Author: kekasih hakyeon/? you can call me jtw-

Pairing: LeoN/Neo with other VIXX member

Rated: T (bisa berubah sewaktu-waktu tergantung sitkon/?)

Genre: teuing tah, koplak jigana mah(?)

a/n: ini hanya ke-koplak-an saya semata. bashing saya gaplok. hahaha. terinspirasi dari drama "angry mom". ingat ini BL. juga OOC.. typo . lol.

(Saya hanya bantu posting seperti biasa ya. Jd jgn kira saya ini plagiat. Okeh?!)

DLDR!

.

.

.

.

.

.

.

Chap 1: pertemuan tak terduga, kesan pertama

.

.

.

"Naega wae ireohkaaa~"

BRUKKK

Seorang namja cantik yang tengah mengetuk-ngetukkan jarinya ke setir mobil sambil melantunkan lagu dari radio di mobilnya seketika membulatkan matanya saat mendengar sesuatu yang cukup keeras menghantam bagian belakang mobil pick upnya. Dengan cepat ia mematikan radio kemudian turun dari mobilnya untuk melihat apa yang terjadi.

Ia melongo.

Bamper mobilnya penyok.

Ya, hanya penyok dan tidak terlalu parah.

Tapi, masalahnya...

Mobilnya baru selesai ia service kemarin... dan sekarang?

Ia segera menolehkan kepalanya guna mengetahui sang pelaku yang menyebabkan mobilnya penyok.

Dapat ia lihat bahwa seorang namja murid SMA dengan perawakan tinggi tengah membuka helmnya.

"Yyaakk! Bocah! Apa kau tak punya mata eoh?! Apa kau tak tau peraturan lalu lintas? Ugal-ugalan dijalan, kebut-kebutan. Kau pikir berapa usiamu, huh?! Aku sendiri tak yakin kau sudah punya sim. Beraninya kau berkendara seenaknya. Lihat apa yang kau lakukan pada mobilku hah?!"

Namja cantik itu mengomel sambil berkacak pinggang. Sedangkan yang diomeli?

Hanya tertegun memegang helmnya sambil memandangi sosok yang tengah berteriak melengking dihadapannya, menatapnya tanpa kedip, dengan mulut sedikit menganga.

'Cantik... manis... menggemaskan. Mengapa tuhan baik sekali menurunkan malaikat di pagi hari seperti ini?'

Masih dengan posisi yang sama dimana namja SMA itu masih 'terpesona' pada dirinya tanpa ia sadari, namja cantik itu menghampiri sang pelaku kepenyokan mobilnya dan berdiri dihadapannya.

PLETAK.

"aduhhh~" pemuda itu meringis kala tersadar kepalanya telah digeplak dengan ponsel tanpa rasa ber-ke-pri-kepala-an oleh namja cantik didepannya yang kini tengah melotot ke arahnya.

"Aish sakit bodoh! Tak perlu berteriak..." Sambil mengusap kepalanya yang masih terasa nyut-nyutan, ia bersuara juga akhirnya, membuat namja cantik yang tadi memarahinya semakin melotot.

"Yak bocah kurang ajar! Benar-benar tidak tau sopan santun! Kau pikir berapa usiaku sampai bilang aku bodoh hah?!"

"Aish sudah kubilang jangan berteriak, aku tidak tuli. Paling juga kau seumuran dengan adikku yang sudah sampai duluan disekolah."

"Bocah sialan! Kau-"

"Aish, sudah! Berikan ponselmu sekarang, aku akan menuliskan nomor ponselku dan mengganti kerugiannya nanti."

Namja cantik itu mendelik.

"Bagaimana bisa aku-"

"Cerewet. Cepat berikan."

Namja SMA itu merebut paksa ponsel sang namja cantik yang kini kembali melongo dengan kelakuan bocah pelajar dihadapannya ini.

"Nanti sms saja, itu nomorku. Aku sedang sangat buru-buru sekarang, ada ujian dan hampir terlambat. Percaya saja aku bukan orang yang suka menghindari tanggung jawab. Sampai jumpa, manis." namja SMA itu segera memakai helmnya dan menaiki motornya lagi setelah menyerahkan kembali ponsel milik namja cantik itu, melambaikan tangannya kemudian melajukan motornya cepat meninggalkan area itu.

Dua detik cukup bagi namja itu untuk melongo sambil menatap kepergian bocah kurang ajar itu. Hingga ia sadar dan kembali berteriak.

"Bocah sialaaaaaaaannn aaaaargh ottokkeeee aish jinjja, michigeutda!"

Hatinya mencelos saat menyadari sang bocah telah hilang dari pandangan. Dia menatap ponselnya nelangsa. Matanya kembali melotot melihat nama yang terpampang dilayar lonselnya.

"Leo tampan, katanya? Aish, bagiku ia hanya seperti marmut bodoh!"

Kembali ia mengomel panjang sambil mengganti nama kontak bocah tadi dengan nama 'Marmut bodoh', kemudian masuk kembali ke mobilnya dan melanjutkan perjalanannya yang tertunda.

.

.

.

.

.

.

.

Ini sudah bel istirahat dan namja ber-nametag "Jung Leo" itu masih melamun dikursinya, membuat seseorang yang duduk disebelahnya jengah hingga menepuk kedua bahunya keras karena merasa panggilannya sejak tadi tak mendapat sahutan dari sahabatnya itu.

"Yak, Kim Ravi!"

Namja yang dipanggil Ravi oleh Leo itu meringis kala pantatnya menghantam lantai kelas dengan mulus akibat tendangan seorang Jung Leo. Well, dia seorang kapten tim sepak bola sekolah maka tendangannya pastilah sangat hebat. Apalagi sudah tak asing jika Ravi mendapat tendangan seperti tadi, mengingat sikapnya yang tengil dan kurang ajar pada sahabatnya itu.

"Aish bisa tidak hyung, sekaliiiii saja kau tidak menendangku. Jika tidak menendang, pasti menggeplak. Aku tahu aku ini menggemaskan. tapi tidak begitu juga caramu mengungkapkan rasa gemasmu padaku..." gerutu namja bernama Kim Ravi itu.

Leo memutar bola matanya malas menanggapi ocehan sahabatnya yang kini kembali mendudukan dirinya dikursi. Leo kembali melamun, memikirkan sesuatu yg ia sendiri tak mengerti kenapa ia harus memikirkannya. Pasalnya, sejak sampai disekolah ia tiba-tiba memikirkan hal itu, bahkan saat ujian pun ia tak bisa konsentrasi saat mengerjakan soal. Untung saja otaknya termasuk pintar jadi yah... tidak perlu konsentrasi penuh pun ia bisa menjawab semua soal itu.

Ehh kok jadi narsis begini, sih? Ia kan sedang melamun?

Oke kembali pada keadaan tadi.

Leo kembali melamun, memikirkan kejadian tadi pagi saat ia tak sengaja menabrak sebuah mobil pick up hingga bampernya penyok. Kemudian sang pengemudi cantik keluar dan meneriakinya...

Astaga.

Apa tadi ia bilang? Cantik, ya?

Ia nyengir sendiri, membuat Ravi yang melihatnya bergidik ketakutan. Pasalnya, ia sangat tahu kepribadian sahabatnya itu. ia jarang sekali berbicara, apalagi tersenyum. Dan yang barusan itu?

Ia melihat sahabat pendiamnya itu tersenyum, ah tidak tidak. Bukan hanya sekedar senyum, melainkan MENYENGIR!

Ravi gelagapan. Ditepuknya kembali bahu sahabatnya itu.

"Hyung! Leo hyung..."

"Hmm?"

Leo menoleh masih dengan cengiran lebar di wajahnya, membuat Ravi hampir terjengkang dari duduknya.

"Demi Tuhan, hyung. Apa kau kesambet? Apa kau kesurupan? Atau... dunia sebentar lagi akan kiamat? Astaga aku merasa langit akan runtuh."

PLAK

"Yaakk sakit hyung!" Ravi mengusap kepalanya yang digetok kasar oleh Leo.

"Jaga kata-katamu, Ravi-ah. Sembarangan saja."

"Ya habis kelakuanmu hari ini aneh sekali hyung! Ini keajaiban dunia! Kau tersenyum hyung, lebar sekali. Apa kau tadi salah makan?"

Bukannya menjawab, Leo malah mengambil ponsel dari saku celananya, membuka satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.

'YYAAAAKKKK BOCAH KURANG AJAR! JIKA KAU MEMANG ORANG YANG TIDAK SUKA MENGHINDAR DARI TANGGUNG JAWAB, DATANGLAH KE KEDAI TTEOKBOKKI "CHACHACHA" USAI KAU PULANG SEKOLAH. JIKA TIDAK, HABISLAH DIRIMU. ARRASSEO?!'

Leo kembali menarik ujung-ujung bibirnya membentuk senyuman lebar, kemudian mengetikkan sebuah balasan berisi dua kata,

'Baiklah, cantik.'

Sent.

Leo tersenyum puas, memasukkan kembali ponselnya kedalam saku, kemudian bangkit dari kursinya. Wajahnya masih terseyum meski tidak selebar tadi. Tidak tau saja orang yang menerima pesan darinya di sebrang sana tengah memakinya habis-habisan.

"Ayo ke kantin, larva jelek. Aku sudah sangat lapar." Kemudian berjalan mendahului Ravi yang masih takjub pada sikap ajaib sahabatnya itu.

"Woah demi Tuhan hyung, sepertinya kau sakit."

Leo tak menggubris kata-kata Ravi dan kembali memasang wajah datarnya, berjalan mendahului Ravi yang berada dibelakangnya tengah menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.

.

.

.

.

.

.

"Eommaaaaa~ yahh eomma mana?"

Terdengar suara melengking yang khas memasuki dapur kedai itu. Seorang ahjumma tersenyum kepada namja berhidung mancung itu saat menyadari anak bosnya telah pulang dari sekolah.

"Hakyeon-ssi anakmu sudah pulang~" Ahjumma itu sedikit bereteriak membuat suara-suara langkah kaki tergesa terdengar menghampiri mereka.

Nampak seorang namja cantik yang terlihat masih muda tersenyum cerah melihat anak semata wayangnya itu sudah pulang kemudian memeluknya penuh sayang.

"Jaehwannie sudah pulang eoh? Lapar hm? Eomma sudah masakkan sesuatu untukmu."

Namja berhidung mancung yang dipanggil Jaehwannie atau yang bernama lengkap Cha Jaehwan itu nyengir. Eommanya memang terbaik, selalu tahu keadaannya. Dengan cepat ia menganggukan kepalanya.

"Cepat naik dan makanlah, habis itu ganti bajumu dan istirahatlah. Hari ini tidak perlu membantu eomma."

Hakyeon mengelus kepala anaknya penuh kasih sayang. Jaehwan mencubit pipi eommanya gemas karena tingkah sang eomma yang begitu berlebihan memanjakan dirinya.

"Baik, baik eommaku sayang~ aku tidak akan dikedai tapi hari ini aku ijin keluar ya? Aku harus membeli buku untuk tugas essaiku..." Jaehwan mengeluarkan jurus imut andalanya yang selalu berhasil membuat ibunya mencubit gemas hidung mancungnya.

"Arra, arra. Jika kau butuh uangnya bilang pada eomma. Oke?"

Jaehwan mengangguk kemudian naik ke atas, menuju kamarnya.

Yahh, kedai Hakyeon memang menempel dengan rumahnya, maka tak heran jika ia ataupun Jaehwan bisa menuju lantai atas lewat kedainya.

"Hyuuuung~ Hakyeon hyuung~" Seorang berjalan tergesa menghampiri Hakyeon sambil memanggil-manggil namanya.

"Ada apa, Hongbin-ah?"

"Itu, ada seorang anak SMA mencarimu. Katanya kau yang menyuruhnya kesini."

Hakyeon termenung sesaat, kemudian menepuk dahinya.

"Ah, ya. Biar kutemui"

Hakyeon melangkahkan kakinya keluar dapur meninggalkan Hongbin dan ahjumma itu yang kini saling pandang, kemudian sama-sama mengangkat bahu, lalu kembali melakukan pekerjaan masing-masing. Sang ahjumma yang memasak tteokbokki -biasanya bersama Hakyeon- dan Hongbin yang kembali ke meja kasir.

.

.

.

.

.

.

.

Hakyeon melihat bocah yang tadi menabrak mobilnya tengah duduk menatap keluar jendela. Dengan langkah pasti dihampirinya anak itu, kemudian duduk dihadapannya.

"Ternyata kau memang membuktikan ucapanmu, bocah."

Namja itu -Leo- menoleh ke asal suara, kemudian tersenyum.

Ahh jika Ravi berada disini sekarang, dia yakin akan terkena asma dadakan melihat tingkah sahabatnya ini.

"Aku bukan orang yang hanya suka berbicara saja..."

Hakyeon mencibir. 'Tukang bual,' batinnya.

"Namaku Leo, Jung Leo." ia mengulurkan tangannya, namun Hakyeon malah melipat tangannya didepan dada.

"Aku tidak tanya namamu. Sekarang mana uang ganti rugi mobilku?"

Leo meringis merasa perkenalannya ditolak mentah-mentah.

"Apa kau kerja part time disini? Tempatnya lumayan juga, aku merasa nyaman."

Leo kembali mencoba berbasa-basi sambil mengedarkan pandangannya mengamati keadaan sekitarnya. Namun sedetik kemudian ia memekik karena namja cantik dihadapannya ini malah menginjak kakinya.

"Cepat berikan uangnya, waktuku tidak banyak." Dan jawaban Hakyeon membuat Leo menyimpulkan sesuatu.

"Ck, dasar tidak sabaran. Atau mata duitan, eoh?" Leo menggerutu namun dirinya merogoh saku jaketnya kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat dan menyodorkannya kehadapan Hakyeon.

"Apa segitu cukup?"

Hakyeon meraih amplop tersebut dan melongok isinya, kemudian mengambil sebagian uang dari dalam amplop.

"Ini kebanyakan. Kau harus hemat terhadap uang, bocah tengil." Omelnya, kemudian memberikan kembali amplop tersebut kepada namja dihadapannya. Leo melongo, sementara Hakyeon mengantongi uang pemberian Leo lalu bangkit dari kursinya.

"Nah, sekarang kau pulang ya, bocah tengil. Ini sudah sore nanti orang tuamu mencarimu."

Leo tertegun mendengar ucapan Hakyeon.

"Yaakk! Kenapa bengong? Aish..."

Dan sekarang Leo pasrah-pasrah saja di seret oleh Hakyeon keluar kedainya sampai parkiran. Dirinya benar-benar tak kuasa melawan apapun yang dikatakan namja cantik itu, seolah tersihir akan namja yang bahkan ia sendiri belum tahu siapa namanya.

"Ingat ya, cepat pulang ke rumah dan jangan kebut-kebutan. Jangan membuat masalah dijalan. Arrasseo?! Dasar bocah..."

Hakyeon melenggang pergi kembali masuk ke kedainya sementara Leo masih melongo ditempatnya menatap punggunG Hakyeon, seperti orang bodoh. Oh, sungguh jauh sekali dari sikapnya yang biasa cool dan jaga image itu.

Hingga beberapa detik kemudian ia tersadar dari tingkah bodohnya dan menyadari sesuatu.

"bodoh. Kenapa tidak menanyakan namanya? Aish, yasudahlah. Aku kan punya nomor hpnya. Baiklah, sebaiknya aku menuruti ucapannya saja sekarang." Ia bermonolog kemudian melajukan motornya, meninggalkan kedai itu menuju rumahnya.

.

.

.

.

.

.

.

Hakyeon terbangun dari tidurnya karena suara ponselnya yang berdering terus menerus sejak beberapa menit yang lalu.

Hell. Ini jam setengah dua pagi saat ia menatap layar ponselnya dan tidur nyenyaknya harus terganggu karena suara ponselnya yang menjerit minta diangkat. Salahkan dirinya yang sering ceroboh bahkan lupa untuk men-silent ponselnya sebelum tidur.

Tanpa melihat siapa nama penelpon ia mengangkatnya sambil bergumam,

"Hmmhhh yeoboseyoohhh~"

Suara serak khas bangun tidur tak bisa ia hindari, bahkan matanya masih terpejam saat ini. Namun suara dari sebrang ponselnya membuatnya melotot seketika kemudian menatap layar ponselnya.

"Yaakkk bocah bodoh! Kenapa kau menel-"

"Ahhh mmanisshh ttolong akuuhh~ mmhh tolongghh bicaralaahh ahh katakannhh apa sajaahh ituuhh bisa membantukuuhh ahh jeballhh~"

"Y-yak bocah! K-kau sedang apa eoh?!"

"Ahh yyahh teriakanmuuhh sungguhh menggodaahh ummhh"

Mata Hakyeon melotot horor.

'Tidak mungkin kan dia...'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

#tbc

.

.

.

.

.

.

Silakan teror saya, ke akun yg mempublish ff ini /smirk/

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

A/N :

Ini ff buatan si jtw couple saya/? Saya Cuma membantu publish dengan sedikit edit utk yang kurang sesuai. Jd kl mau lanjut, silahkan teror akun ini dan nanti saya teror balik si JTW muahahahahaha/?

DON'T FORGET TO REVIEW!

N-NNYEONGGGGGGGG