Toko tua, tapi tertata apik khas suasana klasik abad 19-an.
Toko mungil, dengan poster banyak bentuk dan rupa bercumbu erat di jendela. Mempercantik, itu tugas utamanya.
Ada banyak pot dengan macam tumbuhan, tumbuhan itu melahirkan bunga – bunga dengan warna cantik, menyapa sambil berdansa riang gembira dengan hempasan lembut angin.
Ada hiasan pita – pita dan benang – benang cantik dengan ragam corak juga warna, mengindahkan pagar minimalis, berbahan kayu warna nila, yang mengukung cantik beranda mungil si toko itu. Sepasang kursi besi yang dipermanis dengan rangkaian buket bunga, melingkar – lingkar manja di punggungnya, ditemani mesra sebuah meja bulat—diinjak oleh satu vas mungil putih, berisi bunga lili lonceng berwarna biru langit. Tak lupa dan selalu saja begitu tak lekang oleh waktu, dua buah cangkir porselen berwarna hitam, satu teko abu – abu berpita putih, dan three tier yang dihuni kue – kue menggairahkan tersaji di permukaan meja itu.
Tak jauh dari jarak sejoli di beranda, sebuah lampu taman klasik berdiri kokoh menyombongkan diri. Tak tergoyahkan, tak peduli jika ia dihajar oleh cuaca yang terkadang memusuhinya dengan keji. Ia tak terkalahkan, dengan tubuh kokoh yang masih selalu berkilat – kilat menantang.
Dan ia tak sendiri pula, karena papan nama toko ikut berada di sisinya—selalu.
Di langit – langit beranda yang tak terlalu tinggi untuk disentuh bandel oleh orang semampai, tergantunglah lonceng beragam bentuk dan warna—polos maupun gradasi memukau menjawil nakal sepasang mata yang menatap. Lonceng yang selalu bergerak dan berkilat – kilat bandel, menggoda orang – orang yang terpukau karenanya. Tapi lonceng – lonceng itu tak sendiri, karena ada dua buah lampu klasik tua yang selalu menyinari mereka, ikut menyambut orang – orang yang beruntung menemukan toko klasik ini.
Ya, hanya orang – orang beruntunglah yang dapat menemukannya.
Sebab toko ini bukan toko sembarangan.
Ini adalah toko hewan...
... dimana hewan yang terdapat di dalamnya adalah hewan yang extraordinary—as same as the wonderland shop.
Ketika orang – orang beruntung itu dapat menemukan toko ini, lalu mengikuti nurani ajaib yang menyuruhnya untuk nyangkut sejenak ke dalam, maka mereka akan di sambut seorang lelaki muda berparas cantik yang tidak terdeskripsikan.
Dengan sepasang mata heterochomia-nya, ia akan menyeringai tipis, dan suara sebening air di pegunungan yang masih perawan akan terdengar di sepasang telinga para tamu yang singgah...
... "selamat datang, namaku Momo. Ada yang bisa aku bantu..?"
.
.
.
.
Doubutsu No Yoru No Monogatari
.
Screenplays!Kristao, Kaisoo, Chenmin, Sulay, Chanbaek, Hunhan
.
M
.
Akai with Azul
.
All about characters is not mine, just fic and idea was belong to me
.
Yaoi/ BL/ Be eL/ Boys Love/ Alternative Universe with much baby typos
.
No Like, Don,t read!
.
Summary!:
["watashi no mise e youkoso. Anata wa mahou no o-ten ni koro jirai o mitsukeru kota ga dekireba, sore wa anata ga, watashi wa anata ni sorera o shinrai de kita eraba reta hito no hitoridearu koto o imi shimasu.
Dakara, anata wa kono fukaina tasuku watashi karadarou...?"]
"selamat datang di tokoku. Jika kau bisa menemukan toko ajaib milikku ini, berarti kau salah satu orang terpilih yang bisa kupercayai mereka padamu.
Jadi, sanggupkah kau mengemban tugas menyenangkan dariku ini?"
.
.
.
.
"ngomong – ngomong, sudah cukup lama aku menunggu datangnya tamu, sejak terakhir kali tamu terakhir singgah di sini." Tangan Momo—si penjaga toko hewan ajaib menarik tangan kanan si tamu yang linglung. "jaa, melihat kau linglung seperti itu, bagaimana kalau kau mencoba mengenal dan mengingat – ingat tujuanmu datang kemari, Tuan..?" tawarnya.
Sang tamu hanya membisu, lalu menggaruk tengkuk. "sebenarnya, kalau kau tak percaya—bahkan tertawa pun silahkan, aku merasa seperti berteleportasi ke tempat ini. Tiba – tiba, seingatku, aku masih diluar toko, dan begitu saat berkedip dua kali, aku sudah ada di dalam toko hewan ini. Er.., ini toko hewan, 'kan..? kalau dilihat di papan nama samping lampu taman dan stiker jendela toko ini, memang begitu."
"he he he.."dua puluh lima detik hening, terberai oleh kekehan Momo. "aku tak tahu, kalau setelah kau linglung begitu, kau jadi secerewet ini."
Tamu itu malu. Lalu meminta maaf dengan desau kecil. Momo menggeleng, dan tanpa sungkan kedua tangannya menepuk dua kali sepasang pipi berahang tegas pria dihadapannya.
"kau bukan satu – satunya yang bilang begitu saat datang ke toko ini. Bahkan pengunjung lainnya pun berwajah sama linglungnya denganmu saat pertama kali datang, dan itu hal biasa buatku." Jari telunjuk kanan Momo begerilya memanjakan kantung mata sang tamu. "kau tahu, hanya orang – orang beruntung sajalah yang bisa menemukan toko hewan ini—ini toko ajaib, milikku, yang menjual hewan – hewan peliharaan ajaib pula."
"mm.. benarkah..?" kantuk dan rasa nyamanlah yang membuai sang tamu saat wajahnya dipija juga diusap manja oleh jari lentik Momo. "betapa beruntungnya aku. Tapi, aku tidak ingin memelihara hewan apapun, jadi mungkin sebuah kesalahan jika aku datang kemari. Bahkan jika itu ajaib sekalipun."
Hening yang hangat menyelimuti mereka. Sang tamu tak sadar, jika kedua lengannya mengukung apik tubuh si pemilik toko. Momo dengan mata heterokromia miliknya yang memikat sang tamu menatap tanpa kedip, masih dengan jari lentiknya yang menari di permukaan wajah pria oriental eropa di hadapnya.
Dan hampir saja tamu itu tertidur dengan posisi tak biasa, ketika Momo lantas melepaskan diri, membawa mereka menuju sofa merah beludu yang tak jauh jaraknya. Lelaki berambut hitam malam seceruk lehernya itu menghempaskan tubuh tegap si tamu, yang terbalut pakaian kantoran, tak heran jika pria itu berjengit dan terkejut.
Momo menyeringai kecil penuh arti. Ia mengelus dagu si pria layaknya memanjakan seekor kucing piaraan. Bahkan ia tak tahu, jika respon pria berkulit tan seksi itu adalah memajukan dagunya—meminta lebih sambil menggerum manja. Benar – benar seperti kucing, begitu pikir Momo dengan kekeh dalam hati.
"kalau begitu, akan kuperbaiki kesalahan yang kau maksud, Tuan."
Obsidian hijau bening itu berkilat – kilat cantik, pria berambut ikal berwarna coklat itu bingung. Tak dinyana, Momo menyamankan diri untuk duduk di pangkuan sang pria. Reaksi tak terduga dari sang tamu adalah mengukung kembali si pemilik toko agar tetap di tempat—dengan erat namun gentleman, agar tidak tiba – tiba menghempaskan diri seperti tadi.
"karena aku bosan, well, amat sangat bosan," jari telunjuk kiri itu menempel apik di bibir tipis menggoda Momo. Bibir itu menyeringai kecil dan penuh rahasia. Sekejap mata kanannya yang berwarna merah menyala mengedip. "bagaimana kalau aku membagi cerita ajaib padamu...? aku jamin, kau tidak akan menyesal mendengarnya dengan suara cantikku."
"begitukah..? tentu, silahkan kau bercerita. Aku tak akan menyela, aku janji."
Kelereng mata berbeda warna milik Momo bergulir ke langit – langit dalam toko. Berusaha mengingat – ingat cerita yang akan ia dongengkan pada tamu tak terduganya. Tiga puluh detik berlalu, saat kesepuluh jari lentik milik Momo berdansa dengan helai coklat milik si tamu tampan, bibirnya terbuka dan suara cantiknya menguar memanjakan telinga pria itu.
"jadi, pada suatu hari.. sudah lama sekali, dan saat itu langit sedang menangis cukup menyebalkan, ada seorang pria tampan sepertimu datang ke toko ajaib milikku ini..."
.
.
.
.
To be Continued
.
.
Arara.. Al penasaran pakek bingitz sama dongengnya Momo! [XD]
Btw, yang penasaran sama arti judul ff ini, artinya Animals Night Stories. [:3] ini adalah ff kedua di mana Al memberi judul pakai bahasa asing selain bahasa Inggris—yang satu ya itu, Sang Penakluk, pakek bahasa spanyol~ [:v]
Dakara, kalian mau ff ini lanjut, nggak...? *pasang muka mupeng*
.
.
.
