Daehwi menghirup nafas, mengisi paru parunya dengan oksigen yang kini terasa agak berbeda ketika menuruni pesawat tadi. Matanya mengerling kesana kemari, berusaha mengais dengan sia sia ingatan tentang bandara ini sambil mencari kedatangan seseorang yang seharusnya dititahkan menunggu dan menyambut kedatangannya di tanah asing ini.
Lalu ia melihatnya.
Daehwi tersenyum lebar dan melambaikan tangannya ceria. Disambut langkah kaki yang kian mendekat dan pelukan selamat datang yang terlampau erat sepersekian detik kemudian.
"Selamat datang di rumah!" Sepupunya berucap setengah tertawa. Daehwi menggeleng maklum dan menepuk pundak sepupu kekanakannya itu.
"Tidak usah berteriak, Jihoon-a. Ayo bantu aku bawa beban hidupku ini?" Pintanya mengerling kepada tumpukan barang barangnya. Harta hidupnya selama tinggal disini. Jihoon mengangguk dan dengan sigap membawa beberapa tas, membiarkan Daehwi membawa sisanya.
.
.
.
[Title]
Are you even a human?
Length: Chaptered
Rate: T
Contains typo(s) and boyslove thingy.
Please read at your own risk.
Thea
.
.
.
Daehwi sampai di ruang keluarga rumah Jihoon. "Ah, senangnya kembali lagi kerumah." Desahnya ketika bokong tipisnya bertemu rindu dengan sofa hitam kediaman keluarga Park.
Jihoon memukul kepala Daehwi dengan remote televisi. Membuat yang punya kepala menatap nyalang padanya yang hanya mendelik sebal.
"Idiot, ini rumahku. Rumahmu bukan disini. Jadi cepat benahi barang barangmu dan rapikan semuanya karena disini tidak ada maid yang bisa mengerjakannya. Lakukan semuanya sendiri atau kau akan kusuruh tidur di garasi." Jihoon berujar dan memberikan segelas limun dingin pada Daehwi, yang segera meminumnya rakus.
Daehwi merengut sebal dan mulai bersusah payah menyeret koper-kopernya menaiki tangga ketika limunnya habis. Jihoon hanya memperhatikannya sambil tertawa terpingkal-pingkal.
"Apa sih, yang kau tertawakan sampai nangis begitu?" Daehwi akhirnya tidak tahan untuk tidak menyalak kesal pada Jihoon.
"Aku hanya bingung, kenapa kau mau repot repot bawa koper sebanyak dan seberat itu ketika kau bisa membeli sesuatu dengan mudah disini." Jihoon mengangkat bahu dan pergi ke dapur untuk mengambil camilan.
"Kau pikir aku datang jauh jauh dari Amerika hanya untuk belanja dan makan, heh? Aku akan sekolah jadi aku butuh menghemat pengeluaran finansialku." Teriak Daehwi sambil merengut dan kembali menyeret kopernya menaiki tangga. Jihoon di dapur hanya tertawa dan menggeleng puas karena berhasil membuat sepupu idiotnya merasa kesal.
Daehwi masih berkutat dengan tumpukan pakaian dan peralatannya ketika Jihoon mengetuk pintu kamar, minta diizinkan masuk. Daehwi membuka pintunya dengan pandangan bertanya sebelum akhirnya bergegas masuk ke kamar mandi ketika Jihoon bilang ia tidak akan diberi makan kalau belum mandi.
Ketika akhirnya Daehwi menghempaskan bokongnya ke kursi makan, Jihoon sudah hampir selesai makan. Daehwi mendengus sebal ketika akhirnya menyadari
Kalau Jihoon sama berantakan dan baunya seperti ketika Daehwi belum mandi tadi.
"Akhirnya kau selesai mandi juga."
"Dan sepertinya kau belum mandi."
"Memang."
Daehwi merengut kesal dan menyendok makananya brutal. Jihoon memperhatikannya makan dan berujar bahwa Daehwi makan seperti babi. Daehwi berteriak galak dan melempar Jihoon dengan sumpit. Lalu keduanya tertawa seperti idiot.
"Lee, apa yang akan kau lakukan besok?"
"Hng, tidur sepertinya."
"Turis macam apa yang menghabiskan hari pertama di negara baru dengan tidur."
"Aku bukan turis, Park. Aku lahir dan besar disini, kalau kau tidak ingat." Gerutu Daehwi. Jihoon mendengus.
"Besar disini, apanya! Kau besar di Amerika dan tidak pernah mengunjungi Korea lagi setelah ulang tahunmu yang ke-sepuluh. Bikin repot saja."
"Aku sedang berpikir kenapa kau merasa repot."
"Aku yang harus mengunjungimu kesana."
"Tolong bilang itu pada anak yang setiap berkunjung selalu menangis gak mau pulang." Daehwi menyeringai.
"Haruskah aku menurunkan gengsi dan bilang bahwa aku kangen kamu?"
"Semua orang sangat mencintaiku sampai tidak mau berpisah denganku. Aduh, senangnya." Daehwi meledek Jihoon yang memerah malu.
"Tutup mulutmu, Lee."
"Turunkan dulu gengsimu, Park." Daehwi tertawa dan Jihoon mendengus sebal.
"Iya, iya. Aku kangen kamu. Puas? Jadi besok jangan tidur dan ayo jalan-jalan."
"Temani aku ke kafe di ujung blok, besok pagi?"
"Untuk apa?"
"Aku ada janji dengan teman. Kau bisa pulang setelah itu dan mulai belajar untuk masa depan ujianmu. Semua orang tau kau bodoh dalam belajar."
"Kau belum ada sehari disini dan sudah punya teman? Hebat." Jihoon menggelngkan kepala dan membenahi meja makan.
"Dulu dia temanku dari Amerika. Dan akhirnya kau mengakui kalau dirimu bodoh."
"Aku tidak bodoh."
"Tapi kau tidak menyangkal ketika tadi kubilang kau bodoh."
"Tutup mulut besarmu dan mulailah cuci piring, Lee Daehwi."
.
Keesokan paginya, Jihoon bangun lebih dulu. Mandi lalu dengan rajinnya menyirami tanaman di halaman rumah dan beramah tamah ke para tetangga. Lalu ketika dirasanya Daehwi sudah cukup tidur, Jihoon membanting pintu kamarnya dan membuat pemuda Lee yang masih bergelung di kasurnya bangun lalu terlonjak kaget.
"Bangun, Lee. Jam berapa mau ke kafe?"
"Jihoon, aduh. Kepalaku sakit, idiot!" Dahwi mengaduh dan mengurut keningnya. Jihoon menghampirinya dan mengacak rambutnya.
"Aku tidak memukul kepalamu."
"Tapi kamu banting pintu dan bikin aku kaget. Itu letak kesalahanmu, bodoh."
"Terserahlah, tapi kapan kamu mau ke kafe?"
"Nanti, jam sembilan."
"Tapi sekarang sudah jam sembilan lebih lima belas menit."
"Jadi aku terlambat?"
"Eh- kupikir?"
"Apakah sudah jauh dari waktu janjian?"
"Lima belas menit dikali dua sama dengan tiga puluh menit."
Lalu obrolan mereka terhenti karena Daehwi membanting pintu kamar mandi. Membuat Jihoon memijat keningnya frustasi.
.
Kafe penuh dengan orang-orang yang sibuk dengan dirinya sendiri. Daehwi memperhatikan mereka penuh minat sementara Jihoon mencari tempat duduk. Ada seorang kakek yang sedang baca koran, pria kantoran yang sedang serius menonton televisi...
Daehwi tiba-tiba saja memekik dan menarik tangan Jihoon untuk duduk disamping pemuda asing yang tak Jihoon kenal. Dia hampir melonjak bangun lagi dan memarahi Daehwi kalau saja ia tidak melihat Daehwi minta maaf pada si pemuda tadi, yang kini diam memerhatikan Daehwi dengan wajah suram.
"Maafkan aku, Baejin-ie!"
"Lee, kau baru sehari disini dan sudah lupa kalau orang Amerika tidak suka keterlambatan. Dan asal kau tau, orang Korea juga tak suka itu."
Nada bicara pemuda itu agak kaku, Jihoon menyimpulkan. Raut wajahnya juga. Hoodie hitam yang dikenakannya juga. Jihoon bergidik ngeri melihatnya.
Yah, intinya. Kesan pertama Jihoon tidak begitu baik padanya.
Tapi Jihoon tidak bisa bohong kalau pemuda itu punya wajah yang sedikit diatas rata-rata. Wajahnya kecil sekali, rambutnya menggantung tanggung diantara alis matanya. Tatapannya tegas, membuat orang salah paham ketika pertama bertemu karena kesan pertama yang ditimbulkan orang ini tidak begitu bagus.
Jihoon tanpa sadar memperhatikannya terlalu lama. Orang asing tadi menoleh dan memperhatikan jihoon sebelum berdeham salah tingkah. Jihoon langsung tersadar dan menunduk malu.
Daehwi memperhatkan mereka berdua dan tersenyum kecil. Kebiasaannya memperhatikan orang dan beramah tamah menjadikannya peka akan lingkungan sekitar. Dan sekarang Daehwi memprediksi sesuatu.
"Kita akan pergi ke tempat Samuel sekarang?" Tanya Daehwi antusias. Membuat dua orang yang sedang bertatapan itu sontak menoleh kearahnya.
"Kau ingin pergi sekarang? Tidak ingin pesan sesuatu?" Jinyoung bertanya kikuk.
"Tidak. Aku kenyang karena makan omelan Jihoon pagi tadi." Jihoon mendelik danmenginjak kaki Daehwi keras keras, namun hanya dibalas seringaian aneh dari si pemuda Lee.
Jihoon bangkit dari kursinya.
"Kalau kalian akan pergi, kurasa sebaiknya aku pulang sekarang."
"Tidak ikut?" Itu bukan suara Daehwi. Itu suara Jinyoung. Jihoon membelalakkan matanya sebelum menggeleng kikuk.
"Daehwi menyuruhku pulang dan melatih otak bodohku ini untuk ujian nanti. Lagipula ini kan waktu kalian. Nikmatilah. Dah, Lee." Ujar Jihoon separuh merajuk pada Daehwi. Daehwi yang melihatnya hanya menjulurkan lidah mengejek.
Sepeninggal Jihoon, Daehwi menatap Jinyoung penasaran.
"Jadi?"
"Siapa orang tadi?"
"Park Jihoon. Sepupuku. Setahun lebih tua darimu. Sebentar lagi dia akan ujian. Dia suka makanan yang gurih, tidak terlalu manis dan dia suka mengigau kalau tidur. ID KakaoTalknya jihoonlypuff kalau kau mau tau." Terang Daehwi. Jinyoung mendelik.
"Apa tujuanmu membeberkan biodatanya padaku?"
"Ah, aku lupa. Ulang tahunnya 29 Mei."
"Lalu kenapa?"
Daehwi menghela nafas. Jinyoung hanya terlalu gengsi.
"Aku hanya bilang yang perlu kau tau."
"Untuk apa kau memberitahuku info tidak penting itu?" Daehwi mendengus dan bangkit meninggalkan Jinyoung yang tampak berpikir.
"Kalau kau tidak merasa info itu penting, lupakansaja. Ayo, aku rindu Muel." Kata Daehwi acuh lalu meninggalkan kafe.
Sepersekian detik kemudian, Jinyoung menyusul dan mengiringi langkah Daehwi. Tangannya merogoh saku hoodienya, mengambil ponsel kemudian bertanya dengan wajah memerah.
"Tadi, apa ID KakaoTalk-nya?"
Daehwi menyeringai.
[ To Be Continued ]
- Thea
Author's Note: Iya, aku se-bodoh itu dalam menentukan judul. hiks.
