Distance

By alwayztora & Chlairine Lou

Kuroshitsuji © Yana Toboso

Warning: Fluffy, kata-kata dramatik, Gender Bender, A little shonen-ai, etc.

Hope you enjoy, Guys.

.

.

Butik baju itu terletak tak begitu jauh dari pusat keramaian. Walau tak berada di pusatnya, butik itu selalu terlihat ramai. Yang membuat orang-orang tertarik dengan butik itu tak lain adalah karena sebuah mannequin yang di pasang tepat di bagian depan etalase kaca. Mannequin itu cantik, wajahnya terukir dengan sempurna. Matanya sebiru lautan, rambut kelabu panjangnya terurai sampai ke pinggang, kesempurnaan mannequin seolah semakin lengkap karena ia memiliki senyum yang menawan.

Para pengunjung sangat senang dengan mannequin itu. Bahkan mereka sampai memberinya nama –Ciel Phantomhive. Saat musim panas, Ciel biasanya di dandani layaknya lelaki. Ia tampil menawan dengan sepatu sports, t-shirt, celana pendek, topi dan tas ranselnya.

Namun, lain halnya dengan musim dingin –seperti saat ini, Ciel tampil cantik dan anggun dengan kaus hitam lengan panjang, sweater putih, rok hitam pendek 10 cm diatas lutut dan stoking putih. Tidak ketinggalan high heels hitamnya.

Tak satu pun orang yang menyadari kalau Ciel selalu mengamati mereka satu per satu. Dengan kata lain ia hidup. Ia bisa mendengar, melihat, bahkan ia memiliki perasaan. Bahkan ia benar-benar menjadi 'manusia' saat malam tiba. Dan ia laki-laki. Walau ia sering di dandani sebagai perempuan, bagaimanapun juga ia adalah laki-laki.

Belakangan ini Ciel sering –dan senang– melihat sosok seorang pengunjung butik tempatnya berada. Sosok itu bertubuh tinggi dengan iris sewarna dengan red wine. Ciel sepertinya terpesona olehnya, bahkan menurutnya, pria itu dapat memikat siapa saja hanya dengan tatapan mata dan senyumannya.

Meskipun Ciel hanyalah mannequin 'hidup', Ciel yakin, ia juga punya hati. Hati yang dapat merasakan perasaan yang di sebut dengan cinta.

.

.

-Ciel's PoV-

Hari ini ia datang lagi. Sosok yang selalu aku harapkan kedatangannya.

Tapi, tunggu. Siapa yang bersamanya? Wanita berambut merah yang bergelayut manja di lengan kanannya. Dan ia terlihat senang-senang saja! Bahkan terkadang terlihat ia mengacak rambut wanita berambut merah itu. Ia juga tenang-tenang saja saat wanita itu mengecup pipinya.

Aku hanya bisa menatap wanita berambut merah itu, iri. Ya, aku iri dengannya. Ia bisa sangat dekat dengan pria beriris merah –yang belakangan kuketahui namanya adalah Sebatian– itu.

Sebenarnya, beberapa waktu yang lalu aku mencoba untuk mengabaikan semua perasaanku. Mencoba untuk mempercayai kenyataan kalau aku hanyalah sebuah boneka pajangan sementara ia adalah seorang manusia. Kalian mengerti artinya?

Ya, kami tak akan pernah bisa bersatu.

Aku mulai mencoba untuk melupakannya. Tapi ternyata tak semudah itu. Aku tak bisa melupakan senyumannya –walau senyuman itu bukan untukku– yang sudah membekas di hatiku. Atau tangannya yang lembut ketika menyentuh rambut kelabuku.

Kurasa takdir yang di tentukan untukku memang sudah sangat jelas. Mustahil manusia dan mannequin seperti aku bisa bersama.

.

.

-9.00 pm-

Aku berjalan menyusuri jalan setapak yang ada di taman. Kakiku menendang-nendang semua batu kerikil yang dapat kulihat. Aku tak peduli pandangan orang banyak yang tertuju padaku, karena aku tau apa maksud tatapan mereka –orang-orang mengagumi parasku yang secantik boneka. Tak heran, karena pada kenyataannya aku memang hanyalah sebuah boneka pajangan.

Langkah kakiku terhenti ketika aku menyadari aku menabrak seseorang. Aku mengangkat wajahku yang sedari tadi terus menunduk ke bawah –hendak meminta maaf. Namun, begitu aku melihat siapa yang kutabrak, mendadak lidahku kelu. Suaraku tak dapat keluar. Dia..

Sebastian!

Aku hanya bisa menunduk dengan cepat lalu mengangkat wajahku dan menatapnya dengan cemas. Seolah bertanya apakah ia baik-baik saja.

Sebastian menjawabnya dengan senyuman –yang kuartikan sebagai ia baik-baik saja. Aku pun ikut tersenyum. Kurasa aku terlalu gugup untuk berbicara.

Lagi-lagi ia hanya membalasku dengan senyuman yang –kurasa– sudah mulai membuat wajahku sedikit merona.

Baiklah, aku sudah amat sangat terjerat olehnya, aku sudah tak dapat mengingkari perasaanku lagi. Aku akan mencari bagaimana caranya agar aku dapat bertemu dengannya dalam sosok manusia yang 'sebenarnya'.

.

.

-Sebastian's PoV-

Merasa bosan di apartemen, aku melangkahkan kakiku, menjajaki tanah menuju taman di dekat apartemen. Mencari udara segar, karena tak ada yang dapat kukerjakan. Grell sendiri sedang menghadiri meeting penting sehingga ia tak dapat menemaniku malam ini. Yah tapi setidaknya tidak terlalu buruk juga dengan dia yang sedang menghadiri meeting itu, karena aku ingin sendiri hari ini.

Langkahku terhenti ketika aku menyadari aku menabrak seseorang. Hey, dia…

Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana ya?

Dia menatapku cemas, namun aku hanya menjawabnya dengan senyuman. Entah kenapa rasanya lidahku terlalu kaku untuk berbicara, mungkin aku terlalu terpesona oleh kecantikannya. Dan ia pun membalas senyumanku. Oh Tuhan, senyumannya indah. Dan aku pun tersenyum kembali. Samar-samar aku melihat wajahnya merona. Dia semakin cantik dengan rona diwajahnya itu di tambah sinar bulan yang menyinarinya. Ia sudah terlihat seperti malaikat yang turun dari surga.

Oh, sepertinya aku ingat…

Bukankah, ia mannequin yang ada di butik baju yang sering ku kunjungi?

.

.

To Be Continue


alwayztora's note : HALLO MINNA! *semangat '45*

Ma first collab project with ma bunda… Baru pertama kali buat penpik di fandom Kuroshitsuji. Ada yang mengenal saya? Hah? Hah? *bah*

Err, saya gak tau harus ngomong apa -_-)a yang jelas enjoy ya bacanya. Yasud lah, RnR ya… Sankyuu ^^

Rine's note: Errr, saya rada bingung sih mau ngomong apaan, ini kolab pertama saya dengan alwayztora. Kalau saya rasa sih, yang jadi pasangan kolab saya harus sangat-sangat sabar, saya tidak punya perencanaan sih /plak. Dan, yah, ini pendek dulu yaa.

Baiklah, RnR? Menyemangati Author itu baik lho /plak.


As Sign By,

Alwayztora & Chlairine Lou