Menjadi seperti ku bukan sebuah pilihan yang diinginkan,hal-hal yang biasa nya menjadi harapan seseorang sangat jauh dariku,bahkan tak ingin menghampiriku. Sangat patut di kasiani,mungkin ada julukan lain yang lebih menyedihkan untukku. Kata orang-orang rumah adalah tempat yang paling dirindukan dan tempat yang paling nyaman. Tapi bagiku rumah tidak lebih dari sebuah neraka yang di huni orang-orang bejat dan menyedihkan. Setiap hari harus mendengarkan pertengkaran, tangisan, suara gaduh, bahkan hal yang tak ingin dilihat pun terjadi disini. Seseorang yang patut di panggil ayah dan memberikan contoh yang benar bagi anak-anak nya, melakukan hal bejat dirumah. Pemukulan,mabuk-mabuk an, berjudi dan sebagainya seperti makanan sehari-hari baginya. Bahkan ia sering membawa pelacur sialan kerumah, dan itu dilakukannya di saat kami semua,keluarga nya berada dirumah. Hanya aku yang berani melawan, tapi semua hanya percuma saja. Tidak apa jika aku yang di pukuli tapi jangan ibu. Ia mengancam ku ingin membunuh ibu. Tak ada pilihan lain selain menuruti nya. Pernah sekali aku,ibu,dan adikku ingin pergi dari rumah,tapi si 'bejat' itu malah menghadangku bersama teman-teman nya. Dia membawa kami pulang dan mengurung kami semua dirumah. Memukuli ku dan ibu sebagai hukumannya.

Dulu ayah bukan orang yang seperti itu,ayah adalah orang yang paling aku banggakan dan aku contoh. Dia mencintai kami lebih dari segalanya. Memperlakukan kami dengan sangat baik dan selalu berusaha menjadi yang terbaik. Tapi semuanya berubah disaat ayah bangkrut dan jatuh miskin, seseorang yang telah merubah kehidupan ayah dan pribadi ayah. Ayah seperti orang yang bukan aku kenal.

Aku pikir hidup kami akan jauh lebih baik jika ayah dan ibu bercerai. Tapi semua tidak saat ayah menginginkan hak asuhku, entah apa yang ada dipikirannya sehingga dia ingin bersamaku. Aku sempat menolak, namun aku tau itu hanya sia-sia saja. Lagi dan lagi dia mengancamku ingin membunuh ibu. Itu bukan sekedar ancaman, dia pernah mencekik ibu, seandainya waktu itu tidak ada aku entah apa yang akan terjadi pada ibu. Ayah macam apa si bajingan itu.

Semenjak bercerai, aku dan si 'bejat' itu pindah ke Seoul sementara ibu pulang kerumah nenek bersama adikku di pulau Jeju. Entah pekerjaan apa yang dilakukannya disini aku sama sekali tidak peduli.

" Ayah aku minta uang" bukan ucapan manis yang dilontarkan anak-anak lainnya dipagi hari kepada ayahnya.

Dia menatapku sinis,hanya sebentar dan kembali lagi menatap layar tv

" Apa kau tuli? Aku minta uang! " bentakku dengan nada yang tidak sopan sama sekali

Dia kembali menatapku dan beranjak dari kursi nya. Mengintimidasiku. Aku sedikit bergidik

" Apa? Apa yang baru saja kau katakan?!"

Dia menatapku lekat,aku mencoba tenang

" Uang, aku menginginkan uang untuk naik bis kesekolah. Harus ber- "

" Uang uang uang hanya itu yang kau pikirkan!"

" Apa? Apa kau ingat kapan terakhir kali kau memberiku uang hah? "

" Jangan banyak bicara! Aku tidak punya uang! "

" Tidak punya uang kau bilang? Lalu kau bayar dengan apa pelacur semalam hah?!"

" Banyak bicara kau anak sialan! Jika ingin kesekolah pergi sana!"

Dia mendorongku kuat kearah pintu,untung saja aku bisa menahan tubuhku

" Dasar brengsek! " umpatku dan pergi meninggalkan rumah

" Bicara apa kau! Mati saja kau anak kurang ajar! "

Berbagai umpatan masih samar - samar aku dengar walaupun rumah sudah kutinggalkan jauh. Peduli apa aku

Untung saja sejak dulu ibu sudah membuat tabungan sekolah untukku, jadi aku bisa bersekolah dimana pun aku suka. Si bejat itu pernah ingin mencairkannnya uangnya, namun itu tidak bisa dilakukan. Ibuku sudah menjadikan itu sebagi asuransi pendidikan dan tidak bisa dicaikan, kecuali aku mati. Kenapa si' bejat' itu tidak membunuhku saja? Ibuku memang mempersiapkan semuanya jika terjadi apa-apa. Tapi kan sudah terjadi apa-apa pada keluargaku.

Dan benar saja aku terlambat tiba di sekolah. Hari pertama masuk aku harus berurusan dengan guru kedisiplinan . Di tengah-tengah lapangan yang panas, si tua ini menceramahi kami, siswa-siswa yang terlambat. Aku bisa melihat beberapa siswi bahkan siswa meliuk-liuk kegirangan, apa yang mereka pikirkan? Apa si tua ini sangat tampan?

" Hei kau! Aku baru sekali melihatmu" si tua ini baru saja mengagetkanku

" Joesonghamnida seosangnim, saya byun- "

" Siswa-siswa sepertimu itu sudah biasa,sudahlah" dia menyela ucapanku begitu saja

" Kalian yang seperti cacing kepanasan,dan kalian ikut denganku!" dia menujuk ke kelompok-kelompok disini

Tapi bagaimana denganku?

" Jeosonghamnida seosangnim, apa boleh saya masuk? " tanyaku hati hati

"Hm kau ikut saja dengannya" ucap si tua ini seraya menunjuk seorang namja tinggi dengan rambur abu-abu terang nya

" Apa yang harus saya lakukan?"

" Pergilah ke belakang sekolah bersamanya"

Si tua itu pergi menghalau murid-murid yang ada disana. Hei apa itu mereka seperti mengancamku.

Laki-laki jangkung itu menatapku datar, aku hanya berusaha tersenyum sebagai sapaan sebagai anak baru yang bersekolah disini, namun apa yang kudapatkan? Dia hanya tersenyum remeh dan mendelik. Ia melangkah meninggalkanku. Kalau bukan saja si 'tua' itu menyuruhku mengikutinya aku tidak akan mengekorinya seperti ini. Aku juga harus sedikit berlari mengingat kakiku yang pendek ini sulit mengikuti tungkai panjangnya. Aku sama sekali tidak menyukainya, dari caranya memandangiku saja arogan. Cih, sebenarnya dia akan membawaku kemana?

BRUK!

Aku mendapati punggung besar itu didepan wajahku ketika tenggelam dalam pikiranku. Apa sudah sampai? Aku melihat sekeliling, kami berada hampir di bagian belakang sekolah. Bisa aku lihat berbagai coretan mural disini. Aku kembali melihat anak itu, bisa dilihat dia sedang melihatku dengan ekor matanya walahpun dia membelakangiku.

" Disini-"

Belum sempat aku bertanya 'disini tempatnya?' Namja itu kembali berlalu dan menghiraukan. Aku memutar bola mataku malas dan mengekorinya kembali. Sangat menyebalkan.

Akhirnya kami tiba di bagian paling belakang sekolah. Sangat banyak mural disini dan juga puntung rokok yang berserakan. Beberapa kaleng cat yang warnanya senada dengan cat sekolah ini juga ada disana. Aku sudah mengerti apa yang akan kami lakukan untuk hukuman itu sekarang.

Aku berniat ingin menanyakan atau sekedar basa basi ke namja jangkung itu dan hei! Dia seenanknya tidur di dua buah kursi bekas yang didempetkan. Aku tentu saja tidak tinggal diam. Mana mungkin aku akan mengerjakan semuanya sendiri sementara yang mendapatkan hukuman itu kami berdua.

Aku mendekatinya dengan kesal

" Hei kau manusia arogan!" Aku bisa melihatnya membuka mata dan menatap tak percaya padaku, dan berubah menjadi tatapan marah. Mungkin karna aku mengatakan manusia arogan atau karna mengganggu tidurnya.

" Aku tidak mengenalmu, tapi kulihat kita masih banyak pekerjaan yang harus di selesaikan sekarang juga " dia menatapku nyalang

" Cih"

Dan setelah kata 'cih' yang kudengar dia kembali memejamkan matanya. Aku membulatkan mataku tidak percaya. Dia baru saja meremehkanku.

" Aku ingin sekali menghormatimu, tapi kupikir sekarang itu sudah tidak ada gunanya lagi. Kuminta sekarang kau-"

" Berengsek! " itu kata yang ia lontarkan padaku saat mencengkram kerah bajuku.

Ia mendekatkan wajahnya denganku dan menatapku dengan kedua mata besarnya.

Aku bisa melihat pahatan wajahnya. Cukup menyeramkan dari tatapannya padaku.

Tidak sepenuhnya.

" Lepaskan! " aku berusaha melepaskan tangannya dari bajuku, menggenggam kuat tangannya dengan kedua tanganku. Dia melihat kedua tanganku dan kembali menatapku.

Aku bisa saja menendangnya sekarang, tapi tubuhku kaku tidak bisa melakukan apa-apa.

Dia akhirnya melepaskan cengkramannya, namun tidak melepaskan tatapan mengintimidasi itu.

" Itu urusanku! Kau urus saja urusanmu sendiri! " suara bass itu seakan menjadi ancaman untukku, aku langsung berpaling darinya dan cepat-cepat menjalankan hukumanku. Bahkan sekarang aku bisa melihat seringaian puas darinya karna sudah berhasil membuatku takut padanya.

Jujur saja, aku tidak takut padanya. Dengan ayahku saja aku tidak takut, apalagi denganya. Hanya saja aku tidak ingin bermasalah di hari pertamaku disini, walaupun aku sudah ada masalah dengan guru kedisiplinan sebenarnya. Aku hanya tidak ingin mengecewakan ibuku yang sudah mempersiapkan semuanya.

" Ah tinggi sekali" salahkan sendiri tubuhkan yang pendek ini tidak bisa di ajak berkompromi sekarang. Tapi kurasa walaupun tubuhku tinggi, tembok ini masih tidak bisa dijangkau.

Aku mengambil sebuah meja bekas yang ada di tumpukan meja dan sebuah kursi yang ku letakkan diatasnya, kurasa sebuah meja saja tidak cukup mencapainya.

Akupun naik dan tentu saja segera mencat tembok itu mengingat aku yang harus keruangan guru setelah ini.

KRAK!

Tidak heran mejanya sudah lapuk, kalau tidak lapuk mana mungkin ditumpuk disini.

KRAK!

BRAK!

BYURRRR!

Baru saja pinggulku mendarat sempurna di lantai dan apa ini? what the fuck?! Tubuhku sudah sempurna terkena cat. Blazerku, apa lagi rambut ku. Apa ini? Sial sekali aku hari ini. Aku sangat ingin menangis rasanya, aku ingin ibu.

" Bodoh sekali"

Aku melirik ke asal suara itu, sedikit mendongak karna dia sudah berdiri disampingku. Aku mengira dia akan menolongku namun harapan itu pudar seketika ketika dia berlalu meninggalkanku yang mengharapkan pertolongannya.

" Sialan!"

Air yang kekuningan itu bisa kulihat sekarang saat aku membersihkan blazerku di westafel toilet. Aku melihat pantulan wajahku di cermin. Rambutku? Memang hal yang pertama kubersihkan.

Aku melihat pahatan wajahku dicermin, sangat menggambarkan ibuku sekali, pantas saja orang lain mengatakan bahwa aku ini cantik, ingin rasanya aku meneriakan di telinga mereka bahwa aku ini laki-laki tulen.

Jika teringat ibu, rasanya aku ingin menangis saja, aku benar-benar merindukannya sekarang. Aku ingin bermanja-manja dengannya. Aku ingin memeluknya saat tidur. Aku ingin ibu memasakkan masakan kesukaanku. Tanpa kusadari air mataku jatuh begitu saja. Tak apa, aku memang sudah lama tidak menangis sejak kepergian ibuku.

" Kau tidak apa-apa? "

Suara yang berasal dari sampingku mengagetkanku. Aku tidak sadar jika ada orang disampingku, dan sejak kapan dia disana? Dan tentu saja dia melihatku menangis, kupikir aku seorang diri disini.

" Eh? Maaf" ucapku beralih menatapnya dan segera menghapus air mataku, laki- laki tinggi itu tersenyum. Dan dia terlihat tampan, ya walaupun ada yang lebih tampan darinya.

" Aku Choi Minho" baru saja dia memperkenalkan diri dengan mengulurkan tangan kanannya.

" Aku Byun Baekhyun, murid baru" aku menjabat tangannya dan sedikit tertawa canggung. Dan dia membalasnya denga tersenyum lagi.

" Apa kau di bully?" Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan namun aku tau apa sebab dia menanyakan hal itu, tentu saja dilihat dari penampilanku sekarang.

" Ah bukan, tadi pagi aku harus menjalani hukuman karna terlambat" aku sedikit malu mengatakannya " tapi ada sedikit kecelakaan yang membuat semua cat ini tumpah ditubuhku"

Dia hanya mengangguk tanda mengerti.

" A.. Aku harus membersihkannya kembali" mengingat sudah berapa lama aku tidak masuk kelas sedangkan ini hari pertamaku disini.

" Itu tidak akan hilang jika hanya dicuci dengan air" ucapanya dan tentu saja aku mengetahui itu

" Seditaknya ini akan hilang sedikit, setelah ini aku akan keruangan guru tidak mungkinkan dengan menggunakan baju sekotor ini? " mengingat ini hari pertamaku disini

Namja itu sedikit berpikir

" Kau ikut denganku"

" Kemana?"

Ternyata Choi Minho itu adalah kepala kedisplinan disini, aku sangat beruntung bertemu dengannya. Dia meminjamiku seragam yang ada di ruangannya. Memang sekolah elit seperti ini memiliki fasilitas yang lengkap.

" Aku sangat berterima kasih padamu seonbae" dia ternyata seniorku, dia kelas 3 dan aku baru saja kelas 2.

" Itu memang tugasku" dan sekali lagi dia tersenyum.

" Aku tidak tau apa yang terjadi jika tidak ada Minho seonbae"

" Jangan memanggilku seonbae, panggil saja aku hyung"

"Aah baiklah hyung"

" Bukankah sebaiknya kau segera menemui gurumu? " yaa benar aku harus keruangan guru, sudah berapa lama aku 'bolos' ?

" Oh iya, aku hampir saja lupa, sekali lagi terimakasih hyung, sampai bertemu lagi" aku membungkuk sebelum pergi namu sebuah suara mengitropeksiku untuk berhenti.

" Lain kali jangan terlambat lagi, baekhyun-ah"

" Aah tentu saja tidak hyung" ucaku membuat lengkungan dibibir sebelum benar-benar pergi dari ruangan tersebut.

" Namaku Byun Baekhyun, panggil saja aku Baekhyun, mohon kerjasamanya" ucapku menundukan badan sebagai tanda perkenalan

" Nah Baekhyun, kau boleh duduk di samping Do Kyungsoo" aku melirik tempat yang ditunjukkan oleh guru muda ini, disana ada seorang namja mungil dengan mata bulatnya sedang tersenyum padaku dan mengisyaratkan 'disini' . Aku pun tersenyum dan melangkahkan kaki kearahnya, meletakkan tasku dan berlaih bicara pada namja bermata bulat itu.

" Kau Do Kyungsoo kan?" Dia mengangguk tersenyum

" Aku Byun Baekhyun"

Dan obrolanku lanjut dengan anak yang bernama Do Kyungsoo itu. Aku sama sekali tidak memperhatikan pelajaran karna asik mengobrol dengannya.

Akhirnya bel istirahat pun berbunyi, semua siswa berhamburan keluar tapi ada juga yang didalam seperti aku dan Kyungsoo lakukan saat ini, obralan kami masih berlanjut walaupun jam istirahat 'memanggil', bahkan kami enggan untuk kekantin.

BRAK!

Suara pintu itu mengagetkan kami yang tengah asik mengobrol. Aku segera menoleh dan melihat anak-anak disana sedang krasak krusuk akan kedatangan seseorang. Tapi aku tidak bisa melihatnya karena beberapa orang murid perempuan sedang berkumpul mengerumuni hal itu. Mereka terlihat senang sekali sekarang, apa yang terjadi?

Aku kembali ke Kyungsoo, dan kudapati Kyungsoo juga melirik ke arah kerumunan itu.

" Kyungsoo-ah" aku melambaikan tangaku ke wajahnya

Iapun tersadar dan kembali fokus padaku " aah mian"

" Kau tau Kyungsoo ah, aku-"

" Cih!"

Aku tersentak kaget mendengar kata 'cih'. Dan seketika suara krasak krusuk tadi menjadi hening.

Suara itu sangat khas, bahkan pagi ini aku sudah dua kali mendengarnya. Aku berusaha meyakinkan tubuhku dengan cara melirik ke arah belakang sebelah kananku, tempat suara itu berasal.

Aku membukatkan mataku ketika melihat sesosok namja tinggi bersurai abu-abu terang yang rasanya baru saja aku temui.

Dia menatap rendah seorang siswi yang berdiri di depannya, siswi itu memegang sebuah kotak coklat berpita pink, namun dia hanya menunduk enggan atau mungkin takut melihat namja jangkung yang sedang duduk tersebut.

Tangan siswa itu bergetar, dan satu tangan memukul pergelangan tangan siswi itu menyebabkan kotak tersebut terlempar.

Bisa dilihat sekarang suasana kelas menjadi tegang. Siswi tadipun sudah menangis yang berusaha didiamkan temannya.

" Sudah kukatakan Park Chanyeol tidak suka barang manis picisan seperti itu"

Park Chanyeol?

Aku mendengar beberapa orang siswi berbisik, walaupun sangat kecil.

" Yeol, kau kasar sekali, seharusnya kau berikan saja kado manis ini padaku"

Namja berkulit hitam disampingnya mulai buka suara, sementara namja putih yang sedang duduk itu hanya tertawa geli.

Aku kembali mengedarkan pandanganku kearah-

Dia, namja jangkung yang arogan itu menatapku, tatapan nyalang. Aku sedikit bergidik, aku membalasnya dengan tatapan datar agar tak terlihat takut seperti yang siswa-siswi ini lakukan. Yah memang tak ada yang harus aku takuti didunia ini.

Aku kembali memutar tubuhku menghiraukan apa yang terjadi di belakang sana.

"Bukankah ini kebetulan?"

TBC

Next or Delete?

Review jusseyooo~^O^~