN!
Rukia langsung menciut. Bersembunyi di balik tubuh Ulquiorra merasakan aura mengerikan menguar dari tubuh Ichigo! Ichigo Kurosaki sedang MARAH BESAR!
Ya,ampun! Kepala Jeruk itu kenapa sih? Rukia membatin ketakutan. Ia belum pernah melihat Ichigo yang seperti ini.
"Rukia!" panggil kembali Ichigo. Ia tidak suka melihat Rukia dekat-dekat dengan laki-laki yang tidak jelas apa status dengan Rukia. Sedangkan Rukia malah makin merengut ketakutan di balik tubuh Ulquiorra. Ia tidak mau dekat-dekat jika keadaan Ichigo yang seperti itu. Rukia pun hanya bisa mengintip, memperhatikan Ichigo dibalik punggung Ulquiorra.
Ichigo menggeretakkan giginya. Ia begitu marah melihat Rukia yang tak juga datang padanya, "JANGAN HARAP KAU BISA SELINGKUH DARIKU, RUKIA!" tuduh Ichigo. Ya, jangan pernah berharap! Karena mana mungkin Ichigo mau menyerahkan Rukia begitu saja!
"JANGAN BICARA SEMBARANGAN! MEMANGNYA SIAPA YANG SELINGKUH, HEH?" Rukia menyingkirkan tubuh Ulquiorra dari hadapannya. Membuat Ulquiorra mundur beberapa langkah ke belakang. Rukia menatap nyalang Ichigo. Ia tidak suka ada orang yang menuduh dirinya sembarangan.
"LALU SIAPA DIA, HAH?" seru Ichigo tidak mau kalah. Ia sudah muak dengan semua ini. Apa yang telah dilihatnya sudah cukup membuat emosinya naik.
Ulquiorra yang merasa terlibat dalam masalah ini mengerutkan dahinya dalam-dalam. Memang kesalahan apa yang telah ia lakukan? Merasa masalah yang terjadi benar-benar serius.
Rukia berubah panik. Matanya mergerak-gerak liar mencari ide tentang hubungannya dengan Ulquiorra. Tidak mungkin 'kan ia dengan lantangnya bilang bahwa Ulquiorra itu adalah tunangannya. Cari mati itu namanya!
Ichigo yang membaca gerak-gerik yang mencurigakan, semakin menatap tajam Rukia. Rukia termangap-mangap hendak menyerukan sesuatu. Namun nyatanya mulutnya itu tak juga mengeluarkan suaranya. Rukia pun makin panik. Otaknya belum mendapat ide bagus mengenai siapa Ulquiorra itu. Adiknya, kakaknya, ayahnya, pamannya—argh! Inspirasi di mana kau!
"Seharusnya aku yang bertanya, siapa kau?" lagi-lagi Ulquiorra merangkul bahu Rukia dengan santainya. Mengabaikan tatapan Ichigo yang menatapnya tidak suka.
Bahu Ichigo bergetar. Wajahnya tertunduk dalam. Ia tidak suka melihat kekasihnya disentuh oleh pria lain. Tanpa segan Ichigo menarik tubuh Rukia dari Ulquiorra. Memeluk kekasihnya dari belakang menunjukkan keposesifannya.
"Aku kekasihnya," seru Ichigo memberi tatapan mengancam. Membuat Ulquiorra terkejut.
.
.
Rukia membuang napas berat. Hari-harinya benar-benar terasa melelahkan. Apalagi keberadaan pemuda berambut cerah itu yang berada di dekatnya, membuat harinya semakin terasa berat saja. Ichigo semakin merangsek mendekati tubuh kecil itu. Tidak bertemu sehariannya dengan kekasihnya itu sudah membuatnya rindu setengah mati seperti ini.
Ichigo memeluk tubuh itu. Sesekali ia menyandarkan dahinya pasrah pada bahu Rukia. Atau menenggelamkan wajahnya di lekuk leher kekasihnya. Dan sekarang ia sedang menenggelamkan dirinya pada dada Rukia. Sungguh! Ichigo tidak ada niatan apa pun. Ia hanya mencari posisi yang nyaman. Tapi karena ini Rukia merasa risih. Rukia ingin sekali mendorong kepala itu darinya. Tapi Rukia tidak bisa menginterupsi Ichigo yang bergerak gelisah pada tubuhnya. Entah apa yang melanda seorang Ichigo Kurosaki saat ini. Namun Rukia bisa merasakan keresahan hati pemuda itu. Benar-benar resah.
"Rukia," panggil Ichigo semakin menenggelamkan wajahnya di dada Rukia. Sungguh sekarang ini Ichigo layaknya anak kecil yang sedang ingin bermanja-manja pada ibunya.
"A-apa?" rasanya jantungnya berpacu cepat. Rukia benar-benar tidak tahan pada sikap Ichigo seperti ini.
"Panggil namaku," pinta Ichigo tiba-tiba.
"Kuro—"
"Namaku. Bukan margaku!"
Rukia dibuat semakin bingung dengan tingkah Ichigo. Tak biasanya lelaki itu menyuruhnya memanggil nama kecilnya. Ya, selama ini Rukia memang sering menggunakan marga Kurosaki untuk memanggil lelaki itu. Tapi kenapa sekarang Kurosaki sulung itu tiba-tiba ingin Rukia memanggilnya nama kecilnya?
"I-Ichigo," seru Rukia agak ragu saat mengatakannya.
Ichigo memeluk pinggang Rukia semakin erat, "Sekali lagi," pinta manja Ichigo.
"I-Ichigo."
"Sekali lagi."
"Ichigo."
"Sekali lagi."
"Ichigo! Kau kenapa sih?" Rukia merasa jengah juga jika terus-terusan seperti ini. Mendorong kepala orange itu menjauh darinya. Namun apa yang didapatkan Rukia? Ia hanya mendapat sorot keputusasaan di mata hazel itu.
"Rukia, apa kau menyukaiku?" tanya Ichigo menatap penuh harapan jika kekasihnya akan mengatakan 'Ya' atas pertanyaan yang diajukannya. Ichigo benar-benar berharap jika Rukia bisa mengatakan 'Suki desu' padanya.
"I-Ichigo—"
"Tidak apa, Rukia. Tidak apa. Aku akan menunggu," Ichigo tersenyum lemah. Kembali memeluk kekasihnya dan membenamkan wajahnya pada leher Rukia. Akhirnya ia hanya bisa menelan kekecewaan saat sorot keraguan ada di mata Rukia. Saat ini ia hanya bisa menunggu dengan pasrah. Menunggu waktu bahwa harapannya bisa terkabul.
.
TBC
Muahahah sudah lama tidak bertemu ya minna? Ini fic sequelnya Putri Tidur Yan udah bikin sekarang. Yan merasa aneh deh ma fic ini. Galau-galau gimana gitu XD Karena Yan lagi malas ngomong jadi Yan Cuma mau minta jangan lupa reviewnya yaaa! :D
