One Day When Rain was Falling

by Parutan Keju

.

Disclaimer :

This story is mine,

but all of character in this story

belong to Kishimoto Masashi sensei

.

.

.

warning : typo, out of character

.

.

.

Hope you like it

.

.

Gerimis, begitulah yang terjadi hari ini. Selalu saja terjadi di waktu pulang bekerja. Mungkin untuk sebagian besar orang gerimis adalah suasana yang sangat romantis. Tapi tidak untuknya, seorang gadis berusia 24 tahun yang tengah berlarian di tengah rintikan hujan yang kecil dan halus, menggunakan tas untuk menutupi kepalanya. Alih-alih supaya tidak terkena hujan, malah ad kemungkinan tasnya lah yang kebasahan. Sungguh apa yang ada di pikirannya.

O Library Cafe, sebuah perpustakaan kecil yang mempunyai ruang baca dengan konsep kafe yang terletak di pusat Tokyo adalah tempat tujuan gadis yang kehujanan itu. Sesampainya di depan teras perpustakaan tersebut, ia menurunkan tasnya dan mulai mengecek isi tasnya. Ah, untung saja tidak ada yang basah. Setidaknya tasnya sangat berguna untuknya saat ini.

"Hatcu..." suara bersin keluar dari mulutnya. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa dia tidak suka dengan hujan, gerimis, dan saudara-saudaranya. Tubuhnya sangat rentan terhadap hujan, terkena sedikit saja dia langsung bersin-berin dan yang terparah suhu badannya akan naik dan menyebabkan dia demam.

"Apa-apaan ini? Hujan menyebalkan," gerutunya. Matanya menatap nyalang langit kelabu di atas sana.

"Kyaa,"

Tiba-tiba kilat muncul membuatnya terkejut sampai-sampai ia kehilangan kendali dan tubuhnya condong ke belakang. Matanya tertutup rapat seakan sudah berserah diri jika memang dia akan terjengkang ke belakang. Ia sudah menunggu. Menunggu. Dan menunggu. Namun ia tak merasakan tubuhnya menghantam lantai.

Perlahan matanya terbuka, sedikit silau karena tiga meter di atasnya adalah lampu teras. Perlahan ia rasakan tubuhnya bangkit dalam posisi berdiri.

" Makanya jangan menyalahkan hujan," ucap seseorang yang mungkin tadi tidak sengaja menolongnya agar tidak terjerembab.

"Apa kau bilang?" gadis tersebut agaknya naik pitam ketika mendengar kalimat itu. Beberapa saat yang lalu dia ingin berterima kasih, namun sepertinya dia tersulut.

"Untuk ingusmu," ucap orang itu sambil mengarahkan sapu tangannya ke hidung gadis itu. Lewat iris lavendernya ia bisa melihat sesosok laki-laki bersurai biru gelap berjalan memunggunginya. Ia merasakan panas di pipinya, dan yippy pipinya memerah antara menahan marah dan tersipu.

"Laki-laki macam apa dia," gumamnya pada dirinya sendiri.

Thanks for read this story

NB : Halo semua perkenalkan aku Parutan Keju. Sebenarnya aku penghuni lama Ffn, namun bukan dengan PenName ini. Karena sudah lama tidak menulis sesuatu, agaknya kemampuan berdiksiku mulai berkurang. Dan mungkin aku telah lupa bagaimana EYD yang benar. Maaf jika ada salah.

Sekali lagi mohon bantuannya ya.

Aku tidak yakin meneruskannya atau tidak. Tapi akan kuusahakan tiap hari kamis aku akan update story.

Jaa mata

Surabaya. 30 Maret 2017