DW Charas are belong to KOEI,
The story is mine XD
menyesuaikan dengan suasana hati wa saat ini, storynya jadi ikut-ikutan galau XD, no OC, pairing XC-GP mungkin sedikit intervensi LS, kira-kira gitu, jadi cerita yang niatnya mo dibikin sedih ini inspired by "Bunga Terakhir"nya Beby Romeo (*wa lebih suka versi om Beby daripada versinya mas Afgan-sorry mas), started with kenangan masa kecil XC-GP.. Well yeah, that's it, mind o read n review?
Kaulah yang pertama, menjadi cinta, tinggal lah kenangan..
.
Xing Cai masih berdiri menatap pohon persik itu, pohon tempat pertama kali ia mengenalnya, seseorang yang pernah dan akan selalu ada di hatinya.. Ingatannya melayang kembali ke masa itu..
Backflash story, Xing Cai, 7 tahun,
"Ayah, pohon ini bagus ya? " tanya Xing Cai pada sang ayah, Zhang Fei. "Hahaha.. Ini adalah saksi sejarah persaudaraan Shu, anakku." Jawab Zhang Fei.
"Saksi.. sejarah..?" Xing Cai tidak mengerti. Zhang Fei membelai rambut Xing Cai, "Di bawah pohon ini, aku, paman Liu Bei, dan paman Guan Yu, berjanji sebagai saudara. Lihat, pohon ini tetap kokoh kan? Seperti halnya negara Shu!" Zhang Fei menjelaskan dengan bersemangat. Xing Cai pun merasakan semangat itu, "Begitu.." katanya sambil tersenyum memandang pohon itu.
"Hm? Kamu juga mau berjanji sesuatu?" Zhang Fei bertanya saat melihat Xing Cai tersenyum ke arah pohon itu. "Memangnya.. Kamu mau berjanji apa? Ayo beri tahu ayahmu ini Xing Cai.." tanya Zhang Fei yang penasaran dengan reaksi Xing Cai itu. Xing Cai hanya diam dan tetap memandang pohon itu. Saking asyiknya memandang pohon itu, Xing Cai bahkan tidak mendengar saat ayahnya mengajaknya kembali ke istana. Zhang Fei yang tidak ingin mengganggu anak kesayangannya itu pun kembali ke istana untuk rapat dengan para petinggi Shu.
Tiba-tiba Xing Cai melihat sosok anak laki-laki sebayanya di balik pohon, arah yang berlawanan. Xing Cai melongokkan kepalanya, anak itu juga melakukan hal yang sama, sepertinya juga heran dengan keberadaan Xing Cai disana. Kemudian dia tersenyum dan berjalan ke arah Xing Cai,
"Kamu suka pohon ini ya?" Xing Cai mengangguk dan tersenyum.
"Kamu pasti putri paman Zhang Fei ya, oiya, namaku Guan Ping, anaknya Jendral Guan Yu.." lanjutnya sambil menyodorkan tangannya mengajak salaman. Xing Cai membalas uluran tangan itu dan menyebutkan namanya, "Namaku Xing Cai, senang berkenalan denganmu.."
Sejak saat itu Guan Ping dan Xing Cai menjadi teman akrab. Jika salah satu mereka sedang ada masalah, mereka akan duduk di bawah pohon itu, lalu yang satunya akan datang dan menghibur. Kadang mereka belajar bersama disana, kadang bermain bersama Liu Shan dan adiknya Guan Ping, Guan Suo. Tapi hanya kepada Guan Ping, Xing Cai bisa menceritakan semua yang dipikirannnya.
3 tahun berlalu sejak pertemuan pertama itu. Hari ini, lagi-lagi Xing Cai mengunjungi pohon itu karena Zhang Fei yang berjanji akan mengajarinya berkuda harus pergi menemani Liu Bei.
Xing Cai menyentuh pohon itu dan tanpa sadar bergumam, "Kamu.. Jadi saksi waktu ayahku berjanji bersama paman Guan Yu dan paman Liu Bei ya..?"
"Kamu mau berjanji sesuatu padaku?" Tiba-tiba suara dari atas pohon mengagetkan Xing Cai. "Si.. Siapa disana?" teriaknya. Orang itu lalu melompat turun dan berkata,
"Haaha, kamu kaget ya, wajahmu lucu kalau kaget begitu, hahaha.."
"Guan Ping.." Xing Cai bergumam lirih namun berusaha tetap tenang. "Kau membuatku terkejut.."
"Umm.. Maaaaf.. Aku tidak bermaksud begitu, hmmph, tapi wajahmu tadi benar-benar.." Anak laki-laki tampan yang memakai ikat kepala hijau itu menahan tawa.
"Guan Ping!" Xing Cai memukul bahunya.
"Ahaha.. hahaha.. " Guan Ping tertawa, lalu duduk bersandar di pohon. Xing Cai mengikutinya dan duduk disebelahnya.
"Sejuk ya..?" kata Guan Ping.
"Iya.."
"Katanya dulu ayah kita dan paman Liu Bei berjanji di bawah pohon ini.."
"Iya.."
"Kita juga berjanji yuk.."
"Ha? Kita berjanji? Berjanji apa? Menjadi saudara juga? Tapi Liu Shan tidak ikut.."
"Bukan, kita harus berbeda, jangan sama seperti mereka! Ah Dou tidak ikut juga tidak apa-apa.." Guan Ping menjawab bersemangat.
"Lalu berjanji apa?" Xing Cai tidak mengerti.
"Ya, itu terserah Xing Cai mau berjanji apa.." Guan Ping mengedipkan mata pada Xing Cai, lalu menghadap ke arah pohon itu dan diam sambil menutup mata. Sesaat kemudian dia menoleh ke arah Xing Cai yang masih memperhatikannya,
"Nah, aku sudah berjanji, ayo sekarang giliran Xing Cai.." katanya sambil tersenyum. Xing Cai masih belum punya apapun untuk diucapkan sebagai janji, tapi kemudian ia melakukan seperti yang tadi dilakukan Guan Ping, lalu ia bertanya, "Hm, Guan Ping,"
"Ya?"
"Berjanji itu bukannya harus diucapkan dengan keras ya?"
"Iya, ya, kalau begitu Xing Cai saja duluan yang berjanji, aku akan menjadi saksi bersama pohon."
"Guan Ping curang.."
"Jangan ngambeg begitu, aku kan tadi sudah janji, cuma suaranya belum keluar hehehe.. Nah, ayo, sekarang giliran Xing Cai.."
Xing Cai, meski sebel dikerjai Guan Ping, akhirnya berkata, "Aku, Xing Cai, putri dari Jendral Zhang Fei berjanji, akan tetap setia dan selalu berjuang untuk Shu!" Guan Ping terdiam.
"Giliranmu, Guan Ping."
"Ha? E..eh.. anu.. a.. aku sama seperti Xing Cai.."
"Guan Ping tidak boleh curang lagi! Kan harus diucapkan dengan keras.. Guan Ping harus mengucapkan janji yang tadi, tidak boleh nyontek punyaku dong.."
"Err.. Baiklah, tapi aku serius, janjiku sama seperti Xing Cai, hanya saja aku punya dua janji.."
"Ayo diucapkan, aku akan jadi saksi bersama pohon.." Xing Cai tersenyum geli karena menirukan kalimat Guan Ping yang tadi.
" Baiklah, aku, Guan Ping, putra dari Jendral Guan Yu, berjanji selalu berjuang dan setia kepada Shu!"
"Lalu..?"
"Ha?"
"Katanya Guan Ping punya dua janji.."
"Eh kalau yang itu, tidak usah diucapkan saja, ya.."
"Tidak bisa begitu dong, ayo diucapkan.." Melihat tatapan lugu Xing Cai, Guan Ping pun akhirnya menyerah, "Ba.. Baiklah.." Wajahnya sudah memerah seperti tomat.
"Aku, Guan Ping, juga berjanji, akan selalu menjaga dan melindungi Xing Cai, dan.. dan.." Xing Cai merasakan perasaan aneh di hatinya, tapi ia masih penasaran dengan lanjutan kalimatnya Guan Ping. "Dan apa?"
"Aaah, kalau yang itu tidak usah disebut yaa.." Guan Ping menggaruk kepalanya dan memasang tampang memelas. Xing Cai hanya menatapnya, "Tapi Guan Ping tadi sudah berjanji.." katanya. Guan Ping menghela napas.
"Err.. ng.. dan.. dan.. ka.. kalau sudah dewasa aku akan menikah dengan Xing Cai!" Guan Ping mengucapkan kalimat terakhir dengan sangat cepat, namun telinga Xing Cai mendengar dengan teramat sangat jelas sekali. Xing Cai menunduk, Guan Ping juga, mereka sama-sama terdiam.
"..Xing Cai..?" Guan Ping memecah kesunyian.
"..." Xing Cai heran kenapa malah berdebar-debar. Dia tidak menjawab panggilan Guan Ping.
"Ngg.. Xing Cai marah ya..?"
"...Tidak..."
"Ah, kalau tidak marah, aku mau kasih hadiah, hari ini ulang tahun Xing Cai kan..?"
"Hadiah?"
"Ini.." Guan Ping mengeluarkan sesuatu dari belakang dan memasangkan rangkaian bunga persik berbentuk mahkota itu di kepala Xing Cai. Xing Cai sangat senang dan terharu, ayahnya saja belum memberikan hadiah, tapi Guan Ping..
"Xing Cai jadi cantik memakai itu, eh tapi kalau tidak suka boleh dilepas saja kok.." Xing Cai masih diam. Dia tidak ingin melepasnya, dia menyukainya..
"Aku harus pergi, aku akan ikut ayah.." Xing Cai menatap Guan Ping, "Pergi?"
"Aku harus jadi kuat, demi Shu, iya kan Xing Cai? Kalau aku lemah, aku tidak akan bisa melindungi Shu dan orang-orang yang kusayangi.. " Xing Cai diam, Guan Ping akan pergi? Lalu, itu artinya tidak akan ada lagi orang yang menghiburnya disaat sedih, tidak akan ada lagi orang yang akan tersenyum usil dan mengajaknya bermain saat sedang belajar, tidak akan ada lagi yang akan memanjakannya, tidak akan ada Guan Ping lagi..
"Lalu.. Kapan akan kembali?" Suaranya mulai serak menahan tangis. Dia tidak ingin menangis di depan Guan Ping, tidak akan..
"Hm, aku juga tidak tahu.. Tapi aku yakin nanti pasti bertemu Xing Cai lagi, karena aku sudah berjanji.. Loh, Xing Cai menangis?"
Xing Cai berusaha keras menyembunyikannya dengan tersenyum dan menggelengkan kepala. Tapi itu tidak bisa menutupi butiran bening kecil yang jatuh di sudut matanya. Guan Ping menghapus butiran itu,
"Jangan menangis, nanti pasti bertemu lagi, karena aku akan kembali dan menemui Xing Cai. Bersemangat ya, nanti Xing Cai pasti akan terkejut bertemu denganku.." Guan Ping memegang kedua tangan Xing Cai.
"Xing Cai tidak akan kesepian karena masih ada Ah Dou.. Sampai nanti ya.." Guan Ping melambaikan tangan dan segera berlari ke tempat ayahnya yang sudah menunggu. Xing Cai memandang sosok itu dari belakang, "Ah, aku belum bilang terima kasih sama Guan Ping," batinnya, lalu,
"Guan Ping!" Guan Ping menghentikan langkahnya dan melihat ke arah suara.
"Terima kasih!"
Guan Ping tersenyum. Xing Cai juga mencoba untuk tersenyum, dalam hati ia berkata, "Guan Ping, terima kasih ya.. Aku tidak akan pernah melupakanmu.. Nanti pasti bertemu lagi.."
Berakhir lewat bunga, seluruh cintaku untuknya..
.
...
(to be continued)
