Daehyun merapatkan jaket tebalnya saat dinginnya angin malam menerpa tubuh lelahnya. Saat itu hari belum terlalu malam namun rintikan hujan membuat jalanan sepi pejalan kaki yang lebih memilih bermalas-malasan di rumah mereka masing-masing. Daehyun pun juga lebih memilih untuk tetap diam di dalam selimut kamar apartemennya kalau saja malam itu dia tidak mempunyai shift malam.
Dengan langkah malasnya Daehyun berjalan dengan perlahan. Dia memang ingin cepat-cepat sampai di apartemen murahnya untuk bermalas-malasan, namun dia juga masih terlalu malas untuk mempercepat langkahnya di perjalanan pulangnya itu. Karena tubuhnya terasa seperti tak bisa menerima dinginnya malam lagi, Daehyun pun berencana untuk membeli kopi hangat di vending mesin yang berada di pojokan jalan itu. Dia tak biasa membeli kopi hangat dari mesin penjual otomatis yang ada di jalan menuju apartemennya itu karena dia lebih suka menghabiskan uangnya untuk sekaleng kola dibanding untuk kopi pahit yang tak disukanya, namun hari ini adalah suatu pengecualian.
Daehyun memasukkan tiga koin yang baru saja digali dari saku celananya ke mesin itu. Dengan tangan yang kedinginan dia memilih kopi kalengan yang terlihat paling meyakinkan. Saat mesin hangat itu mulai beroperasi, dia sempat melirik ke vending mesin yang berada di sebelahnya. Vending mesin yang menjual minuman-minuman dingin, ada kola di antara jajaran kaleng itu. Sempat tergoda, Daehyun pun memejamkan matanya dan meyakinkan dirinya sendiri kalau dia telah mengambil keputusan yang benar.
Setelah mengambil kopi kalengnya yang hangat, dia tidak langsung membukanya melaikan memanfaatkan kehangatan kaleng tersebut untuk menghangatkan pipi-pipinya yang sudah seperti mati rasa itu. Ditengah-tengah kegiatan menghangatkan muka bekunya itu, kegaduhan di atas bangunan yang berada di depannya itu mengusik ketenangannya. Dia melongok ke atas untuk mengecek apa yang terjadi di atas sana namun daun lebat pohon besar yang berada di samping mesin penjual otomatis itu menghalangi pandangannya. Kegaduhan di atas sana semakin menjadi dan Daehyun memutuskan untuk maju beberapa langkah ke depan agar bisa melihat dengan jelas sebelum akhirnya sesuatu jatuh bebas di depannya. Sesuatu yang bisa membuat trotoar di depannya basah oleh darah.
"HWOAAAAAAAAH!" teriak Daehyun kaget. Dia terjatuh dan dia bisa merasakan pantatnya basah karena air hujan yang menggenang di trotoar itu. Suara gelindingan kaleng kopi hangat Daehyun memenuhi udara malam itu sampai akhirnya berhenti saat menabrak tangan tak bernyawa yang tergeletak tak jauh dari tempat Daehyun. Daehyun mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, berharap dengan melakukan hal itu mayat lelaki di depannya itu bisa hilang tertelan hujan atau apa. Tidak berhasil. Kemudian dia menelan ludahnya dengan susah payah, seakan-akan ada yang mencekik lehernya. Dan baru setelah beberapa saat lah dia sadar bahwa ada sesuatu yang mengganjal. Daehyun cepat-cepat berdiri dari duduknya dan kemudian melihat ke atas asal lelaki itu jatuh dari sudut yang lebih jelas, sudut yang tak tertutupi dedaunan pohon. Rintikan hujan yang sudah berubah menjadi hujan memperburuk pandangannya sehingga dia tidak benar-benar mendapatkan apa-apa. Dan barulah setelah itu dia terpikir untuk menelepon polisi. Menelepon Youngjae.
Perlu waktu yang sangat lama untuk polisi-polisi itu datang ke lokasi kejadian. Daehyun hampir saja mati kedinginan menunggu mereka semua di sebelah mesin penjual otomatis yang menjual minuman hangat yang bisa memberikannya sedikit kehangatan. Jaket tebalnya ia lepas untuk menutupi bagian atas mayat tersebut. Entah mengapa dia merasa diharuskan melakukan hal itu, mungkin karena itu adalah hal satu-satunya yang bisa dia lakukan untuk mempertahankan kemanusiaannya. Youngjae tidak memperbolehkan Daehyun memindahkan atau bahkan menyentuh mayat itu sampai polisi datang saat mereka berdua berbicara di telepon, itu prosedur kepolisian katanya.
"Daehyun." Suara Youngjae terdengan di antara lamunan Daehyun dan Daehyun pun tersadar. "Hiiiish…. Lihat dirimu." Kata Youngjae setelah dia sudah berada di depan Daehyun. "Hey kau! Berikan selimut itu." Teriak Youngjae pada seorang polisi penyelidik yang sedang mempersiapkan kantung pelastik mayat didekat ambulan itu. Tak butuh waktu lama untuk polisi itu melemparkan sebuah selimut ke arah Youngjae dan kemudian kembali mengerjakan tugasnya.
"Kau tak apa-apa?" Tanya Youngjae sambil mulai menyelimuti tubuh basah Daehyun dengan selimut biru tebal. Daehyun hanya melihatnya tanpa bisa berkata apa-apa. Sudah terbiasa dengan hal ini Youngjae tidak berusaha memaksa Daehyun untuk berbicara dan lebih memilih untuk membawa Daehyun ke mobil ambulan. "Kau terluka?" Tanya Youngjae lagi saat mereka berdua sudah sampai di mobil ambulan. Youngjae mengambil satu selimut lagi untuk menyelimuti Daehyun lalu mengambil anduk putih untuk mengeringkan rambut Daehyun.
"Kenapa aku harus terluka? Lelaki itu yang jatuh dari atas gedung bukan aku." Jawab Daehyun, kedua tangannya memegang satu sama lain erat-erat berusaha mencegahnya agar tidak gemetar. Youngjae tak bisa berkata apa-apa. Dia biasanya bisa mengatasi hal-hal seperti ini dengan mudah, dengan mengatakan 'Semua akan baik-baik saja' atau kalimat-kalimat lain yang bisa menenangkan sang korban. Tapi sepertinya mengatasi hal ini akan berbeda bila korban itu adalah sahabat dekatnya sendiri.
"Hangatkan dirimu dulu." Kata Youngjae. Dia menepuk pundak Darhyun beberapa kali lalu meninggalkannya sendiri.
"Dia saksi matanya?" Tanya seorang berpakaian bebas dengan mantel tebal hitam pada Youngjae. Youngjae membungkukkan badannya sedikit memberi hormat lalu mengangguk. "Baiklah kalau begitu. Aku akan memulai interogasinya." Lanjut lelaki itu tidak sabaran.
"Aku tidak yakin dia bisa di interogasi sekarang, sunbaenim." Kata Youngjae berusaha menghentikan atasannya.
"Yaah, Youngjae-ah. Karena dia adalah temanmu bukan berarti kau bisa mencampur adukkan antara pekerjaan dan perasaan pribadimu, mengerti?" kata lelaki berbadan besar itu menasihati Youngjae. Youngjae tak bisa berbuat apa-apa namun otaknya masih berusaha keras untuk mencari sebuah cara yang bisa menghentikan atasannya itu.
"Sunbaenim." Panggilnya Youngjae saat atasannya baru melangkah beberapa langkah darinya. "Biarkan aku yang menginterogasinya sendiri." Lanjut Youngjae dengan sangat serius. Namun atasannya itu hanya menyunggingkan senyum mengejek dan melanjutkan langkahnya kembali. "Sunbaenim!" panggil Youngjae lagi, kali ini dengan suara yang lebih tegas. "Kumohon." Katanya kemudian setelah atasannya membalikkan badannya untuk yang kedua kalinya.
"Apa saja yang kau lihat disana Daehyun?" Tanya Youngjae pada Daehyun.
"Aku tidak melihat apa-apa." Jawab Daehyun tanpa mengalihkan pandangannya dari pemandangan malam diluar jendela mobil polisi Youngjae itu. "Tidak ada apa-apa yang bisa kulihat. Maaf." Lanjut Daehyun semakin putus asa. Dia benar-benar merasa bodoh karena tidak bisa melakukan ataupun membantu apa-apa.
"Ini bukan salahmu." Kata Youngjae menenangkan. "Bagaimana cara lelaki itu jatuh?" Tanya Youngjae lebih lanjut.
"Maksudmu?" otak Daehyun belum bisa berfungsi dengan maksimal sehingga perlu waktu lama untuknya mencerna perkataan-perkataan Youngjae.
"Bagaimana cara lelaki itu jatuh." Ulang Youngjae. "Seperti bagian mana yang menyentuh trotoar terlebih dahulu." Lanjut Youngjae menjelaskan.
Daehyun berpikir sangat keras untuk memberi jawaban yang diinginkan Youngjae. "Kepala." Jawab Daehyun. Sekejap kemudian kilasan kejadian jatuhnya lelaki itu terulang secara otomatis di otaknya. "Ya, kurasa lelaki itu jatuh dengan kepala terlebih dahulu." Lanjut Daehyun meyakinkan.
"'Kaurasa?'" kata Youngjae. "Jadi kau masih belum yakin bagaimana cara lelaki itu jatuh?" lanjut Youngjae, membuat Daehyun meragukan ingatannya sendiri dan bingung dengan pemikiran kalutnya.
"Entahlah….." jawab Daehyun kemudian. Masih melihat sesuatu entah apa diluar mobil yang bergerak itu.
"Apa menurutmu ada yang aneh dengan kejadian ini Daehyun?" Tanya Youngjae. Mereka sudah berhenti di depan apartemen Daehyun. Daehyun menoleh kea rah Youngjae dan diam untuk beberapa saat.
"Ada kegaduhan di atas bangunan itu sebelum lelaki itu jatuh." Jawab Daehyun. Ia siap mendapat pertanyaan lebih lanjut dari Youngjae namun pertanyaan yang dinanti-nantikannya itu tak kunjung datang.
"Istirahatlah. Mungkin besok kau akan dipanggil pengadilan untuk memberi kesaksian. Jernihkan kepalamu dan jangan melakukan hal-hal bodoh yang bisa merugikan dirimu sendiri." Kata Youngjae tak terduga-duga sambil membukakan pintu mobil untuk Daehyun tanpa berpindah dari tempat duduknya. "Semua akan baik-baik saja." Lanjut Youngjae saat Daehyun sudah turun dari mobil patrolnya dan melihatinya tak berdaya dengan tatapan kosong. Dengan segera Youngjae menutup pintu mobil patrolnya dan melajukan mobilnya, berputar di pertigaan terdekat dan kembali lagi menuju jalan utama. Meninggalkan Daehyun yang masih tak tahu harus berbuat apa.
