Disclaimer: Kuroko no Basuke belongs to Fujimaki Tadatoshi
Inspirasi fic ini dari dua anime, konsep Menreiki-Madoushi dari Kyoukai no Kanata (belongs to Nagomu Torii) dan gem dari My-Otome (belongs to Sunrise studio)
Author sama sekali tidak mengambil keuntungan dari fic ini :)
(will have (BL) pairing in future, mostly AkaKuro)
Title read Nanairo Komorebi
-KnB-
Malam yang normal di pusat kota Tokyo seperti biasa. Orang-orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, ada yang baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka, ada yang menghabiskan malam dengan bersenang-senang, ada pula yang tengah mengerjakan tugas mereka, seperti seorang pemuda berambut biru muda yang berlari melewati jalan-jalan sempit kota Tokyo mengejar sosok hitam yang menghindarinya. Mata biru yang senada dengan rambut menatap sisi kiri dan kanan bergantian dan bersamaan dengan itu dua cakram besi muncul melayang cepat menuju sosok hitam seperti bayangan padat yang tengah dikejarnya. Dengan memipihkan tubuh hingga menyatu pada aspal, sosok hitam itu menghindar dari cakram yang hampir membelahnya.
"Sai..."
Sebuah petir yang jatuh di depannya menghentikan ucapannya. Tempat di mana sosok bayangan hitam itu berada sekarang digantikan hanya dengan sebuah topeng kayu memiliki ekspresi seram.
"Ara, gomen Kurokocchi, aku tidak tahu itu incaranmu." Ucap suara dari atas pagar pembatas besi. Pagar itu mengeluarkan suara kencang saat pemuda yang tadi duduk di atasnya melompat turun.
Kuroko menghela nafas, dua cakram besi yang tadi melayang di udara sekarang bertumpuk di atas tangan kiri Kuroko yang sudah siap menadahnya. Cakram itu berubah menjadi sebentuk cahaya putih yang masuk ke dalam anting berlian dengan rangka anting berbentuk tanduk rusa di telinga kanannya.
"Tolong jangan berburu di wilayah lain, Kise-kun. Memang tidak ada larangan tapi Madoushi lain tidak akan menyukainya." Ucap Kuroko datar, memungut topeng kayu yang masih tergeletak di atas aspal. "Ini kuambil, sejak awal Menreiki tadi buruanku."
Kise memberi isyarat tangan bahwa dia mempersilahkan. Menreiki tadi dia lumpuhkan hanya karena melihat kesempatan, satu Menreiki yang lengah, Madoushi mana yang tidak akan mengambil mangsa empuk ini. Seharusnya Kise sadar Menreiki yang panik juga berarti tengah diincar Madoushi lain. Dia beruntung Menreiki tadi incaran Kuroko atau kembali dia mendapat masalah yang pasti akan membawa-bawa nama Genkei.
"Sairikou." Kuroko mengarahkan topeng itu ke dekat antingnya dan sebentuk cahaya menyerupai kepala rusa 'memakan' topeng itu, menariknya masuk ke dalam anting.
"Kurokocchi, bagaimana kalau kita berlomba siapa yang bisa mendapatkan topeng lebih banyak? Kiyogiku juga lapar." Kise menyentuh anting dengan permata kuning madu dengan rangka taring hewan buas yang juga terletak di telinga kanan sementara telinga kirinya terdapat anting biasa berwarna putih.
Kuroko memberi gelengan menolak. Dia sudah memenuhi kuota malam ini, baik untuk yang diberikan pada pemerintah ataupun untuk Sairikou, terlebih jika dia menerima tawaran Kise sama saja dengan mencari masalah dengan Madoushi lain yang tengah berburu.
"Kurokocchi..." Rengek Kise yang tetap dibalas penolakan. Beruntung suara dering telepon dari dua ponsel membuat Kise menghentikan bujukannya. Milik Kuroko hanya tanda ada sebuah pesan masuk sementara Kise mendapat telepon.
"Moshi-moshi. Ada apa, ayah? Tidak, pemotretannya sudah selesai. Ah, baik, aku segera kembali." Kise menutup telepon. "Padahal aku masih ingin mengobrol dengan Kurokocchi..." Keluhnya.
"Maaf tapi aku harus segera ke kantor pusat."
"Aneh, ayah tadi juga mengatakan cabang Kanagawa memanggilku. Sudahlah. Kiyogiku, tolong seperti biasa." Batu mulia di anting Kise mengeluarkan cahaya kuning dan sebuah selubung cahaya bola dengan warna sama mengelilingi pemuda pirang itu. Dia sempat melambaikan tangan pada Kuroko sebelum perlahan menghilang ke dalam tanah.
Kuroko beranjak dari jalan kecil itu setelah Kise tak lagi terlihat. Biasanya dia segera menuju rumah setelah berburu tapi tidak kali ini, ada tempat yang harus dia datangi sebelum kembali. Pesan yang masuk ke ponselnya berasal dari Divisi Spiritual, salah satu divisi Jepang yang menaungi seluruh Madoushi. Izin, penyerahan hasil berburu, area perburuan, semua berada di bawah kendali Divisi Spiritual. Semua kecuali enam nama yang mendapat hak spesial.
Madoushi, penyihir, mage, manusia yang memiliki kemampuan berbeda dari manusia normal. Mengendalikan salah satu dari tujuh elemen dan memunculkan senjata dapat dilakukan Madoushi dengan mudah tapi tentu saja, setiap kekuatan memiliki persyaratan. Madoushi membutuhkan gem sebagai perantara untuk mengubah energi di dalam tubuh mereka menjadi bentuk sihir dan di Jepang, Madoushi harus terdaftar di Divisi Spiritual. Kenapa? Karena gem yang menjadi faktor penting untuk seorang Madoushi hanya didistribusikan oleh pemerintah. Kembali, ada enam nama yang menjadi pengeculian. Keenam nama ini adalah keturunan dari enam orang yang menjadi Madoushi pertama. Genkei, archetype, itu sebutan untuk mereka.
Sebelum Madoushi muncul, manusia selalu dihantui oleh Menreiki. Topeng emosi manusia, terlahir sebagai wujud dari sebuah perasaan yang sudah 'dibuang' oleh seseorang. Menreiki selalu tertarik dengan seseorang yang memiliki perasaan kuat terutama perasaan negatif dan berusaha masuk ke individu itu tapi manusia tidak dirancang untuk menerima emosi yang sangat kuat sehingga saat Menreiki yang merupakan kumpulan emosi masuk ke dalam seseorang, mental orang itu akan hancur. Overload emotion. Hanya Madoushi yang mampu mengalahkan Menreiki dan itu terus berlangsung hingga sekarang.
Jika di tanya kenapa Kuroko melakukan hal seperti ini, bahkan Kuroko sendiri tidak tahu harus menjawab dengan apa. Menjadi Madoushi bukan murni keinginannya, semula hanya karena dia dipilih oleh gem yang menjadi simbol keluarga Kuroko. Ya, Kuroko merupakan salah satu dari enam Genkei. Berbeda dari Madoushi kebanyakan yang mendapat gem dari pemerintah, gem yang dimiliki Kuroko sudah ada sejak lama, selama legenda Genkei itu sendiri. Mashiro naru Kongoseki, nama berlian yang menghias telinga kanannya, yang memilihnya untuk menjadi Madoushi, gem yang sama yang digunakan oleh leluhurnya dulu saat menjadi enam Madoushi pertama.
"Menurutmu kenapa pusat memanggil?" Tanya Kuroko sambil menekan tombol lantai teratas elevator gedung tinggi terletak di pusat kota Tokyo, entah pada siapa dia bertanya karena tidak ada orang lain di elevator itu.
"Entah, tapi Ryouta mengatakan juga dipanggil dan kalau dua itu juga di sini, pasti sesuatu terjadi." Jawab suara perempuan yang berasal dari anting Kuroko. "Tepat." Lanjutnya begitu pintu elevator terbuka dan pemuda berkacamata berambut hijau melangkah masuk.
"Doumo, Midorima-kun." Sapa Kuroko.
"Kau juga dipanggil, Kuroko? Sebenarnya ada apa hari ini." Guman Midorima seraya membetulkan letak kacamatanya.
"Kise-kun juga dipanggil di cabang Kanagawa." Kuroko memberitahu.
"Memanggil kalian, ini tidak pernah menjadi berita baik." Ucap suara perempuan lain yang berasal dari anting gem hijau dengan rangka kumpulan sisik ular milik Midorima.
Tidak ada percakapan lagi setelah itu hingga mereka sampai di lantai teratas gedung dan saat pintu elevator terbuka mereka sudah disambut oleh sebuah ruang kerja tepat di depan pintu dengan pria paruh baya duduk menunggu mereka.
"Aomine-kun terlambat seperti biasa." Komentar pria itu yang hanya melihat dua pemuda keluar dari elevator. "Tidak pernah berubah sejak aku melatih kalian."
"Lalu ada masalah apa, Shirogane-sensei?" Tanya Midorima yang mendapat tawa dari pria itu.
"Aku sudah bukan 'sensei' lagi. Sejak kondisiku menurun aku ditempatkan di divisi membosankan ini, tapi harus kukatakan aku bangga sebelum mengundurkan diri sebagai pelatih Madoushi muda kalianlah yang terakhir kulatih, keenam Genkei." Shirogane memberi senyum bangga tapi segera menjadi serius. Kuroko dan Midorima tahu apa yang akan disampaikan bukan hal menyenangkan, memanggil para Genkei sudah menjadi pertanda. Pemerintah sebisa mungkin tidak ingin berurusan dengan Genkei, sudah menjadi rahasia umum kemampuan Genkei yang bahkan terlalu kuat di kalangan Madoushi menjadikan mereka dianggap monster.
"Dalam dua jam, di seluruh cabang Divisi Spiritual di tiap prefektur, seratus gem dicuri, dan harus kuperjelas, semua gem yang dicuri disimpan di ruang segel." Jelas Shirogane.
Kaget menjadi reaksi pertama yang diberikan Kuroko dan Midorima. Siapa yang melakukannya, untuk apa, dan yang paling utama yang mereka pikirkan, bagaimana pencuri ini bisa menerobos keamanan ruang segel yang merupakan ruang dengan keamanan tertinggi. Dengan masalah seperti ini tidak heran para Genkei dipanggil, akan muncul kekacauan jika masyarakat tahu tentang pencurian ini. Gem yang berada di ruang segel bukan gem biasa yang didistribusikan untuk para Madoushi, mereka gem spesial yang hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu dengan izin khusus.
"Apa kalian mengerti apa yang harus kalian lakukan? Ini akan memberatkan kalian, aku tidak bisa mengurangi kuota topeng kalian atau muncul kecurigaan, sementara kalian mendapat tugas tambahan." Shirogane ingin memastikan kesanggupan anak didiknya meski mereka sudah dalam kondisi tidak bisa menawar. Dia ingin tahu kesanggupan mental mereka.
"Tentu saja bisa, jangan meremehkan kemampuanku, sensei." Jawab Midorima tegas dan membenarkan posisi kacamata.
"Kuroko-kun?" Shirogane berganti menatap Kuroko yang belum menjawab. "Aku paham kalau kau ingin mengurangi kuota dan berkonsentrasi pada pencarian, aku bisa mencarikan alasan. Kalau kau terlalu lelah..."
"Tidak." Potong Kuroko cepat. "Sampai saya meminta, sensei tidak perlu mengurangi kuota. Saya tahu batasan saya sendiri."
Shirogane berusaha mencari tanda keraguan, tapi baik dari tatapan dan postur, Kuroko memang yakin dengan apa yang sudah dia ucapkan dan jika anak didik terkecilnya ini sudah bertekad dengan sesuatu hampir tidak ada yang bisa menahannya. Selama dia mengajar keenam Genkei muda ini, hanya ada satu orang yang bisa menahan Kuroko yang serius.
"Hah, yang benar saja. Ini salah pemerintah memiliki sistem keamanan lemah, kenapa dilemparkan pada kami." Suara baritone malas terdengar dari elevator yang kembali terbuka. "Sensei, ini terlalu merepotkan. Apa pemerintah menganggap kami anjing pemburu yang dibayar gratis. Aku juga memiliki kesibukan sendiri."
"Aomine-kun." Sapa Kuroko pelan dan datar.
"Aku tidak melihat membaca majalah Mai-chan dikategorikan 'kesibukan'." Sindir Midorima.
Tidak terima, Aomine melemparkan tatapan menantang yang dibalas oleh Midorima. Mereka bahkan bisa membuat ini meningkat menjadi adu fisik jika Kuroko tidak segera melerai.
"Aomine-kun, ucapanmu tadi berlebihan." Bahkan dalam kondisi marah suara Kuroko tidak lebih tinggi dari suara normalnya dan ekspresinya tidak terlalu berubah. "Hanya sedikit Madoushi yang dilatih untuk menghadapi mereka dan dari jumlah sedikit itu Genkei merupakan pilihan terbaik."
Aomine mendengus kesal dan membuang tatapan dari Kuroko.
"Aku tahu ini akan menambah pekerjaanmu tapi ini akan lebih memberi tantangan daripada memburu Menreiki, kudengar kau bosan hanya memburu mangsa lemah setiap hari, Aomine-kun." Ujar Shirogane yang berusaha sedikit menenangkan suasana.
"Aa...sudah lama aku tidak memburu mereka." Aomine memberi seringai menyeramkan yang membuat Midorima terdiam sementara Kuroko memberi tatapan lemah antara kesedihan dan penyesalan. "Akan kubuat mereka mengerti yang bisa mengalahkanku hanya aku. Tetap dengan prosedur yang sama kan, sensei. Temukan, jika ada yang lepas kendali tenangkan atau hancurkan."
Shirogane mengangguk. Tidak ada perubahan prosedur berarti tidak ada perubahan siapa yang akan menanggung jika terjadi kegagalan atau hal tidak diinginkan lain dalam eksekusi, para Genkei. Prosedur yang berat sebelah ini sudah disetujui sejak lama dan tidak akan berubah, ini adalah salah satu cara pemerintah untuk meredam potensi Genkei terutama pemegang gem kuno yang memiliki kemampuan nyaris tanpa batas. Tak jarang Shirogane merasa berat tiap menyuruh anak didiknya melakukan tugas berat di luar rutinitas, mereka masih sangat muda, terlalu awal untuk menanggung beban besar di pundak mereka.
"Dan karena ini pencurian, kalian diminta untuk mencari petunjuk apa pun yang berguna." Tambah pria itu.
"Benar-benar merepotkan, kenapa tidak meminta Satsuki saja, itu keahliannya." Keluh Aomine sambil menguap. "Kalau hanya ini saja yang ingin disampaikan aku pulang sekarang." Tanpa menunggu jawaban Shirogane, Aomine sudah membalik badan dan berjalan menuju elevator. Selagi menunggu pintu elevator terbuka dia menolehkan kepala menatap Kuroko. "Tetsu, di sekolahmu ada Madoushi gereja kan. Katakan padanya untuk tidak mengganggu perburuanku atau kuberi lebih dari lebam di mata."
Sebelum Kuroko sempat berkata, Shirogane sudah mendahuluinya untuk memberi peringatan pada Aomine yang terkenal memang sedikit kasar saat perburuannya diganggu oleh Madoushi lain. "Aomine-kun, izin milik Genkei memang tidak mungkin dicabut tapi penahanan sementara bisa berlaku. Berhentilah mencari masalah."
Bukannya mendengarkan, Aomine justru kembali menguap tanda dia tidak memperhatikan serius ucapan dari pelatihnya dulu. "Mereka yang mencari masalah, aku hanya mengingatkan dengan siapa mereka berurusan." Balas Aomine sebelum pintu elevator tertutup.
Dengan helaan nafas, Shirogane menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi kulit hitam yang dia duduki. "Dia tidak sekeras kepala ini saat aku melatihnya."
"Maaf, itu salahku." Ucap Kuroko pelan.
Dua pasang mata segera menatap Kuroko. Keduanya paham alasan Kuroko mengatakan ini tapi mereka juga memiliki pendapat sama, Kuroko tidak perlu menyalahkan dirinya. Apa yang menyebabkan Aomine seperti ini karena Aomine sendiri, bukan Kuroko.
"Tidak ada yang menyalahkanmu Kuroko-kun, karena itu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri." Shirogane kembali mengatakan kata-kata yang pernah dia lontarkan dulu meski tahu tidak akan memberi pengaruh banyak selama Kuroko tidak mau mengubah persepsinya. "Sebaiknya kalian juga pulang, kalian tidak ingin terlambat besok kan." Dia mengingatkan, melirik jam di atas meja yang sudah menunjukkan setengah dua belas malam.
Midorima dan Kuroko segera melangkah keluar dari ruangan yang sebelumnya membungkuk hormat pada Shirogane. Tak lupa Shirogane kembali mengingatkan tugas baru mereka yang dijawab dengan anggukan oleh Midorima dan ucapan 'saya mengerti' dari Kuroko.
Esok paginya tidak ada yang berbeda dari Kuroko, dia tetap berangkat awal ke sekolah untuk mengikuti kegiatan klub basket Seirin. Kenapa basket, karena itulah olahraga yang sering dia lakukan bersama kelima Genkei saat mereka berlatih bersama saat kecil. Secara teknik dasar, dia memang kalah dari Genkei bahkan dia masih kalah dari pemain lain, tapi dia memiliki teknik passing yang tidak akan bisa ditiru berkat hawa keberadaan lemah. Teknik itu sendiri dia ciptakan berkat ide yang diberikan oleh 'ketua' dari tim kecilnya. Kuroko tidak ingin tekniknya layu karena tidak pernah digunakan lagi, itu alasan dia memilih bergabung ke dalam klub basket saat menjadi siswa Seirin meski kewajiban sebagai Madoushi terkadang membuatnya harus meninggalkan latihan.
"Ite!" Teriakan sakit terdengar dari ruang ganti klub.
Kuroko tahu suara siapa, orang yang semalam Aomine katakan dia berikan bogem mentah di mata. Mengintip dari celah, Kuroko melihat pelatih klub basketnya merangkap Madoushi dengan spesialisasi penyembuhan tengah menyembuhkan mata pemuda berambut merah gelap yang ungu berkat pukulan. Pendar menyerupai aurora mengalir dari tangan pelatih bernama Aida Riko itu yang diarahkan pada mata lebam pemuda yang diobatinya.
"Kagami-kun, aku sudah memperingatkan jangan berurusan dengan para Genkei. Mereka bukan tipe yang senang diganggu saat berburu." Keluh Riko.
"Aku tidak sengaja." Kagami membela diri cepat. "Aku hanya mengatakan berikan jatah Menreiki pada yang lain dan dia memberiku ini." Dia menunjuk mata kirinya yang perlahan mulai sembuh.
"Dan itu yang kukatakan mengganggu. Kau baru kembali dari Amerika jadi mungkin tidak tahu dan hanya mendengar dari pelatihan, tapi di sini kami sesekali melihat langsung bagaimana seorang Genkei berburu dan siapa pun yang pernah melihatnya pasti mengerti kenapa mereka tidak boleh diganggu dalam radius yang cukup besar."
"Sekarang aku mengerti, mereka monster." Guman Kagami yang sudah melihat langsung kemarin malam.
"Kuingatkan hal lain, Kuroko-kun juga Genkei, kecuali kau mau menyamakannya dengan yang lain, jangan sebut monster lagi." Sebuah pukulan dihadiahkan Riko tepat di atas kepala Kagami.
"Tidak apa-apa, kantoku. Aku sudah terbiasa." Ucap Kuroko, membuka pintu ruang ganti klub lebih lebar, menunjukkan keberadaannya. "Tapi dalam pertarungan kemampuanku tidak sehebat yang lain jadi menganggapku monster tidak tepat, biarpun kebanyakan tidak akan peduli dengan fakta ini. Selama aku Genkei aku akan dianggap monster." Dia melanjutkan dengan wajah tanpa ekspresi, bukan untuk menyembunyikan perasaan tapi memang dia sudah terbiasa dengan anggapan ini. Langkahnya berhenti di dekat Kagami. "Maaf Aomine-kun sudah memukulmu tapi kusarankan Kagami-kun tidak mengulanginya lain kali."
"Tidak perlu meminta maaf untuk temanmu, Kuroko, tapi aku benar-benar ingin tahu apa masalah orang itu sampai menyingkirkan semua orang yang berada di wilayahnya."
Diam sesaat sebelum Kuroko menjawab pelan. "Mungkin karena aku dia memburuk."
"Kuroko-kun?" Tanya Riko bingung. "Ah, sebaiknya kau cepat bersiap untuk latihan."
Kuroko tidak mengatakan apa-apa lagi tentang Genkei atau apa pun yang berhubungan dengan Madoushi sepanjang latihan hingga waktu pulang sekolah. Tidak ada latihan basket siang karena Riko harus menghadiri rapat komite sekolah.
"Oi, Kuroko!" Sahut Kagami, setengah berlari menghampiri Kuroko yang sudah berjalan keluar gerbang sekolah.
Kuroko berhenti berjalan, menatap Kagami bingung. Rumahnya dan Kagami memang searah tapi mereka jarang pulang bersama karena Kagami yang selalu melakukan latihan tambahan sementara dia bergegas pulang untuk persiapan berburu.
"Ada apa, Kagami-kun?" Tanya Kuroko bingung.
"Ada yang ingin kutanyakan tentang kalian para Genkei."
Kuroko mengangguk mengerti. Kalau bukan hawa keberadaannya tipis, sejak dulu dia pasti sudah dikerubungi oleh Madoushi yang ingin tahu tentang Genkei, dia yang terlemah dan memiliki sifat paling mudah didekati dibanding lima lainnya.
"Apa yang Kagami-kun ingin tahu?"
Kagami menunjuk anting gem merah dengan rangka hexagram yang dia kenakan. "Gem yang kau pakai asli kan, aku selalu penasaran dengan itu."
"Ya. Milikku Mashiro naru Kongoseki sementara Aomine-kun Gekirou no Seigyoku." Jawab Kuroko.
"Jadi semua yang ditulis benar tentang kemampuan gem kalian?" Tanya Kagami yang sangat bersemangat ingin tahu. Dia semakin bersemangat saat Kuroko memberi anggukan 'iya'. "Kau pasti merasa beruntung dilahirkan menjadi Genkei."
Kuroko memberi gelengan tidak setuju. "Tidak sepenuhnya benar Kagami-kun. Ada juga hal yang merugikan jika menyandang nama Genkei."
"Hah?"
Belum sempat Kagami bertanya, sesosok Menreiki terhempas melewati mereka membentur sebuah tiang hingga bengkok. Banyak retakan yang sudah muncul di topeng Menreiki itu dan retakan itu tidak terlihat dari serangan senjata, lebih pada bekas gigitan. Siapa atau apa yang menyerang Menreiki ini terjawab sedetik kemudian saat sosok kuda berbalut api berlari keluar dari sebuah gang, menginjak dan menggigit Menreiki yang sudah tidak bisa bergerak itu. Sebuah gem terlihat di dahi kuda api.
"Oi, Kuroko...apa itu?" Tanya Kagami tercekat melihat kuda api itu menelan tiap potong topeng dari Menreiki yang masih dalam wujud aktif. Kagami selama ini mengira Menreiki harus dalam wujud pasif ;hanya sebentuk topeng kayu biasa yang tidak memiliki wujud bayangan disekitarnya; untuk dapat rusak, tapi dia harus mengubah cara pikir itu dengan yang dilihatnya sekarang.
Kuroko yang berdiri di sebelah Kagami menunjukkan ekspresi berbeda, bukan ketidakpercayaan melainkan rasa serius yang diikuti kekhawatiran. "Hougyoku Juu."
"Hougyoku Juu?" Ulang Kagami yang hanya mendengar Kuroko samar. "! Maksudmu kuda api itu apa yang disebut dengan Hougyoku Juu?!" Serunya kaget.
"Ya. Aku percaya Kagami-kun kuat tapi maaf..." Kuroko menarik nafas dan dari antingnya muncul enam bentuk cahaya yang berubah menjadi cakram yang melayang di udara. "aku rasa Kagami-kun tidak pernah berlatih untuk menghadapi Hougyoku Juu. Karakteristik mereka sangat berbeda dari Menreiki, tidak semua Madoushi bisa melawan mereka."
Mata Kagami melebar tidak percaya, Kuroko yang memiliki fisik kecil dan stamina terbatas ini akan menghadapi makhluk buas yang bahkan tidak pernah Kagami temui sebelumnya, apa Kuroko sudah gila.
"Aku tidak gila Kagami-kun." Kuroko tidak perlu membaca pikiran untuk tahu apa yang Kagami pikirkan sekarang, sudah terlihat jelas di raut wajahnya. "Secara fisik aku memang tidak unggul tapi seperti basket, aku juga bayangan dalam perburuan."
Dengan isyarat tangan dari Kuroko, enam cakram yang melayang itu bergerak menuju kuda api yang selesai melahap Menreiki. Ringkikan kesakitan terdengar tak sampai dua detik setelah cakram-cakram itu bergerak, melukai tiap bagian tubuh kuda api tapi bukan darah yang keluar dari luka melainkan aliran yang menyerupai aurora. Makhluk itu jelas merasa terganggu dengan cakram yang bergerak tanpa henti dan terus melukainya. Mulutnya berusaha menangkap salah satu cakram tapi tidak berhasil, mereka terlalu cepat hingga nyaris tidak terlihat.
Kagami dibuat kagum dengan koordinasi cakram itu, tidak dia harus merasa kagum dengan Kuroko yang mampu mengendalikan dengan akurat tiap pergerakan cakram hingga nyaris tidak bisa diikuti mata biasa. Bahkan dengan perhatian lawan terfokus pada cakram, Kagami yakin lawan tidak memiliki waktu untuk menyadari keberadaan pengendali cakram itu. Kuroko memang seperti bayangan.
Sayangnya kedua Madoushi itu terlalu fokus pada lawan di depan mereka sehingga tidak menyadari Hougyoku Juu lain berbentuk ular kobra melebihi ukuran normal mengamati mereka. Kagami yang menyadari pertama kali, itu pun saat taring kobra itu hampir menggigit leher Kuroko jika broadsword bergagang merah marun miliknya tidak menahan. Konsentrasi Kuroko terpecah dengan serangan mendadak ini, cakram yang sedari tadi bergerak dalam koordinasi sekarang kehilangan formasi dan kecepatan. Satu cakram harus berakhir dalam gigitan kuda api yang sudah sangat marah.
"Kuroko...ini gawat kan." Mulut Kagami menarik senyum gugup melihat mereka menjadi incaran dua Hougyoku Juu.
Dengan ringkikan marah kuda api itu berlari menuju Kuroko. Sisa lima cakram yang sudah dalam kendali tidak bisa menahan ataupun mengurangi laju makhluk yang tengah marah itu, sementara lari menjauh juga tidak mungkin dengan ancaman kobra raksasa yang mampu menggigit kapan saja. Saat jarak keduanya tak kurang dari sepuluh meter sebuah pilar es menghunus kuda api.
"Apa yang kau lakukan, Tetsu. Ingin menghadapi dua Hougyoku Juu bersamaan, kau tidak sekuat itu." Ucap Aomine malas yang entah sejak kapan bersandar pada dinding di depan Kuroko. "Jangan membuat kami mendapat hukuman."
Saat punggung Aomine tak lagi menyentuh dinding, pemuda tan itu tak lagi di tempatnya berdiri, dia sudah menebas leher Hougyoku Juu berwujud ular dengan cakar yang menyatu dengan sarung tangan plat besi yang dikenakan di kedua tangan, guratan naga menghias plat atas besi berwarna biru tua itu.
Aomine mendecih melihat kepala kobra itu membentuk tubuh baru dan kuda api yang sudah tertancap pilar es masih berusaha melawan. Dia mengangkat tangan kanannya, memunculkan puluhan pilar es kecil diatas dua Hougyoku Juu itu dan begitu dia menurunkan tangan, saat itu juga seluruh pilar es menusuk kedua hewan. Wujud fisik mereka menghilang hanya menyisakan gem yang mengeluarkan cahaya lemah dan terus meredup.
"Hanya kelas bawah." Ucap Aomine tidak puas. Sarung tangannya menjadi cahaya biru tua dan kembali ke dalam anting sapphire dengan rangka tiga cakar naga. "Tidak biasanya kau ceroboh."
"Maaf, tadi memang kesalahanku tidak menyadari Hougyoku Juu kedua." Kuroko mengakui.
"Seharusnya kau memanggilku lebih awal atau Midorima, Madoushi lemah seperti dia tidak akan bisa mengimbangi." Sudah jelas siapa yang Aomine maksud lemah di sini apalagi dengan telunjuk diarahkan pada orang yang dimaksud.
"Lemah? Aku hanya belum memahami situasi!" Bantah Kagami.
"Hee...aku ragu itu." Tantang Aomine.
Kagami menggeram kesal dan memunculkan broadswordnya kembali. Dia sudah tidak peduli lawannya Genkei atau lainnya, membalas tantangan, hanya itu yang Kagami inginkan sekarang. Dia juga harus 'mengembalikan' satu pukulan yang dilayangkan Aomine.
Aomine sendiri menyeringai mendapati provokasinya berhasil. Dia tengah bosan tidak ada lawan yang kuat, dua Hougyoku Juu tadi tidak memberikan tantangan, mungkin melawan sesama Madoushi bisa sedikit menghilangkan rasa bosannya. Masa bodoh dengan penalti yang bisa dia dapat.
"Jangan ganggu, Tetsu."
Kuroko menghela nafas lelah. "Aku mengerti, tapi sebagai ganti aku akan membantu Kagami-kun."
-KnB-
Translation:
- Madoushi (魔道士) : mage, wizard, sorcerer. Dalam fic ini Madoushi manusia spesial yang bertugas utama memburu Menreiki. Meski bisa menggunakan sihir elemen, Madoushi lebih suka memakai senjata (yang berasal dari gem) karena menggunakan elemen terkadang tidak praktis dan melelahkan (belum lagi kerusakan yang bisa timbul).
- Menreiki (面霊気) : yokai dari topeng Gigaku (salah satu kesenian di Jepang). Di sini Menreiki perlambang emosi manusia (bagi yang main Touhou Hopeless Masquerade pasti tahu Hata no Kokoro).
- Genkei (原型) : archetype atau prototype. Sebutan untuk keturunan dari 6 Madoushi pertama (dengan kata lain tidak hanya Tetsuya dan Daiki yang disebut Genkei, semua pemilik marga Kuroko dan Aomine yang aktif sebagai Madoushi disebut Genkei oleh masyarakat)
- Hougyoku Juu (宝玉獣) : Gem Beast. 'Hewan' yang muncul dari dalam gem. Tidak semua gem memiliki Gem Beast, hanya gem tertentu saja.
Mashiro naru Kongōseki (真白なる金剛石) : Pure White Diamond
Gekirou no Seigyoku (激浪の青玉): Raging Sea Sapphire
A/N:
fic pertama di fandom KnB~ bagi fans Kagami, maaf meski Kagami muncul di chap awal ini tapi kebelakangnya peran dia sedikit karena fic ini nantinya fokus di GoM v.v bukannya saya gak suka Kagami, tapi setelah coret-coret draft peran Kagami memang minor dan GoM yang dominan.
Untuk yang mau scene BL *cough* tenang saja, nanti juga muncul satu per satu ' 'b
