Painful

Kamichama Karin © Koge-Donbo

Pairing: KarinKazune, KarinJin.

Genre: Romance, hurt/comfort,Angst.

Rated: T

Warning: OOC, Typo(s), GaJe.


Summary:

Tuhan memang menyimpan banyak misteri, termasuk tentang takdir maupun cinta. Namun, kenapa aku harus merasakan rasa sakit tentang hal itu?.

Dari sebuah ingatan yang menyakitkan dan perasaan yang terbagi 2, apa Tuhan sedang mempermainkanku saat ini?.

Happy Reading!


Chapter 1

Tanpa Ingatan

Seorang pemuda berambut kuning matahari tengah duduk di samping tempat tidur pasien, ia memperhatikan wajah perempuan yang tengah terbaring kritis di sebelahnya. "Tidak asing, sepertinya aku pernah mengenal orang ini. Tapi. . . dimana?" gumamnya pelan.

Bila diingat, perempuan ini tampak begitu menderita pada saat waktu itu. Ia tampak seperti orang gila! Ia berteriak terus menerus, tanpa henti.

Flashback: on

Hujan tiba-tiba turun dengan derasnya, untung saat itu Kazune telah membawa payung. Sambil membawa belanjaan di tangannya Kazune berjalan pulang ke rumah.

Matanya tanpa sadar menjelajahi tiap detail yang menarik di setiap jalan, ia tidak terlalu terburu-buru untuk beberapa yang ia lihat ada hal yang tidak bisa lepas dari matanya, seorang perempuan dengan lemahnya berjalan di tengah jalan.

"Dia gila! Walau jalan sepi, jika ada mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi ia akan mati," dengus Kazune dingin, ia tidak menyangka ada orang sebodoh itu.

Kazune tidak terlalu peduli lagi, ia lebih memilih melihat daun yang berjatuhan dari dahannya dari pada perempuan itu. Tapi selang beberapa menit saat Kazune mengalihkan pandangannya, perempuan itu mulai beteriak tidak jelas.

Perempuan itu menarik rambutnya kuat-kuat, seakan ia tidak dapat menanggung semua beban dan masalahnya. Hingga akhirnya ia terjatuh tak sadarkan diri.

Brukk. . .

Flashback: off

"Kazune," panggil Michiru pelan, membuat Kazune tersadar dari lamunan bodohnya. Karena melihat Kazune yang tengah melamun, ia putuskan untuk menghampiri orang itu.

"Kenapa kau datang kesini, Michi?" tanya Kazune heran melihat kedatangan Michiru yang tiba-tiba itu. Sepertinya ia tidak memberi tahu Michiru bahwa dia disini. 'mungkin Hinata,' gumam Kazune dalam hati.

"Aku hanya tidak ada kerjaan, emh. . orang yang kau rawat itu bagaimana?" tanya Michiru balik sambil menatap perempuan yang tengah terbaring kritis.

"Masih kritis, aku tidak tahu kapan ia bisa sadar," ujar Kazune nyaris tak terdengar. Rasanya saat mulutnya akan berkata kritis sangat sulit, membuat tenggorokkannya tercekat.

" Hah. . .aku memang tidak mengerti hubunganmu dengan perempuan ini, tapi melihat tatapanmu kepadanya kau pasti merasa khawatir dan sedih." Terang Michiru jujur.

[][][][][][]

"Semakin hari. . detak jantungnya melemah. Ini berbahaya, dia bisa saja terancam mati." Terang dokter itu serius, ia merasa tidak sanggup untuk menolong pasiennya yang semakin hari semakin memburuk.

"Tidak ada cara menolongnya? Pasti adakan?" tanya Kazune bersikeras untuk meyakinkan dokter untuk terus berusaha. Ia yakin, bahwa perempuan itu bisa sadar.

"Maaf, aku bukan Tuhan. Ini sudah 1 minggu dan aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi," jelas dokter itu kepada Kazune, mendengar itu membuat Kazune hanya terdiam tidak berkomentar.

[][][][][][]

Tercium bau obat yang menyengat juga rasa pusing yang menjalar di kepala, ingin rasanya Karin membuka matanya, tapi sangat sulit. 'Sial! Semua badanku seperti mati rasa,' rutuknya dalam hati tapi ia tetap mencoba untuk bangun.

Silau cahaya matahari yang masuk lewat jendela membuat karin harus mengejapkan matanya berulang kali, ia mencoba untuk duduk agar dapat melihat lebih jelas.

"Ini dimana?" tanya Karin entah dengan siapa, tidak ada orang disini.

Ruangan serba putih dan bersih ini mengingatkan dengan suatu tempat, seperti rumah sakit? Karin mencoba mengumpulkan kesadarannya sepenuhnya.

[][][][][][]

Cklek. .

Dengan pelan Kazune membuka pintu lalu menutupnya, tercetak jelas di wajahnya saat ini ia kecewa. Perempuan itu akan mati, padahal mungkin masih ada harapan untuk hidup.

"Kau siapa?" tanya seorang perempuan dengan nada serak dan berat.

Deg. .

Rasanya jantung Kazune akan copot, ia benar-benar kaget. Bukannya tidak ada orang lain disini selain dia dan perempuan yang tengah kritis itu.

'Mungkin Hinata, tapi suaranya lembut tidak serak dan berat seperti itu!' pikir Kazune, lagipula dia pasti sibuk berkencan bersama Michiru jadi sangat tidak mungkin ia kesini.

'Kalau Michi, dia pasti tidak waras berubah menjadi perempuan' Kazune merinding membayangkan Michiru berubah menjadi perempuan, pasti menjijikan.

'Atau Jin? Tidak mungkin! Apa dia tidak sayang nyawa? Dia kan rivalku!' Kazune tahu bahwa Jin tidak akan pernah menemuinya, mereka selalu bersaing dari kecil dalam hal apapun.

"Kenapa kau melamun? Sebenarnya kau itu siapa?" ulang orang itu lagi nadannya kini sudah sedikit teratur.

Dengan cepat Kazune menoleh, matanya membulat seketika. Orang yang tidak terduga sekarang bicara padanya, perempuan itu akhirnya sadar. Mata biru Kazune terpaku pada mata hijau milik orang itu.

"Kau. . kau telah sadar?" Kazune menatap orang itu tidak percaya, rasanya semua ini seperti mimpi bagi Kazune

[][][][][][]

Karin memutar bola matanya bosan, apakah ia terlihat seperti hantu? Ekspresi yang ditunjukkan oleh orang di depannya ini sangat berlebihan.

"Kenapa kau kaget melihatku? Kau itu siapa?" tanya orang itu untuk ke tiga kalinya kepada Kazune yang tengah mematung menatapnya.

"Semua orang akan kaget melihat orang kritis selama 1 minggu yang dinyatakan dokter akan mati tiba-tiba sadar," dengus Kazune sambil melipat tangannya di dada.

"Hiperbolis, lalu?" tanya orang itu sedikit menaikkan alisnya.

"Maksudmu? Aku tidak mengerti," tanya Kazune balik sambil menyipitkan matanya tidak senang.

"Kau itu siapa, baka?" tanya Karin untuk kesekian kalinya dengan menaikkan 1 oktaf suaranya.

'Baka? Apa perempuan ini sudah gila, aku dikatakan bodoh? Mata orang ini benar-benar sudah rusak' rutuk Kazune dalam hati, walau tidak niat Kazune masih menjawab "Aku Kazune," jawabnya dengan nada malas. Kesan pertemuan Kazune dengan perempuan ini benar-benar buruk.

[][][][][][]

Karin belum bisa berdiri, kakinya belum berfungsi dengan baik. Ia mendengus, sepertinya ia tidak akan sembuh dengan cepat. Padahal ia ingin berjalan-jalan, rasanya sedikit bosan terus berada di atas kasur putih pucat ini.

"Hei, kau bisa berhenti? Nanti kau jatuh, kau belum bisa berdiri," ujar Kazune sambil membawa beberapa makanan. Dengan cepat Kazune meletakkan nampan berisi makanan lalu menolong Karin untuk duduk kembali ke kasur.

"Kau aneh . . kenapa kau begitu baik padaku? Padahal kita tidak saling mengenal," ujar Karin mengerutkan dahinya menatap Kazune tidak mengerti.

"Aku tidak tahu kenapa, tapi. . siapa namamu? Kau ingat, bukan?" tanya Kazune yang tetap sibuk pada pekerjaannya, yaitu mempersiapkan makanan untuk Karin.

"Ya aku ingat, namaku Karin. Namun, untuk yang lain aku tidak ingat. Semuanya tampak samar-samar," terang Karin jujur, kepalanya sedikit pusing tiap ingin mengingat masa lalunya.

"Jangan kau paksa, kau lupa ingatan! Itu berbahaya bagi kondisimu," cegah Kazune sebelum Karin memaksa otaknya untuk mengingat masa lalunya.

"Baiklah, kau sangat pemaksa atau terlalu khawatir kepadaku?" tanya Karin sedikit mendengus menatap Kazune.

"Kau terlalu cerewet sebagai perempuan! Cepat makan makananmu ini, kau harus jaga kesehatanmu. Tubuhmu masih lemah!" dengus Kazune balik sambil memberikan makanan untuk Karin secara memaksa tentunya.

"Aku anggap kau tipe orang dari kedua pilihan itu," ujar Karin sambil menghelah napas panjang, lalu dengan tidak niat memasukkan bubur ke dalam mulutnya.

[][][][][][]

"Dokter, kenapa ia tidak bisa mengingat? Apa. . ini karena adanya tekanan yang berat dalam dirinya?" tanya Kazune pelan, matanya menatap dokter dengan serius.

"Kurasa itu bisa saja terjadi, dari hasil pemeriksaan kondisinya baik-baik saja namun sepertinya dia pernah operasi jantung, emh. . jantungnya adalah jantung buatan jadi dia ti-"

"Tidak boleh terlalu tertekan dan juga terlalu lelah bukan?" potong Kazune atas perkataan dokter.

"Begitulah. . aku yakin kau tahu, tapi apa hubunganmu dengan dia?" tanya dokter itu penasaran keningnya berkerut, mendengar pertanyaan itu membuat Kazune diam.

"Ah. . maaf aku mencampuri urusan pribadimu, tidak usah kau pikirkan Kazune!" ujar dokter itu tidak enak sambil diiringin tawa tidak jelas.

"Aku juga tidak mengerti, sebenarnya apa hubungan dengan dia?" ujar Kazune mirip seperti sedang menggumam.

"Apa mak-sudmu Kazune?"

[][][][][][]

"Karin," panggil Kazune pelan, ia memanggil antara melamun dan sadar seperti tengah memikirkan sesuatu.

". . ."

Merasa janggal perkataannya tidak dijawab oleh Karin, Kazune lalu menaikkan suara 1 oktaf untuk memanggil Karin lagi.

"Karin! Apa kau mendengarku? Aku memanggilmu dari tadi," dengus Kazune sambil menepuk bahu Karin membuat perempuan itu terkejut.

"Oh. . kau bilang apa tadi Kazune? Emh. . aku tidak dengar," Karin langsung tersadar dari keasikannya sendiri melamun menatap keluar jendela. Tanpa rasa bersalah sama sekali Karin menaikkan sebelah alisnya.

"Aku memanggilmu, kau sedang apa? Kau melamun? Apa yang kau pikirkan?" tanya Kazune bertubi-tubi membuat Karin harus memutar bola matanya malas.

"Kau bertanya atau apa? Emh. . bunga matahari ini sedikit layu, apa tidak dirawat?" tanya Karin balik mengalihkan pembicaran yang tidak ingin dibahas saat ini-ingatannya yang memnyebalkan itu.

"Hentikan pengalihan membicaraan tidak penting itu, apa kau mulai ingat sesuatu, hnm?" tanya Kazune penasaran, ia ingin tahu tentang apa yang Karin pikirkan. Mungkin saat ini ingatan Karin sudah mulai pulih, ia harus bertemu keluarganya dan harus tahu keadaan Karin saat ini.

"Aku merasa pernah melihat bunga matahari dimana-mana, sebuah tempat yang bagus seperti rumah dengan nuansa klasik berwarna putih," pikir Karin mencoba mengingat tentang hal yang berkaitan dengan bunga matahari itu.

"Keluarga? Apa kau ingat tentang keluargamu? Err. . kau pasti penasaran dengan orang tuamu, bukan?" Kazune mencoba membuat Karin mengingat tentang keluarganya.

"Tidak, aku bahkan tidak pernah berniat untuk mengingat masa lalu. Sama sekali tidak tertarik, yang tadi hanya kebetulan belaka aku bisa mengingat," ujar Karin sambil menggeleng pelan.

"Apa maksudmu? Keluargamu pasti mengkhawatirkanmu, bukan?" tanya Kazune heran 'Kenapa ada orang seperti dia? Apa bagusnya hidup tanpa ingatan?' pikir Kazune aneh.

"Entahlah, aku. . memang tidak ingat apapun tapi itu lebih baik. Aku merasa bebas tanpa beban, jika aku ingat semuanya namun akhirnya sangat menyakitkan. . . itu akan membuat diriku menjadi lebih buruk," terang Karin sambil tersenyum miris.

"Maksudmu?" tanya Kazune tidak mengerti.

"Aku tidak ingin mengingat apapun, Kazune," ujar Karin dengan tatapan kosong.

. .To Be Continued. .


~Area Autor Ngebacot~

Terima kasih yang udah ngebaca cerita GaJe ini, walaupun menurut Ao masih garing dan alurnya datar mungkin chapter 2 ama 3 lebih kerasa (mungkin yak, jangan paksa -,-).

Harapannya ingin buat yang bergenre humor, tapi dipikir-pikir Ao sangat payah dalam membuat cerita seperti itu T.T.

Ano, kalau berkenan reviews ya! (Biar cepet update kalau gak ada yang reviews mending di delete dah 0,0)

. . . . . . . . . .

Ao

. . . . . . . . . .