Chapter 1
Purgatory Hall
"Selamat pagi tuan" sapa Ernest, pada lelaki jangkung dengan kuncir kuda di kepalanya, poninya dibiarkan tergerai melewati pipinya, dia memakai setelan jas berwarna hitam, seperti layaknya direktur dari sebuah perusahaan.
"Laporannya tuan" Ernest menyerahkan clipboard padanya, dia mengambilnya tanpa menghentikan langkahnya dan membolak-balik kertas yang ada di clipboard itu. Keningnya berkerut, wajahnya terlihat tidak senang membaca kertas itu.
"Oh, dia tidak akan senang dengan hal ini" keluhnya.
Ernest terus merendengi tuannya menyusuri lorong panjang dengan banyak pintu berpelitur di kedua sisinya mereka berjalan tanpa bicara sesampainya diujung lorong, Ernest membukakan pintu ganda dengan ukiran rumit dan mempersilakan tuannya melewatinya.
"Demi bunga lotus!" seru lelaki berambut cokelat kemerahan itu, begitu melihat kondisi Manava Pagoda yang setengah hancur. Salah satu sisi pagoda itu bolong besar, pintu pagoda itu rusak berat, satunya lepas dari engselnya dan satunya lagi masih terpasang tetapi hanya tinggal separuh. Dia bergegas memasuki Pagoda bercat merah-emas itu dan menyumpah-numpah melihat keadaan di dalam pagoda itu yang bahkan jauh lebih berantakan ketimbang di luar. Dia terlihat gusar dengan semua ini.
"Samsara!" Teriakan dari pintu masuk pagoda membuat semua orang yang yang sedang berlalu lalang di dalamnya berhenti sejenak dan mengarahkan pandangan mereka.
Diambang pintu pagoda berdiri seorang wanita berwajah judes, dia memakai gaun putih dengan sulaman bulu burung merak, rambut hitamnya digelung rapi. Di belakangnya mengekor seorang lelaki bertubuh pendek dengan hidung bengkok rambut keriting kecil, melihatnya seperti melihat seekor anjing yang sedang mengikuti majikannya. Wanita itupun mendekati Ernest dan tuannya yang memasang wajah sebal melihat kedatangannya.
"Tidak sekarang, aku sibuk" kata lelaki dengan kuncir kuda.
"Apakah benar kabar yang kudengar?" Tanya wanita itu tanpa basa-basi
"Kabar kalau Pugatory Hall diobrak-abrik oleh seseorang? Yah, seperti kau lihat"
"Jawab aku Samsara!"
"Aku sudah menjawabmu" balas Samsara
"Bukan itu yang kutanyakan!"
"Lalu?"
"Apakah benar wadah milikku hilang?!"
"Rupanya cepat sekali informasi ini bocor" kata Samsara memelototi pemuda yang ada di belakang wanita bermata tajam itu, seakan hendak memakannya. Pemuda itu langsung menundukkan kepalanya tak berani memandang Samsara.
"Jadi informasi itu benar?!" tanya wanita itu sekali lagi.
Samsara menghela nafas, "Ya benar" ucapnya singkat.
"Carikan aku wadah baru"
"Tidak bisa" balas Samsara tegas
"Tidak bisa? Atau tidak MAU?"
"Tidak bisa!" ulang Samsara
"Kenapa? Di dunia ini ada banyak manusia yang bisa kau jadikan wadah, kenapa kau tak bisa menggantikan wadahku yang hilang, kau sudah menyuruhku menunggu selama 400 tahun sekarang karena wadah itu hilang karena keteledoran kalian! Kau menyuruhku menunggu 400 tahun lagi! yang benar saja!" wanita itu mengomel.
"Tidak semudah itu, aku bisa saja memberikanmu satu wadah yang langsung hancur karena tidak tahan menampung dirimu yang begitu besar begitu kau terbagun dalam tubuhnya kelak. Lain hal kalau kau mau aku masukkan kedalam pagoda Prani atau Planta atau bahkan Adrasya"
Ernest berusaha menahan tawanya begitu mendengar ucapan tuannya.
"Jaga mulutmu Samsara, kau tahu siapa aku"
"Ya aku tahu siapa kau dan aku tidak peduli soal itu. Meskipun kau adalah salah satu dari klan Olympia. Ini adalah Purgatory Hall dan aku yang menentukan semua yang ada disini, kau datang padaku itu artinya kau harus mematuhi apa yang menjadi peraturan yang ada disini. Kalau tidak suka silakan saja kau pergi dari sini"
Kalimat Samsara melecutkan amarah dalam wanita itu, dia bisa saja mengobrak-abrik Purgatory Hall tapi dia juga tak bodoh untuk benar-benar melakukannya, terbawa oleh emosinya.
"Lagipula apa sebenarnya tujuanmu? Memintaku untuk mencarikan wadah, apa kau sedang merencanakan sesuatu?" Selidik Samsara
"Itu bukan urusanmu!" maki wanita itu dia membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Samsara dan Ernest.
"Tuan, kau membuatnya marah, padahal kau tahu siapa dia"
"Memangnya aku peduli" dengus Samsara "Kita masih punya banyak urusan di Purgatory Hall, tidak ada waktu mengurusi dia" Samsara menyodorkan clipboard pada Ernest dan mulai mengomel dengan beberapa orang yang sedang membereskan kekacauan dalam pagoda itu.
Chapter 2
Strength
"Lecca...Lecca..." suara itu begitu lembut terdengar di telinga Lecca, ia memejamkan matanya, ia tertidur dan bermimpi bukan mimpi yang menyenangkan, sebenarnya ia ingin segera mengakhirinya, tapi rasa kantuk ini memintanya untuk tetap memejamkam matanya, tepukan lembut di pipinya memaksanya membuka matanya pandangannya buram ia hanya bisa melihat siluet wajah seseorang tepat di depan wajahnya, perlahan siluet itu semakin jelas, ya…Lecca mengenali wajah itu. Wajah oval yang sempurna, telinga yang penuh dengan giwang, rambut hitam kehijauan yang menutupi sebelah mata indah tajam berwarna hijau keemasan.
"Matahari sudah terbenam Lecca" ucap pria yang membuat Lecca terbangun
"Adder" balas Lecca, ia mengerjapkan matanya beberapa kali mencoba mengusir kantuk yang tersisa
"Kau boleh kembali tidur jika kau mau" kata adder
Lecca melirik keatas ada sedikit celah untuk mengintip langit senja yang dulu selalu ia lihat "Merah sekali langitnya" gumam Lecca, ia berdiri dan menepuk-nepuk bajunya
"Kau tidak dengar kalau kau mau..."
"Adder, kita tidak akan menunda waktu lagi" potong Lecca tegas
Adder mengerucutkan bibirnya, sepertinya dia enggan membiarkan Lecca keluar
"Apa kau sudah pikirkan baik-baik Lecca?' tanya Adder lagi kali ini ia berdiri menutupi mulut gua, mencoba menghalangi jalan Lecca.
Lecca mengangkat sebelah alisnya ia melipat tangannya dan menghela nafas
"Sudah berapa kali kita membicarakan ini adder, aku tidak punya banyak waktu lagi, kau tahu dengan kau seperti ini Astarte akan sampai duluan ke sanctuary, apa kau tahu apa yang akan terjadi kalau kita tidak menghentikan dia?!"
"Itu bukan urusan kita, itu urusan Athena, dia adalah penjaga bumi ini!"
"Astarte itu..."
"Membutuhkan 12 birthstone milik 12 Gold Saint untuk membebaskan Lucifer, aku tahu, maka aku bilang itu adalah urusan Athena!" ujar adder
Sekali lagi Lecca menghela nafas.
"Kau tahu apa alasanku datang ke sanctuary"
"Cih!" desis Adder, dia tidak begitu senang kalau Lecca sudah membicarakan mengenai alasannya datang ke Santuary, sebenarnya Lecca bisa saja mengacuhkannya dan membiarkan Athena yang membereskan urusannya.
Lecca mendekati Adder memegang bahunya dan mendorongnya kesamping supaya jalannya terbuka, Leccapun melangkahkan kakinya keluar, angin malam yang dingin menyambutnya, membelai lembut kulitnya sejenak ia memejamkan matanya menikmati sentuhan lembut tersebut, atmosfer ini begitu ia kenal masih penuh dengan kesedihan, kering dan sunyi seperti dirinya yang selalu sendiri.
"Adder, kau tahu apa alasanku kemari, itulah kenapa aku ada disini sekarang dan karena itulah aku menjadi ghost, semuanya tidak bisa ditarik kembali, kalau kau keberatan dengan alasanku ini kau bisa tetap tinggal disini" ucap Lecca membelakangi Adder.
"Aku hanya tak ingin kau terluka lebih dari ini, jadi aku mohon hentikan ini semua" pinta Adder. Lecca berbalik memandang adder, wajah pria itu terlihat amat cemas.
"Kau pernah berjanji padaku Adder...apa kau lupa?" tanya Lecca
Mata Adder melebar lalu ia tertunduk, mana mungkin dia lupa janji itu pada Lecca, tapi tidak dengan membiarkannya pergi ke sanctuary dan melawan Astarte, pastinya walau Adder melindunginya Lecca akan tetap terluka, yang Adder takutkan bukan fisik tetapi hati Lecca, apakah dia siap bertemu dengan laki-laki itu dengan keadaan dirinya yang sekarang, seorang ghost.
Adder memejamkan matanya tangannya terkepal, dia mengingat ketika dirinya memutuskan pergi bersama lecca meninggalkan negerinya.
"Apa kau masih ingat, Adder?" ulang Lecca, membuyarkan ingatan itu
Adder mengangkat wajahnya "Tentu, mana mungkin aku lupa" kata Adder ia tertunduk lagi.
Lecca mengangkat wajah Adder, dan tersenyum "Karena itu jadilah pelindungku, jadilah kekuatanku, dengan bersama aku maupun dirimu akan menjadi kuat, hanya kau yang bisa membuatku bertahan dari semua ini"
Adder menatap Lecca lama, ia mendengus "Pembohong!" tukasnya, Adder menepiskan tangan Lecca, dan berjalan melewati Lecca.
"Aku tahu siapa yang membuatmu kuat menghadapi semua ini" kata Adder ia menghentikan langkahnya.
"Aku tidak berbohong Adder" balas Lecca, ketika ia sampai disamping Adder
Adder benar, Lecca memang berbohong tapi tidak sepenuhnya dia berbohong, memang Adderlah yang selalu ada disisinya, samapai saat ingatan Lecca pulih mengenai siapa dirinya sebenarnya, dan kenapa dia bisa menjadi ghost, hanya Adder yang mendampinginya, meredam semua keputusasaannya, tetapi cintanya hanya untuk laki-laki itu.
Adder melirik Lecca dan mendengus sekali lagi. Lalu berjalan mendului Lecca.
"Ayo mau sampai kapan kau berdiri disana istana Aries sudah ada di depan mata" kata Adder tanpa menghentikan langkahnya.
Lecca tersenyum dan mengikuti Adder.
