Langitnya biru. Ah, indah sekali. Awan-awan berterbangan, bergerak dengan pelan. Beberapa awan yang berbaik hati tetap menutupi matahari agar tidak menyinari wajah gue.

Gue bakal bahagia. Hidup gue bakal sempurna. Asalkan...

"Hitsugaya-kuun~! Sentuh!" seorang perempuan yang nggak gue kenal menyentuh pipi gue pake jarinya yang belum dicuci.

Brush. Darah mengucur dari hidung gue.

Ya... Hidup gue bakal bahagia... Asalkan gue nggak lagi mimisan tiap kali disentuh cewek.


Jangan Sentuh Gue!

Disclaimer: Bleach © Tite Kubo

Warnings: OOC, AU, Typo bertebaran, Pair nggak jelas, komedi nggak nyentuh, roman nggak nyampe.

~ Chapter Satu ~


Ou. Gue Hitsugaya Toushirou, 15 tahun. Tahun pertama di SMA. Warna rambut putih, warna mata ababil antara hijau dan biru.

Gue adalah idola sekolah. Ah, setidaknya idola para shota-kon. Gue punya wajah tampan, prestasi gemilang, masa depan cerah, dan... Penyakit konyol.

Gue kasih tempe sama kalian, gue adalah seseorang yang mengidap penyakit-yang-akupun-tak-tahu-namanya, yang menyebabkan gue mimisan tiap kali kulit gue disentuh oleh seorang perempuan. Baik itu tante-tante, balita, ataupun nenek-nenek. Bahkan Nyokap gue sendiri.

Nyokap dan Bokap gue pernah nyaranin gue buat masuk sekolah khusus cowok aja. Tapi gue gak mau. Karena gue masih pengen lobang pantat gue rapet setelah lulus SMA. Bisa dibayangkan, tiap hari yang dilihat adalah cowok. Tak ada pelampiasan. Pemandanganpun tak ada. Mengerikan.

Karena itu, gue tiap harinya hanya bermain game di kelas, pada jam istirahat. Untungnya, Bokap gue yang kayanya udah nggak ketulungan, nggak akan habis tujuh turunan, tujuh tanjakan dan tujuh tikungan, bersedia ngebeliin gue PSP, PlayStation Portable. Bukan Pria Suka Pria.

Hidup gue gak mudah. Tiap harinya ada aja yang jail nyentuh gue. Tapi ada juga yang tetep suka sama gue, dan pengen pacaran sama gue, walaupun gak bisa sentuhan sama gue.

Suatu waktu, ada juga yang nyaranin kalo tiap kali kencan gue disuruh pakai seragam astronot. Gue Cuma bisa menghela nafas lalu bilang, "Kalo gue begitu, bisa-bisa ada anak kecil yang ngedeketin gue sambil teriak, 'Om Badut! Ajak kami ke bulan, dong!',"

Gue kesal. Gue hina. Gue risih. Mengapa ini harus terjadi ke gue, yang begitu haus akan sentuhan perempuan?! Ah maaf, gue jadi out of character. Imej, Toushiro. Imej. Jangan sampai Imej gue hancur.

Tarik nafas. Hembuskan. Fuuh...

"Hai, Toushiro!" suara cewek terdengar dari telinga gue. Cekacekaceka, gue nggak bakal mimisan dua kali di hari yang sama dengan cara yang sama, Perempuan-sialan! Gue menghindar ke kiri, menghindari sentuhannya.

"Hei! Apa-apaan itu? Gue nggak niat buat nyentuh elo, kok!" ucap cewek itu sambil berkacak pinggang. Tubuhnya pendek—gue juga pendek sih, tingginya kira-kira tiga senti lebih tinggi dari gue. Jadi yang sebenarnya pendek itu siapa, sih? Matanya berwarna violet. Kayak warna bunga yang ada di bungkus obat nyamuk.

"Rupanya kau, Kuchiki Rukia," Ucap gue dengan sarkatis.

"Apa yang kau inginkan dariku? Apa kau juga ingin menyentuhku? Kau juga ingin melihatku mimisan? Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi!"

"Hei. Bisa bicara kayak biasa? Gaya bicara lo kayak gue ini monyet yang telah melupakan tuannya."

Ah, sorry. Ini efek dari kebnyakan nonton anime aksi.

"Maaf, gue lupa kalo elo itu bukan monyet," jawab gue jutes. Dia mengangkat tangannya ke atas. Rukia kemudian memasang seringai aneh.

Maaf, Kuchiki. Gue bisa membaca pikiran elo dengan mudah.

"Jurus rahasia..." bisiknya pelan. Cih, kalau begini, gue harus... "Deadly Bloody Touch!"

Harus... Lari. "UWAAAAAAAAAAA~!"

"TUNGGU LO, PENDEK!" dia ngejar gue dengan semangat. Ini adalah perang, bung! Darah itu merah! Rambut gue putih! Kampret! Gue mikirin apaan, sih?!

"Tinggi kita hampir sama, Idiot!" teriak gue sambil berlari. Oh, tidak. Imej gue. Mampus, dah. Kayaknya gue harus terima kalo 33% anggota fansclub gue bakal mengundurkan diri besok.

'GUE LEBIH TINGGI 5 SENTI, CEBOOLL~!"

"Apa-apaan it—"

DUAAKK! Gue menabrak seseorang. Gue merasakan kelembutan di wajah gue. Gue memejamkan mata. Ah, kelembutan apakah ini? Biarkan gue merasakannya sebentar... "Toushiro, elo nabrak Inoue, Baka."

Apakah tadi Kuchiki bilang sesuatu? Entahlah, gue nggak begitu peduli. Gue cuma peduli sama apa yang gue rasakan saat ini. Gue membuka mata, lalu melihat ke atas.

Ah, gue rupanya menabrak Inoue-san.

Tunggu. Inoue-san... 'Kan seorang perempuan.

Hening sesaat.

Ah, pantes gue merasakan cairan hangat di atas bibir gue dari tadi.

Tunggu. Kelembutan tadi itu apa? Gue menoleh ke arah Inoue-san, dia lagi nutupin dadanya dengan kedua tangannya.

E-eh. Tunggu. Jadi, gue tadi...

Bruk.

[Dikarenakan tokoh utama jatuh pingsan, maka untuk sementara sudut pandang diubah menjadi sudut pandang orang ketiga. Hal ini akan berlaku sampai ada tanda garis. Terima kasih. Tertanda, Author]

Toushiro jatuh pingsan dengan hidung yang mengeluarkan banyak darah. Sungguh tidak etis. Saya selaku narator saja tidak tega melihatnya.

"Toushiro! Dasar, idiot." Rukia menatap Toushiro yang pingsan dengan pandangan menghina, tapi di balik itu, ada suatu pandangan yang lain.

Sesuatu yang bahkan narator sendiri pun tidak tahu. Kayaknya naratornya kelewatan bodoh.

Rukia melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Toushiro, namun pemuda berambut putih itu tetap tidak bergeming, bagaikan kotoran kucing yang tak pernah bergeming, karena tak ada yang mau menyentuhnya.

Rukia memegang kerah baju belakang Toushiro, lalu menyeretnya ke UKS, dengan keadaan begitu.

Sungguh tidak etis, Rukia.

Ah, sedangkan Inoue? Ia hanya diam, tak mengerti apa-apa.

Ah, abaikan. Kembali ke Toushiro. Ia sekarang sedang diseret dengan indahnya oleh Rukia. Saat mencapai pintu masuk UKS, ia mengetuk pintu. Seorang guru pengurus UKS, yang memiliki rambut dikuncir dua dan mata sipit, serta memakai seragam guru yang dilapisi dengan jas yang sering dipakai oleh dokter-dokter membukakan pintu. Mari kita panggil dia Soi Fon-sensei.

"Sensei, ada murid yang pingsan," ucap Rukia dengan nada datar. Senseinya hanya tersenyum, "Mana anaknya?"

"Ini," kata Rukia sambil menunjuk Toushiro yang dia seret dengan bibirnya. Soi Fon tersenyum kecut. Ia menjitak kepala Rukia dengan keras.

"KENAPA DISERET, BODOH?!" teriak Soi Fon, melupakan posisinya sebagai seorang guru. Ia lalu membopong Toushiro ke ranjang UKS.

Soi Fon menatap wajah Toushiro yang sedang pingsan. Tanpa ia sadari, wajahnya memerah. Seperti tomat yang dicat merah, lalu diolesi saos tomat.

Ia menoleh ke belakang. Rukia telah pergi dari tempatnya, karena bel yang beberapa detik yang lalu berbunyi.

'Ah, gue... Sendirian. Sama anak ini,' pikir Soi Fon sambil mandangin wajah Toushiro. Ia kemudian mengelok kantong celana hitam panjangnya. Di tangannya sekarang ada... Sebuah bandana kain yang terdapat gambar jiwa dan kompas di sisinya.

Mirip kayak... Bandananya Soul Eater.

Bukan mirip lagi, tapi kayaknya itu adalah salah satu peralatan cosplaying yang ia punya.

Soi Fon memasangkan bandananya ke kepala Toushiro, lalu mengatur (baca: mengacak-acak) rambut Toushiro sedemikian rupa.

'Mirip... Banget.'

Fakta terbaru: Soi Fon-sensei, guru pegawas Unit Kesehatan Sekolah, adalah seorang Otaku, dan dia sekarang sedang mencoba ngebanding-bandingin Toushiro sama Soul Eater.

Cepret. Sinar putih cerah membutakan mata. Cahaya itu berasal dari kamera polaroid yang entah Soi Fon bawa dimana.

Mau tak mau, sinar itu membuat Toushiro mengerjap-ngerjapkan mata.


Ah, dimana gue? Yang ada di mata gue adalah atap platform berwarna putih. Apa gue berada di surga?

Ah, ya. Tadi gue sempat merasakan kelembutan seorang perempuan. Jadi ini yang dibilang, mati karena terlalu bahagia.

Tunggu. Sejak kapan surga punya lampu, dan sejak kapan surga punya aroma obat-obatan?! Terlebih lagi, sejak kapan gue make bandana konyol ini?!

"Ah-uh-ehm, r-rupanya kau sudah bangun, Hitsugaya-san." Tegur perempuan berpakaian guru kepada gue. Ah, gue inget. Kalo nggak salah dia adalah guru pengawas yang legendaris, guru termuda disini, yang menjadi guru pada umur 18 tahun, dengan pendidikan SD akselerasi, SMP akselerasi, dan SMA akselerasi. Gue juga sempet denger kalo guru ini Cuma TK setahun.

Gue ngelepas bandana konyol di rambut gue, lalu ngasih ke Soi Fon-sensei. "apa ini punya anda, Soi Fon-sensei?"

"I-iya," jawabnya tergagap,lalu ngambil bandana yang gue yakini sebagai properti cosplaying punya dia. "Rambut kamu kenapa putih? Di cat, ya? Atau jangan-jangan kamu penggemar Soul Eater, juga?!"

Gue terdiam. Ah, gue ngerti. Sensei ini adalah seorang otaku, dan sekarang lagi mencoba memirip-miripkan gue sama karaketer berambut-putih-bergigi-hiu-pemakan-jiwa itu. Meski gue akui, gue juga punya koleksi lengkap manga Soul Eater di lemari buku gue.

"Syukurlah kau tidak apa-apa," ucap Soi Fon-sensei, tangannya menjulur mencoba mengelus kepala gue.

Sensei ini mencoba membunuhku.

Gue dengan segera menangkap tangan Sensei, menghentikan tangan dia yang mau mengelus rambut gue.

Tunggu. Menangkap itu berarti menyentuh, ya?

Dafuq. Hidung gue mengeluarkan darah lagi. Gue segera ngambil tisu di meja samping ranjang UKS, lalu memakainya buat menyumbat darah yang keluar dari hidung gue.

"Akan kuingat ini, Sensei! AKAN KUINGAT INI!" teriak gue sambil berlari ke kelas gue.

Ah, sekali lagi, gue mengalami efek dari kebanyakan nonton anime aksi.


Guru pelajaran Tata Krama gue pernah bilang, bahwa manusia yang baik, adalah manusia yang punya kesabaran tinggi. "Saking sabarnya, dijejelin kotoran kucing juga nggak marah," celetuk gue waktu itu. Telinga gue langsung dijewer sama guru gue itu. Gurunya perempuan. Jadi gue langsung mimisan.

Besoknya, dia nggak lagi ngajar di kelas gue.

Gue kira-kira udah mengalami hal ini 5 kali pas SD, dan 2 kali pas SMP. Untungnya, pas masuk SMA ini, guru-gurunya nggak ada yang pernah nyentuh gue (kecuali Soi Fon-sensei tadi). Hidup gue tentram, gak ada gangguan dari guru.

Tapi itu bukan berarti masalah selesai. Seperti istilahnya, mati satu, tumbuh seribu. Sekarang, makin banyak cewek-cewek yang ngejer gue. Mereka terbagi dalam dua golongan; golongan pengen-buat-Hitsugaya-mimisan, dan golongan shotacon-yang-nerima-gue-apa-adanya-yang-kebanyakan-kakak-kelas (panjang amat). Perbandingannya sekitar 8:1. Yah, hidup gue emang miris.

Gue duduk di bangku kelas gue, menatap langit-langit bosan.

Ah, seandainya bosan bisa dijual, pasti sekarang gue udah punya uang. Pikir gue, meniru ucapan karakter utama salah satu anime dengan judul-yang-dafuq-panjang-banget-kayak-kereta-api-ngantri-sembako.

[KUIS DADAKAN: Siapakah tokoh anime yang ditiru Toushiro? Dan apakah judul anime yang-dafuq-panjang-banget-kayak-kereta-api-ngantri-sembako itu? Penjawab benar yang tercepat akan mendapatkan Teh Galon gratis. Silahkan curi di toko terdekat.]

"Hitsugaya-san, tolong jawab pertanyaan nomor empat puluh enam, halaman empat puluh enam," tanya guru ke gue. Gue hanya melirik buku gue sebentar, lalu menatap langit-langit. Menghitung. Itulah kemampuan khusus gue, menghitung dengan mengkorek-korek di dalam otak, dengan syarat harus melihat sesuatu yang polos seperti kertas.

"Jawabannya empat puluh enam, Sensei," jawab gue malas. Ah, terlalu mudah.

"Meskipun anda pintar, bukan berarti anda boleh tidak mengikuti pelajaran, Hitsugaya-san. Gaji saya tergantung dengan tingkat konsentrasi para siswa yang mengikuti pelajaran saya."

"A-ah, maaf. Aku akan mengikuti pelajaran dengan baik."

Sial. Lagi-lagi sifat gue yang ini keluar; gue gak bisa melihat orang lain menderita, entah secara mental, material, ataupun kena sial. Otak gue bakal langsung membuat simulasi bagaimana jika gue yang ada di posisi dia.

Akhirnya, hari itu, gue habiskan dengan mengikuti pelajaran dengan sepenuh hati. Ah, seandainya saja gue bisa tidur sambil membuka mata kayak Mermaidman.


Ting tong. Bzzzt.

Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Gue ngeberesin alat-alat belajar gue. Setelah semuanya beres, gue menutup tas gue, dan langsung kabur keluar kelas.

Kenapa gue nggak mencium tangan guru gue? Hah? Elo lupa ama penyakit gue?

Gue berjalan keluar gerbang dengan hati-hati. Jam segini, biasanya banyak geng cewek yang langsung cabut ke mall, dan mereka biasanya lari-lari. Dan gue gak pengen mereka ngeliat dan menyentuh gue.

Gue sedang bermain PSP, sambil menunggu angkot lewat. Gue sedang bersandar pada tiang listrik, dan di atas tiang listrik itu terdapat gerombolan burung gagak yang berkoak.

Ah, gue nggak percaya takhayul yang bilang orang yang mati bakal dikelilingi burung gagak. Itu Cuma mitos yang disebarkan oleh Front Anti-Gagak.

Gue main PSP dengan serius. Yang sedang gue maenin adalah Harvest Sun, semacam game peternakan.

"AWAAASS~!" gue melihat ke arah datangnya suara. Gue melihat seorang perempuan sedang mengendarai sepeda, melaju kencang ke arah gue. "REMNYA BLOOONG~!"

Semuanya menjadi slow motion. Apa yang harus gue lakukan? Apakah gue harus mengucapkan 'BURST LINK!' kuat-kuat? Atau gue harus koprol sambil bilang WOW? GUKGUK! Ini bukan saatnya jadi alay! Gue harus segera memakai Fourze Systemtapi gue bukan Kamen Rider Fourze, sialan!

Apa yang harus gue lakukan? APA YANG HARUS GUE LAKUKAN? APA YANG HARUS GUE LAKUKAN?!

Kalau gue menghindar, cewek itu bakal terluka. Gue nggak bisa ngebiarkan itu terjadi.

Gue bakal kehilangan martabat gue sebagai cowok terhormat jika gue melakukan hal itu.

[Kalau begitu, hanya ada satu jalan; jalan lelaki, bukan?] ucap suara yang muncul dari otak gue.

UOOHH?! Inikah saat-saat kebangkitan gue sebagai manusia super?! Apakah Sacred Gear Longinus gue sudah aktif?!

[Berhentilah berfikir konyol, dan lakukanlah.]

Gue berdiri tepat di depan sepeda yang dinaiki cewek itu. Ini hal yang dapat gue lakukan: gue akan menghentikannya.

Secara laki.

"UOOOHH~!" gue berteriak kencang, dan memejamkan mata.

BRUAAK!

Gue merasa tubuh gue kehilangan bobot. Gue nggak bisa merasakan tanah di kaki gue. Gue udah nggak berpijak lagi. Apakah roh gue telah melayang?

Gue merasakan benturan di pundak gue. Benturan di tempat yang basah dan bau. A, pasti gue jatuh ke selokan besar di dekat tiang listrik tadi. Tubuh gue mulai merasakan sakit.

Gue membuka mata. Setidaknya gue ingin melihat wajah orang yang telah gue selamatkan buat terakhir kalinya.

Gue melihat orang-orang berlarian melihat gue. Ada yang menatap ngeri, kagum, dan ada juga yang ketawa. Gue melihat cewek yang tadi udah gue selametin ngehampirin gue.

Dan untuk sesaat, gue bisa merasakan rasanya menjadi seorang pahlawan. Tiga koma tujuh puluh lima detik kemudian, yang bisa gue lihat cuma kegelapan.

... To Be Continued ...

Catatan Penulis:

Fanfic pertama yang gue publish setelah hiatus tanpa kabar selama setahun lebih. Hohoho. Abaikan fanfic-fanfic saya sebelumnya, karena tidak akan pernah saya lanjutkan. Hohoho.

Ini adalah salah satu fanfic yang mungkin gak akan jelas bagaimana akhirnya, karena tema yang terlalu banyak kemungkinan jalan ceritanya.

Pasangan untuk fanfic ini adalah HitsuRukiSoiHina, alias Hitsugaya yang punya harem. Hohoho. Yang gak suka harem dianjurkan keluar.

Akhir kata, sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Daaah~! Review kalian sangat diharapkan. Meskipun berupa flame. Asal dengan alasan yang jelas, tidak masalah.

Jangan lupa sikat gigi sebelum tidur!