Bazar Bujangan

Summary : Naruto, Ino, dan Sakura mengadakan bazar bujangan di apartemen mereka demi keinginan konyol mereka yakni diajak kencan seorang cowok yang MAPAN. Sayangnya rencana mereka terendus oleh Sasuke, salah satu bujangan yang diundang. Gagalkah rencana mereka? Apa yang akan dilakukan Naruto dkk untuk membuat acara ini sukses?

DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto

Genre : Friendship dan Romance

WARNING

Cerita Pasaran, garing, Typos, OOC, AU, Republish, and many mores.

Pair : SasuNaru always, pair yang lain menyusul kemudian

Don't Like Don't Read

Chapter 1

Naruto menghentakkan kakinya tak sabaran di depan ruang direktur. Hari ini, hari penentuan apakah proyeknya diterima ataukah tidak. Ia gusar menunggu. Bagaimana pun saat ini perusahaannya membutuhkan proyek ini agar tetap berlangsung? Semenjak meninggalnya sang ayah, perusahaannya mengalami sedikit kesulitan keuangan. Banyak kliennya yang beralih pada perusahaan Uchiha, saingan bisnis ayahnya dulu. Sayang sekali memang padahal dulunya Namikaze dan Uchiha pernah menjadi partner bisnis. Entah karena apa kerja sama diantara mereka pecah. Sekarang Naruto mewarisi perusahaan itu berikut tagihannya.

Ia duduk dengan tak sabaran, menggigit kuku jarinya. Ia memang sering melakukan kebiasaan buruk itu saat sedang cemas seperti saat ini. Ia tak akan secemas ini kalo saja bungsu Uchiha sialan itu tidak ikutan tender proyek ini. Ia khawatir kliennya kali ini pun akan berpindah juga. Ia segera masuk ke dalam saat namanya dipanggil masuk ke dalam ruangan.

'Sial Uchiha-cap-pantat-ayam itu juga di sini.' Rutuknya dalam hati saat melihat saingan bisnisnya duduk dalam satu ruangan dengannya. Mereka pura-pura tidak saling mengenal, padahal kantor mereka saling berhadapan. Naruto duduk di sebelah Sasuke setelah dipersilakan duduk oleh Direktur PT Sakura crop. Ia pura-pura menata map yang dibawanya untuk menutupi ekspresi tidak sukanya yang sempat keluar.

"Saya sudah membaca proposal Anda. Tapi maaf, untuk kali ini kami tak bisa bekerja sama dengan Anda. Mungkin lain kali." Kata Danzo.

Naruto mengertakkan rahangnya, mengangkat dagunya tinggi-tinggi dan menegapkan pundaknya angkuh, menolak kekalahannya. "Saya mengerti. Terima kasih banyak atas waktunya. Permisi." Katanya angkuh sebelum ke luar ruangan. Begitu pintu tertutup, matanya berkilat tak suka, memandang sosok yang ada di dalam ruangan sana. "Ini pasti gara-gara si Teme itu." Gumamnya tak suka. Ia bergegas pergi meninggalkan kantor PT Sakura crop, tapi di tengah jalan ia bertemu dengan Sai, putra bungsu sang Direktur.

Dia tahu kalo Sai naksir berat sama dia sejak pertama kali mereka bertemu, dan itu sudah ditunjukkannya secara terang-terangan di beberapa kali kesempatan, hanya saja Naruto menolaknya secara halus karena dia tak tertarik membina hubungan selain hubungan bisnis saat ini. Ia tak mau menyia-nyiakan isi otaknya yang telah mengenyam pendidikan bisnis di luar negeri, dan masih harus berjuang untuk perusahaannya.

"Maaf ya aku tak bisa bantu. Ini sudah keputusan ayah."

"Tak apa-apa. Sai kun sudah banyak membantu. Saya permisi dulu."

"Bisakah kita makan siang bersama sekarang? Bukankah sebentar lagi jam istirahat?"

"Maafkan saya. Saya sudah ada janji dengan orang lain. Lain kali saja."

"Ya sudahlah. Aku pergi dulu." Pamit Sai sopan yang dibalas senyuman oleh Naruto.

Naruto baru saja mau beranjak pergi hingga ia mendengar suara berat nan dingin yang sudah sangat ia kenal baik orangnya. "Hmm, jadi kau menjalin hubungan khusus dengan penerus Sakura crop. Ide bagus. Ada baiknya aku pun mulai menjalin komunikasi dengannya." katanya dengan senyum miring dan penuh tekanan pada kata hubungan khusus. Ia pasti menduga yang bukan-bukan padanya.

Sudah bukan rahasia lagi di kalangan pebisnis, model bisnis seperti ini, khususnya untuk pebisnis wanita. Mereka sering kali mau diajak tidur oleh kliennya dengan imbalan proyeknya gol. Makanya para pebisnis wanita sering kali dipandang remeh. Mereka dianggap hanya hiasan dinding yang bermodalkan paha dan bukannya otak. Tapi Naruto bukan pengusaha model macam itu. Ia tak pernah berbisnis kotor seperti itu. Iya, dia memang pernah makan malam dengan kliennya untuk menggolkan proyeknya, tapi hanya itu saja, itu pun demi menjalin komunikasi. Ia tak pernah melakukan yang lebih dari itu.

"Aku tak mengerti apa maksud kata hubungan khusus di sini. Tapi kalo kau menduga aku lebih akrab dengannya dibandingkan dirimu, sepertinya iya. Dan lagi apa urusanmu?" Katanya ketus.

"Ah, maafkan aku. Sepertinya aku membuatmu marah karena merebut klien setiamu. Tapi Maaf kamilah yang terbaik." Katanya angkuh.

Uuh, ingin rasanya Naruto menjambak model rambut anehnya, apa seperti pantat ayam. Hah, kampungan sekali stylenya. "Masa. Ku pikir kau butuh sedikit bantuan keuangan jadi ya aku sedikit mengalah untukmu kali ini. Kasihan kan jika perusahaan yang sudah mapan, bangkrut di tangan orang yang tidak fashionable sepertimu." Balas Naruto.

"Oh ya. Aku tidak tahu kalau tetanggaku begitu baik. Bukannya kau lebih junior dibandingkan diriku. Mungkin kau lebih butuh bantuan keuangan karena ku lihat saldomu sedikit berkurang. Hmmm, bukankah menyedihkan seorang bos perusahaan terkenal naik taksi, bukannya mobil?" kata Sasuke tak mau kalah. Begini ini akibatnya kalo mereka bertemu, pasti bertengkar dan saling menyindir tajam.

Tak ingin terlibat debar tak jelas lagi, Naruto segera beranjak pergi, menghindari provokasi Sasuke lebih jauh. Mereka memang sering bertemu karena tuntutan pekerjaan, dan sering kali mereka berakhir dengan cekcok hebat sebelum berpisah. Hari ini ia sedang tak mood untuk bertengkar karena ia masih harus menangani proyek yang lainnya agar tidak lepas dari tangannya.

"Kau mau kemana?"

"Tentu saja makan siang."

"Dengan klien yang lain?"

"Ku rasa itu bukan urusanmu. Kau bukan ortuku."

"Yah, aku kan hanya mengkhawatirkan tetanggaku tercinta. Hati-hati nanti dimakan buaya darat."

"Terima kasih atas perhatiannya.." balas Naruto tak kalah sarkastik. 'Apa sih maunya si Teme ini? Ikut campur saja urusan pribadinya.

SKIP TIME

Di sebuah kafe, Naruto menikmati kopi yang tadi di pesannya. Ia baru saja makan siang dengan kliennya persis seperti yang ditebak oleh Sasuke, hanya saja kliennya ini seorang cewek. Tepatnya artis pendatang baru yang namanya lagi naik daun aka Tayuya. Ia berniat mencetak undangan pertunangan yang eksklusif dan berkelas di perusahaan penerbitan Naruto. Naruto sudah memberikan beberapa design undangan seperti yang diinginkan sang artis. Ternyata Tayuya menerimanya dengan suka cita. Ia malah sangat kagum dengan designnya dan bahkan berani memberikan budget tak terbatas demi mendapatkan citra yang dia inginkan.

Naruto tersenyum senang karena berhasil mendapat proyek ini, meski belum bisa mengganti kerugian akibat kehilangan klien perusahaan Sakura corp. Tapi ia tak patah semangat, ia masih akan bertemu dengan direktur majalah Icha-Icha dan artis juga yang namanya Guren. Kalo tak salah Guren yang juga seniornya Tayuya ini berniat membuat biografi. Ia menginginkan biografinya dicetak secara lux dan eksklusif pula untuk memberi citra elegan dan berkelas. Semoga saja mereka bisa deal dan kesepakatan ini mampu menutup tagihan hutang perusahaan. Dengan demikian Naruto bisa kembali berjuang mengembangkan perusahaan namikaze corp agar bisa sejajar dengan Uchiha corp, saingan berat mereka selama ini, seperti yang jadi cita-cita Naruto sejak dulu.

Hmm, dari analisisnya kebanyakan proyek yang dibuat eksklusif cenderung jatuh ke tangannya, karena hasil cetaknya lebih halus dan minim cacat, sedangkan perusahaan besar ia sering kalah karena katanya harganya dianggap sedikit lebih mahal, dan kalah saing dengan Uchiha yang berani pasang tariff murah, tapi mutunya dijamin. Ia kembali meneguk kopinya dengan penuh nikmat, membaca notes yang dibuatnya beserta berkas kerja yang lain. Well ia memang sering kali menghabiskan waktu di sini untuk mencari inspirasi. Di tengah-tengah padatnya pekerjaan, terkadang Naruto menyempatkan diri melanjutkan novelnya yang terbengkalai.

Oh yeah, ia memang senang membuat karya fiksi selama ini. Beberapa karyanya ada yang dimuat di Koran dan majalah. Hanya saja untuk dijadikan novel, dia belum. Novel perdananya ini bertemakan percintaan ala anak remaja, buat sedikit reunian kala ia masih unyu-unyu dulu. Sebegitu konsentrasinya hingga Naruto tak menyadari kehadiran seseorang yang bahkan tanpa sopan duduk di depannya.

"Seingatku, aku tak pernah ada janji dengan anda Uchiha san dan lagi tempat duduk di sini tidak penuh, lalu kenapa anda ada di sini?" katanya tanpa mendongak sudah tahu siapa pelaku tak sopan tersebut.

"Aku tahu. Aku hanya ingin menyapa tetanggaku tersayang."

"Oh ya? Kalo begitu sayang sekali saat ini aku sudah mau pergi. Kau bisa melanjutkan kencanmu dengan siapapun itu di sini." Kata Naruto sarkastik. Moodnya untuk membuat novel hilang dengan kehadiran orang yang satu ini. Demi Tuhan kenapa sih ia harus bertemu dengan orang menyebalkan ini dua kali dalam satu hari ini pula. Bukankah Bungsu Uchiha ini terkenal super sibuk? Jangan bilang padaku kalo dia sedang memata-mataiku? Mungkin ia takut salah satu kliennya lepas karena takut diberi service lebih dari Naruto? Siapa tahu kan apa yang dipikir cowok piktor ini.

"Kau cemburu, Sayang?"

"Hah, aneh sekali. Untuk apa aku cemburu. Kita kan tak pernah ada hubungan." Kata Naruto tenang, padahal dalam hati ngedumel 'Jadian ama siluman ayam ini? Ih, amit-amit deh. Mendingan dia nikah ama monyet, daripada sama dia, rival abadinya.'

Naruto berkemas dengan cekatan, tak ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan makhluk Tuhan yang satu ini. Uuuh dia gak sudi satu meja dengannya. Ini bukan hanya masalah perusahaan lebih dari itu ini masalah harga diri sebagai wanita, yang sering kali diinjak-injak olehnya.

"Kalo begitu ku antar, kebetulan kita sejalur."

Naruto mendongak tak percaya, menatap wajah tampan aristocrat di depannya yang membuat banyak wanita tunduk padanya, tapi Naruto tak termasuk golongan itu. Ia justru muak dengan muka tembok itu (julukan Naruto selain Teme). "Kau sedang menawarkan padaku tumpangan? Wahhh aku tak tahu kalo sekarang kamu sudah punya lingkaran halo di atas kepalamu? Tapi maaf aku sudah ada janji." Katanya. (Lingkaran halo itu maksudnya lingkaran warna kuning keemasan yang ada di atas kepala untuk menggambarkan seorang malaikat versi barat).

Ia buru-buru keluar, saat seseorang meneleponnya, mengatakan kalo dia sudah sampai di depan kafe. Ia segera masuk ke dalam mobil, orang yang menjemputnya itu. Sasuke menatap kepergian Naruto dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia mengepalkan kedua telapak tangannya tak suka dengan keakraban Naruto dengan seorang cowok tampan bak model. Ia melongggarkan dasi dan membuka kancing jasnya, melangkah meninggalkan parkiran kafe, menuju mobilnya. Sebelum masuk ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menambah keren penampilannya, terkesan cool dan misterius gitu. Sepertinya ia sedang merencanakan sesuatu.

SKIP TIME

Naruto keluar dari mobil tumpangan begitu juga dengan Ino. Mereka mengucapkan terima kasih pada Deidara, teman sesama model Ino yang sudah berbaik hati memberi mereka tumpangan. Mereka masuk ke dalam panthouse mereka bersama. Sebuah apartemen mewah dengan dua lantai dan tiga kamar utama, yang mereka sewa bertiga. Mereka masuk ke dalam. Di sana sudah ada Sakura yang bekerja sebagai seorang dokter, duduk di sofa, sambil membaca entah apa itu.

Naruto dan Ino masuk ke dalam kamar masing-masing untuk ganti baju tentu saja setelah menyapa Sakura. Setelah ganti, mereka bertiga berkumpul bersama dengan camilan depan mereka. TVnya dinyalakan sebagai hiburan.

"Ku tebak hari ini, elo ketemu lagi sama si Sasu-Tememu itu. Tiap kali ketemu dengannya kan muka lo selalu lecek gitu." Tegur Sakura yang paling perhatian dibandingkan dengan mereka.

"Bukan hanya itu saja. Proyek besar gue melayang."

"Tapi Tayuya yang gue rekomendasiin itu nerima kan?" tanya Ino ikut prihatin.

"Iya. Makasih banget ya. Elo banyak nolong gue."

"Namanya juga teman. Elo lagi ngapain, Sak?"

"Baca tagihan telepon." Ino merebut kertas tagihan telepon. Well, meski sudah ada HP, mereka lebih senang nelepon pake telepon karena lebih permanen terutama untuk urusan bisnis, beda dengan HP yang gampang gonta-ganti nomor. Ino membaca tagihan telepon. Karena sering bersama mereka sudah tahu nomor-nomor yang ada di kertas tagihan.

Ino menarik nafas panjang sebal, ia merebahkan tubuhnya di sofa di samping Sakura, tak semangat. Ada apalagi tu anak? Jangan bilang kalo tagihannya jebol seperti bulan lalu, sedangkan honornya lagi tersendat.

"Tagihanmu jebol?" tanya Naruto heran.

"Bukan. Gue hanya miris saja. Hellow di sini ada tiga orang cewek kece dan sudah mapan, tapi isi tagihan teleponnya tak ada satupun dari cowok yang PROSPEKTIF. Kalo gak keluarga, ya cewek. Payah nih. Mang pada kemana sih larinya bujangan kelas kakap?" Keluhnya.

Well benar juga sih yang diomongin si Ino. Hampir dari ketiganya tak ada satu pun yang mendapat panggilan kencan dari seorang cowok beberapa bulan ini. Bukan berarti mereka tak laku, hanya saja kebanyak cowok yang dikenalnya, kurang membuat mereka terarik.

"Terus mau lo apa?" tanya Naruto.

"Gimana kalo kita ngadain bazaar bujangan?"

"Bazar bujangan apaan tuh?" tanya Sakura heran dengan istilah aneh itu.

"Iya. Kita kan punya tu kenalan cowok yang gak kita minati yang mungkin orang lain kita minati. Kita bisa tukar kenalan cowok. Ada kan teman-teman kita yang kayak begitu. Yah gak usah banyak. Cukup dua kenalan cowok mapan buat diajak di bazaar."

"Hmm, emang elo dah ngebet pingin merit gitu?"

"Ya gak gitu juga. Aku kan juga ingin kencan dengan seorang cowok. Masalahnya cowok-cowok yang ku kenal, gak ada satupun yang membuatku tertarik. Elo juga ada kan, Nar? Sasuke misalnya?"

"Bisa aja sih. Tapi…" (Naruto)

"Ini hanya ajang kenalan doang bukan perjodohan. Kalo cocok dan melangkah ke jenjang yang lebih serius juga gak masalah. Elo juga mau kan, Sak?" (Ino)

"Ku rasa itu ide bagus. Ini akan menyelamatkan hidup kita yang membosankan. Kebetulan aku juga bermasalah dengan cowok. Cowok-cowok yang ku kenal juga kurang begitu membuatku tertarik. Kau ajak saja si Sasukemu itu. Siapa tahu, Sasukemu akan membuatku jatuh cintrong." (Sakura)

"Terserahlah." Kata Naruto akhirnya pasrah saja.

"OK, aku akan ajak teman-teman yang lain biar tambah seru. Untuk lebih detailnya kita matangkan nanti." Kata Ino merasa Naruto sudah sepakat.

TBC

Ini fic terinspirasi dari novel dengan judul yang sama, hanya saja nanti nanti perkembangannya akan ku buat beda. Terakhir please RnR.