Title: Sorry, I'm GAY

Disclaimer "Naruto": Kishimoto Masashi

This story belongs to KyuuRiu

Genre: Humor

Romance (?)

Pair : SasuNaru

Rated: M (belum ada lemon, apakah ini harus ditaruh di rate T? :o)

Warning: geje, aneh, bikin muntah, ga jelas

Fic abal, geje, nista, maksa, bertabur typo, pokoknya bisa menimbulkan keinginan menulis flame (I hope not)

.

.

Namaku Uchiha Sasuke, 27 tahun, manager bagian design interior di perusahaan konstruksi ayahku. Kalau kalian mengira aku mendapatkan pekerjaan ini semata-mata karena ayahku adalah pemilik perusahaan, kalian salah besar. Aku mendapatkan tes yang sama dengan karyawan yang lain untuk bisa bekerja disini.

Tinggiku 178 cm, warna kulitku alabaster. Rambutku raven solid mencuat ke belakang, hampir sukses melawan hukum gravitasi. Warnanya hitam, senada dengan bola mata obsidianku. Banyak gadis yang mengejarku. Yahh.. mau bagaimana lagi? Pesonaku bikin gak.. gak.. gak kuat, sih.

Ok. Lupakan sejenak tentang diriku dan kegantenganku. Sekarang ini aku duduk di sebuah restoran mewah bintang lima bersama Tou-san dan Kaa-san. Ahh.. jangan lupakan Baka Aniki-ku yang duduk di sebelahku.

Di seberang meja duduk sepasang suami-istri yang terlihat bahagia. Kalau tidak salah, mereka adalan Namikaze Minato dan Namikaze Kushina. Paman Minato adalah teman ayahku sewaktu mereka masih SMA.

Awalnya aku tidak tahu alasan mereka mengajakku dalam reuni kecil-kecilan ini. Tapi sepuluh menit yang lalu… Tepatnya saat aku baru saja mengistirahatkan bokong seksiku di kursi empuk ini, aku mengetahui alasannya…

.

.

Flashback

"Sasuke. Jaga sikapmu saat bertemu dengan teman Tou-san nanti. Dia adalah orang penting." Gumam Tou-san saat kami baru saja turun dari mobil. Kaa-san yang berjalan di sampingnya tersenyum bahagia, sementara aniki yang membuntutiku sepertinya malah cekikikan.

"Tersenyumlah, Otouto.. Kau harus memberi kesan baik kepada mereka." Tambah aniki.

"Hn."

Kami pun berjalan memasuki restoran bergaya simple modern ini. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli dengan restoran yang kami masuki. Hanya saja… Sepertinya ada hawa-hawa dingin saat aku mulai melewati pintu. Ahh.. mungkin hanya AC.

"Itu mereka!" Kali ini Kaa-san terlihat sangat bersemangat menggeret Tou-san menghampiri meja bernomor 9 di sudut restoran mewah ini. Aniki juga terlihat berlari kecil mendahuluiku. Sementara aku? Tentu saja berjalan santai menjaga image cool yang selama ini kumiliki.

Kulihat mereka saling memberi salam. Tou-san kelihatan bahagia sekali bertemu pria berambut pirang itu, sementara Kaa-san kelihatan sangat akrab dengan wanita berambut merah panjang. Samar-samar kudengar mereka menyebut-nyebut namaku, juga aniki. Satu lagi nama yang mereka sebut adalah Na.. Na.. siapa?

"Ahh.. ini Sasuke. Bungsuku. Bagaimana? Dia tampan kan?" Tou-san memerkenalkanku seperti menawarkan ikan di pasar. Sial! Aku pun memberi salam kepada mereka. Sekedar basa-basi, iseng-iseng, aku bersalaman dengan pasutri teman ayah, lalu mencium tangan mereka. Sepertinya mereka senang dengan tindakanku.

"Waaah.. Sasuke sopan sekali. Fugaku, kau membohongiku ya? Kau bilang Sasuke sangat arogan."

"Hahahaha! Kau bisa saja, dasar anggota bayband!" dan tawa pun pecah diantara Tou-san dan Paman Minato. Apa aku tidak salah dengar? Paman Minato anggota boyband? Yang mana…

"Silakan duduk.. Bibi sudah memesankan makanan kesukaan Sasuke-kun, loh.." ucap bibi Kushina sambil tersenyum ke arahku. Aku pun balas tersenyum.

"Paman, dimana Naru?" Tanya aniki kepada Paman Minato. Sepertinya mereka sudah akrab. Dan sepertinya hanya aku orang yang tidak tahu acara apa ini sebenarnya.

"Ohh.. Dia tadi ada ujian kenaikan tingkat di Dojo Hyuuga. Kurasa sebentar lagi Naru sampai."

Ok. Siapa itu 'Naru'? Dan kenapa aku satu-satunya 'orang asing' disini? Kenapa bibi yang belum pernah kutemui itu tahu makanan favoritku? Tanpa kusadari, aku berbisik kepada Kaa-san, "Kaa-san, siapa Naru?"

Pertanyaan childish? Biarlah..

Dan jawaban yang diberikan Kaa-san membuatku mati duduk.

"Naru? Dia tunanganmu…"

End of flashback

.

.

Dan disinilah aku. Memegang foto seseorang yang sedang memakai hoodie berwarna hijau rumput yang sedang tersenyum lebar. Mata birunya hampir tidak terlihat. Dia memiliki rambut pirang keemasan, lebih indah dari rambut ayahnya.

Gadis dalam foto ini…

Dadanya kecil. Bukan tipeku.

Senyumnya lebar sekali., sama sekali tidak menunjukkan kesan feminim.

Hoodie tebal dan celananya.. Tomboy sekali dia -_-

Ok. Dia manis. Sangat manis. Tapi aku sama sekali tidak menyukai gadis tomboy! Tipeku adalah gadis seksi berdada besar. Mulus, langsing, bohay.. dan harus bisa nyanyi iwak peyek. Ok. Lupakan syarat terakhir!

Berfikir.. berfikir Uchiha Sasuke! Katakan sesuatu! Katakan kalau kau tidak mau dijodohkan dengan gadis ini… Lebih dari itu, katakan kalau kau belum ingin menikah. Katakan kalau kau masih ingin menikmati masa lajangmu untuk bekerja!

Otakku hampir meledak memikirkan kalimat yang tepat untuk diucapkan. Sampai akhirnya, aku menemukan ide jenius sekaligus gila. Well.. Setidaknya ide ini 100% akan menyelamatkanku dari bertunangan dengan gadis berdada kecil di foto ini.

Aku berdiri, kemudian menarik nafas dalam. Katakanlah Sasuke… Dewa Jashin bersamamu!

"Tou-san, Paman… Maafkan aku. Aku tidak bisa menikah dengan seorang gadis. Bisa dibilang, aku tidak menyukai mereka. Aku.. Aku adalah seorang Gay. Aku tidak ingin menyakiti Naru. Tolong, maafkan aku!"

Aku membungkukkan kepalaku dalam. Malu sekaligus bangga dengan apa yang baru kuucapkan. Aku berhasil! Ya, pasti berhasil…

Mereka semua terdiam. Pasti sangat syok dengan apa yang kuucapkan. Bahkan Tou-san yang tadinya sangat bersemangat membanggakanku di depan Paman Minato pun membungkam mulutnya.

"Sa –Sasuke…"

"Syukurlah…"

"Kita beruntung Fugaku! Kita beruntung!"

"Minato.. Minato.. Kita akan menjadi besan!"

Tunggu! Apa itu tadi? Ucapan syukur Kaa-san, suara Aniki, Bibi Kushina, ditambah Tou-san dan Paman yang berseru riang? What The Heaven!

Perlahan kunaikkan kembali kepalaku. Dan kini onyx kebanggaanku melihat potret keluarga bahagia. Serius! Mereka terlihat sangat bahagia. Kenapa mereka bahagia? Bukankah harusnya ekspresi kecewa yang muncul? Aku kan tidak mau dijodohkan dengan gadis ini. Tunggu! Jangan-jangan…

"Tou-san! Kaa-san!" seru sebuah suara cempreng dari arah belakangku. Perasaanku tidak enak. Leherku seperti sedang ditiup-tiup oleh Yuki-Onna.

"Naru.. Kemarilah. Peluk peluk paman! Ahh, bukan! Panggil aku 'Tou-saaaaaan'…" dan sekarang kulihat ayahku yang biasanya sangat berwibawa menarik seorang pemuda pirang yang baru saja datang. Kelihatannya Tou-san sangat bahagia. Bahkan aku tidak pernah mendapat pelukan gratis seperti itu.

"P –paman Fuga.. Ada apa ini. H –hei.." pemuda itu merasa sangat risih dengan tingkah Tou-san yang sedang kesurupan.

Tuhan.. Aku menyesal mengatakan bahwa Dewa Jashin bersamaku. Harusnya kukatakan bahwa Kau-lah yang bersamaku. Harusnya tak kuikuti aliran sesat itu… Maafkan aku Tuhan (-/|\-)
Ingin rasanya aku berteriak menghancurkan restoran ini. Pemuda itu.. pemuda itu.. Sama seperti yang ada di foto! Tadinya kupikir, orang yang ada dalam gambar setengah badan itu adalah seorang gadis. Dengan wajah yang manis, mata sapphire, bekas luka aneh di masing-masing pipinya, rambut tertutup hoodie, senyum manis, kupikir dia adalah gadis berdada kecil! Makanya aku nekat bohong dan mengatakan bahwa aku homo.
Kalian bertanya padaku, kenapa aku bisa tahu kalau orang yang dipeluk-peluk Tou-san adalah seorang pemuda? Tentu saja karena pada bagian pangkal celananya terdapat gundukan-kalian-tahu-maksudku. Yahh.. Punyaku tentunya lebih besar dan oke!

Ternyata.. Kebohonganku menyeretku kesini. Kedalam neraka kehidupanku! Pemuda bertubuh lebih pendek dariku itu adalah Naru yang dari tadi disebut-sebut. Apa yang harus kukatakan? Tertawa lebar dan berteriak 'Aku bohong! April moooooopp!' ? Gila! Ayahku akan memakanku setengah hidup.

Ayolah Uchiha Sasuke yang tampan. Katakan sesuatu supaya kau lepas dari masalah mengerikan ini. Aaaagghhhh!

"A –ano.. 'Suke. Boleh aku duduk disini?" Tanya pemuda pirang yang memakai celana jeans ketat dan kaos oblong hijau dibalut jaket model gakuran tanpa kancing. Ia mengenakan sepatu kets senada dengan kaosnya, ditambah beberapa aksesoris yang membuatnya makin terlihat keren-manis. Mata birunya yang bulat… Manis sekali!

"Ehem.. Otouto. Sampai kapan kau mau mengacuhkan Naruto? Kasihan dia berdiri terus." Gumam aniki yang entah sejak kapan berpindah kursi. Well.. kursi yang kosong tinggal kursi sebelah kiriku. Apa boleh buat? Daripada si manis yang membawa tas besar satu ini pingsan kelelahan dan aku harus memberi nafas buatan –tunggu! Kenapa pikiranku aneh-aneh, sih?

"Hn."

"Terima kasih…" ucapnya riang. Apa-apaan itu? mengartikan 'hn'-ku seenak rambut jabrik pendeknya.

Kami pun mulai makan malam awkward –bagiku- ini. Tunanganku –Naruto- sih, kelihatannya senang senang saja. Apa bocah itu tidak keberatan bertunangan denganku? Mungkin siswa SMA sekarang malah bangga kalau menikah muda. Dan yang paling penting, kenapa dia tidak memedulikan fakta bahwa tunangannya adalah seorang pemuda! Sama seperti dirinya?

"Naruto, bagaimana kuliahmu?"

"Lusa, aku akan diwisuda. Paman dan Bibi harus datang ya.." gumam Naruto riang sambil melahap sepotong daging. Tidak sopan!

"Hei.. Hei.. Naruto melupakanku. Betapa sedih hatiku…." Aku yakin suara konyol ini adalah suara Baka Aniki. Cuma dia satu-satunya orang bodoh disini! (Lupakan fakta bahwa aku tidak tahu kalau aku telah bertunangan dengan seorang P –E –M –U –D –A!)

"Ahh tentu saja Itachi-nii juga harus datang ke acara wisuda S2-ku. Hahahaha.."

"Uhukkk! Uhhu –uhukk!" Apa? Aku tidak salah dengar? Bocah ini… Lulus S2? Bukannya dia masih SMA? Muka semanis itu.. Tidak mungkin! Atau.. mungkinkah karena dia memang seorang pemilik baby face abadi?

"Sasuke..Pelan-pelan. Kau tidak apa-apa kan?" kurasakan sebuah tangan memijit tengkukku lembut. Gelas berisi air putih pun disodorkan kepadaku.

"Minumlah.." dan tangan caramel itu memegangkan gelasku. Entah kenapa aku tidak menolaknya. Perlahan.. Kuminum air yang disodorkan oleh tunangan ma –maksudku, Namikaze Naruto.

"Domo.." gumamku tanpa sadar usai menghabiskan setengah gelas air putih. Hei! Kenapa aku mengucapkan 'terima kasih' semudah itu? Sial bocah ini…

"Sama-sama.."

Ya Tuhan. Inikah balasan yang Kau berikan padaku karena aku sempat percaya pada Dewa Jashin dan aliran sesatnya? Kenapa Kau berikan aku cobaan mengerikan ini? Kenapa Kau tidak kirimkan seorang gadis seksi berdada besar saja? Dan kenapa Namikaze Naruto, yang entah sejak kapan jadi tunanganku, seorang pemuda yang sebentar lagi resmi mendapat gelar S2-nya, tunanganku, pemuda yang baru saja menyelamatkanku dari sepotong tomat yang nyangkut di tenggorokanku… Kenapa dia manis sekali! Dan kenapa aku memujinya sejak tadi DDDX

"Ngomong-ngomong Naru.. Nanti kau akan pulang bersama Sasuke."

Apaa? Apa yang baru saja dikatakan Paman Minato tadi? Naruto? Tinggal bersamaku? Di kediaman Uchiha? Kenapa harus begitu? Kenapa tidak sekalian membelikan kami rumah dan menyuruh kami tinggal berdua disana seperti pasangan suami istri yang bahagi –

"Kami akan pulang dengan mobil Minato. Sedangkan kalian akan langsung pulang ke rumah kalian berdua. Nah, Sasuke, ini kunci mobilnya. Hati-hati menyetirnya ya."

Ingin rasanya kujedotkan kepalaku di tembok terdekat. Kenapa? Kenapa setiap ucapan ngawurku menjadi kenyataan? Kenapaaaaaaaa?

Pokoknya aku harus protes, atau xxxxx-ku akan berakhir di xxxx milik Naruto. Tidak! Kenapa pikiranku jadi seperti ini? Aku bukan GAY! Aku normaaaall DDX

"Tou-san. Kenapa aku harus tinggal serumah dengannya? Bahkan aku tidak mengenalnya!" ucapku akhirnya. Semoga ucapanku yang kali ini tidak berbuah pahit. Aku sudah benar-benar gak kuat dengan semua ini.

"Sasuke, jaga bicaramu. Naru-chan tunanganmu. Wajar kalau kalian tinggal serumah, kan?"

"Tapi aku tidak pernah menyetujui semua ini. Aku bahkan tidak tahu kapan pertunangan ini berlangsung." Maaf Kaa-san. Maaf aku membangkang kata-katamu kali ini. Memang tadi kukatakan bahwa aku Gay. Tapi… Sungguh itu hanya sebuah kebohongan!

"Sasuke!"

"Sudahlah Fuga-kun. Mereka memang butuh waktu untuk menerima semua ini." Kali ini Bibi Kushina mencoba menenagkan ayahku. Jika boleh memilih, aku lebih memilih dipukul Uchiha Fugaku ketimbang menikah dengan Naruto.

"Sasuke. Bagaimana bisa kau mengabaikan Naruto yang ma –"

"Aniki! Kenapa bukan aniki saja yang bertunangan, lalu menikah dengannya? Kenapa harus aku?"

'grrgggg….'

"Maaf. Harusnya aku tidak datang kesini. Permisi."

Suara kursi yang diiringu gumaman gemetar itu cukup mengagetkanku. Itu tadi Naruto ya? Pemuda yang sedari tadi ceria (baca: manis) itu bisa juga pundung?

Usai mengucapkan kalimat pendek-pendek itu, tuanganku langsung menyambar tas slempang berukuran cukup besar yang tadinya ditaruh dikursi. Ia langsung pergi begitu saja.

"Haahhh… Sudah kubilang. Bicarakan dulu dengan Sasuke." Gerutu Paman Minato. Apa-apaan ini?

"Harusnya kau memikirkan perasaan Naru-chan, Otouto. Dia pasti menangis."

Tch. Sepertinya mereka mulai memojokkanku.

"Naruto adalah anak kami satu-satunya. Entah bagaimana, dia tumbuh menjadi pemuda tampan dan manis sekaligus. Dia selalu uring-uringan karena sering digoda om-om hidung belang yang tidak mampu menahan pesona manisnya." Gumam Bibi Kushina entah kepada siapa.

"Bahkan dia pernah hampir 'diserang' guru les-nya sendiri." Paman Minato menambahkan dengan menekankan kata 'diserang'. Siapa coba yang bisa tahan dengan pesona uke yang dimilikinya? Kuharap, orang itu adalah aku.

"Kaa-san harap sih, kau bisa melindunginya. Tapi ternyata…" OK. Kali ini kalimat Kaa-san sudah jelas-jelas memojokkanku.

"Ahh.. Aku masih ingat saat Tou-san dan Kaa-san mengajakku datang berkunjung ke rumah Naru. Dia sangat senang saat tahu kalau dia sudah ditunangkan denganmu. Dia jadi lebih bersemangat. Benarkan Paman?" Aniki brengsek!

"Begitulah. Naruto memutuskan untuk berlatih bela diri di Dojo Hyuuga. Dia bilang, agar bisa menjaga dirinya sendiri sampai kalian boleh bertemu."

"Benar. Hanya dengan melihat foto Sasuke-kun saja, dia jadi bersemangat dan lebih ceria."

"Tapi, kurasa dia kecewa setelah bertemu dengan Otouto yang asli."

'twich'

"Yahh.. Apa boleh buat. Adikmu kan memang begitu."

"Baiklahh…. Cukup semuanya! Aku akan minta maaf padanya. OK?" mata mereka berbinar saat aku mengucapkan kalimat ini. Bisa-bisanya mereka begitu padaku. Memangnya aku ini apa?

Tuhan… Katakan padaku, apa salah dan dosaku di kehidupanku yang lalu? Apakah aku adalah seorang pengkhianat desa yang menyakiti sahabat sekaligus rival sekaligus orang yang sangat dicintainya? Apakah aku adik durhaka yang membunuh kakaknya sendiri? Apakah aku seorang pemuda tampan? Ahh.. tentu saja jawaban 'YA' akan kudapat untuk pertanyaan terakhir.

Dengan muka sebal, kusambar kunci mobil dan langsung meninggalkan meja sialan bernomor Sembilan. Apakah pemuda manis itu akan memaafkanku? Apakah dia akan berhenti menangis? Apakah, apakah, dan apakah yang lain? Entahlah.

.

.

Celana hitam, jaket hitam, rambut pirang jabrik, tas slempang berukuran cukup besar berwarna hijau… Sepanjang jalan kurapalkan kalimat itu bagai mantra. Aku menyetir pelan sambil mengedarkan pandanganku ke sisi jalan. Mencoba mencari sosok tunangan manisku.

Kalian tahu? Aku sangat sebal dengan para orang tua plus aniki itu. Sepertinya mereka sudah merencanakan semua ini. Di dalam mobil terdapat kunci rumah sekaligus alamat tempat tinggalku yang baru. Yang lebih membuatku tidak enak adalah, rumah ini aku sendiri yang mendesain seluruh interiornya!

Enam bulan yang lalu Tou-san memberiku proyek yang menarik. Dia bilang ada pasangan suami-istri baru yang menginginkan rumah nyaman untuk mereka berdua. Yang membuat proyek ini menantang adalah selera kedua manusia yang tidak kukenal itu sangat berbeda.

Suaminya menyukai sesuatu beraura dingin dan sepi. Sementara istrinya menyukai warna-warna cerah yang menambah semangat. Dan aku berhasil menggabungkan kedua selera itu kedalam sebuah interior design yang super sekali!

Ternyata… Rumah itu adalah rumah yang dipersiapkan Tou-san dan Paman Minato untukku dan Naruto! Aaaaaghhhhhhhhh!

Tunggu! Siapa itu yang duduk di pojok kedai Ramen 'Ichiraku'? Naruto kan?

Jaket model gakuran, checked!

Celana jeans ketat, checked!

Sepatu hijau, checked!

Tas hijau..? Ahh, ada di bawah kursi, checked!

Rambut pirang jabrik? Aku tidak bisa melihatnya -_-

Spanduk di depan kedai menghalangi pandanganku. Baiklah… tidak ada pilihan lain. Aku pun memberhentikan mobil Lamborghini merah-ku di depan kedai.

Pelan-pelan aku turun dan berjalan memasuki kedai kecil itu. benar saja, sosok tunanganku terlihat sedang mengaduk-aduk semangkuk ramen yang sudah tidak ada mie-nya.

"Hei Naruto. tidak biasanya kau malas-malasan begitu. Apa ramenku sekarang tidak enak?" Tanya bapak-bapak memakai pakaian serba putih. Sepertinya ia pemilik kedai ini.

Naruto menghela nafas panjang, ia mengarahkan sapphire indahnya menatap pemilik kedai, "Bukan begitu, paman.. Aku hanya sedang tidak enak badan."

"Kalau begitu, kita harus segera pulang." Gumamku berdiri di belakangnya. Sepertinya Naruto sedikit kaget. Terlihat dari matanya yang membulat saat ia menoleh dan mendapatiku berdiri di belakangnya. Memangnya aku setan, apa?

"Sa –Sasuke? Apa yang kau lakukan disini? Pulang sana!"

"Tch. Tou-san akan membunuhku kalau aku tidak membawamu pulang. Kau mau aku yang ganteng ini mati sia-sia?"

"Bukan urusanku." Sahutnya ketus. Kenapa sih dia? Bukannya tadi dia ramah sekali padaku? Kok sekarang marah-marah begini? Atau.. karena ucapan kasarku tadi? Haruskah aku minta maaf padanya?

"Paman. Maaf ya, sepertinya aku harus pulang sekarang," wajah Naruto kembali tersenyum saat berbicara dengan paman itu. Kenapa tadi dia tidak tersenyum padaku? Menyebalkan!

"Bye Paman…" seenak jidat, pemuda pirang lincah itu memberi uang kepada si paman, lalu berlari pergi meninggalkanku. Apa yang duren sialan itu pikirkan? Berharap aku akan mengejarnya seperti di dorama? Tentu saja aku harus mengejarnya! Kalau tidak.. Kalian tahu sendiri lah -_-

"Naruto!" sial! Berkali-kali kupanggil, pemuda itu tetap saja berjalan cepat. Apa dia tuli?

'patss'

"Apa kau tuli, huhh?" Ok. Sekarang aku berteriak.

"Apa yang kau inginkan, Tuan Uchiha Yang Terhormat? Pulang ke pelukan Mama sana!" balasnya mengalahkan teriakanku.

"Dengar. Aku tidak peduli apa maksud ucapanmu itu, yang jelas kau harus pulang bersamaku sekarang juga." Kueratkan genggamanku di tangan pemuda berkulit caramel manis itu. Mau bagaimana lagi? Dia meronta terus.

"Tch. Kau pikir aku mau bertunangan denganmu? Lepaskan aku, brengsek! Aku lelah bersikap manis di depan kalian semua."

Dia bilang apa? Jadi tingkah manis dan penurutnya tadi hanya pura-pura? Senyum manis yang kulihat tadi juga bohongan? Brengsek kau Namikaze junior!

"Kita bicarakan nanti." Gumamku dengan nada kelewat rendah. Aku sebal karena bocah ingusan ini membohongiku. Kupikir dia benar-benar menyukaiku. Ternyata… Bukannya aku berharap dia menyukaiku. Hanya saja.. aku tidak suka dibohongi.

Pemuda berisik itu terus saja meronta. Karena beberapa orang lewat mulai memerhatikan tingkah kami, kuputuskan untuk membopong tubuh tan itu. Tadinya kupikir tubuhnya akan sangat berat, mengingat pipinya yang chubby itu. Diluar dugaan, aku samasekali tidak mengalami kesulitan saat menggendong sekaligus mengunci tubuhnya.

Kutulikan pendengaranku sesaat. Cepat-cepat kubuka pintu penumpang depan dan menghempaskan tubuhnya disana, tas hijaunya kulempar ke kursi belakang. Sebelum bocah sialan itu kabur, aku berlari dan segera duduk di kursi kemudi. Tentu saja, semua pintu langsung kukunci.

Kalian pasti tahu apa yang kulakukan selanjutnya. Tancap gas dan segera meninggalkan tempat itu, menuju 'rumah impian' kami berdua. Dan tunanganku tak henti-hentinya menggerutu sebal. Tch.. peduli malaikat!

"Kenapa kau tadi pergi?"

"Apa?" pekik Namikaze junior ini menanggapi pertanyaan yang seharusnya hanya terucap dalam hatiku. Bagaimana ini? Menjaga image cool andalanku, kuputuskan untuk mengatakannya lagi. Karena aku yakin, dia jelas mendengar semuanya.

"Kenapa kau tadi pergi?"

"Tch. Sudah kubilang kan, aku lelah bersikap manis di depan Tou-san, Kaa-san dan keluargamu. Sudahlah! Biarkan aku tidur." Dan pemuda permata sapphire itu langsung memunggungiku, menyembunyikan wajah, memejamkan matanya. Bodoh! Aku tetap bisa melihat cerminan wajahnya di kaca mobil.

Ok. Jadi kudapatkan kesimpulan sekarang. Bocah Namikaze sialan, tunanganku ini, ternyata juga tidak mau bertunangan denganku. Kenapa dia tidak bilang saja? Kenapa harus pura-pura bersikap manis? Dasar anak muda jaman sekarang! Sebentar.. Kalau dipikir-pikir, dia lulus S2, berarti usianya sekitar 25 tahun. Itu tidak bisa dibilang 'muda'. Jujur, wajahnya seperti bocah SMA berusia 16 tahun.

Tidurlah sepuasmu malam ini, Namikaze Naruto. Tapi besok pagi, jangan harap kau bisa bernafas tenang. Kau harus mau bekerja sama denganku agar pertunangan sialan ini batal.

"Naruto."

Hening.. Tidak ada respon dari pemuda berisik ini. Dia tetap saja meringkuk di kursi dan memunggungiku. Apa dia sudah tidur? Atau sengaja mengacuhkanku? Atau berpura-pura terkena kutukan agar aku menciumnya, dan membangunkannya?

"Brengsek! Dia membuatku memikirkan hal aneh." Bisikku.

Haaa~aahhh… Akhirnya sampai juga di depan rumah yang interiornya kudesain sendiri. Tadinya aku ingin membangunkan si duren. Tapi karena kelihatannya dia sangat lelah, jadi kubiarkan saja dia terlelap.

Setelah membuka pintu pagar, dan memasukkan mobil ke garasi, aku mulai bingung harus bagaimana. Menggendong Naruto atau membangunkannya? Bagaimana kalau Naruto hanya pura-pura tidur? Tapi bagaimana kalau bocah ini benar-benar kelelahan setelah ujian kenaikan tingkat yang dia lakoni tadi? Bagaimana kalau dia akan mengamuk kalau kubangunkan nanti? Bagaimana kalau malah menangis?

Ya sudah.. daripada terlalu banyak 'bagaimana' yang memenuhi otakku, kuputuskan untuk menggendongnya saja. Menghela nafas, tangan alabaster mulusku membuka pintu perlahan, takut kalau kepalanya bersandar di pintu. Ahh.. ternyata tidak.

Mulai kuangkat tubuh tan itu dengan hati-hati. Mau tidak mau, aku menggendongnya ala bridal. Tak mau ambil pusing, kutinggalkan tasnya di dalam mobil.

Aku pun membawanya naik ke lantai dua tanpa menyalakan satu pun lampu (lupakan fakta bahwa lampu-lampu kecil sudah menyala dari tadi). Kalau aku tidak salah ingat, ada 2 kamar tidur di rumah ini. Baguslah, kami bisa tidur di kamar terpisah. Kubuka pintu kamar sebelah kanan, langsung meluncur ke tempat tidur double yang terbuat dari busa. Rumah ini memang tidak bisa dibilang 'mewah' untuk kalangan sepertiku.

Kuturunkan perlahan tubuh manis dalam gendonganku. Tuhan, maafkan aku. Pemuda ini terlalu manis. Aku.. Aku… Aku tidak akan pernah sudi bertunangan, apalagi menikah dengannya! :

"Ngghhh… 'Suke.."

"Aku disini.."

Apa itu tadi? Dia mengigau? Memanggilku? Namaku? Kenapa aku menjawabnya? Kenapa aku merasa nyaman saat bersamanya? Kenapa aku deg-degan saat dia menyebut namaku? Tidak.. tidak mungkin aku menyukainya. Lagipula aku baru pertama ini bertemu dengannya.

Lagi, aku menghela nafas. Sudah berapa kali aku menghela nafas hari ini? Yang jelas, setelah bertemu bocah ini, jumlah helaan nafasku bertambah banyak. Mungkinkah kebahagiaanku akan hilang jika bersamanya? Whatever! Tohh aku tidak terima dengan pertunangan ini.

Melihatnya yang sepertinya tidak nyaman, aku memutuskan untuk mengganti pakaian yang dikenakannya. Siapa orang yang merasa nyaman jika tidur dengan celana ketat begitu? Yang ada xxxxx-mu akan tertekan dan tidak nyaman. Kalau boleh jujur, celana ketat sangat tidak aman bagi keselamatan 'masa depanmu'.

Kubuka lemari pakaian berwarna abu-abu berukirkan daun. Kalian tahu apa yang ada di dalamnya? Pakaianku… pakaian yang biasanya ada di lemariku entah bagaimana pindah ke lemari asing ini.

Aku mencoba menilik lemari krem di sebelahnya. Isinya baju-baju yang tidak kukenal. Kalau melihat dari ukurannya, kurasa ini milik Naruto. Akhirnya kuambil sepotong kaos oblong hitam tanpa lengan dan boxer marun untuk Naruto.

Ahh.. Mungkin aku harus mengganti bajuku dulu. Tanpa pikir panjang, kutanggalkan seluruh pakaianku dan membuangnya sembarang. Kuputuskan untuk memakai celana pendek longgar. Ya. Hanya itu yang menempel padaku saat ini. Selapis celana longgar.

Menelan ludah. Aku mulai melepas sepatu tunanganku. Perlahan namun pasti, jaket dan kaos yang dipakainya juga mulai kutanggalkan.

Tenanglah Sasuke… Tenangkan dirimu. Kenapa kau jadi berdebar begini? Ayolah.. Kau pernah menelanjangi aniki-mu saat dia sedang mabuk kan? Tidak ada yang terjadi kan? Kenapa kau bersemu saat melihat tubuh topless Naruto?

"Tidak! Aku masih normal.." gumamku meyakinkan diriku sendiri.

"Aahhh…" apa? Apa yang kulakukan sehingga dia mendesah seperti itu? Tidak! Aku tidak melakukan apapun. Demi Dewa Jas –maksudku Demi Tuhan, aku tidak melakukan apapun DDDX

Serius! Kali ini tanganku bergetar saat mencoba menurunkan resleting celana pemuda berkulit tan yang masih terlelap. Pelan-pelan Sasuke.. Pelan-pelan saja….

'zzrrttttt'

Perlahan kuturunkan celana ketatnya. Brengsek! Susah sekali. besok aku harus membuang semua celana ketat yang dia miliki. Pokoknya, aku tidak ingin xxxxx-nya menderita!

"Yosh.. Berhasil le –"

"Hhhh… Sa.. ahhh.."

"Brengsek! Berhenti menggodaku!" obsidianku melotot menatap wajahnya yang manis itu. Hei! Aku tidak salah lihat? Matanya basah begitu… bocah ini mimpi apa sih? Ya.. ya.. ya.. Mau tidak mau, aku membungkukkan tubuhku, mengusap air mata yang merembes melalui matanya yang masih tertutup.

"Sasuke.. Su –ahhh"

"Hei, lepaskan aku! Dobe. apa yang kau lakukan! Lepas!"

Sial! Dia mengigau dan langsung memelukku begitu saja. Tubuhku yang hanya berbalut celana longgar sukses ambruk menimpa tubuhnya yang hanya memakai celana dalam. Kuso! Kuso! Chikusoooooo!

Sesuatu di bawah sana mulai bangun. Tubuhku mulai terasa panas. Brengsek kau Naruto! Ingatkan aku untuk memerko –maksudku, membunuhmu saat kau bangun nanti!

Apa yang kulakukan? Tentu saja meronta mencoba melepaslan diri. Aku tidak mau berlama-lama dalam posisi seperti ini. Apalagi xxxxx-ku mulai bangun. Aku harus menyelesaikannya di kamar mandi atau aku tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini.

"Hkss.. Jangan pergi…" apa itu tadi? Terisak? Memintaku jangan pergi? Bocah ini mau memermainkanku ya?

"Suke.. Suki."

Jerk! Pertama, dia bersikap manis dan terlihat sangat bahagia saat bertemu denganku. Aniki juga bilang, dia menjadi lebih 'hidup' saat tahu dia bertunangan denganku. Setelah itu, dia mengatakan padaku kalau sebenarnya dia menolak pertunangan ini dan hanya berpura-pura di depan semua orang. Bahkan dia sempat berteriak kepadaku.

Dan sekarang… Sekarang dia menangis di dadaku, memelukku, memintaku untuk tidak pergi? Memangnya aku mau pergi ke mana? Ke neraka? Tentu saja aku lebih memilih pergi ke surge ketimbang bersama dengannya.

"Usuratonkachi. Lepaskan aku." Gumamku dengan nada rendah. Aku benar-benar marah sekarang. Mentang-mentang sudah lulus S2, dia berani memermainkanku? Lihat saja pembalasanku nanti.

"Dobe. Lepaskan tanganmu."

Hening.. Aku pun mulai meresapi tubuh kami yang menempel satu sama lain. Kulitnya ternyata benar-benar lembut. Aroma citrus tercium segar dari tubuhnya. Mungkin dia baru saja mandi setelah ujian kenaikan tingkat di Dojo tadi.

Menghela nafas. Kuputuskan untuk diam. Aku mulai penasaran dengan kepribadian bocah ini. Benarkan dia menolak pertunangan kami, tapi tidak berani mengatakan kepada Paman Minato? Lalu kenapa dia mengigau seperti ini dalam tidurnya?

"Sudahlah.. Kubiarkan kau menjadikanku guling malam ini."

Aku mulai menyamankan diriku sendiri. Memosisikan kepalaku di dada bidang Naruto. Kuputuskan untuk menjadikan nafas teratur tunanganku sebagai music penghantar tidurku.

"Ngghhh.. Brengsek." Gumamku pelan. Bagian bawahku menggesek miliknya. Dan itu menimbulkan sensasi aneh yang menyiksaku. Biarlah malam ini aku tidur dalam keadaan 'bangun'. Akan kutuntaskan besok pagi saja. Setelah semua yang kualami malam ini, aku terlalu lelah…

End of Sasuke's PoV

.

.

"Ggghhhhh… Sedikit lagi –ahhh!"

"Henti –aahhhh.. 'Sukeehh…"

"Sedikit… Ahh.. ahh.. gghhhh…"

Sinar matahari menembus jendela kamar sepasang pemuda yang sedang melakukan kegiatan 'yamette atashi oshiri itai'. Si kulit alabaster yang berada di atas terlihat bersemangat memaju mundurkan tubuhnya. Matanya terpejam, wajahnya memerah, bibirnya tak henti-hentinya mengeluarkan desah nikmat. Sementara pemuda berkulit tan yang berada di bawah bergumam tidak nyaman atas sentuhan seme-nya. Tangan tan-nya mencoba menjauhkan tubuh Sasuke. Sapphire yang masih setengah terpejam itu terlihat ingin mengeluarkan air mata, pipinya yang merona membuat siapapun yang melihat semakin ingin melakukan 'sesuatu' padanya.

"Aaaaggggghhhhhhh!"

Sasuke terpekik melepas hasrat yang sejak semalam menghantuinya. Tubuhnya ambruk menimpa tubuh Namikaze muda yang mulai bergetar.

"T –teme… Brengsek!" gumam Naruto. Kedua lengannya lemas terkulai di sebelah tubuhnya. Sapphirenya benar-benar menangis sekarang.

Mereka berdua terdiam. Naruto masih dengan sapphire yang menatap kosong langit-langit kamar asing ini, sementara Sasuke mulai mengeliat dan membuka matanya. Ia kelihatan lelah sekali.

"Ghhh… Aku lelah seka –"

"Apa kau sudah puas?" gumam suara bernada rendah memotong ucapan bungsu Uchiha. Mata onyx yang baru saja terbuka itu pun membulat sempurna.

"Na –Naruto. Kenapa kau ada di bawah ~" kali ini Sasuke yang memotong kalimatnya sendiri. Ia merasakan sesuatu yang lengket di bawah sana. Apa yang baru saja mereka lakukan? Kenapa wajah tan itu terlihat begitu marah? Kenapa mata berhiaskan sapphire kembar itu terlihat memerah?

"Bisakah kau turun? Aku ingin segera pergi dari sini." Pinta Naruto tanpa sedikipun melihat wajah tunangannya.

Walaupun masih bingung dengan apa yang terjadi, Sasuke menuruti permintaan pemuda yang baru semalam dikenalnya itu. Perlahan, ia menggeser tubuhnya. Onyx-nya makin membulat saat menangkap celana dalam Naruto yang masih terpasang pada tempatnya basah. Lebih dari itu, selangkangan pemuda berkulit caramel itu memerah.

"Dobe, apa yang terjadi padamu?"

"Apa yang terjadi padaku? Kenapa tidak kau tanyakan kepada dirimu sendiri?" gumam Naru dengan nada sinis. Tanpa menoleh, ia terus berjalan mencari kamar mandi di ruangan itu.

Nyawa Sasuke yang belum kumpul benar memaksa otaknya bersusah payah memikirkan apa yang terjadi barusan. Dengan ragu, Sasuke melirik selangkangannya.

"Haahh… Aku masih memakai celana." Helaan Nafas lega terdengar. Namun semua itu berubah begitu pemuda topless ini mengingat rasa lengket yang ada. Dipegangnya sesuatu yang berada di dalam celananya.

Kondisi 'masa depan'nya yang seperti ini… 'Aku baru saja mengeluarkan isinya? Kapan?'

.

Sasuke's PoV

Tunggu sebentar. Kalau diingat-ingat, aku bangun diatas tubuh si Dobe itu kan? Lalu…

"Apa aku keluar hanya karena 'bergesekan' dengannya? Tidak. Ini tidak mungkin." Kugelengkan kepalaku cepat. Bagaimanapun aku tidak mau menerima kenyataan bahwa aku bisa keluar semudah itu. Apalagi kolorku, juga celana dalamnya, masih berada pada tempatnya. Kelebihan apa yang dimiliki baby face sialan itu sampai-sampai dia bisa membuatku keluar tanpa –sudahlah. Jangan dilanjutkan lagi. Susah bagiku untuk menjelaskannya -_-

Tapi… Kondisiku yang seperti ini.. tidak salah lagi. Aku baru saja keluar. Kalau begitu.. Naruto…

'deghh'

"Dobe! Tunggu sebentar!" melompat dari kasur dan berlari menuju kamar mandi adalah hal yang kulakukan saat ini. Bocah itu pasti marah padaku. Entah bagaimana, aku tidak mau itu terjadi.

'brak.. brakk.. brakk..'

"Naruto buka pintunya!" teriakku menggedor pintu kamar mandi. Aku harus menjelaskan semuanya. Serius, aku tadi tidak sengaja.

"Narutooo! Kau tuli ya?" berani-beraninya dia mengacuhkanku. Satu-satunya yang kudengar adalah suara gemericik air mengalir dan … isakan?

Mataku langsung membulat. Naruto menangis. Aku membuat anak orang menangis! Apa yang akan Paman Minato lakukan kalau dia tahu aku telah membuat anaknya menangis? Tou-san.. Tou-san juga pasti akan mengamuk. Tidak!

"Do –Naruto.. Dengarkan aku. Aku tidak sengaja. Buka pintunya dan kita bicara. Ok?"Aku masih mencoba membujuknya. Kenapa aku membujuknya sampai begini? Kenapa aku memohon kepadanya? Brengsek bocah ini!

"Ayolah… Jangan marah begitu. Kutraktir kau makan ya.. Atau.. Atau kubuatkan desain interior untuk rumah yang akan kau tempati bersama istrimu kelak." Bodoh! Dia adalah tunanganku. Kenapa aku menawarkan yang aneh-aneh kepadanya? Lagipula, lepas dari rencana Tou-san adalah hal yang hampir mustahil dilakukan. Dia dan aku tidak akan bisa memiliki istri.

"Maksudku. Kuberikan apapun yang kau mau. Kalau aku tidak punya.. Akan kubelikan."

'brakk.. brakkk... braaakkk…'

Serius! Aku tidak berhenti mengoceh dan sesekali menggebrak pintu. Kenapa aku jadi begini, sih? Bukannya si muka ceria ini mengatakan dia sebenarnya menolak pertunangan ini? Kenapa aku malah jadi berharap padanya?

"Naru –"

'cklekkk'

"Kenapa aku harus membukakan pintu untukmu saat aku sedang mandi? Kau mau melakukan itu lagi padaku? Jangan harap kau bisa." Gumamnya dengan nada rendah pasca membuka pintu. Aku membatu. Tubuh berkulit caramel yang masih basah itu hanya tertutup handuk yang memilit longgar di pinggangnya.

Tahan.. Tahan Sasuke. Kau adalah seorang Uchiha yang normal. Jangan terpengaruh oleh tubuhnya yang langsing dan indah itu… Damn! Aku mulai berdiri.

"Minggir. Aku mau pergi." Raut wajah Naruto datar. Bahkan ia tidak mau bertatapan mata denganku. Satu hal yang tidak kuragukan adalah Namikaze muda ini baru saja menangis. Aku yakin karena matanya masih terlihat merah.

Tanpa memedulikanku, dia melewatiku dan langsung mengobrak-abrik lemari berwarna abu-abu. Aku bisa mendengar decakan kesal dari bibirnya saat ia tidak bisa menemukan satupun pakaiannya disana.

"Milikmu yang berwarna krem." Gumamku masih dalam posisi semula. Entah apa yang terjadi padaku, aku seperti tidak bisa bergerak. Aku seakan tidak sanggup menatap matanya dan mengucapkan kata-kata maaf.

Setelah menemukan pakaian yang akan dipakainya, tangan tan itu bersiap melepas handuk di pinggangnya. Otomatis, aku langsung membalikkan badanku, memunggunginya, "A –aku mau mandi."

Dan aku pun langsung masuk ke kamar mandi. Kalian pasti tahu apa yang kulakukan sekarang. Menahan suara… Perlahan… Aku mulai coba menidurkan lagi Sasuke Jr yang sempat terbangun setelah melihat tubuh Naruto tadi.

'Kami-sama… Apa yang sebenarnya terjadi padaku?'

.

.

'takk'

"Naruto. Kau disana?" panggilku saat menuruni tangga dan mendengar suara dari dapur minimalis yang tepat nyempil di sebelah kanan tangga. Mata gelapku menangkap bayangan seseorang yang sedang menuangkan sesuatu ke mangkuk. Di sebelah mangkuk ada segelas air putih dan secangkir kopi.

"Naru.." panggilku sekali lagi setelah aku tiba di depan meja. Pemuda itu masih saja belum mau menatapku. Sebegitu marahnya kah dia padaku?

"Dobe. Bisakah kau berhenti mengacuhkanku? Aku tadi tidak se –"

"Dengar Tuan Uchiha TEME yang Terhormat. Karena suatu hal, aku memang bodoh. Kuharap kau memaafkanku karena aku terlahir bodoh, tidak seperti dirimu yang jenius dan dikagumi oleh banyak gadis." Nada bicaranya meninggi. Dengan intonasi sinis seperti itu.., aku yakin dia benar-benar marah padaku.

Tubuh berbalut kemeja lengan pendek berwarna coklat bata itu langsung berbalik dan pergi meninggalkanku.

"Mau kemana? Biar kuantar." Entah setan apa yang merasukiku, aku mencekal pergelangan tangannya. Kugenggam erat, seakan tidak ingin pemuda beriris sapphire ini meninggalkanku sendiri di rumah kami. Aku tadi bilang apa? 'Rumah kami', ehh?

"Aku bisa naik kendaraan umum." Lagi, nada bicaranya berubah. Kali ini kalimat bernada dingin yang kudengar.

"Setidaknya biarkan aku menebus kesa –"

"Sudah! Makan dulu, sana… Ada bubur tomat special, tuh." Pinta Naru dengan logat yang pernah kudengar di TV ketika Iklan. Dan pegelangan tan itu langsung lepas dariku. Tanpa menunggu persetujuanku, dia langsung ngacir dan pergi ke suatu tempat yang aku tidak tahu.

"Tuhan… Lindungilah Tunanganku."

Bubur tomat, kopi hitam kental, air putih… Naruto menyiapkan semuanya untukku. Padahal dia sedang marah padaku. Tapi tetap saja, dia tidak melupakan tugasnya. Memang dia calon istri yang baik :3

"Tidak.. Tidak tidak tidak tidak! Berhenti mengigau, Sasuke!"

.

.

Ha~aahhhh sudah jam 8. Untung saja ini hari Minggu. Jadinya aku libur. Mau kemana yaa…

'Kimi o suki dake ja mono tarinai

Akogare dake ja umekirenai

Samishisa dake ga kyo mo RIARU de

Ima, ai ni ittara naite shimau..' (*)

Terdengar reff OST snime ber-genre YAOI yang pernah kulihat. Perlahan, gugrepe-grepe kantung celanaku. Setelah benda berbentuk kubus gepeng itu ketemu, langsung saja kusentuh touch screen-nya tanpa menengok siapa yang menelfon.

"Hn." Gumamku sambil membuka masuk ke mobilku.

"Toutoooooo! Ceritakan apa yang terjadi semalam.." rengek suara di seberang sana antusias. Pasti ini adalah baka aniki. Apakah aku akan menceritakan kalau semalam kami tidur seranjang? Apakah akan kuceritakan kalau tadi padgi ada kejadian lengket-lengket?

Apa kalian gila? Mana mungkin kuceritakan itu semua. Bercerita pada aniki sama saja dengan bunuh diri. Apa lagi dia adalah My Baka Aniki, Uchiha Itachi. Koneksinya… Secepat gelombang Ultra Sonik!

"Semalam aku mengajaknya pulang. Karena lelah, kami langsung tidur."

"Apa kalian melakukan itu? Bagaimana rasanya? Ceritakan padaku Otouto…" dan Aniki mulai bertanya yang aneh-aneh. Aku tentu saja tidak mau menjawab. Untuk apa menjawab pertanyaan aneh begitu?

"Aniki, sudah dulu ya. Aku mau pergi." Potongku usai mengeluarkan mobil dari garasi dan menguci semua pintu.

"Hm.. Mau kemana?"

Aku? Mau kemana? Aku juga tidak tahu -_-
aku ingin mencari Naruto, mungkin…

"Mencarikan hadiah untuk wisuda Naruto." crap! Lagi-lagi aku ngelantur. Kalimat apaan itu? kalimat yang memancing reaksi berlebihan dari Baka Aniki. Siaaaaaaallll!

"Wow! Naruto bersamamu?"

"Tidak. Dia pergi duluan tadi."

"Telpon dia dan ajak makan siang di rumah ya. Kaa-san akan masak sesuatu yang special. Byeee~~"

'ckleekk'

Pemuda keriputan itu tahu kalau aku akan protes, makanya dia langsung menutup sambungan telepon ini. Menyuruhku menelpon si Dobe? membuatku mengajaknya makan siang di rumah? Aniki bercanda!

"Nomor telepon Dobe saja aku tidak punya…"

Mataku Menangkap tas Naruto yang semalam kulempar ke kursi belakang. Iseng, kuambil tas itu. Yahh… Siapa tahu aku menemukan petunjuk kemana Dobe pergi hari ini. Jadi aku tidak perlu susah-susah mencari.

Tanganku membuka resletingnya perlahan. Tadinya kupikir, aku akan menemukan baju kotor bau yang dia gunakan untuk latihan, tapi ternyata aku salah.. Yang kutemukan di dalamnya hanyalah sebuah buku bersamput hitam dengan tulisan berwarna abu-abu.

"Chiisai na Kokoro...?" gumamku saat membaca sampulnya. Penasaran? Tentu saja! Apakah ini buku harian? Ahh.. memangnya dia anak perempuan yang suka menulis buku harian? Tapi bagaimana kalau ini benar buku harian?

'Apa yang harus kulakukan dengan buku ini? Ditambah lagi… Aku merasa deg-degan sekarang.'

Setelah perdebatan panjang, akhirnya kuputuskan untuk menaruhnya kembali, tapi ternyata Tuhan berkata lain. Buku itu terjatuh dan menunjukkan sebuah halaman yang menghentikan nafasku sejenak.

"Naruto.. Kau…"

.

.

Tbc

.

.

(*) itu ending anime 'Sekai-ichi Hatsukoi' :D

Judulnya Ashita, Boku wa Kimi ni Ai ni Iku

Hahahaahah XDDDD

Lagi-lagi karya geje dari Kyuu :3

Semoga ini menghibur :p

Dan lagi… Kyuu bingung dengan rate yang harus Kyuu kasih T apa M ?
Tapi belom ada lemon… Ahh! Kyuu kan ga bias bikin lemon! Huaaaaaaaaaaaaa *stresss tingkat dewa
.

.

Akhir kata
REVIEW PLEASE :3