Harusnya kuliah sudah dimulai 20 menit yang lalu. Namun kenyataan tak sesuai ekspektasi para orang tua selaku sponsor keuangan anak mereka agar bisa sekolah tinggi –tinggi hanya untuk mengejar titel mentereng semata.
"Temen-temen, dosen tamunya berhalangan hadir, jadi …."
"Cihuy! Jam kosong! Main remi yuk!" Sebagian dari mereka mungkin masih bermental anak SMA, kapan sih mereka sadar kalau sudah memasuki semester tua.
"Temen-temen tapi dosennya …."
"Kalo tahu kayak gini, mending pulang dari tadi."
"Tapi, dosen tamunya bilang …." Melas, si penanggung jawab mata kuliah di kelas itu tak digubris, kacang.
"Bubar! Bubar aja! Ada yang punya pilem *piip* nggak? Minta dong."
"…."
"Masa, berangkat pagi-pagi nerobos lampu merah biar gak telat, dimarahi pak polisi pula, tapi dosennya malah gak berangkat. Padahal biaya kuliah mahal, huh rugi tahu …."
"Halah gaya lu, kalo kosong pulang juga 'kan." Yang ini sungguh tak sesuai ekspektasi.
"PERHATIAN! DENGERIN SEMUANYA!"
Setelah satu teriakan menggetarkan membran timpani, seluruh mahasiswa yang didominasi makhluk berkelamin jantan itu serempak menengok ke podium kelas dimana si penanggung jawab mata kuliah berdiri dengan muka masam. Demi keriput Sir Pixis, Berthold Fubar tak pernah segarang ini kalau bertingkah.
Bagai kadet kasta paling bontot terkena semprot komandan, mereka bergidik terkaget-kaget tatkala mendengar dengan telinga mereka sendiri seorang yang dikenal anteng tanpa banyak cing-cong menjadi seorang yang ganas saat atensi tak didapat. Pelajaran moralnya pemirsa, jangan anggap remeh orang yang kalian anggap pendiam, kurang sosialisasi, tidak asik dan tuduhan sialan lain, karena … percayalah orang yang terlihat demikian bisa menjadi mengerikan saat mereka murka.
"Kalian semua dengerin! Dosennya tamunya gak bisa masuk kelas, gantinya kita diundang kuliah di aula pertemuan gedung ESDM Provinsi Shina. Kuliahnya mulai jam 1 siang, gak boleh ngaret, gak boleh telat dan gak boleh titip absen! Bagi kalian yang mau bolos namanya di lembar absen bakal dicoret pake spidol permanen! Gak pake protes! Kalau mau bubar, ya bubar sana!"
"Yaaahhh."
Seorang anggota kelas mengacungkan tangan, "Interupsi Ber, kita ke sana naik apa?" Seorang menyeletuk pada Berthold, bukan pada beruang.
"Modal sendiri lah."
"Lah, kampus gak nyediain bus ya? Itu bus punya jurusan 'kan nganggur."
Berthold kini lebih tenang, meskipun sebenarnya hampir memuntahkan sumpah serapah, "Kita gak bisa pinjem bus jurusan, lagian ini masih di Shina juga."
"Shina panas gan, bisa keriputan ane kalo panas-panas." Connie Springles(?) memangkas rambutnya dikarenakan ingin mempermudah penguapan dan ekskresi keringat. Namun yang bersangkutan selalu mengamuk jika gaya rambutnya dikabarkan botak. Definisi gaya rambut bagi Connie itu mutlak tak bisa diganggu gugat, cepak ya cepak, cepak plontos maksudnya.
"Lagian bis bobrok punya jurusan itu harusnya dikiloin ke tempat loak. Lu gak inget Con, bulan lalu pas kita kunjungan ke daerah Krolva, busnya mogok di tengah jembatan, bempernya rontok sendiri. Mana diklakson mulu lagi sama orang. Akhirnya kita balik ke kampus juga numpang truk batu bara. Berangkat sendiri-sendiri aja lah."
"Jurusan lain aja punya bus kinclong, ada AC-nya. Punya kita udah reyot, bau karat, suka mogok lagi. Bilangin ke ketua jurusan dong, anak-anak butuh bus baru."
"GAK USAH MANJA YA! KALIAN TU LAKI APA PEREMPUAN!"
Di tengah gonjang-ganjing, nun di pojok kelas, sebiji mahasiswa yang datang 2 menit tergopoh-gopoh sebelum jam yang seharusnya ditentukan sebagai mulainya kuliah. Objek yang bersangkutan sedang terpekur menghadap buletin penelitian kampus di depannya. Tampak sesekali mengangguk-angguk, entah anggukannya itu ditujukan untuk apa, bacaannya kah? Bus bobrok jurusan kah? Atau Shina yang panasnya nauzubillah?
…
Oktober Dalam Harmoni
Bagian 1 dari 2 : Disfungsi
Proud to you by :
emirya sherman
Disclaimer :
Shingeki no Kyojin owned by Hajime Isayama.
~ I gain no profit by publishing this story.~
Warnings :
Out of character. AU. Misstypes. Many absurdity inside.
This is only a work of fiction. If there any similarities among the names, the places or the plotlines are entirely coincidental.
…
Selamat membaca :)
…
…
Aku tidak punya motor, karena aku memang belum bekerja dan aku belum mapan secara finansial. Sebagai penganut mahzab anti-kemapanan tak tergoyahkan, uang untuk ngeprin materi kuliah saja sudah pasti meminta ayahku, ah ingatkan aku untuk menagih flashdisk yang dipinjam Eren. Maka dari itu aku setiap hari membawa bekal seperti anak sekolah dasar, untuk menekan pengeluaran. Sekalipun ayahku membeli motor agar aku manfaatkan sebagai sarana mobilisasi, aku tidak akan mengakui motor itu milikku, ayolah STNK-nya saja atas nama ayahku.
Aku pernah melalaikan beberapa pasal penting dalam pokok bahasan keamanan berkendara yaitu, pastikan kedua matamu di muka jangan di pundak, lutut maupun kaki apalagi ditinggal di pengkolan kampung. Kedua, pastikan kau melihat ke depan jangan sampai meleng dan pastikan di depanmu tidak ada pembatas jalan dan tidak ada mang-mang tukang mie ayam. Paham?
Karena sumpah demi utang pulsaku pada Reiner –ups-, kalian akan aman-aman saja berkendara -terutama berkendara motor- jika kalian menegakkan dan mengamalkan pasal-pasal yang aku sampaikan di atas, jangan sampai terlewat! Asal kalian tahu saja ya, aku adalah salah satu pelaku yang melanggar lalu lintas, yeah aku memang bangga, ada masalah dengan itu?
Kejadian itu terjadi dua minggu yang lalu saat aku naik motor dari rumahku dari distrik Trost ke Pasar Stohess karena disuruh ibu membeli tepung dan sayuran untuk menggoreng bakwan. SIM-ku ditahan pihak keamanan lalu lintas lantaran menabrak pengatur jalan yang berbentuk kerucut dan menggulingkan gerobak mie ayam milik seorang pedagang kaki lima yang mangkal di distrik Stohess. Tak ada korban jiwa, sungguh. Kampretnya anak jurnalis nekat mewarta untuk majalah kampus, masa bodoh lah. Untungnya mang-mang tukang mie ayam itu bersedia musyawarah untuk menyelesaikan perkara.
Patofisiologi kejadian bermula pada beberapa saat sebelum kejadian bodoh itu, Eren memanggilku dari pinggir jalan sambil menyantap Es Oyen bersama kawan lain jurusannya, Armin Arlert. Mengingat itu rasa jengkelku pada Eren muncul kembali. Aku menengok ke arahnya untuk mengingatkan deadline tugas makalah kelompok yang seharusnya dikumpul esok hari. Ya, aku memang satu kelompok dengan bocah satu itu dalam tugas mata kuliah teknik eksploitasi gas bumi. Karena Eren itu suka lupa tugas, kalau tidak diingatkan dengan TOA masjid barangkali dia tidak akan ingat.
Pandangan teralih sesaat, tak sadar di depan jalan ditutup dengan benda kerucut oranye yang tidak aku ketahui namanya dan wassalam ... Aku bablas menerjang gerobak mie ayam. Ini adalah pelanggaranku yang paling prestisius selama ini, wahai pemirsa.
Terlepas dari pelanggaran itu, aku adalah warga negara yang taat hukum. Terbukti aku tidak nekat berkeliaran berkendara tanpa SIM, dengan ajaibnya ayah mau mengantar jemputku ke kampus. Yah … meskipun di masa kini sudah ada penemuan sistem transportasi yang bernama bus kota. Imbas selain aku harus mengucap adios pada SIM-ku, aku juga harus merelakan lenyapnya frasa 'uang saku' dalam hari-hari mahasiswaku yang semakin kelam ini, entah sampai kapan.
Aku masih tak mengerti, Eren masih juga menghampiriku sambil cengengesan, haha-hihi seperti tidak pernah ada kejadian berarti. Dia sadar tidak sih, aku meleng gara-gara meneriaki dia.
Ledeknya saat itu, "Jean kamu tahu gak traffic cone itu gunanya buat ngarahin jalan bukan buat sarana bunuh diri."
Aku tahu kampret, salah siapa di daerah Stohess ada pasar kaget.
Bersumber dari lagu pop lawas, pada akhirnya yang sudah terjadi biarlah terjadi. Sekarang masalahnya aku ke ESDM provinsi bareng siapa? aku nebeng Connie apa ya?
…
Connie yang duduk di depanku langsung setuju setelah aku bilang mau nebeng, sekarang tinggal masalah helm. Asal kalian tahu saja ya, aparat di daerah Shina itu bermata jeli cenderung licik, kalau ada pengendara tak berhelm ketahuan berkeliaran pasti langsung ditindak di TKP. Pasti berujung pungutan liar, alamak … uang saku saja seret minta ampun.
"Jean?"
"Kenapa?" Aku menengok ke samping kiri di mana seorang bernama Eren pindah dari pojok kelas.
"Kamu nanti bareng siapa? Motormu kan disita. Bareng aku aja ya." Plis jangan bahas motor lagi kenapa sih.
"Nebeng Connie."
"Lah, kok nebeng Connie?"
"Ya, 'kan rumah gue searah sama kosnya Connie, elu kenapa sih?"
"Aku gak tahu jalan ke ESDM Jean."
"Hah, lu udah hampir 4 tahun tinggal di Shina dan lu masih gak hafal jalan? makanya kongkow sama abang-abang Go-J3k dong."
"Ya, 'kan aku numpang di rumah Pakdhe Hannes, kalau dia tahu aku keluyuran gak jelas pasti bakal langsung dilaporin ke ayahku di Shiganshina."
Connie menengok ke belakang. "Bareng ane aja," kata Connie sambil mengudarakan jempol, "bertiga."
Telingaku bergoyang, "Bertiga? Gile lu ndro."
Masih masuk akal kalau ibu-ibu membonceng anak-anak yang masih ukuran boncel. Nah ini, disangka cabe-cabean malah iya.
Entah ada suratan apa, ketika aku bersama Eren selalu ada saja kejadian tak terduga. Contoh, Eren minta ditemani pulang ke rumahnya hanya untuk makan siang dan berakhir dengan terlambatnya kami di mata kuliah teknik peledakan yang diampu oleh Sir Shadis. Baru memperlihatkan muka di ujung pintu saja sudah dipelototi, atau itu memang mode defaultnya Sir Shadis? Pernah kami mengerjakan makalah individu di lobby kampus utama, kami malah membicarakan komik favorit yang baru terbit, padahal deadline kurang dari 1 jam lagi, aku tidak tahu dan Eren tak memberi tahu. Lain hari Eren memintaku untuk menemaninya ke agen travel untuk mengambil paket kiriman orang tuanya dan berakhir kesasar karena Eren lupa jalan, itu tidak hanya sekali oke.
Aku masih gagal paham kenapa aku bisa berteman dengan kunyuk satu itu. Nah, hari ini aku numpang Connie saja. Karena arah pulang kami sama. Begini-begini aku masih kasihan pada Eren kalau harus putar balik ke Trost. Alasan lain aku tidak mau dituduh maho sama Eren, plis! Ah, atau aku bawa motornya Eren, terus Eren aku tinggal di gerbang kampus? Hm ….
…
Bagian 1 : Selesai
…
…..
…
'Emir is typing' corner :
Fiuh *ngelap ingus*, bagian 1 bubar juga. Ada yang mau menebak mereka kuliah di program studi apa? Kekeke, (gak ada ya? ya udah deh)
Di fiksi ini niatnya Jean-Eren itu sahabatan-tapi-tidak-sahabatan-sahabatan-pun-disfungsional, tapi ya begitulah.
Ngapunten yak kalo ada yang kurang berkenan, buat hiburan aja kok *peace*. Kalo ada yang kurang berkenan silakan traktir saya mie ayam(?)
Nantikan Bagian 2 ya,
jaa nee .…
:D
