Harga © UchihaMaya Hetalia Axis Power © Hidekaz Himaruya Warning: OOC. Typo(s). Gaje(s).
Indonesia tak pernah tahu, jika kedatangan pria Belanda itu akan merubah hidupnya. Sekalipun, tak pernah terbayang jika pria berambut tulip dengan mata emerald indah pecinta kelinci itu akan menjadi sumber penderitaan untuknya.
Pertama kali ia bertemu dan melihat, pria itu terlihat sebagai sosok baik hati yang sampai sekarang ia akui masih ia cintai.
Tapi, lelaki itu telah menoreh luka dan dendam yang mustahil dihapuskan, meski dia berlutut dan mencium kakinya, ia ragu bisa memaafkannya.
Terlalu banyak yang lelaki itu renggut darinya, terlalu banyak hingga ia tak tahu berapa yang tersisa untuknya. Padahal tanah ini miliknya, padahal negeri ini adalah kuasanya, benar lelaki itu mencintainya dan (bodohnya) ia membalasnya, tapi tak berarti pria Belanda itu bisa berlaku seenaknya.
Luka itu nganga, darah masih membanjirinya, bahkan setelah nyaris tiga setengah abad. Dan puncaknya ketika ia melihat pria Belanda itu tersenyum hangat penuh suka cita dan mengatakan hari itu adalah hari dimana sang Belanda lepas dari penjajahnya, bebas dan merdeka. Salahkah jika ia menginginkan hal yang sama?
Hari itu adalah titik balik. Mulai hari itu ia bukan Indonesia yang sama. Mulai hari itu ia mencoba untuk mengabaikan perasaannya pada sang Belanda. Ia, layaknya bangsa yang terjajah lainnya, yang juga mendambakan kemerdekaan untuk tanahnya.
Ia mencintai pria itu, tapi ia tak lagi mempertahankannya. Ia sudah memilih, ia sudah memutuskan. Ia akan memberikan kemakmuran untuk negerinya, anak-anaknya. Ia tak akan membiarkan luka dan dendam ini ada dimasa depan. Ia akan menjamin kemerdekaan bangsanya dengan harga yang pantas.
Hatinya, perasaannya, dirinya.
Pria itu akhirnya pergi, sialnya juga membawa serta hatinya, meninggalkan kekosongan dalam dadanya. Tapi, sebagai gantinya kemerdekaan memeluknya. Kemerdekaan yang diinginkannya. Tapi ia tak pernah tahu, ternyata sakit itu tetaplah ada, luka itu tetaplah nganga.
Hingga kini rasa itu tetap nyata. Ia masih mendamba lelaki yang dulu setiap malam selalu memeluknya. Meski ia tahu hal itu tak mungkin terjadi lagi. Karena kenangan itu telah ia tukar dengan hal yang sepadan. Masa depan yang ia mimpikan.
End
