disclaimer: i don't own Tegami Bachi

terinspirasi dari lagu 'Ruang Rindu'

maaf klo ada yang susah mengerti fic ini. karena memang susah dimengerti. *ga ngerti mo ngomong apa.

RNR pleeaassee! .


TERTUKAR

Percayakah kalian pada sihir, mitos, dan legenda? Ada sebuah legenda romantis di Beehive yang menjadi favorit para bee perempuan. Tapi ada seorang bocah tak manis bernama Zaji yang berkomentar sinis tentang legenda manis ini.

"huh! Hanya orang bodoh yang percaya pada hal-hal semacam itu." katanya.

Suatu hari, saat Zaji baru saja sampai di puncak tangga utama Beehive, seseorang memanggilnya dengan penuh semangat. "ZAJI! ZAJI!" pekik bocah itu. Dengan malas Zaji memandang kebawah, ke arah suara berasal. Suara itu berasal dari Lag yang sedang berlari-lari memasuki gedung Beehive diikuti Niche dan Steak.

"apa?" tanya Zaji tak peduli.

"di…haahh…. Lu…. Haaahh… da… haahh….tuh… haahh… lih…. YUK!"

"hey, hey, mana aku ngerti kalau kamu ngomong sambil terengah-engah gitu. Normalkan dulu nafasmu baru bicara." Celetuk Zaji pada Lag yang megap-megap seperti ikan mas koki.

Lag menarik nafas dan menghembukannya beberapa kali lalu berkata: "Di luar ada hujan bintang jatuh, LIHAT YUK!"

"nggak!"

"eeh? Kenapa?"

"aku nggak suka sama hal-hal semacam itu."

"tapi pemandangannya indah sekali, ini adalah fenomena langka, ayo kita lihat!"

"makanya, sudah kubilang 'kan? Aku ta— waaaa!" Zaji terpeleset karena syal panjanganya sendiri.

"Za— Zaji!"

"grooww!" Waisolka berusaha menyelamatkan tuannya. Tapi bukannya menarik tubuh Zaji yang mulai merosot, kucing besar itu malah menubruknya sehingga Zaji melayang jatuh dari tangga dengan kepala di bawah.

"wuooooaaahhhh!"

"Zaji, aku akan menyelamatkanmu!" Lag berlari, berniat menangkap tubuh Zaji. Bocah itu memposisikan dirinya, dan bersiap menangkap Zaji. Tapi ternyata perkiraan jarak Lag salah, dia berdiri terlalu tepat dibawah pemuda itu. Dan akhirnya, kepala mereka menghantam satu sama lain. Rasa sakit merayap di kepala kedua bocah malang itu, pandangan mereka menjadi gelap dan hal terakhir yang mereka ingat adalah kerasnya lantai Beehive yang dingin.


Secercah cahaya menyusup masuk ke dalam mata bocah berambut putih. Dia mengernyit karena cahaya menyilaukannya, dan mengerjap-ngerjap untuk membiasakan matanya dengan cahaya. Bau steril membuatnya muak, dan atap putih menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya. Dengan susah payah, bocah bermata satu itu mendudukkan tubuhnya dan rasa sakit menyerang kepalanya.

"aww… dasar Lag sialan!" umpatnya sambil mengelus bagian kepalanya yang terasa sakit. "kenapa dia nggak nyuruh Niche buat nangkep aku saja sih? Kayaknya bakal ada benjol nih. ng? lho?"

Bocah berambut putih itu kemudan menyadari seuatu yang aneh. Sesuatu yang lembut menggelitik pipi kirinya.

"apa iya rambutku sepanjang ini?" gumamnya.

Selanjutnya, dia menyadari kalau dia tak dapat melihat pemandangan di sisi kiri. Belum sempat ia menghilangkan keheranannya, sebuah suara yang akrab terdengar ditelinganya.

"oh, kau sudah terbangun, Seeing?" kata dokter Thunderland Jr. yang muncul dari depan.

Hah?

"bagaimana perasaanmu? Kau baik-baik saja? Pasti kepalamu terasa sakit karena terhantam kepala batu Zaji."

Haahhh?

"lagipula, kenapa kau tidak memerintahkan Niche untuk menangkap Zaji?" Dr. Thunderland Jr. tertawa perlahan.

"tu—tunggu dulu dokter… aku—"

"HUWAAA!" teriak seseorang yang terbaring di ranjang sebelah kanan bocah berambut putih itu.

Bocah berambut putih dan Dr. Thunderland menengok ke arah suara. Yang berteriak adalah seorang bocah dengan bola mata terbelah seperti kucing dan rambut hitam yang acak-acakan. Si bocah berambut putih menatap bocah kucing dengan tatapan terkejut dan tak percaya, sementara si bocah kucing menatap bocah berambut putih dengan mata berkaca-kaca dan wajahnya memucat.

"oh, kau sudah bangun, Zaji."

EEEHH? Jerit batin si bocah berambut putih.

"bagaimana perasaanmu? Wajahmu pucat, sebaiknya kau berbaring lagi. Aku akan pergi sebentar untuk mengambil obat, beristirahatlah sejenak."

Dan Dr. Thunderland pun berlalu bagaikan angin. Si bocah berambut putih dan si bocah kucing saling menatap satu sama lain tanpa berkedip.

"sebutkan nama, umur, pekerjaan, nama idola dan nama dingomu." Kata si bocah bermbut putih.

"uh, namaku Lag seeing, umur 12 tahun, seorang Letter Bee, idolaku Gauche Suede, dingoku Niche dan Steak." Kata si bocah kucing. "ba—bagaimana denganmu?"

"namaku Zaji, umur 14 tahun, seorang Letter bee, idolaku Jiggy Pepper, dingoku Wasiolka." Mata si bocah berambut putih penuh dengan ketidak percayaan. "hei, ini bercanda 'kan?" katanya dengan wajah memucat, "ke-kenapa, kenapa… KENAPA KAU ADA DI TUBUHKU LAG?"

Ya, benar. Saat ini Zaji berada di dalam tubuh Lag, dan Lag berada dalam tubuh Zaji.


Setelah berteriak-teriak penuh kebingungan, Lag dan Zaji terdiam dalam keheningan yang dalam sampai Niche dan Dr. Thunderland datang. Saat Niche ingin menyerbu sosok Lag, dia berhenti sekejap saat melihat ekspresi Lag yang nampaknya berbeda dari biasanya, kemudian gadis mungil itu memandang sosok Zaji. Dia menatap sosok Lag dan Zaji secara bergantian, dan berakhir dengan memiringkan kepalanya tanda bingung. Wasiolka juga memberikan tingkah laku yang sama sehingga kedua dingo itu nampak seperti sedang melakukan gerakan senam leher.

"ada apa Niche, Wasiolka? Kenapa kalian seperti tak mengenali tuan kalian sendiri?" Tanya Dr. Thunderland bingung.

"do—dokter Thunderland!" teriak Zaji.

"y—ya?"

"aku dan La— maksudku, Zaji, mau pulang sekarang. Kondisi kami tidak memungkinkan kami untuk bekerja, tolong berikan izin kami pada Largo sia— Largo-san maksudku. Ok? Terimaksih banyak!"

Tanpa memberikan waktu pada Dr. Thunderland untuk bereaksi, Zaji langsung menarik Lag beserta para dingo dan melesat keluar dari laboratorium Dokter Mayat itu. Dr. Thunderland hanya bisa bengong melihat perilaku Lag yang aneh. Lag menarik Zaji? Itu pemandangan langka, pikirnya.

Zaji menarik Lag yang hanya bisa bengong sampai rumah Sylvette, menendang pintunya dan berlari masuk ke kamar Lag di lantai dua. Zaji menendang pintu kamar Lag juga dan melempar Lag ke tempat tidur, kemudian membanting pintunya. Bantingan pintu itu membuat Sylvette berteriak dari dapur:

"LAG! Jangan banting-banting pintu seperti orang kesetanan!"

"ma-maaf Sylvette, kami terburu-buru…" kata Lag.

Sylvette terbelalak mendengarnya. Hah? Kenapa Zaji yang minta maaf? "Zaji? Aku tidak marah padamu kok…"

Lag menutup mulutnya, Zaji menjitaknya dan membalas ucapan Sylvette dengan nada lembut Lag: "ma-maaf Sylvette, La—Zaji sedang agak korslet."

"ooh… ya sudah jangan banting-banting pintu lagi ya?" dan Sylvette kembali dengan kesibukannya menyiapkan makan malam.

Zaji nyaris muntah mendengar dirinya sendiri berbicara dengan nada halus Lag. "Za—Zaji, kenapa kita jadi seperti ini?" tanya Lag, nadanya bergetar karena menahan tangis.

"Mana aku tahu."

"a—apakah kita bisa kembali seperti semula?"

"aku juga tak tahu." Zaji mengacak-ngacak rambut putih Lag dengan frustasi.

"apa yang harus kita lakukan sekarang?"

"JANGAN TANYA AKU!" pekik Zaji. Tapi dengan menyesal dia menatap ke arah Lag yang sekarang berada di tubuhnya. "maafkan aku… aku tak bermaksud berteriak padamu."

Lag terdiam. Dia memandang Niche yang sedang kebingungan, "Niche, kau tahu kan kalau ini aku?"

"YA! Kau Lag! Tapi wajahmu Zaji, kenapa kau berwajah Zaji Lag?"

"aku juga tak tahu Niche."

"Niche akan menjaga Lag walaupun Lag berwajah gaichuu sekalipun!"

"Nunii~!"

"terima kasih…tapi aku tak mau berwajah gaichuu, Niche." Lag tersenyum lemah.

Wasiolka memandang tuannya yang berada dalam tubuh Lag dengan bingung. Tapi dia tahu, kalau itu adalah ZAJI. Maka kucing besar itu mendengkur manja pada Zaji. Pemuda itu terharu dan membelai dingonya penuh kasih.

"YOSH! Daripada mengeluh, lebih baik kita memikirkan cara agar kita bisa kembali seperti semula!" kata Zaji penuh semangat. Lag mengangguk setuju.

"ya, kita harus kembali seperti semula sebelum Festival Bintang dimulai." Kata Lag.

"hah? Memang ada apa pada saat itu?" tanya Zaji heran.

"ng-nggak ada apa-apa kok. Hanya bergumam sendiri." Lag kelabakan. Wajahnya memerah.

"hmm… ah! Aku punya ide!"

"apa itu?"

"begini, kita tadi terbentur sangat keras kan? Siapa tahu kalau kita membenturkan kepala seperti tadi kita akan kembali seperti semula." Kata Zaji bersemangat.

"Za-Zaji… jangan katakana kalau kau mau…"

"Bersiaplah Lag!" Zaji menangkupkan wajah Lag dan menghantamkan kepala mereka sekuat tenaga.

Rasa sakit membuat mereka pusing. Zaji oleng dan terduduk dengan tragis. "gimana? Berhasil?" tanya Zaji sambil mengelus jidatnya.

"nampaknya tidak." Lag terlihat kecewa saat melihat Zaji masih berada di dalam tubuhnya.

"apa yang sedang kalian lakukan?" sebuah suara yang akrab ditelinga mereka berdua terdengar diikuti suara tawa tertahan. Lag dan Zaji menengok ke arah pintu dan melihat Gauche Suede sedang berdiri di ambang pintu sambil susah payah menahan tawa.

"Ga-Gauche!" Lag—dengan wajah Zaji— kelabakan dan merona.

Diam-diam, Zaji memperhatikan perubahan sikap Lag yang agaknya sedikit kentara.

"hihi, kenapa kalian saling menjedutkan kepala? Apa itu permainan baru?" tanya Gauche geli.

"eh— ehm… soalnya—"

"kami sedang bermain game hukuman!" Zaji cepat-cepat memotong ucapan Lag dan melotot ke arahnya. Lag segera menutup mulutnya dengan tangan dan memucat seketika ketika menyadari bahwa INI adalah hal yang harus di rahasiakan.

Gauche melihat pemandangan itu dengan sedikit heran, "hmm… kalian punya suatu rahasia ya?"

Jantung Lag dan Zaji berdegup keras mendengar pertanyaan Gauche.

"ya sudah, kalau memang rahasia aku tak akan bertanya lebih lanjut. Makanya, jangan melotot pada Zaji begitu dong, Lag. Lihat, dia ketakutan tuh." Ujar Gauche polos dan mengelus kepala Zaji.

Lag nampak sangat terkejut mendengar ucapan dan sikap Gauche. Lag mengerti, itu bukan salah Gauche. Tapi tetap saja, hatinya terasa sakit mengetahui kalau Gauche tak mengenalinya. Hatinya ingin berteriak 'ini aku!' namun tak kuasa.

"ngomong-ngomong, makan malam sudah hampir siap. Tadi Sylvette memintaku untuk memanggil kalian. Cepat turun ya? Nanti dia marah." Kemudian Gauche berlalu.

"tung—tunggu sebentar Gauche!" teriak Zaji. Gauche melongokkan kepalanya ke kamar Lag dengan terkejut.

"ada apa?" tanyanya.

"boleh tidak, La—Zaji menginap disini malam ini?"

Lag dan Gauche terkejut mendengar permohonan Zaji. "boleh saja sih, tapi kenapa?"

"kami ingin bertukar cerita tentang idola kami masing-masing." Kata Zaji meniru nada bicara Lag.

Gauche sedikit agak merona mendengarnya, "o—o—ooh… aku sih terserah saja. Tapi bertanyalah pada Sylvette juga."

"iya, makasih Gauche." kata Zaji manis.

Tenang saja Lag, aku akan menemukan cara untuk mengembalikan keadaan kita seperti semula. Itu pasti! Zaji mendelik ke arah Lag penuh makna. Lag mengerti arti tatapan mata itu dan mengangguk perlahan.


A/N: kalian pasti sulit mengerti kan? saia juga sulit mengerti dan sangat sulit membuat tema tertukar seperti ini. buru-buru nulis fic ini keburu lupa... padahal masih ngutang 'Zaji's New Dingo' *curcol
yah, pokoknya, ditunggu review dari anda semua bagi yang mengharapkan kelanjutan cerita ini... ^_^