Hallo semua!

Nano: Ore wa nano desu, yoroshiku!

Hiro: N-ne.. o-ore wa... H-hiro desu! Y-yoroshiku onegaishimashuu~

We are fudanshi but doing nothing :p

Kami berdua newbie di dan baru mengenal dunia ini sekitar berberapa bulan yang lalu

Ya! Maaf jika fic pertama kami mengecewakan kami sangat minta maaf! Kami harap kalian bisa menerima kami di situs in dengan baik~

Selamat membaca


SAVIOR OF SONG

Naruto - Masashi Kishimoto

Story - Nano & Hiro

Naruto Uzumaki X Hinata Hyuuga

Rate: M

Warning: AU, OOC, Violence, Typo, Crime, Supranatural.

Don't Like Don't Read


Aku bahkan bisa melihat malam ini begitu gelap, aku menatap ke langit, mendung! Apa akan hujan?

Menyeret sebuah katana yang seseorang berikan padaku, ia mengatakan jika "Kau harus bisa melindungi diri mu sendiri, ini hadiah dari ku untuk mu." Aku masih bisa mengingat suara baritone pria itu. Pria yang membuat ku masih tetap hidup sampai sekarang, pria yang mengorbankan nyawanya untuk ku.

SRAK...

Menebaskan pedang ku pada leher seseorang, aku menjadi pembunuh? Tidak.. aku akan menjawab itu dengan lantang, tapi aku harus membunuhnya, ini tugas ku menjadi seorang yang mencari kebenaran. Apakah akau pahlawan kesiangan? Tidak.. tentu aku bukan seorang gadis seperti itu. Aku hanya melakukan apa yang perlu aku lakukan dengan katana ini, mereka pantas di adili ketika hukum tak mampu mengadili mereka.

Aku berjalan kembali, masih menyeret katana ku dengan sarung berwarna hitam dan tentu dengan noda darah yang menetes.

Rasa dingin ini tak ku pedulikan, yang ku pedulikan, aku harus menghabisi semua orang yang telah membuat kesalahan di sini. Aku bukan orang baik, dan aku juga bukan orang jahat. Entah apa julukan untuk ku...

Mungkin Hinata Hyuuga, sang gadis malam, sang gadis yang mencari keadilan. Atau apapun julukan mereka untuk ku, aku tak mempedulikannya, aku hanya butuh nyawa seseorang…

"Jangan bunuh aku.."

Dia memohon pada ku dengan wajah memelas, aku bahkan tak mempedulikannya, aku akan tetap membunuhnya walau dia bersujut dihadapan ku. Beberapa hari yang lalu, aku dengan yakin dia memperkosa belasan gadis SMA dan di siksa sampai mereka mati. Kali ini, biarkan aku yang menyiksanya, agar dia sadar, bagaimana rasanya ketika kulitmu di sayat atau bahkan di cabik-cabik.

"Paman, aku mau bermain denganmu, bagaimana?"

Aku mengatakannya dengan wajah datarku, dia berlari.. aku mencoba tertawa, tapi lagi-lagi aku tak mampu melakukan itu. Aku hanya menyeringai, dan berlari dengan cepatnya, melompat ke dinding, dan langsung menebas tangannya yang mencoba untuk memanjat sebuah pagar besi agar dia terbebas dariku. Terbebas? Bahkan tak ada seseorang korban pun yang bisa bebas, mereka selalu saja mati di tanganku.

"AARRRGGG…."

Jeritan ini, aku bisa merasakan jeritan kesakitan ini.

DRRTT- DRRTT-

Alarm dari ponsel ku, aku set menjadi getar, ini saatnya aku harus pulang..

"Paman.." Panggil ku padanya yang sedang mencoba merasakan tangannya yang sudah terpotong menjadi dua. "Aku harus pulang, karena besok aku akan sekolah.." Aku tersenyum lagi, dan mengangkat katana ku tinggi-tinggi. "Oyasuminasai, Paman.."

SREEEKKK… SRAAATTT..


Aku berjalan dengan sangat tenang, memakai Earphone pada kedua telingaku, alunan music seperti perang, menghentak-hentakan hati ku yang penuh dengan rasa kebebasan. Hujan semakin deras. Tak mempedulikan lagi jika seragamku bahas.

Kemana-mana aku selalu membawa peti katana. Ini bukan peti biasa, ini adalah katana yang sangat berharga untuk ku. Jiwa ku, hidup ku, bahkan nafas ku.

'Menma..'

Dalam hati aku menyebut nama seorang pria yang mati demi diriku, demi membebaskan ku dari kejamnya dunia ini. Aku tak akan menangis lagi, tapi izinkan aku untuk kali ini berhenti berjalan dan menatap langit malam. Mendongak ke atas, menatap langit yang tak berhenti meneteskan air matanya, aku bahkan tak merasakan dingin, ketika kulitku sudah berganti warna menjadi biru.

Aku berjalan kembali saat ponsel ku sudah berdering untuk kesekian kalinya. Aku tersenyum mengingat siapa yang menghubungi ku. Seorang wanita yang sangat cantik dengan kelembutan bagaikan seorang Ibu. Tapi jika dia marah, mungkin dia bisa menghancurkan rumah yang baru kami beli.

Memasuki pekarangan rumah, aku menatap ke arah bangunan di depan ku, lampu masih menyalah, dia pasti menunggu ku. Aku pasti akan melihat wajah ke khawatirannya lagi.

CEKLEK—

"Hinata.."

Memanggil namaku, memelukku dengan erat. Aku ingin tersenyum, tapi aku tak bisa. Senyuman ku terlalu menakutkan untuk ku tampilkan pada wanita lembut di depan ku.

"Bibi Sakura, Maafkan aku— bajunya sobek lagi."

Bibi Sakura mengusap pipi gembilku, dia bahkan lagi-lagi menampakan wajah khawatirnya yang terlalu berlebihan. Keluarga Uchiha, di sinilah aku tinggal. Aku tinggal dengan sepasang suami Istri, dengan marga berbentuk kipas, Sasuke Uchiha dan Sakura Uchiha. Merekalah satu-satunya kali ini keluarga yang ku punya.

"Kau melakukannya lagi?"

Aku mendengar suara baritone khas, suara dingin dari belakang bibi Sakura, paman Sasuke, dia bahkan menatapku dengan pandangan dingin. Dia tak banyak berekspresi, tapi yang ku tahu, dia juga sangat hangat dan selalu peduli pada ku. Menjadi waliku saat masuk SMA.

Mereka berdua bukanlah keluarga biasa, mereka berdua adalah anggota dari para kerajaan. Di mana Tokyo sekarang di pimpin lagi dengan seorang raja bernama Naruto Uzumaki. Raja yang mendeklarasikan keadilan. Tapi sama sekali tak ada keadilan yang lebih baik.

Aku bahkan tak pernah tau siapa itu Naruto Uzumaki. Pria macam apa dia, yang ku tahu— dia adalah pria yang menakutkan. Pria yang bisa menguasai Jepang dan kembali pada era kerajaan.

Aku meyakini jika aku memang pembunuh, tapi aku bahkan tak pernah terjerat kasus apapun, walau kenyataanya akulah yang membunuh mereka. Aku yang menyiksa mereka, akulah yang melenyapkan mereka.

Naruto Uzumaki, telah menutupi ku dari kasus manapun yang ku perbuat. Paman Sasuke bilang, jika aku bisa membunuh tersangka manapun sesuka hati ku, mengadili mereka sendiri, tanpa di jerat pasal, dan di bebaskan tuduhan, dan di rahasiakan identitasku.

"Hinata, masuklah— kenapa kau diam? Ayo, keringkan badanmu."

Aku berjalan masuk dengan menjatuhkan peti kotak katana ku begitu saja. Bahkan paman Sasuke langsung mengambilnya, dan membersihkan bekas darah dan air hujan.


Normal Point of View

Meja yang begitu tampak berantakan dengan noda-noda minyak, tak hanya itu. Kini meja itu di tumpuki beberapa kotak bekal bekas atau bahkan sebuah cup ramen.

"Yang mulia—"

Panggil seorang pria dengan sebuah masker menutupi wajahnya, berjalan semakin mendekat, dan menyerahkan sebuah lembaran kertas.

"Ini laporan pagi ini dari pihak kepolisian, gadis itu bekerja dengan baik."

Dengan malas-malasan pemuda dengan surai jabrik yang masih tertidur berbantalkan lengannya pada meja, kini mendongak, mengambil kertas yang di serahkan oleh pria di depannya. Membaca dengan malasnya, tapi beberapa detik kemudian, pemuda itu tersenyum, dan membuang kertasnya begitu saja.

"Hinata Hyuuga memang hebat, aku benar-benar tak salah memilih calon Istri kan?"

..

..

TO BE CONTINUED


Nah! Ini adalah fic pertama kami, bagaimana? Maaf jika kami masih jelek dalam segi EYD, Typo, Alur gaje dan OOC yang terbengkalai dimana-mana ~

Jangan lupa tinggalkan jejak review, follow/fav kalian!

Chapter 2 lanjut/tidak?