MY QUEEN

Cast: Jung Yunho – Kim Jaejoong

Happy Reading!

Chapter 1

Seorang prai cantik tengah berjalan tergesa menuju halaman istana di dampingi oleh beberapa dayangnya.

Raut wajahnya begitu tegang dan sesekali mengigiti kukunya secara refleks.

Pria cantik itu adalah ratu muda kerajaan hanguk, ratu kebanggaan rakyat korea selatan.

"Yang mulia jangan terburu-buru, saya takut yang mulia terjatuh."

Yang mulia kim jaejoong, istri dari yang mulia raja muda jung yunho.

Istri yang sudah di nikahinya hampir 2 tahun yang lalu.

"Pengawal mengatakan keadaan di halaman istana sangat genting- jadi kita harus segera melihat apa yang terjadi kasim kim."jawab sang ratu dengan halus tanpa mengurangi laju langkah kakinya.

Sedangkan sang kasim beserta beberapa dayang hanya menghela nafas pasrah lalu kembali mengikuti langkah cepat nan anggun sang ratu.

Sesampainya di halaman kerajaan, sang ratu muda sangat terkejut mendapati keramaian yang tidak biasanya.

Para pengawal dan dayang istana berkumpul di setiap sudut istana dekat halaman sambil saling bisik-berbisik.

Para petinggi istanapun juga tidak luput dari pandangan sang ratu.

Ia juga melihat yang mulia ibu suri, ibu ratu, ibu selir hingga beberapa keluarga kerajaan yang lain terlihat begitu tegang menatap kearah tengah halaman besar mereka.

Mau tidak mau ratu muda kita pun juga menolehkan kepalanya melihat apa yang ada di tengah halaman sana.

Ia membelalakan matanya cukup terkejut melihat para algojo dan keamanan istana berkumpul disana dan- seorang wanita yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja tengah berlutut disana dengan tangan terikat dan hanbok putih yang sudah ternoda oleh bercak darahnya.

Melihat hal tersebut yang mulia ratu hanya bisa membekap mulutnya dengan telapak tangannya- ia kenal dengan wanita yang ada disana, wanita yang saat ini tengah menerima hukuman adalah kwon boa- dayang senior istana.

"Apa yang terjadi" cicitnya hendak mencari tahu kesalahan apa yang boa perbuat hingga mendapatkan hukuman sekeji itu.

Ia berjalan sedikit tergesa hendak mendekati yang mulia ibu ratu hingga sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Hentikan semua ini."

Suara datar dan penuh dengan perintah itu, ia sangat mengenalinya- suara dari seorang yang begitu dicintainya.

Ia menelengkan kepalanya ke kiri melihat sosok tersebut- sosok gagah penuh karisma, sang suami yang amat sangat di cintainya- yang mulia raja hanguk jung yunho.

"Yang mulia" gumam jaejoong pelan menatap haru sang suami yang berada di ujung bawah tangga di pinggir halaman karena sikap bijaksananya menghentikan penghukuman yang seharusnya tidak lagi di laksanakan di era modern seperti ini.

Senyum jaejoong mengembang karena ia percaya jika sang suami pasti bisa menyelesaikan masalah ini.

"Dayang Kwon tidak bersalah, ini adalah kesalahanku."

Pada detik itupun senyum jaejoong memudar tergantikan kernyitan yang membuat alisnya bertaut.

Bisik-bisik para pengawal dan dayang istanapun tidak luput dari pandangannya.

Ia bahkan melihat sang ibu ratu beserta ibu suri sudah membekap mulut mereka sendiri sambil terbelalak lebar.

"Ada apa ini" cicitnya entah sudah keberapa kali.

Jujur jaejoong benar-benar bingung dengan apa yang terjadi disini, kenapa suaminya berkata demikian- apa sang suami yang selalu ia hormati dan ia banggakan tersebut juga terlibat dalam masalah yang terjadi saat ini.

Ia menolehkan kepalanya kepada kasim kim- orang kepercayaannya untuk menuntut kejelasan namun sang kasim hanya menundukkan kepalanya dalam membuatnya semakin tidak mengerti.

Karena tidak mendapatkan apa yang ia cari dari kasim dan para dayangnya yang lain, jaejoongpun berinisiatif untuk meminta kejelasan sang suami yang ada tepat di ujung tangga di sebelahnya.

"Sa- saya sedang mengandung anak yang mulia raja."

Baru saja ia menapaki anak tangga pertama, suara boa membuatnya tercekat hingga kakinya seketika melemas.

Seketika bisikan-bisikan di area halaman istana menjadi semakin riuh karena kalimat tersebut.

"Yang mulia!" Pekik kasim kim saat melihat jaejoong hampir limbung kedepan karena tidak kuat menahan beban tubuhnya sendiri.

Beberapa dayangnya sudah membantunya berdiri dan menyangga tubuh lemasnya.

Kepala jaejoong terasa pening mendadak, ia mengedarkan pandangannya kesegala arah.

Melihat ibu suri yang menahan geram dan ibu ratu yang mencoba menenangkannya mesti tidak di pungkiri jika ibu ratu pasti juga terkejut, terbukti dengan tangannya yang bergetar menyentuh bahu ibu suri.

Ia juga melihat ibu selir yang menatap datar boa dan yunho lalu beranjak meninggalkan tempat tersebut di ikuti para dayangnya.

Dan yunho- mengingat nama yunho, jaejoong kembali berbalik menatap yunho yang hanya bergeming di tempatnya.

"Apa benar yang wanita ini katakan yang mulia?" Tanya perdana menteri.

Jaejoong menatap yunho dengan pandangan yang sulit di artikan, pandangan penuh harap akan omong kosong dayang kwon yang keluar dari bibir suaminya.

Selama hidupnya ia di didik untuk mempercayai apapun kalimat yang keluar dari bibir suaminya- sang raja.

Jika yunho mengatakan ia tidak menghamili dayang kwon detik ini juga, ia akan percaya- ia akan mempercayainya meskipun kenyataannya berbeda.

"Katakan tidak yang mulia, katakan tidak." Jaejoong bergumam merapalkan kalimat tersebut.

"Kumo-

"Yah, dayang kwon sedang mengandung anakku." Jawab yunho mantap.

-hon"

Dunia jaejoong runtuh seketika, ia tidak ingin mempercayai ucapan yunho- namun ia tidak boleh untuk melakukan hal itu.

Tanpa terasa air mata jaejoong terjatuh setetes demi setetes hingga membanjiri wajah cantiknya.

"Sejak kapan?"

Kalimat bernada datar tersebut meluncur dari bibir tipis yang mulia ibu ratu tanpa menatap kedua orang tersebut.

Baik yunho maupun dayang kwon hanya menunduk dalam tanpa ada yang menjawab pertanyaan ambigu yang mulia ibu ratu.

"AKU BERTANYA SEJAK KAPAN KALIAN BERSELINGKUH DI BELAKANG KAMI SEMUA?" Geram ibu ratu.

Semua orang seketika terdiam melihat kemarahan yang mulia ibu ratu yang selama ini terlihat kalem dan tidak pernah marah.

Terdengar nada kecewa dalam bentakannya tersebut.

"Yang mulia-

"Jawab aku yang mulia raja."

Yunho yang hendak menenangkannya pun manarik kembali kalimatnya yang sudah berada di ujung lidah.

Dengan tertunduk dan perasaan bersalah yunho akhirnya menjawabnya dengan pelan.

"Hampir 1 tahun"

BRUUUK

"Ratuku" pekik kasim kim membuat yunho terbelalak lebar.

Suara debuman tersebut berasal dari jaejoong yang jatuh terduduk karena lemas.

Entah mengapa mendengar kalimat yang baru saja terucap dari suaminya mampu meruntuhkan dunianya detik itu juga.

Ia tidak menyangka jika suaminya bermain gila dengan dayang istana selama hampir setahun- hingga wanita itu mengandung anak suaminya- dan ia tidak tahu?

Jaejoong merasa dirinya sangat buruk, ia bahkan sudah tidak punya muka di depan ibu suri dan ibu ratu.

Ia sudah gagal menjadi pendamping yang baik untuk yang mulia raja karena tidak mampu memuaskan sang raja hingga sang raja harus mencari kepuasan lain di belakangnya.

"Kasim kim, bantu aku kembali ke kediamanku, kakiku lemas sekali." Cicit jaejoong.

Kasim kim mengangguk dan dengan di bantu beberapa dayang mereka memapah jaejoong untuk kembali ke kediaman ratu muda.

"Maafkan aku ratuku." Batin yunho menatap kepergian sang istri.

/

"Aku tidak percaya yang mulia raja melakukan hal seperti ini,dan sudah berlangsung selama hampir satu tahun, ya tuhan~" ibu suri memijit kepalanya yang pening.

"Bagaimana bisa anda melakukan itu di belakang kami semua?" Tambahnya.

Yunho hanya diam dengan pandangan yang tidak fokus, entah hal apa yang ia pikirkan saat ini.

"Lalu tindakan apa yang akan anda ambil yang mulia?" Kali ini pertanyaan bernada menuntut keluar dari bibir yang mulia ibu ratu.

"Menikahi dayang kwon?" Tambahnya.

Seketikan yunho tersadar dari lamunannya dan menatap sang ibu ratu cepat.

"Dayang kwon sedang mengandung anakku, darah dagingku berserta penerus kerajaan ini- jadi untuk alasan apa aku tidak menikahinya." Jawab yunho mantap yang membuat kedua wanita dewasa tersebut terbelalak lebar.

"Jaejoong, seharusnya jaejoonglah yang menjadi pertimbanganmu untuk mengambil keputusan yang mulia." Kali ini intrupsi dari yang mulia ibu selir yang baru tiba di kediaman ibu suri.

"Selir lee benar yunho-ya, jika kau berniat menikah lagi- istrimu harus meninggalkan istana." Ibu ratu membenarkan.

"Apa kau ingin jaejoong meninggalkan istana?" Tambah ibu ratu.

"Kerajaan hanya menbutuhkan keturunan, untuk apa permaisuri cantik jika tidak bisa memberikan keturunan untuk keluarga kerajaan." Sindir ibu selir pedas kepada ibu ratu.

"Dan seorang ratu yang mandul, han-

"Ibu cukup!" Bentak yunho.

Ia menatap nyalang yang mulia ibu selir, yang tidak lain adalah ibu kandungnya dan beralih menatap yang mulia ibu ratu yang tertunduk dalam.

"Ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat." Tambahnya berdesis tajam.

"Wae? Apa aku salah bicara? Yang mulia raja yang terhormat, kejadian ini tidak ada bedanya dengan kejadian 30 tahun yang lalu- apa anda ingin mengulanginya?" ibu selir masih bersikukuh.

"Selir lee benar yang mulia, kita tidak bisa menempatkan 2 orang istri raja dalam satu istana- dan seseorang yang melahirkan keturunan sang raja adalah seseorang yang berhak menjadi ratu negara kita." Jelas ibu ratu dengan cicitan di akhir kalimat.

"Aku sangat menyayangi jaejoong- tapi sudah 2 tahun, dan belum ada tanda-tanda kehamilannya." Ujar ibu suri memecah ketegangan.

"Dan saat ini dayang kwon sedang mengandung keturunan yang mulia, calon penerus kerajaan kita- jadi mau tidak mau kita harus menerima dayang kwon ke dalam bagian dari keluarga kita." Tambahnya.

Yunho sudah akan mencela ucapan ibu suri namun sang nenek memberikan intruksi untuk tidak di cela ucapannya.

"Dan seperti wasiat ayahmu, hanya ada satu pendamping untukmu- apapun yang terjadi."

Kalimat ibu suri barusan tidak hanya menampar yunho, namun ibu ratupun juga tertohok akan kalimat tersebut.

Yah kekacauan yang terjadi dimasa lalu, kekacauan yang timbul saat masa kepemimpinan raja jung jihoon, ayahanda jung yunho.

Dimana ia tidak mengijinkan selir lee- wanita yang memberinya yunho untuk naik tahta menggantikan posisi ratu song.

"Ibu suri benar yang mulia- jika anda menikahi dayang kwon, jaejoong harus pergi dari kerajaan- aku tidak ingin jaejoong mengulangi kesalahanku dimasa lalu." Jelas ratu song mantap sebelum membungkuk hormat dan meninggalkan kediaman ibu suri, yang mendapat seringaian dari selir lee.

"Jadi bagaimana yunho?" Tanya ibu suri menuntut setelah kepergian ibu ratu.

"Aku- aku akan memilih ibu dari anakku, ak- aku akan mengirim jaejoong keluar negeri." Ucap sang raja terdengar penuh penekanan namun tidak yakin.

Ibu ratu yang masih berada di ujung pintu pun hanya dapat memejamkan matanya erat mendengar keputusan raja yunho.

/

"Yang mulia ratu muda menghadap." Intruksi dayang penjaga kediaman ibu ratu dan tak lama setelahnya pintu terbuka memperlihatkan ratu muda cantik kita.

Jaejoong membungkuk sekilas sebelum mendekat dan duduk tepat di depan ibu ratu.

"Yang mulia memanggil saya?" Ibu ratu mengangguk.

"Mengenai dayang kwon- kau sudah mendengar keputusan yang mulia raja?"

Lama jaejoong diam tertunduk hingga anggukan singkat dan lemah menjadi jawaban atas pertanyaan ibu ratu.

"Aku sudah mendengarnya dari ibu selir." Ujar jaejoong sambil tersenyum.

"Ibu selir? Seharusnya yunho sendiri yang mengatakannya padamu, apa dia sudah bicara padamu?" Ibu ratu yakin pasti jawabannya tidak.

Tepat- ratu song menahan geram mendapati gelengan lemah dari jaejoong, bagaimana bisa yunho tidak membicarakan hal sepenting ini kepada sang istri.

"Setelah kejadian tersebut, yang mulia raja tidak pernah berkunjung ke kediaman saya, bahkan beliau menghindari saya saat saya berkunjung ke kediamannya."

Dan jaejoong tidak mengatakan jika yang mulia raja lebih sering menyambangi kediaman baru dayang kwon yang sebentar lagi akan di pinangnya.

"aku akan bicara kepada yun-

"Ada hal penting apa hingga yang mulia ingin bertemu dengan saya." Jaejoong mengintrupsi dengan anggun ucapan ibu ratu.

Ibu ratu hanya menghela nafas pasrah karena sepertinya jaejoong tidak berminat membahas tentang perubahan sang suami.

"Ratu muda kim, ini mengenai pernikahan raja yunho dengan dayang kwon, apa kau siap jika yang mulia raja mengirimmu ke kerajaan inggris untuk menenangkan diri?"

Jaejoong membulatkan mata doe cantiknya karena terkejut, sepertinya ibu selir melewatkan tentang hal ini untuk di beritahukan kepadanya.

"K- ke inggris? Apa yang mulia raja membuang saya?"

Ratu song serasa teremas dadanya mendengar pertanyaan jaejoong yang mengiris hati.

"A- apa ini berhubungan dengan saya yang tidak bisa memberikan keturunan untuk kerajaan ini?"

"Jaejoong-ah~" ratu song mengelus jemari jaejoong yang bergetar.

"Ke- kenapa yang mulia tidak membicarakan hal ini kepada saya? Apa yang mulia berniat membuang saya secara diam-diam?"

Hati jaejoong sudah hancur saat ini, sekuat apapun ia berusaha tegar di hadapan semua orang.

bagaimana tidak- dalam sepekan ia sudah di terpa banyak kenyataan yang menyakitinya dari perselingkuhan sang suami, kehamilan dayang kwon, rencana pernikahan mereka, kenyataan dirinya yang akan di madu,kenyataan dimana ia tidak bisa memberikan keturunan untuk sang raja, dan sekarang di asingkan ke inggris?"

Jaejoong tidak bodoh, ia tahu arti dari menenangkan diri ke inggris- itu hanya alibi untuk membuangnya karena ia yakin tidak akan ada satu anggota keluarganya termasuk sang suami yang akan menjemputnya ataupun sekedar mengunjunginya kelak disana.

"Ibu janji akan sesering mungkin mengunjungimu disana."

Seperti dapat membaca isi kepalanya, ratu song beranjak mendekat padanya dan memeluk erat tubuhnya.

"Kau tegar sayang, kau adalah orang yang sangat tegar, tapi terkadang orang tegarpun boleh untuk menangis" ratu song mengelus punggung jaejoong

"Apa saya di ijinkan untuk menangis?" Tanya jaejoong dengan suara bergetar.

Hati ratu song serasa teriris mendengar permintaan jaejoong, bahkan ia harus meminta ijin untuk menangisi jalan hidupnya sendiri.

"Tentu sayang, menangislah- kau akan lebih sakit jika menahannya."

Seketika jaejoong menangis hebat di dalam pelukan hangat ratu song, ia sudah berusaha tegar di depan semua orang, namun hati kecilnya juga tidak dapat di bohongi- ia sakit, ia hancur.

Ia di didik untuk tidak menjadi orang yang cengeng, ia di didik untuk tidak boleh menangis saat mendengar berita bahagia sang raja- ia di didik untuk tidak menangis tanpa seijin sang raja.

Hampir sepekan ia menahannya sendiri hingga akhirnya meledak di hadapan yang mulia ibu ratu.

Semalaman jaejoong menangis di dalam pelukan ibu ratu mencurahkan segala kesakitannya, bebannya dan kekecewaannya.

Karena esok ia harus kembali menjadi ratu muda kim yang tegar hingga hari esok tiba- hari dimana ia akan di lengserkan dan di buang.

/

Hari ini adalah hari pengiriman jaejoong ke inggris, ia sudah harus meninggalkan istana 3 hari sebelum pernikahan sang raja.

Semalaman ia berbagi air mata bersama ibu ratu, dan paginya ia juga mendapat wejangan yang sedikit menyakitinya dari ibu suri yang kecewa padanya karena ternyata dirinya tidak bisa mengandung.

Namun yunho, suaminya bahkan tidak menemuinya sama sekali di jam-jam terakhir dirinya ada di istana ini.

Saat ini ia hanya duduk di pinggir ranjang melihat para dayang yang menahan isakan mereka sambil mengemasi semua barang-barangnya.

Kasim kim yang sudah berderai air matapun hanya menggenggam erat jemari tangannya sedari tadi.

"Apa aku boleh mengunjungi yang mulia raja sebelum aku berangkat?" Ia menatap kasim kim penuh permohonan.

Tidak ada yang salah dengan permohonan jaejoong, mamang seharusnya saat ini yang mulia raja menemani bahkan mengantar jaejoong ke bandara sebelum jaejoong benar-benar berangkat ke inggris.

Semua orang tahu jika jaejoong berangkat ke inggris, ia tidak akan bisa kembali ke istana dengan alasan apapun.

Situasi yang di alami jaejoong saat ini adalah sebuah bentuk pengusiran secara halus, dimana jaejoong tidak akan kehilangan status bangsawannya walaupun sudah meninggalkan istana.

Kasim kim tersenyum miris, kenapa dunia sekejam ini pada ratunya- orang yang di jaganya sepenuh hati sejak keduannya sama-sama remaja.

"Tentu yang mulai, saya akan meminta waktu yang mulia raja."

Kasim kim segera menunduk memohon ijin undur diri dan melesat untuk menemui yang mulia raja.

/

Jaejoong berterima kasih kepada kegigihan kasim kim, ia beribu-ribu merapalkan rasa syukur dan ucapan terima kasihnya karena saat ini yang mulia raja bersedia maluangkan waktunya untuk bertemu dengannya.

Saat ini jaejoong tengah menunggu sang raja di kediaman sang raja yang sudah tidak ia sambangi selama hampir sepekan lebih.

Ia duduk di tepi ranjang kebesaran sang raja, mengelus selimut sutra mengenang bahwa ranjang tersebut pernah menjadi saksi cinta keduanya memadu kasih.

Jaejoong tersenyum saat tepat pintu berderit memperlihatkan sang raja yang terlihat gagah dan tampan.

"Yang mulia~" jaejoong segera bangkit dari duduknya dan memberi bungkukan hormat pada suaminya tersebut.

Yunho hanya mengangguk sekilas dan mempersilahkan jaejoong kembali duduk.

Yunho menuangkan wine kedalam gelas dan menyerahkannya kepada jaejoong.

Jaejoong pun yang mendapatkan uluran tersebut hanya tersenyum miris.

"Saya tidak minum yang mulia." Tolaknya halus.

Ia masih disini dan yunho sudah melupakan kalau jaejoong bukan peminum, lalu apa lagi yang sudah suaminya lupakan tentangnya? Apa suaminya akan melupakannya secara total setelah keberangkatannya ke inggris nanti.

"Sore ini saya akan berangkat yang mulia." Jaejoong berucap sembari mencoba tersenyum, dan yunho hanya menimpalinya dengan anggukannya.

"A-apa yang mulia raja akan mengantarkan saya ke bandara sore ini?" Tanya jaejoong penuh harap.

"Jae- kau tahu boa sedang sakit karena hukuman tempo hari, dan juga kandungannya lemah- jadi aku tidak bi-

"Tidak apa-apa yang mulia, lagi pula saya juga ingin mengunjungi orangtua saya terlebih dahulu." Jaejoong mencoba tersenyum.

"Emm yang mulia, apa anda akan mengunjungi saya disana?" Jaejoong meraih jemari tangan yunho.

Menatap manik musang yang bergerak-gerak liar bercampur gelisah, melihat manik mata yunho saja jaejoong sudah mendapatkan jawabannya, ia mengenali suaminya itu luar dalam.

"Jae- itu- itu nanti akan aku fikirkan tetapi untuk waktu dekat aku rasa tidak bisa, kau tahu aku akan sangat sibuk hingga menjelang hari kelahiran anakku."

Anak yunho- yah anak yunho dengan dayang kwon, bukan dengan dirinya- ia memaklumi ke excitedan yunho sebagai seorang calon ayah.

"Emm yah yang mulia saya mengerti." Tersenyum ia selalu mencoba tersenyum meskipun hatinya terluka- hampir seumur hidupnya ia sudah terbiasa memakai topeng baik-baik saja, yah ia sudah terbiasa.

"Saya pasti akan sangat merindukan anda yang mulia."

"Aku sangat mencintaimu yunho-ya"

Lambat-lambat jaejoong mendekatkan tubuhnya dengan yunho, berjinjit untuk mengecup bibir hati kesukaannya yang mungkin akan ia rasakan untuk terakhir kalinya.

Dengan menggantungkan kedua lengannya pada leher sang suami, jaejoong melumat perlahan bibir yunho namun yunho tidak membalas ciumannya.

Lama jaejoong terdiam dengan bibir masih menyatu, menunggu yunho mengambil tindakan, namun hingga beberapa menit berlalu pun sang suami masih tetap bergeming.

Dengam hati terluka jaejoong menarik kembali bibirnya dari bibir yunho, dia juga melepaskan lengannya pada leher sang suami, kembali berpijak pada tanah dengan normal, menunduk dalam menggigit bibir bawahnya keras untuk menahan isakannya.

Lewat respon yunho akan ciumannya barusan, jaejoong tahu jika hati yunho tidak lagi untuknya.

Bahkan untuk sekedar berbagi, dia sudah tidak memiliki secuilpun hati yunho sehingga ia harus di buang ke inggris.

"Jae maaf-

"Saya tidak berhak marah kepada yang mulia, saya bahkan tidak berhak meminta penjelasan atas perselingkuhan suami saya selama hampir separuh umur pernikahan kami- saya tidak berhak menuntutnya meskipun esok hari adalah hari terakhir dalam hidup saya." Ujar jaejoong datar.

Sekarang ia harus menyerah karena bukan hanya takdir yang tidak berpihak padanya, begitu pula cinta yunho yang tidak berpihak pula padanya.

"Hiduplah bahagia yunho, di masa depan ataupun di kehidupan yang akan datang, semoga kita tidak terlibat dalam jalan tuhan yang sama lagi."

Setelah mengucapkan kalimat tersebut jaejoong membungkuk dan berjalan meninggalkan kediaman yunho dengan berderai air mata.

Ia tahu kalimatnya barusan sungguh tidak pantas untuk ia ucapkan di depan yang mulia raja, namun ia juga berhak marah dengan yunho.

Ia tetaplah seorang istri yang di selingkuhi suaminya selama separuh dari pernikahan mereka hingga menghasilkan anak yang membuatnya harus di singkirkan.

Istri mana yang tidak menangis, bukan hanya jaejoong- jika situasi ini di alami para istri lain di luar sana, pasti ada yang marah, mengamuk,mencakar wajah suami dan selingkuhannya, bahkan mencekik keduanya.

Sedangkan jaejoong ia disini hanya mengungkapkan kekecewaannya, tanpa sebuah tamparan atau umpatan.

Yunho dan yang lain tidak berhak menyalahkannya atas perselingkuhan tersebut dengan alasan dirinya tidak bisa memberikan keturunan- ia juga sakit.

Akan lebih baik jika ia menikahi pria sederhana di luar sana, setidaknya ia mempunyai hak untuk berteriak.

Jaejoong mengusap wajahnya kasar, make upnya berantakan hingga membuat penampilannya buruk.

Ia sudah hampir mencapai kediamannya saat suara dayang senior kang menundukkan kepalanya dalam di hadapannya.

"Yang mulia~ ibu suri memanggil anda untuk menghadap."

Jaejoong mengangguk dan merapikan baju hanbok berserta riasannya seadanya.

Dalam perjalanannya menuju kediaman ibu suri, ia melihat seluit wanita yang telah mengubah hidupnya dalam sepekan ini- kwon boa.

Ia segera menghampiri wanita yang saat ini tengah berjalan di sekitar taman dekat kediaman ibu ratu.

"Dayang kwon~" ia melihat pungung wanita itu menegang namun sesegera mungkin ia menolehkan wajahnya dengan senyum canggungnya.

"Y-yang mulia ratu~"

"Bisa kita bicara dayang kwon." Boa hanya mengangguk patah-patah sebelum mengikuti langkah jaejoong yang mendahuluinya tanpa menatapnya sama sekali.

saat ini keduanya sedang duduk di kursi taman dekat kolam ikan koi, menatap datar kolam dengan di selimuti ketegangan.

"Kenapa anda tega melakukan hal ini kepada saya?" Jaejoong mulai berucap.

"Yang mulia~

"Hampir satu tahun dan kalian begitu hebat menyembunyikan bangkai ini dari saya."

BRUUK

Seketika dayang kwon menjatuhkan dirinya bersimpuh pada kaki jaejoong.

"Maafkan saya yang mulia- maafkan saya- saya pantas mati yang mulia, tapi saya sungguh tidak bisa meninggalkan yang mulia raja- saya sangat mencintainya yang mulia, maafkan saya." Boa menangis hebat di kaki jaejoong.

"Dayang kwon, berdiri lah" jaejoong membantu boa berdiri dan mendudukkannya kembali pada bangku taman.

"Mari kita bicara sebagai sesama orang yang mencintai yang mulia raja, dan aku disini akan bicara sebagaimana seorang istri yang suami dan kebahagiannya sudah di renggut secara paksa."

"Yang mulia-

"Sangat mencintai yang mulia raja katamu? Lalu bagaimana denganku yang di lahirkan untuk mencintainya seorang, aku sangat tersakiti disini dayang kwon." Boa menunduk dalam.

"Jika bukan karena kau sedang mengandung, aku bersumpah akan melenyapkanmu dengan kedua tanganku sendiri meskipun setelahnya yang mulia raja akan membunuhku." Tambahnya datar.

Baru saja boa akan kembali memohon dengan mencoba menarik lengan jaejoong, pria cantik tersebut segera berdiri tanpa berniat menatap wanita tersebut.

"Aku berharap kelak aku bisa menamparmu sebagai seorang jalang diluar sana, kau tidak ada bedanya dengan wanita yang menjajakan tubuhnya di pinggir jalan noona."

Setah mengucapkan kata tersebut jaejoong segera meninggalkan wanita tidak tahu diri tersebut karena baginya percuma berbicara baik-baik dengan wanita yang hanya memikirkan keegoisannya semata.

/

"Kau sudah datang ratu kim." Jaejoong hanya menunduk dalam menjawab sapaan ibu suri.

"Duduklah ratu kim" jaejoong hanya menurut.

"Kapan kau akan berangkat?" Tubuh jaejoong menegang, bahkan nenek yang disayanginyapun menginginkan kepergiannya untuk sesegera mungkin.

Melihat perubahan wajah jaejoong, ibu suri segera mengkoreksi kata-katanya.

"Aaah ratu kim, bukan maksut-

"Tidak apa-apa yang mulia, pesawatnya akan berangkat sore ini, tapi siang ini saya akan segera angkat kaki dari sini." Jaejoong segera memotong ucapan ibu suri.

"Ratu muda kim~" lirih ibu suri merasa bersalah.

"Selain ini apa ada lagi yang ingin yang mulia ibu suri katakan? Saya harus segera berkemas." Jaejoong berusaha bersikap biasa.

Ekheem

Ibu suri berdehem sebentar sebelum memasang wajah serius menatap jaejoong dalam.

"Ratu kim, hari ini kau akan berangkat ke inggris- dan tidak lama lagi yunho dan dayang kwon akan menikah, jadi mau tidak mau posisi ratu akan di ambil alih oleh dayang kwon- mengenai tahta" jaejoong memejamkan erat matanya, ludahnya terasa kelu di tenggorokan.

"A-arraseo yang mulia." Dengan tangan bergetar ia meraih mahkota kecil yang tersemat di rambut hitam berkilaunya dan meletakkannya di meja depan ibu suri.

"Saya harus segera berkemas yang mulia, jika sudah tidak ada lagi yang anda inginkan saya mohon undur diri."

Tanpa berniat mendengarkan penjelasan ibu suri jaejoong segera membungkuk dan meninggalkan kediaman ibu suri dengan tergesa karena air matanya yang sudah lancang lolos begitu saja.

Dengan setengah berlari ia kembali ke dalam kediamannya dan meminta para dayang disana yang masih sibuk mengemasi barang-barangnya untuk keluar dan meninggalkannya sendiri.

Di dalam kamarnya ia menangis sendirian, membekap erat mulutnya agar tidak meraung, hatinya sakit- sakit sekali.

Semua orang disini sudah iritasi dengan keberadaannya, ibu mertuanya, nenek suaminya bahkan sang suami sendiri juga menginginkan kepergiannya untuk secepatnya, jadi sudah tidak ada gunanya lagi ia tinggal lebih lama, maka dengan tergesa ia mengemasi barang yang masih berserakan di ranjang karena meminta para dayangnya meninggalkannya.

Sejenak ia terdiam menatapi kemeja-kemeja dan hanbok kerajaan yang dimilikinya dengan harga yang tidak murah, yang di dapatkannya dari uang sang suami.

Entah apa yang jaejoong pikirkan saat ini, ia justru membongkar beberapa baju yang sudah di kemas para dayangnya dan menggantungnya kembali ke dalam almarinya, serta mengembalikan kotak-kotak perhiasan dan koleksi arlojinya kedalam laci tempat ia biasa menyimpannya.

Ia melirik sekilas almari kecil yang sudah lama tidak ia buka, ia mengingat dimana yunho menyimpan kunci almari tersebut, dengan tergesa ia mencari kunci tersebut di dalam laci nakas dengan serampangan.

Dan tepat ia mendapatkannya, lalu beranjak mendekati almari tersebut dan membukanya dengan perlahan.

Di dalam sana ada beberapa potong baju, kemeja, sweater dan celana bahan yang dulu ia bawa dari rumahnya- pakaiannya sendiri.

Ia memasukannya kedalam koper kecilnya dan mengganti baju hanbok sutra yang ia kenakan dengan salah satunya.

Setelah siap ia mengingat sesuatu dan memandang jari manisnya, menatap cincin pernikahannya lama lalu menciumnya sayang dan melepaskannya dengan enggan untuk disimpannya ke dalam kotak beludru biru yang berada di laci.

Menghembuskan nafas dalam untuk menguatkan dirinya sendiri, ia segera bangkit dan berjalan sambil menggeret kopernya.

Ia datang dengan beberapa potong pakaiannya dan ia akan kembali juga dengan apa yang ia bawa dari awal.

Hingga ia sampai di pelataran istana tidak ada anggota keluarga yang mengantar kepergiannya termasuk sang suami.

Namun ia tetap harus tersenyum, dan kali ini adalah senyuman tulus saat mendapati kasim kim dan beberapa dayang yang mengurusinya tengah berdiri di samping mobil yang akan membawanya keluar dari istana untuk selamanya.

"Ya! Kenapa menangis? Aku hanya pergi ke inggris bukan mati- kenapa harus menangis? Kalian akan membuatku sedih." Ujar jaejoong mencoba bersikap santai pada para dayangnya namun nada khas seorang taun putri masih kentara disana.

Sang kasim segera memperintahkan para dayangnya untuk berhenti menangis karena tidak ingin membuat ratu mereka bersedih.

"Yang mulia harus sehat, makan yang teratur ya, semoga disana akan ada yang rajin mengingatkan yang mulia untuk makan." Ujar salah satu dayangnya.

"Yang mulia jangan sakit ya." Tambah yang lain.

"Iya terima kasih sudah menghawatirkanku, aku akan ingat pesan kalian." Jaejoong mencoba menghibur mereka.

"Baiklah aku harus segera berangkat karena aku harus kekediaman orangtuaku terlebih dahulu, jangan sedih lagi ya~"

"Tuan lee, anda tidak perlu mengantarkan saya, biar kasim kim saja yang mengantarkan saya karena ada beberapa tempat yang perlu untuk saya sambangi."

"Baik yang mulia."

Kasim kim menerima kunci mobil dari tuan lee dan bergegas memasukkan koper jaejoong kedalam bagasi.

Jaejoong menatap sekeliling bangunan untuk yang terakhir kalinya sebelum masuk kedalam mobil yang kini sudah melaju meninggalkan istana.

"Selamat tinggal yunho-ya, suamiku, cintaku."

Di sudut istana yunho menatap kepergian jaejoong dengan tangan terkepal erat antara tidak rela dan harus.

Disudut lain ibu ratu sudah menangis hebat melihat kepergian jaejoong dari jendela kamarnya.

/

PLAAAK

"Dasar memalukan! Pantas jika yang mulia raja mencampakanmu, tidak berguna- membuat malu keluarga bangsawan kim saja kau kim jaejoong!" Amukan tuan kim menggema di seluruh kediaman mereka.

"Ayah~" jaejoong sudah menangis hebat sambil berlutut di kaki ayahnya.

"Apa yang kau lakukan selama ini hah? Apa? Hingga mengandung anak yang mulia raja saja tidak becus!" Tuan kim mengusap wajahnya frustasi.

"Aku malu sekali, kelarga kerajaan akan menganggap kita pembual hebat karena dulu mengatakan jika jaejoong adalah pria istimewa."

"Ayah~ hiks"

"Aku sudah kehilangan muka untuk bertemu dengan mereka."

"Maafkan joongie ayah~ ibu~"

"Aaah sudahlah, kau benar-benar tidak berguna, kau hanya akan menyulitkan hidup kami, pergi jaejoong~ anggap jika kami bukan orang tuamu."

"Ayah" jaejoong tercekat.

"Aku selalu membanggakanmu di hadapan semua orang, tapi nyatanya kau membuat kami malu karena di usir dari istana- kami malu jika semua orang tahu jika ratu mandul yang di usir dari istana adalah putra kami."

"Kenapa ayah mengatakan hal seperti itu- joongie adalah anak kalian, ibu~"

Jaejoong beralih menatap sang ibu yang sedari tadi hanya diam tanpa bergeming untuk meminta bantuan.

"Ayahmu benar jae, pergi dan lupakan jika kau pernah menjadi bagian dari keluarga kerajaan dan keluarga bangsawan kim."

DEG

Jaejoong membeku mendengar ucapan sang ibu yang begitu menyakitinya.

Keluarga, kedua orangtuanya yang mana seharusnya ia butuhkan untuk menjadi sandarannya justru membuangnya pula.

Ia sudah hancur berkeping-keping, dengan tenaga yang masih tersisa, ia beranjak membungkuk meninggalkan kediaman kim.

"Maaf jika kedatangan saya membuat kegaduhan di kediaman anda tuan dan nyonya kim."

Jaejoong benar-benar berlalu dari kediaman orang tuanya, begitupun kehidupan mereka.

Kasim kim hanya menatap sendu jaejoong dari kaca spionnya, ia mendengar semuanya, pertengkaran mereka hingga kata-kata yang keluar dari bibir kedua orang tuanya.

Sesampainya di bandara jaejoong hanya duduk dengan pandangan kosong di ruang tunggu.

Kasim kim sungguh tidak tega meninggalkan jaejoong sendirian dengan keadaan seperti ini.

"Yang mulia~ yang mulia~"

Kasim kim masih berusaha menarik perhatian jaejoong kembali dalam kesadarannya.

"Eoh? Kasim kim? Kenapa masih ada disini? Sebaiknya anda kembali saja ke istana, saya akan menunggu disini sendiri.

Kasim kim berjongkok di depan jaejoong dan meraih jemarinya untuk di genggam erat.

"Anda adalah orang yang sangat tegar yang mulia."

Jaejoong diam menggigit bibir bawahnya, terus terang ia tidak pernah menginginkan hal ini, ia tidak ingin pergi ke inggris, jika saja orangtuanya tidak menolaknya- rasanya ia ingin mempertimbangkan untuk kembali tinggal bersama mereka, tapi apalah daya jika kedua orangtuannya pun mengiginkan kepergiannya.

"Junsu-ya apa aku boleh tetap tinggal?" Cicit jaejoong.

"Yang mulia~"

"Jaejoong! Panggil aku jaejoong! Aku bukan lagi seseorang yang perlu untuk kau hormati, setidaknya kita bisa menjadi teman, junsu-ya." Jaejoong berusaha tersenyum normal.

"Yang mulia~" kasim kim junsu terperangah tidak percaya.

"Saya merasa tidak pantas untuk memanggil yang mulia seperti itu." Junsu tertunduk.

Jaejoong berdecak dan menghela nafas lelah.

"Aku sudah di buang suamiku, aku juga sudah di lengserkan dari tahtaku, ibu suri telah mencopot mahkotaku, bahkan kedua orangtuaku tidak mengijinkan ku untuk menyandang marga bangsawan kim lagi- aku sudah bukan siapa-siapa junsu-ya"

"Tapi yang mulia~"

"Cukup junsu-ya, aku hanya butuh kau tidak meninggalkanku seperti yang lainnya." Jaejoong mengeratkan genggaman mereka.

"Tidak akan yang- maksudku jae-jaejoong-ah, kita sudah menghabiskan sepanjang usia kita bersama, aku sudah bertanggung jawab untuk dirimu sejak kita remaja, aku mengenalmu luar dalam- aku tidak akan pernah meninggalkanmu seperti yang lainnya, percaya padaku." Jaejoong mengangguk mantap dalam isakannya.

"Jae, setegar apapun kau, kau tetap manusia biasa yang berhak bahagia- kau sudah menghabiskan hampir semua waktumu untuk yang mulia raja, jadi kumohon kali ini jae bersikaplah egois untuk dirimu sendiri, untuk kebahagiaanmu."

Jaejoong makin terisak hebat mendengar ucapan junsu, betapa tidak beruntungnya dirinya saat ini- ia sudah menjadi anak dan istri yang penurut selama ini tapi nyatanya akhirnya ia pun di buang dengan cara semenyakitkan ini.

Ia juga ingin hamil, mengandung darah daging sang suami, ia juga tidak mengiginkan hal ini terjadi.

Junsu benar, ia berhak untuk bahagia- jika kebahagiaannya yang selama ini orang-orang koarkan adalah yunho, dan ternyata berakhir seperti ini maka ia berjanji pada dirinya bahwa ia akan bahagia dengan caranya sendiri.

Jaejoong lalu menegakkan kepalanya- menghapus kasar air matanya, dan dengan tatapan dinginnya ia mengucapkan sesuatu yang mengejutkan junsu.

"Aku berjanji tidak akan menginjakkan kakiku kembali ke dalam istana"

"Tapi aku tidak akan menuruti perintah mereka lagi- aku tidak akan ke inggris apapun yang terjadi." Tambahnya.

"Jae-

"Ijinkan aku tetap tinggal junsu-ya, aku berjanji tidak akan mengusik mereka atau sekedar menampakkan batang hidungku di hadapan mereka, tapi ijinkan aku tetap disini." Jaejoong jatuh terduduk dengan menggenggam dan menatap junsu penuh harap.

Junsu sendiri tidak tahu harus berbuat apa, bola matanya bergerak-gerak gelisah, bagaimana ia akan mempertanggung jawabkan diri kepada keluarga kerajaan saat mereka tahu jaejoong tidak pergi ke kerajaan inggris.

"Kumohon~"

DEG

tatapan putus asa ini, junsu ingat sekali tatapan mata ini ia pernah melihatnya saat kematian raja jung jihoon- ayah mertuanya yang sangat dirinya dan yunho hormati dan banggakan.

"Carilah kebahagiaanmu jae- yah larilah dari mereka yang menyakitimu jika itu bisa mengangkat beban yang kau pikul." Ajaib, seperti mantra tatapan jaejoong berhasil meruntuhkan citra kasim kim.

Apapun yang terjadi nanti ia akan hadapi nanti, yang terpenting saat ini jaejoong harus menebus masa mudanya yang sudah terbuang sia-sia untuk rajanya yang akhirnya membuangnya.

"Sungguh? Bisakah aku tetap tinggal?" Junsu mengangguk.

"Terima kasih junsu- terima kasih, aku berjanji tidak akan menyulitkanmu, aku berjanji tidak akan menampakkan diriku di depan keluarga kerajaan lagi- terima kasih." Jaejoong yakin ucapan terima kasihnya saja tidak cukup untuk membalas apa yang junsu lakukan untuk dirinya selama ini.

"Kau tidak pernah menyulitkanku jae, sekarang bangunlah- ini kopermu dan pergilah menuju kebahagiaanmu." Jaejoong mengangguk antusias.

Jaejoong menghapus air matanya dan tersenyum memeluk junsu erat.

"Kau adalah satu-satunya orang yang tidak pernah aku sesali dalam hidupku selama ini junsu-ya." Junsu tersenyum sambil menepuk-nepuk punggung jaejoong pelan.

"Aku juga tidak pernah menyesal mengabdikan hidupku selama ini untuk menjagamu, jaga dirimu baik-baik, kuharap kita akan bertemu lagi jae." Jaejoong mengangguk dan berangsur meninggalkan bandara incheon sambil melambaikan tanganya pada junsu.

"Jaejoong."

Junsu kembali berlari mendekati jaejoong dan merogoh kantong celana bahannya dengan tergesa.

"Tidak banyak, tapi kau bisa menggunakan ini- kau pergi tanpa uang sepeserpun dan tidak ada tempat untuk kau tuju saat ini, bawalah~ kau pasti akan membutuhkannya." Junsu menyerahkan beberapa lembar won di dalam dompetnya, jika ia tahu akan seperti ini ia pasti akan membawa uang cash lebih banyak lagi tadi.

"Junsu- aku tidak tahu harus memaabalasmu dengan apa? Tapi aku berjanji akan membalas semua kebaikanmu kelak jika kita berjumpa kembali. Terima kasih untuk semuanya." Jaejoong bersyukur karena ia masih memiliki junsu dalam hidupnya, malaikatnya.

Setelah memeluknya erat, Jaejoong kembali berlari meninggalkan bandara.

"Anda berhak bahagia yang mulia." Lirih junsu.

"Junchan junchan lihat syal ini aku membuatnya sendili, dayang oh yang mengajalinya- apa putla mahkota akan menyukainya?"

"Junchan dayang lee bilang putla mahkota tidak suka calon istli yang cengeng, jadi mulai sekalang joongie tidak akan melengek lagi hehe."

"Junchan bagaimana cara memasak sup miso? itu adalah makanan kesukaan putra mahkota."

"Putri mahkota tidak butuh bermain, karena ia lahir hanya untuk mengabdikan hidupnya pada putra mahkota, bukankah itu yang kau ajarkan padaku selama ini junsu-ya"

"Kasim kim, besok aku akan menikah, aku bahagia sekali."

Menatap punggung sempit jaejoong yang semakin menjauh tiba-tiba ingatan masa lalu tentang jaejoong dari kecil hingga remaja berputar di kepalanya.

Sejak kecil jaejoong sudah di persiapkan, di latih dan di didik untuk menjadi pendamping yang layak untuk putra mahkota.

Ia tidak pernah mengeluh karena menukar waktu bermainnya untuk belajar, kursus dan belajar etitut .

Ia tidak pernah keberatan menukar masa mudanya dan kebebasannya untuk putra mahkota.

Tapi apa yang sekarang ia dapat? Ia di buang hanya karena ia tidak bisa mengandung keturunan yang mulia raja, itu tidak sebanding dengan apa yang jaejoong berikan selama ini.

-skip-

Jaejoong hampir seumur hidupnya menghabiskan waktu di dalam istana, ia tidak pernah keluar untuk sekedar jalan-jalan di pusat kota seperti ini. Ia bahkan tidak tahu jika cheongdamdong seramai ini.

Ia terus berjalan sambil menggeret kopernya, hari sudah mulai gelap dan ia tidak memiliki tujuan, dan lagi perutnya sudah sangat lapar.

Ia tidak punya apa-apa selain uang yang di berikan junsu padanya, jadi ia harus berhemat agar dapat bertahan hidup.

Ia masih tetap berjalan hingga tanpa sadar ia sudah melewati batas aman dari pusat pertokoan kota cheongdamdong, menuju tempat yang agak menyeramkan.

Banyak sekali pub-pub dan montel disana-sini, bulu kuduknya meremang saat di perhatikan beberapa orang berbadan kekar.

Tidak- jaejoong menggelengkan kepalanya cepat. Ia sudah salah jalan, tak ingin masuk ke daerah tersebut lebih jauh- ia segera berbalik dengan tergesa untuk meninggalkan kawasan tersebut.

Namun baru selangkah ia berniat kabur, beberapa pria berbadan kekar dan menyeramkan mencegat langkahnya dan mulai bertindak tidak sopan padanya dengan mencolek dagunya, bahkan sesekali ada yang meremas bokongnya.

"Mau kemana cantik, ayo kita bermain di dalam, aku jamin kau pasti puas, ayolah manis." Ucap salah seorang sambil berusaha menarik tubuh jaejoong namun sekuat mungkin jaejoong mempertahankan diri untuk menolak.

"Lepaskan aku"

Ia tidak bisa berteriak di tempat seperti ini, atau ia justru akan di perkosa ramai-ramai oleh sekumpulan kucing gang ini.

"Kau tidak ingin bermain di dalam? Apa kau sudah tidak sabar ingin bermain dengan kami disini? Hehe" ucap yang lainnya.

Mereka sudah semakin keterlaluan dengan menggerayangi tubuh jaejoong saat ini, mereka tidak tahu apa jika mati adalah hukuman yang pantas untuk orang yang berbuat tidak sopan kepada sang ratu.

Jaejoong harus menelan pahit kenyataan bahwa dirinya bukan siapa-siapa saat ini.

"Kumohon lepas.."

Jaejoong sekuat tenaga memberontak, seumur hidupnya ia tidak pernah diajari untuk berkelahi atau hal lainnya yang pria lakukan untuk mempertahankan diri.

Ia ingin sekali menghajar sekumpulan hidung belang ini tapi ia tidak bisa, yang ia lakukan hanya terus memberontak dan merapalkan doa semoga kali ini tuhan berpihak padanya.

"Tuhan selamatkan aku." ucapnya dalam hati."

-TO BE CONTINUE-

Gimana menurut kalian? lanjut enggaknya tergantung respon ya.