Disclaimer: I do not own Vocaloid.


Rin POV


Hari ini mendung, rasanya malas sekali untuk pergi ke sekolah. Tapi aku terpaksa harus sekolah karena hari ini ada tes pelajaran bahasa inggris. Jujur, aku sangat menyukai pelajaran bahasa inggris. Menurutku, pelajaran bahasa inggris itu mudah.

Oh ya, namaku Kaganemi Rin. Aku berumur 16 tahun dan bersekolah di Voca High School. Rambutku berwarna pirang pendek dengan empat jepit putih di poni dan pita putih di kepala. Mataku berwarna biru langit. Meskipun umurku sudah 16 tahun, tapi tubuhku itu sangat mungil. Banyak yang mengira kalau aku adalah seorang murid SMP. Padahal kan aku sudah kelas dua SMA.

Aku tinggal bersama kedua orang tuaku di Jepang. Nama mereka adalah Kaganemi Lily dan Kaganemi Luki. Kami baru tinggal beberapa minggu di Jepang. Dulunya kami tinggal di Amerika karena urusan kerja bisnis ayah. Aku juga sempat dikenalkan oleh rekan kerja bisnis ayah dan kebetulan rekannya ayah bilang dia ingin mengenalkan aku pada anaknya Kagamine Len. Tapi saking sibuknya ia tidak punya waktu untuk itu sampai kami harus pulang ke Jepang. Jujur saja, aku belum pernah melihat anaknya. Kalau dari namanya sih, aku sudah yakin kalau anaknya itu laki-laki.

Waktu sudah menunjukan pukul tujuh sementara aku masih duduk di meja makan melahap sarapanku. Pelajaran akan dimulai pukul delapan pagi. Jadi, aku masih bisa sedikit santai di rumah melahap sarapanku.

"Rin?" aku dengar ibu memanggilku.

"Ya?"

"Apa kau tidak keberatan kalau…"

"Kalau apa, bu?"

"Apa kau tidak keberatan kalau ibu dan ayah menunangkanmu dengan Kagamine Len, anak dari rekan kerja ayah?"

Saat itu juga aku tersedak. Aku kaget dengan apa yang baru saja ibu katakan padaku. Tunangan dengan Kagamine Len? Aku tahu kalau dia anaknya rekan kerja ayah karena aku masih ingat saat rekannya ayah bilang ingin mengenalkan anaknya padaku. Tapi aku belum melihatnya bahkan berbicara dengannya saja belum pernah. Bagaimana aku bisa bertunangan dengan orang yang aku tidak tahu sama sekali?

"Tenangkan dirimu, Rin. Ibu tahu kalau kau tidak bisa secepat ini menerimanya… Tapi, ibu dan ayah sudah memberitahukan soal ini pada rekan kerja ayahmu dan saat itu juga ibu dan ayah diundang makan malam di rumah mereka untuk membicarakan soal pertunanganmu dan Len. Tampaknya mereka senang dan setuju, karena itulah… Maaf baru memberitahumu sekarang…" Jelas ibu padaku.

"Tapi Rin tidak tahu Len, bu! Rin tidak mengenalinya bahkan sedikit pun!" Aku setengah berteriak pada ibuku.

Aku tidak bisa membuat orang tuaku sedih. Harapan dan cita-citaku adalah membuat mereka senang. Tapi kenapa malah sebaliknya! Tuhan, tolong aku!

"Rin, ibu tahu kau-"

"Sudahlah, bu. Biarkan Rin berpikir sekarang… Mungkin ibu benar kalau Rin tidak bisa menerimanya cepat-cepat. Masalah Rin hanyalah satu, bu. Rin tidak tahu Len dan Rin belum tentu menyukainya."

Segera, aku membawa tas sekolahku dan langsung pergi ke sekolah. Di luar memang masih hujan, tapi aku tidak peduli. Kan ada payung, benar bukan?

BLAM

Pintu ditutup keras olehku. Aku tidak tahu perasaanku saat ini. Saat ini sangatlah rumit bagiku.


Aku membanting tasku ke atas meja dan langsung duduk di bangku kelasku. Jujur, pikiranku semakin rumit sekarang dan aku tidak yakin kalau tes pelajaran bahasa inggrisku akan berjalan baik hari ini.

"Rin, kau kenapa?" tiba-tiba temanku Miku datang menanyakan aku. Aku ingin sekali menjawab kalau aku tidak baik-baik saja, tapi aku tidak mau membuatnya cemas bahkan semakin cemas jadi aku terpaksa berbohong.

"Aku baik-baik saja, Miku… Percayalah…" Aku berkata sambil tersenyum. Tentu saja itu dibuat-buat supaya dia tidak curiga kalau aku berbohong.

"Benarkah itu?" Miku menatapku dengan tatapan penasarannya. 'Ugh!'

"Itu benar…" Kataku ragu-ragu.

"Sayang sekali, Rin. Matamu berkata bahwa kau sedang ada masalah."

Sial!

"Baiklah, aku menyerah. Aku sedang ada masalah," aku pun terpaksa jujur pada Miku dan berharap kalau dia tidak akan menanyakan apa masalahku karena aku memang sedang tidak ingin membicarakannya.

"Memangnya, apa masalahmu?"

Sekali lagi, sial! Terpaksa aku harus menjelaskannya, sigh!

"Begini…" Jelasku panjang lebar. Aku menceritakan semuanya pada Miku tanpa ada yang lupa sedikitpun.

"Jadi begitu…" Kata Miku setelah mendengar semuanya. Seolah ia mengerti masalah yang sedang dihadapi olehku.

"Huh! Hidupku ini menyebalkan sekali!" Aku pun mendengus kesal.

"Yang kau butuhkan sekarang ini hanyalah bersabar, Rin. Tuhan pasti akan memberimu jalan… Kau bersabar saja, ya?" Miku berkata sambil mengelus-ngelus punggungku.

Aku pun mengangguk pelan. 'Kau benar, Miku. Ini sebuah cobaan dan aku harus melewatinya.'

"Nah! Itu baru Rin tersayang, haha!" Miku pun terkekeh pelan.

Pelajaran pun dimulai karena bel sudah berbunyi dan guru yang terkenal disiplin waktu segera memasuki kelasku. Aku hanya menarik nafas pelan-pelan lalu mengeluarkannya. 'Semoga aku bisa hari ini!'


"Bagaimana tes pelajaran bahasa inggrisnya, Rin? Aku cukup kesulitan dengan soal nomor dua, ugh!" Miku menghampiri mejaku ketika pelajaran pertama sudah selesai. Ya, pelajaran pertama memang bahasa inggris dan saat itulah aku melakukan tes.

"Haha, sepertinya kau tidak cukup belajar semalam. Semua soalnya aku kerjakan dengan lancar," aku terkekeh pelan.

"Hee? Kau yang sedang dalam masalah tapi tetap lancar mengerjakan soal tesnya? Aku jadi iri!"

"Haha, itu berkat kau juga. Terima kasih, ya!" Kataku sambil tersenyum.

"Tidak masalah, Rin!" Kami pun tertawa bersama.


"Aku pulang!"Akhirnya aku pun sampai di rumah.

"Ah, Kau sudah pulang, Rin!" Ibuku segera menghampiriku ketika aku masih di pintu depan.

"Ya," kataku singkat.

"Bagaimana tesnya? Apakah lancar?" tanya ibuku.

"Lancar, bu." Jawabku sambil membalas senyum ibu.

"Syukurlah kalau begitu… Ah ya! Ibu mau memperkenalkanmu pada seseorang, cepat sini!" Tiba-tiba saja ibuku menarik tanganku ke ruang tengah.

Saat memasuki ruang tengah bersama ibu, aku melihat seorang pria berambut pirang sama sepertiku hanya saja diikat ponytail kecil di belakang. Matanya juga berwarna biru langit. Dia sedang duduk di sofa sambil menonton televisi. Dia terlihat tampan, sebenarnya dia itu siapa?

"Nah, Len! Ini Rin sudah pulang!"

Apa ibu bilang? Jadi, ini calon tunanganku? Apa? Ini yang namanya Len, Kagamine Len?

Tanpa banyak bicara ibuku langsung mendorongku duduk di sebelah Len.

"Wah wah, kalian berdua terlihat manis bila bersama. Benar bukan?" ibuku tampaknya sangat senang melihatku bersama Len. Aku tidak boleh membuat ibu bersedih lagi.

"Tante? Om belum pulang, ya?" tanya Len tiba-tiba. Sepertinya dia mengabaikan kata-kata ibu barusan.

"Oh, om baru pulang nanti malam, Len." Jawab ibuku sambil tersenyum.

Len pun ber'oh'ria.

"Len, kau sudah tahu kalau ini Rin, kan?" tanya ibuku sambil memegang tanganku dan tangan Len. Lalu menyatukan tangan kami bersamaan.

Len perlahan mengangguk. "Aku tahu… Rin… Akan jadi tunanganku,".

"Nah! Rin! Sebenarnya ibu menyuruh Len ke Jepang tadi pagi. Setelah kau bilang bahwa kau tidak mengenalnya, ibu langsung mempunyai pikiran kalau Len harus tinggal di Jepang untuk bisa lebih dekat denganmu."

Perlahan aku mencerna semua yang dikatakan ibu lalu mengangguk pelan. Jujur, aku masih bingung dengan pertunangan ini. Meskipun aku sudah melihat Len sekarang. Tapi, aku tetap tidak yakin.

"Hmmm, ini sudah saatnya makan siang. Kalian mau makan apa?" tanya ibuku sambil melihat ke arah jam di dinding.

"Salad saja, bu! Minumnya jus jeruk!" Jawabku dengan riangnya.

"Kalau kau, Len?" tanya ibuku sambil menoleh ke arah Len.

"Sama seperti Rin, tapi minumnya khusus untukku jus pisang saja!" Len tidak kalah riangnya denganku.

"Baiklah," ibuku pun berjalan ke dapur untuk membuatkan makan siang untukku dan Len.

Saat kami menunggu ibu kembali membawakan makan siang, suasananya hening. Tidak ada satupun yang berbicara di antara kami. Apa harus aku yang memulai? Gengsi ah!

"Jadi kau yang namanya Rin?" tanya Len tiba-tiba memecahkan keheningan. "Kau manis juga, ya."

Apa barusan dia bilang aku manis? Aku butuh dokter spesialis pendengaran sekarang juga!

"A-Apa?"

"Iya, kau manis, Rinny~" kata Len menggodaku.

"Shut up!" Aku tidak percaya kalau Len itu suka menggoda perempuan. Aku tidak menyadari hal itu sejak awal, sial!

"Awww~ ternyata Rinny mudah marah~" sekarang Len memegang tangan kiriku. Posisiku kan duduk di sebelah kanannya.

Aku sempat kaget karena hal itu. Aku mencoba untuk melepaskannya, namun Len terlalu kuat. Sial!

Sekarang Len malah memajukan wajahnya ke wajahku. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tapi ini seperti adegan mau mencium saja! Oh tuhan, lepaskan tanganku dari Len supaya aku bisa lari!

Jarak antara wajahku dan Len semakin dekat. Aku pun mulai meronta, namun tenagaku tidak sebanding dengan tenaga Len! Sial! Sudah berapa kali aku bilang sial hari ini?

Sebentar lagi bibirku dan bibir Len akan saling bersentuhan.

3

2

1

"Ibu kembali membawakan kalian makan siang~"

Akhirnya ibuku datang juga. karena ibuku sudah datang, Len pun menjauhkan wajahnya dari wajahku dan duduk normal seperti biasa. Ah, terima kasih! Aku merasa lega sekarang!

Aku segera melahap makan siangku, sementara ibuku punya pekerjaan rumah lain yang harus dikerjakan. Yah, akhirnya ibuku pergi lagi. Apakah hari sialku akan segera berlanjut?

"Orang tuamu kemana? Apa mereka ikut ke Jepang?" tanyaku. Aku memutuskan untuk berbicara duluan sebelum dia memulai hal-hal yang aneh-aneh lagi.

"Tidak, mereka masih banyak urusan di Amerika. Tapi mereka akan ke Jepang suatu saat nanti." Jawab Len sambil melahap makan siangnya sepertiku.

"Kapan?"

"Tidak tahu,"

"Nah, Len. Apa kau suka ditunangkan oleh orang tuamu denganku?" tanyaku lagi.

"Sebenarnya sih tidak. Tapi, aku rasa aku berpendapat lain setelah melihatmu." Jawab Len.

"Apa maksudmu?"

"Yah, aku mulai tertarik padamu sejak pertama kali melihatmu." Kata Len dengan santai.

"Hee? Maksudmu apa? Kau mau menggodaku lagi, huh?"

"Rinny pandai menebak rupanya~" kata Len sambil tersenyum.

"Shhh menyebalkan, apa kau kenal ayahku?" tanyaku lagi. Mengingat barusan Len menanyakan ayah pada ibu.

"Ya, ayahku pernah mengenalkan ayahmu padaku. Sama seperti ibumu," jawab Len.

"Tampaknya kau sudah dekat dengan kedua orang tuaku, namun aku hanya kenal dengan ayahmu saja. Aku belum pernah melihat ibumu, Len." Kataku sambil menyimpan jari telunjuk di mulut.

"Kau tahu, Rin. Saat di Amerika, orang tuaku senang sekali membicarakan tentangmu. Terutama ayahku, dia bilang dia ingin memperkenalkan aku padamu." Kata Len.

"Ah, dia juga pernah bilang begitu padaku. Ingin memperkenalkan aku padamu,"

"Sekarang ibuku sudah tahu kau, Rin. Saat di Amerika kau tidak ikut makan malam bersama, huh?" tanya Len.

"Tidak. Aku malas harus keluar rumah malam-malam," jawabku sambil menghela napas.

"Padahal mereka membicarakan soal pertunangan kita, lho!"

"Bicara apa?"

"Mereka akan merayakan pesta pertunangannya setelah kita lulus SMA nanti," kata Len.

"What! Masih lama!" Aku setengah berteriak.

"Aku tahu itu," kata Len.

Hmmm, kalau dipikir-pikir Len itu tidak menyebalkan. Tapi, terkadang dia bisa menyebalkan juga. Sekarang aku mulai bisa menerima sedikit tentang pertunangannya. Mungkin lama kelamaan aku bisa menyukai Len. Tentu saja aku harus menyukai dan mencintainya karena tidak mungkin untukku menikahi seseorang yang tidak aku cintai. Aku tidak mau itu! Ibu, aku sedang berusaha untuk tidak mengecewakanmu, lihat saja!


To Be Continued


Gimana ceritanya? Sungguh gaje dan banyak typonya, kan? Mau terusannya atau memang fic. ini harus di delete? Kalau mau lanjutannya review, ya!