Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Aku berjalan memasuki ruang kerja ku dan meletakkan tas hitam yang kubawa diatas meja. Aku mengambil remote ac dan menyalakan ac.
Sebagai seorang psikiater, aku cukup beruntung mendapat ruangan kerja pribadi yang luas dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi di dalam, ac, dan wi – fi. Selain itu, gajiku juga cukup besar bila dibandingkan mahasiswa yang baru lulus dengan pekerjaan yang cukup santai. Hanya saja, terkadang sangat membosankan mendengar klien yang mengeluh.
Aku mengambil berkas – berkas klien ku dari dokumen dan mulai membaca satu persatu dan menganilisa dokumen – dokumen itu.
Setengah jam berlalu dan belum ada seorangpun klien yang datang. Aku mulai menyalakan speaker yang terpasang di ruangan ini dan memutar instrumen lagu – lagu klasik yang merupakan favoritku.
Tiba – tiba, terdengar suara ketukan di pintu. Aku segera memasukkan dokumen yang sedang kukerjakan ke dalam map dan menatap ke arah pintu.
Pintu terbuka, seorang pria berambut hitam panjang yang berusia sekitar awal dua puluh masuk ke dalam ruangan. Pria itu cukup tampan dengan bibir tipis dan kecil serta hidung yang mancung.
Bila saat ini ia bukan klien ku dan aku sedang tidak bekerja, aku pasti akan menatapnya lebih lama. Namun, aku harus bersikap professional sesuai kode etik profesi ku.
"Selamat pagi." , ucapku sambil tersenyum ramah.
"Saya ingin berkonsultasi" , ucap pria itu tanpa basa – basi.
"Sebelumnya, siapa nama mu ?" , tanyaku sambil mengulurkan tangan.
"Uchiha Itachi" , jawab pria itu sambil membalas uluran tanganku. Kami pun bersalaman.
Telapak tangan pria itu besar dan lembut, tidak seperti telapak tangan seorang pria. Aku dapat melihat cincin ruby yang menghiasi jari manis kanan pria itu. Entah kenapa, pria itu terasa familiar. Sepertinya aku pernah beberapa kali melihatnya di universitasku. Nama keluarganya cukup familiar, aku pernah mendengarnya beberapa kali entah dimana.
"Senang bertemu denganmu. Sekarang, aku akan mendengarkan ceritamu."
"Aku ini gay, karena itu adikku menyuruhku berkonsultasi disini.", ucap pria itu.
Aku hampir melongo kaget, namun aku berusaha menahan diriku untuk tidak menjerit. Selama setahun bekerja sebagai psikiater, aku telah menemui berbagai macam klien. Namun aku tidak menyangka bila pria ini adalah gay.
"Lalu, apa kau ingin kembali menjadi normal ?"
"Ya, karena mantan kekasihku memintaku untuk berubah. Ia sendiri berpacaran dengan seorang wanita setelah putus denganku."
"Aku menghargai niat baikmu, Uchiha – san. Kalau boleh tahu, siapa kekasihmu ?"
"Adikku."
Aku terbelalak, aku hampir saja pingsan bila saat ini tidak ada seorang klienpun.
"Aku bersimpati padamu, Uchiha – san. Aku yakin saat ini kau pasti kecewa karena kekasihmu memutuskan dan berpacaran dengan seorang wanita. Sejak kapan kau berpacaran dengan adikmu ?"
"Sejak adikku masuk sma. Kini sudah hampir delapan tahun kami berpacaran. Namun, kami belum pernah melakukan hubungan sexual."
"Berarti, kau belum terjerumus terlalu dalam. Kau masih dapat mengubah ketertarikan seksualmu bila kau mau." , ucapku.
"Apa yang harus kulakukan ?"
"Kau bisa mulai menjauhi teman – teman sesama gay mu dan mulai berteman dengan para wanita. Jangan menyerah untuk berteman dengan wanita walaupun mungkin pada awalnya mereka akan risih padamu." , saranku sambil tersenyum.
Pria itu mengangguk dan mendengarkan saranku dengan serius.
"Namun, aku masih merasa tertarik ketika ada seorang pria yang tampan. Terkadang, jantungku berdebar bila melihat adikku sendiri."
"Kau harus mulai membiasakan dirimu, Uchiha – san. Konsentrasikan pikiranmu, saat kau bertemu dengan adikmu dan mulai berdebar – debar, melihatlah ke arah lain. Atau kau bisa mengulang kalimat afirmasi pada dirimu sendiri. Katakan pada dirimu sendiri bila kau ini bukan gay." , jelasku.
….*….
2 jam berlalu, sesi konsultasi pria itu denganku sudah usai. Aku memberikan formulir berisi data pribadi untuk diisi klien padanya. Pria itu mengisi formulir yang kuberikan.
"Terima kasih atas kunjunganmu, Uchiha – san. Ini bisa kau bawa pulang." , aku memberikan sebuah kertas berisi saran mengenai hal – hal yang sebaiknya dilakukan nya ketika ia mulai memikirkan atau berfantasi akan seorang pria.
"Jadi, kapan saya bisa kembali berkonsultasi ?"
"Bagaimana bila minggu depan kau datang berkonsultasi ?"
"Baiklah, aku akan datang minggu depan."
"Ini nomor teleponku, kau bisa menghubungiku untuk berkonsultasi diluar jam kerja." , aku memberikan kartu namaku.
"Terima kasih, Haruno – san"
Pria itu membalikkan badan dan keluar dari ruanganku setelah membayarku. Aku terus menatapnya yang berjalan menjauh. Entah kenapa, aku tidak sabar menunggu pertemuan dengan nya minggu depan. Aku tak pernah merasakan hal seperti ini pada klien – klien ku sebelumnya.
Aku membaca formulir yang diisinya. Ia memberikan nomor ponsel nya dan email pribadi nya. Ia juga menuliskan pekerjaan nya.
Aku terkesiap ketika membaca profesi nya. Ia adalah seorang CEO berusia 27 tahun.
Aku memasukkan formulir itu ke dalam laci meja kerja ku dan menunggu kedatangan klien ku yang selanjutnya.
….*….
Pada hari ini, terdapat 3 orang klien yang datang padaku untuk berkonsultasi termasuk pria itu. Aku melirik ke arah jam dinding. Pukul 5 sore, saatnya bagiku untuk pulang.
Aku mulai membereskan berkas – berkas ku dan memasukkan nya ke dalam map yang kumasukkan di dalam laci. Aku memasukkan sebagian berkas ke dalam tas kerja ku untuk kubawa pulang dan kuteliti.
Aku sudah berjanji akan bertemu dengan temanku sepulang kerja di salah satu café di dekat rumah sakit tempatku bekerja ini. Aku mematikan speaker dan ac, kemudian keluar dari ruanganku.
Seorang pengurus yang bertugas menerima pendaftaran klien menyapaku.
"Sakura – san, kau ingin pulang ?"
Aku mengangguk.
"Bagaimana denganmu, Hana – san ?"
"Sebentar lagi aku akan pulang."
"Kalau begitu aku pulang terlebih dulu. Jaa ne" , aku melambaikan tangan dan berjalan menuju elevator.
Aku masuk ke dalam elevator ketika pintu elevator terbuka dan menekan tombol B1 yang merupakan tempat parkir mobil. Lift beberapa kali berhenti dan beberapa orang masuk dan keluar dari elevator.
Setelah lift berhenti di lantai B1, aku segera keluar dari lift dan membuka tas ku. Aku mengambil kunci mobil ku dan berjalan kea rah mobil – mobil yang terparkir. Aku berjalan ke arah sebuah mobil berwarna hitam berukuran kecil dan menekan tombol untuk membuka mobil.
Aku masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Kemudian, aku mengeluarkan kartu karyawan yang selalu kumasukkan di dalam dompetku dan menjalankan mobilku. Aku menunjukkan kartu karyawan ku pada petugas yang mengurus pembayaran parkir dan petugas itu mempersilahkanku lewat tanpa membayar.
Pada jam – jam seperti ini, jalanan cukup macet dikarenakan banyak orang yang juga pulang dari tempat mereka bekerja. Aku mengemudikan mobilku menuju sebuah café bertuliskan 'Royal Garden Café'.
Aku memparkir mobilku di samping café dan turun dari mobi serta menguncinya. Aku berjalan menuju pintu masuk dan membuka pintu, seorang pelayan menyambutku dengan ramah.
Di sebuah meja, sudah terdapat Ino, sahabatku sekaligus teman sefakultasku di jurusan psikiatri. Aku menghampirinya dan duduk berhadapan dengan nya.
"Hey forehead, kau ini lama sekali. Aku sudah menuggumu hampir tiga puluh menit, tahu." , keluh Ino tepat ketika aku duduk di samping nya.
"Gomen.. gomen. Kau tahu sendirilah, jalanan sangat macet pada jam – jam seperti ini."
Seorang pelayan memberikanku menu. Aku membacanya sejenak.
"Aku pesan calzone dan green tea latte saja."
"Itu saja ?", tanya pelayan sambil mencatat menu.
"Ya, itu saja."
"Baiklah, saya ulangi pesanan anda. Satu buah calzone dan green tea latte."
Aku mengangguk.
"Baiklah, pesanan akan segera diantarkan. Silahkan menunggu sebentar", ucap pelayan itu sambil beranjak pergi.
"Lho ? Hinata belum datang ?" , aku memandang ke arah In.
"Hari ini dia tidak ikut karena harus berkencan.", jawab Ino sambil meminum cappuccino nya.
"Kencan ? Hinata memiliki kekasih ?" , tanyaku.
"Ya ampun, lama tidak bertemu dan sekarang kau bahkan sangat kuno. Masa kau tidak tahu sih ? Padahal itu sudah lebih dari satu bulan, lho."
"Aku tidak tahu, pig. Aku jarang membuka akun sosial media belakangan ini. Aku sangat sibuk dengan klienku."
"Ah.. kau ini. Kau mau tahu siapa kekasih Hinata ?"
"Tentu saja, pig"
"Uchiha Sasuke, putra bungsu dari pemilik Uchiha Group"
"Uchiha ?"
"Ya, dia itu teman kuliah kita dulu. Hanya saja berbeda fakultas dengan kita." .
"Masa kau tidak tahu, forehead ? Kau ini benar – benar ketinggalan sekali."
"Aku jarang melihatnya, pig. Di fakultas kita, jumlah wanita adalah 10: 1 dengan pria.", jawabku sambil tersenyum miris mengingat masa kuliahku yang membosankan.
"Seharusnya kau lebih memperhatikan pria dengan kondisi fakultas kita yang seperti itu, forehead."
"Ano.. apakah Uchiha Sasuke itu memiliki seorang kakak lelaki ?" , tanyaku pada Ino.
"Astaga ! Kurasa diantara seluruh mahasiswa di universitas kita hanya kau yang tidak tahu. Bahkan kurasa seluruh penduduk Konoha pun tahu .".
"Maksudku, aku tahu dia memiliki kakak lelaki. Tapi siapa namanya ?". Aku sedikit penasaran dengan pria itu, apakah ia memiliki koneksi dengan Uchiha Group ?
"Uchiha Itachi. Saat ini, ia menjabat sebagai CEO di Uchiha Group ? Memangnya kenapa ? Kau suka padanya, forehead ?"
"Hah ?!" , aku melongo. Beberapa pengunjung café melihat kearahku. Aku menundukkan kepala dengan wajah memerah karena malu.
"Perlu kuulangi lagi, forehead ?"
"Ti – tidak, pig. Itu, aku baru saja bertemu dengann nya tadi pagi. Ia menjadi klienku."
"Klienmu ? Kau beruntung sekali, forehead. Seharusnya tadi aku mengunjungimu."
"Memangnya kenapa ?"
"Itachi - san itu tidak kalah tampan dengan Sasuke – kun. Penggemar nya juga hampir sama banyak dengan Sasuke – kun. Sayangnya, baik Sasuke – kun maupun Itachi – san selalu menolak gadis – gadis yang menyatakan cinta pada mereka."
'Ya itu karena mereka adalah gay' , batinku.
"Memang tampan, sih. Tapi kurasa aku tidak akan menjadi kekasihnya."
"Kenapa ? Kau tidak boleh putus asa, forehead. Walaupun kelihatan nya sulit ditaklukkan, namun kau harus berusaha. Bayangkan kalau kau menikah dengan nya, kau bisa menjad istri bos dari perusahaan multinasional terbesar di negeri ini."
"Karena Sasuke – san dan Itachi – san dulunya adalah sepasang kekasih, pig" , bisikku dengan suara pelan.
"APAAAAA ?! Kau serius, forehead ?!" , pekik Ino. Beberapa pengunjung café melirik ke arah Ino dengan kesal, namun Ino tak menghiraukan nya.
"Kau kira aku sedang main – main ?"
"Tidak, sih. Hanya saja aku tidak menyangka. Kalau begitu Hinata hanya dipermainkan, aku harus memberitahu Hinata, forehead."
"Jangan. Aku tidak seharusnya memberitahu rahasia klienku. Pokoknya ingat, ini rahasia diantara kita berdua saja, mengerti ?"
"Forehead, kau tega sekali membiarkan Hinata dipermainkan oleh Sasuke – kun"
"Aku tak akan membantumu mendekati Sai lagi bila kau sampai menyebarkan nya" , ancamku.
Ekspresi wajah Ino langsung cemberut. Tubuh nya terasa lemas seketika.
"Ya, ya. Aku akan menjaga rahasiamu. Sekarang ceritakan padaku, sejak kapan Itachi – san berpacaran dengan Sasuke – kun ?"
"Sejak mereka masuk sma."
"Pantas saja, aku memang mendengar rumor bila mereka gay sejak kita masuk sma sih."
"Hah ? Memang sewaktu sma kita sudah mengenal mereka ?"
"Tentu saja, kita bahkan pernah sekelas dengan Sasuke – kun."
Aku terdiam. Aku sama sekali tidak ingat. Walaupun sekelas namun kami tidak pernah berbicara. Bahkan sekelompok saat kerja kelompok pun tidak pernah
"Lalu, kenapa dia bisa datang padamu ?"
"Katanya, Sasuke – san menyuruhnya untuk konsultasi padaku. Aku sendiri binggung bagaimana Sasuke – san bisa tahu bila aku adalah seorang psikiater."
"Mungkin Hinata yang memberitahu Sasuke – kun. Duh, seandainya aku bekerja sebagai psikiater dan menolak meneruskan usaha keluargaku, Hinata pasti akan menyarankan Itachi – san datang padaku."
"Sudahlah, pig. Bila kalian berjodoh pasti dapat bertemu, kok."
"Iya juga, sih. Memangnya apa yang dia konsultasikan padamu ?"
"Dia ingin menjadi heterosexual, pig,"
"Hetero ?"
"Ya, kesempatanmu meningkat, pig.", jawabku sambil tersenyum.
"Pokoknya kau harus berhasil, forehead. Aku akan mengutukmu bila kau tak berhasil menyembuhkan nya."
Aku tersenyum kecut melihat kelakuan sahabatku ini. Ia masih saja bersemangat membicarakan pria lain walaupun saat ini dia sedang mendekati Sai.
"Kau saja sendiri yang berusaha menyembunyikan nya."
"Kau yang diberikan kepercayaan oleh Sasuke – kun untuk menyembuhkan aniki nya."
"Aku akan berusaha semampuku."
-To Be Continued-
Ini fict pertama author dengan pair ItaSaku. Sebetulnya author agak malas ngebuat pair ini, terutama karena peminat nya yang nggak sebanyak SasuSaku atau NaruSaku.
Thanks bwt yg udah ngebaca fict ini. Author sangat mengharapkan kritik, saran & ide cerita bwt chapter selanjut nya ^^
