Hai minaaaa… \^^/
Kita ketemu lagi, dalam fic Natsu yang super jelek iniii… *readers pada kabur duluan* TT_TT
Ohya, sekedar info, ini adalah SEKUEL dari LOVE YOU SO MUCH!
Karena ada reviewer yang minta sekuel-nya, ya udah! Natsu buati aja!
Awalnya sih, Natsu emang rencana bikin sekuel lanjutannya! Tapi Natsu masih ragu. Bisa gak yah? namun, berkat dukungan para reviewer sekalian, akhirnya Natsu nge-buat sekuel ini!
Makasih banyak buat para readers yang udah nge-review fic Natsu sebelum ini yaaaahh… XDD
Yosh! tanpa basa-basi lagi, Natsu persembahkan!
The Sekuel Of Love You So Much…
Happy read…
.
.
Disclaimer : Togashi Yoshihiro
Title : Wareware No Ryōhō
Story by : Natsu Hiru Chan
Rated : T, -semi M mungkin?
Genre : Romance and Family
Pairing : Kuroro nii-kun cuman buat Kurapika nee-chan
WARNING : Abal, norak, GaJe, OOC, kalo fic ini, bisa dibilang AU gak yah? jelek, typo bertebaran bagaikan debu di kamar author, pokoknya fic ini hancur-sehancur-hancurnya!
Summary : Setelah menikah, Mungkin, untuk kedepan, mereka akan menerima banyak masalah. Tapi Kurapika tahu, kalau dia bisa mengatasinya bersama Kuroro, yang telah resmi menjadi suaminya dalam suka, maupun duka
.
.
.
.
Don't like, don't read…
.
Chapter 1 : New Couple
Kurapika's pov
Hari ini, tanggal XX bulan XXXX tahun XXXX… tepatnya hari senin, pukul 09.00 pagi, di sebuah gereja yang berwarna putih, dan besar. Di tangganya terdapat karpet merah yang cukup panjang.
Aku berjalan dengan langkah tegap namun agak gugup, dengan gaun pengantin berwarna putih bersih. Sarung tangan putih se-siku menghangatkan tanganku, mahkota perak yang menghiasi kepalaku, dan di mahkota itu terdapat cadar berwarna putih sangat tipis. Kalung pitih berbentuk seperti kupu-kupu, serta sepatu putih ber-hak tak terlalu tinggi, hanya setinggi 3 cm itu. Rambutku dijepit ke belakang, dengan jepitan berwarna perak pula, berbentuk seperti bunga. Wajahku hanya diriasi dengan make-up sederhana namun terkesan mahal, yah, hanya bedak tipis yang hampir sewarna dengan warna kulitku, lipstick berwarna pink, ai shadow berwana biru, yang di sesuaikan dengan warna mataku, serta sedikit merah pipi tipis. Tanganku membawa buket bunga mawar berwarna putih dan pink.
Kakiku yang agak bergetar karena memakai sepatu yang tidak cocok untukku ini, berjalan menuju altar dengan langkah tegap, serta pandanganku lurus ke depan. Di sampingku, tuan Nostrad, menggandengku dengan tegap pula.
Yah, sejak kubocorkan identitas asliku pada semua orang, termasuk tuan Nostrad, kupikir dia akan marah, karena telah dibohongi. Tapi sayangnya tidak, dia malah senang, dan menganggapku sebagai putrinya sendiri. Bahkan dia memintaku agar dia yang akan menjadi waliku nanti saat resepsi pernikahan.
Sorak-sorai dari teman-temanku terdengar di telingaku.
"Kau cantik Kurapika!"
"Selamat yah Kurapi…!"
Wajahku menjadi merona mendengar perkataan mereka. Ketika aku memasuki gereja, sorakan itu makin besar saja, membuat beberapa orang, menutup telinga mereka masing-masing.
Aku tak tahu, kenapa tamu undangannya banyak sekali! Padahal, seingatku, yang aku undang, hanyalah teman-temanku saat ujian hunter, kenalan-kenalan yang pernah membantuku, keluarga Zoldyck pun ada! Ada juga bibi, serta neneknya Gon. Bahkan kepten kapal yang kapalnya pernah kunaiki bersama Gon dan Leorio pun ada, beserta anak-anak buahnya. Apa mungkin sisanya itu undangan Kuroro? Tapi darimana dia dapat kenalan sebanyak ini?
Ah! Itu nanti saja kupikirkan! Yang terpenting sekarang, adalah proses pernikahannya!
Kulihat di atas altar, Kuroro sedang berdiri dengan tuxedo putih, kemeja putih, dasi biru, serta sepatu hitamnya. Rambutnya ia biarkan turun, dengan perban putih yang setia menutupi dahinya. Dia bersama dengan seorang pendeta di sana. Aku pun menjadi semakin gugup saja.
Dengan lembut, tuan Nostrad melepas gandengannya ketika aku mulai menaiki tangga. Kuroro pun turun, dan menggandengku naik ke altar pernikahan, tempat kami akan mengucapkan janij dan sumpah suci kami.
Kami berdiri berhadapan, serta pendeta yang berdiri di antara kami. Kurasakan jantungku berdegup kencang. Dan degupan itu semakin menjadi-jadi ketika kulihat wajah Kuroro yang tampak begitu tenang.
"Kuroro Lucifer… apa kau siap menjadikan Kurapika Kuruta, sebagai pengantin serta istrimu, dalam suka, maupun duka, senang, sengsara, sakit, maupun sehat?" tanya pendeta itu pada Kuroro.
"Ya, saya siap," jawab Kuroro mantap, dengan wajah tenangnya.
Pendeta itu lalu menoleh padaku. "Kurapika Kuruta… apa kau siap menerima Kuroro Lucifer, sebagai suamimu, dan mengikuti marganya, dalam suka, maupun duka, senang, sengsara, sakit, maupun sehat?"
"Saya siap…" jawabku gugup.
"Baiklah, silahkan kalian bertukar cincin, dan melakukan ciuman kebahagiaan…" ujar pendeta itu, lalu mundur beberapa langkah, membiarkan kami untuk saling bertukar cincin.
Kuroro lalu maju selangkah, dan mengambil salah satu cincin, di sebuah kotak cincin kecil berbentuk hati, dan berwarna merah.
Dengan gemetaran, aku mengulurkan tanganku pada Kuroro. Kuroro pun mememegang lebut jemariku. Kulihat perubahan ekspresi di wajahnya. Dia nampak tersenyum, menaha tawa. Pasti dia menertawaiku, karena merasakan tanganku yang begitu dingin saking gugupnya. Dengan perlahan, Kuroro memasukkan cincin itu pada jari manis tangan kananku.
Sekarang giliranku. Dengan gemetaran, aku mengambil cincin yang satunya, dan memasukkannya di jari Kuroro yang besar.
Dia langsung menarik tanganku, dan langsung mengecup lembut bibir mungilku. Wajahku sontak merona merah, disusul oleh suara sorakan serta tepuk tangan dari para undangan.
Dengan lembut pula, Kuroro pun melepaskan ciumannya. Ia lalu menggandengku keluar gereja. Di luar, aku pun siap untuk melempar buket bungaku. Semua wanita di sana sudah siap untuk menangkapnya. Dan ketika kulempar, semuanya pun langsung berhambur hendak menangkapnya.
"Mulai sekarang, kau, sudah menjadi milikku…" bisikan Kuroro di telingaku sukses membuatku merona merah. Aku pun menoleh ke arahnya. Kulihat dia memungut setangkai mawar pink yang tergeletak jatuh di bawah kami. Dia pun menyerahkannya padaku, wajahku memerah lagi.
"Terima kasih…" lirihku menunduk malu. Ia hanya tersenyum kecil.
Kami bersiap untuk pergi, dengan limosin putih yang menurutku sangat mewah itu. Kulihat Neon, beserta tuan Nostrad, menatap kami dari jauh. Senyuman miris terukir di bibir Neon.
"Tunggu sebentar!" ucapku seraya berlari kecil meninggalakan Kuroro, menuju Neon.
"Kurapika?" ucap Neon bingung.
Aku lalu menyerahkan setangkai bunga yang tadi Kuroro berikan padaku pada Neon.
"Semoga kau akan mendapat jodoh yang paling pantas untukmu…" ucapku tersenyum manis.
Kulihat mata Neon berkaca-kaca. Ia lalu mengusap lembut matanya, dan menatapku tajam. "Jaga Kuroro baik-baik! Kalau kau membuatnya marah atau sedih, aku akan langsung merebutnya! Ingat itu! Makanya… kau harus menjaganya…" sekali lagi mata Neon mengeluarkan cairan bening.
Aku hanya tersenyum kecil. "Tentu saja!" ucapku.
Aku pun berlalu meninggalkan mereka berdua, kembali menuju Kuroro dengan setengah berlari.
"Ada apa?" tanya Kuroro padaku.
"Ah! Tidak… hanya urusan perempuan…" Kuroro hanya tersenyum kecil padaku.
.
~Wareware No Ryōhō~
.
Normal pov
Malam, pukul 08.00 pm, di sebuah apartemen yang cukup besar,
Terlihat saat ini Kurapika sedang membuka seluruh perhiasannya. "Huuuhh! Apa baju wanita memang harus menyulitkan begini yah?" keluhnya seraya membuka mahkota peraknya.
Ia lalu hendak membuka kancing gaun pengantinnya. Namun tangannya tak sampai untuk meraih res gaunnya yang ada di belakang. "Ngghhh…"
"Butuh bantuan?" suara itu sukses mengagetkan Kurapika. Ia sontak menoleh ke sumber suara. Dilihatnya seorang pemuda, yang mengenakan kemeja putih, yang kancingnya terbuka dua dari atas. Ia mengenakan celana putih pula.
"Kuroro?" gumam Kurapika.
Kuroro lalu berjalan mendekati Kurapika, tepatnya di belakang Kurapika. Ia pun membukakan resleting gaunnya. Kurapika hanya bisa merona merah. Tentu saja, karena tangan Kuroro yang dingin menyentuh punggungnya.
"Sudah!" ucap Kuroro setelah menurunkan resleting Kurapika.
"Emh, Kuroro, apa kau bisa keluar sebentar? Aku mau ganti baju…" lirih Kurapika dengan wajah yang merona merah.
"Tentu saja," ucap Kuroro tersenyum kecil, seraya meninggalkan kamar itu.
Di luar,
Kuroro menyandarkan punggungnya di pintu. Ia menghela nafas panjang. Kuroro lalu meraih ponsel yang ada di saku celana putihnya, dan menekan beberapa nomor di sana. "Halo, aku butuh bantuanmu…" ucap Kuroro sambil menempelkan ponselnya di telinganya.
Kuroro lalu berjalan, menjauh dari pintu kamar Kurapika. "Hm, orangnya galak, agak dingin, dan sangat sensitif… tapi kalau aku sudah menyentuhnya, dia menjadi sangat lemah…"
"…"
"Pelan-pelan saja? Yah, aku mengerti…" ucap Kuroro seraya menutup ponselnya. Terlihat sedikit rona pink tipis di pipi putihnya.
"Kuroro! Aku sudah buatkan makan malam!" ucap Kurapika senang.
Kuroro memperhatikan sosok Kurapika yang memakai piyama biru muda. Sedangkan dirinya memakai piyama kuning. "Emh, terima kasih…" ucap Kuroro seraya duduk di kursi makan.
Ia kembali memperhatikan makanan yang tergeletak di meja. Dilihatnya makanan kalengan yang dituang begitu saja setelah dipanaskan, serta susu kotak yang dituang ke dalam gelas. "Kau tidak masak?" tanya Kuroro bingung.
Wajah Kurapika langsung terlihat gugup. "Eeeehhh… anu…" ucapnya gugup.
"Tidak baik, kalau selalu makan kalengan seperti ini…" Kuroro langsung beranjak dari kursinya. Terbesit rasa kekecewaan di hati Kurapika. Ia pikir Kuroro tak akan mau makan. "Biar aku yang masak untuk malam ini," ucap Kuroro seraya menuju ke dapur.
Kurapika terdiam di kursi makannya. Ia meremas celana piyamanya erat-erat, dan memejamkan matanya erat pula. Terlihat ia menggosok-gosok matanya, entah karena menangis, atau apa.
.
Setelah kurang lebih lima belas menit, Kuroro kembali dengan membawa dua piring spagetty.
"Hwaaaaa…" ucap Kurapika berkacak kagum melihat buatan Kuroro.
"Selamat makan," ujar Kuroro seraya memegang sumpit siap makan. Kuroro batal memasukkan makanan ke mulutnya, ketika ia melihat Kurapika masih memperhatikan makanan buatannya dengan sendu.
"Ada apa? Apa kau tidak suka?" tanya Kuroro dengan nada agak kecewa.
"Ah… tidak… maaf, seharusnya aku yang masak malam ini…"
"Hmm, tidak apa. Kau masak saja besok pagi… lagi pula aku ingin membuat istriku senang…"
Wajah Kurapika langsung saja memerah mendengar kata 'istri' dari Kuroro. Rasanya dia masih belum terbiasa dengan itu. "Baiklah," Kuroro hanya tersenyum puas.
Kurapika lalu mulai memasukkan spagetty ke dalam mulutnya. Ia langsung membatu di tempat. 'ENAK SEKALIIIIII!' batinnya. Tapi tak mungkin 'kan, seorang Kurapika Kuruta— Ah, tidak… seorang Kurapika Lucifer, memuji seseorang?
"Bagaimana?" tanya Kuroro meminta tanggapan Kurapika tentang masakannya.
"Hn, enak," jawab Kurapika singkat.
'Aku tidak bisa bilang kalau aku tidak pandai masak…!'
Akhirnya mereka berduapun makan malam bersama di ruang makan itu.
Pukul 09.00 malam,
Kurapika terduduk di sisi ranjang, sambil meremas celana piyamanya keras-keras. Tubuhnya bergetar hebat. Wajahnya pucat bagaikan hantu, namun berwarna merah. Peluh menetes di dahinya. 'Bagaimana ini, bagaimana ini, bagaimana iniiiiiii!' teriaknya dalam hati.
Tentu saja, sekarang 'kan, sudah waktunya 'tidur'. Dan, dia saat in sudah memiliki suami. Dan… *kyaaa! Ini masih kategori rated T lho!*
Pukk…
"Kyaaaaa!"
BRUAKKKKHH…
Pintu kamar Kurapika dan Kuroro kali ini sudah tak berbentuk lagi. Kuroro yang ada di sana hanya bisa meringis kesakitan, dengan darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Hyaaa! Kuroro! Maafkan aku! Habisnya, kau membuatku kaget saja!" ucap Kurapika langsung berlari ke arah Kuroro.
Yah, ketika tadi Kuroro menyentuh bahu Kurapika, Kurapika langsung kaget dan berteriak. Maka pukulan Kurapika pun langsung mengenai perut Kuroro, hingga dia harus terlempar jauh sampai menabrak pintunya dengan keras.
Kuroro bangkit sendiri, dan menghapus darah di sudut bibirnya. 'Sabar!' batinnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Kurapika khawatir.
"Hn,"
"Oh," Kurapika lalu tertuju pada pintu kamar mereka. "Besok aku panggil Leorio saja untuk memperbaikinya…"
"Kalau begitu ayo tidur,"
Perkataan Kuroro yang barusan sukses membuat wajah Kurapika langsung memerah seketika. "Eeehh?"
"Memangnya kau mau tidur sampai jam berapa?"
"Emhh… a—aku tidur di kamar tamu saja yaaahh… se—selamat malam…" ucap Kurapika gugup, sambil hendak meninggalkan kamar itu.
Kuroro langsung memeluk Kurapika dari belakang, dan menanamkan wajahnya di bahu kecil istrinya, sukses membuat jatung Kurapika berdegup lebih cepat lagi. "K—Kuroro…?"
"Kau takut yah?" tanya Kuroro lalu menciumi lembut sekitar leher Kurapika.
"Ngghh… takut apa?" ucap Kurapika sok tidak mengerti. Wajahnya makin merona saja akibat perlakuan Kuroro.
"Tidak usah pura-pura tidak tahu! Cepat jawab! Apa kau takut…?"
"Nhhh… aku tidak takut… aku hanya gugup saja…" lirih Kurapika menunduk, menyembunyikan wajahnya yang super merah.
Kuroro lalu melepas pelukannya, dan menghadapkan tubuh Kurapika padanya. Tangannya memegang lembut kedua bahu gadis pirang yang ada di depannya. Pemuda pemilik mata onix itu pun mencium lembut bibir Kurapika beberapa kali.
"Ayo…" ucap Kuroro lembut, menarik tangan Kurapika menuju tempat tidur. "Kita lakukan, pelan-pelan…"
Kurapika hanya menurut, mengikuti langkah Kuroro. Ia bisa merasakan tangan Kuroro tersa dingin, menandakan bahwa dia juga sedang gugup. Kurapika hanya tertawa kecil menyadari hal itu.
05.00 pagi.
Kurapika lalu terbangun dari tidurnya. Matanya masih terasa berat. Piyamanya masih utuh ia pakai, namun tiga kancingnya sudah terbuka. Ia lalu menoleh ke samping, melihat pemuda yang saat ini masih terlelap, dan memeluknya dengan begitu erat. Piyama pemuda itu pun masih setia menempel pada tubuh kekarnya, namun seluruh kancingnya sudah terbuka.
Kurapika tersenyum lembut, memperhatikan pemuda itu, tepatnya Kuroro Lucifer, yang saat ini sudah resmi menjadi suaminya. Ia dapat merasakan hembusan nafas Kuroro menabrak telinganya. Rasanya Kurapika ingin menikmati momen ini hingga matahari muncul. Namun Kurapika harus melunturkan harapan itu, karena ada yang harus dia lakukan.
Dengan lembut, Kurapika melepas pelukan Kuroro. Ia pun turun dari ranjangnya, dan membetulkan kancing piyamanya. Ia lalu menyelimuti Kuroro dengan selimut, dan mengecup singkat bibir suaminya itu. Kurapika pun bergegas meninggalkan kamar itu.
Di dapur,
Kurapika membuka ponselnya, hendak menelpon seseorang.
"Halo? Senritsu?" sapa Kurapika ketika telponnya sudah tersambung.
"Ngghhh… moshi-moshi Kurapika… ada apa pagi-pagi begini?" tanya Senritsu dari sebrang.
"Maaf mengganggumu, tapi… apa kau bisa ke rumahku, ah, maksudku ke apartemenku dan Kuroro sekarang?"
"Hm, untuk apa? Ahhh, aku tak mau mengganggu malam kalian…"
"Tidak! Kuroro masih tidur! Dan, a—aku mau masak… tapi…" Kurapika tak melanjutkan perkataannya. Terlihat sedikit rona merah tipis di pipinya.
"Aku mengerti, baikalah. Aku akan segera ke sana…"
"Terima kasih Senritsu… kau memang teman terbaik…"
Kurapika pun menutup telponnya. Ia menghela nafas pelan. "Sebaiknya kusiapkan bahan makanan dan peralatannya dulu…" gumam Kurapika seraya mengambil beberapa bahan makanan dari kulkas.
Kuroro terbangun dari tidurnya. Matanya membulat sempurna, ketika menyadari, istrinya, Kurapika, tidak ada di sampingnya. Kuroro lalu bangun, dan meninggalkan tempat itu, tanpa membetulkan kancing bajunya.
Pemimpin Gen'ei Ryodan itu bisa mencium bau sedap dari dapur. Ia pun menuju dapur, mengikuti arah bau itu berasal.
Matanya sedikit membulat, ketika melihat di ruang makan, Kurapika menyiapkan sarapan pagi. Dua mangkuk sup hangat, serta dua gelas susu hangat.
"Kurapika?" ucap Kuroro dengan nada bingung, sambil duduk di kursi makan.
Kurapika langsung teringat pesan Senritsu. 'Lembut!' batinnya bersemangat. "Ah, ohayou Kurorooo…" sapa Kurapika lembut dengan nada manja.
Kuroro menaikkan sebelah alisnya, bingung melihat perubahan sikap dari Kurapika. Namun ia lebih memilih untuk diam saja. "Ini kau yang masak?" tanya Kuroro menunjuk sup yang tergeletak dalam mangkuk yang ada di hadapannya saat ini.
Kurapika tersentak kaget mendengar pertanyaan Kuroro. Dengan ragu dia pun menjawab. "Hn," ucapnya berbohong, tanpa menoleh pada Kuroro. Meski kata 'hn' itu tak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, namun tetap saja itu artinya 'iya' kan?
Kuroro tahu kalau Kurapika berbohong. Namun ia memilih untuk diam. "Kalau begitu ayo makan,"
"Yah…"
Sepasang pegantin baru itu pun memulai harinya dengan sarapan berdua di ruang makan.
"Enak sekali," puji Kuroro kagum.
'Terima kasih Senritsuuuuu!' pikir Kurapika senang. "Hn,"
Yah, lima menit sebelum Kuroro bangun tadi, sup buatan Kurapika dan Senritsu, tepatnya sup buatan Senritsu pun sudah selesai. Memang, rencana awalnya Senritsu ingin membantu Kurapika memasak, tapi jadinya malah dia yang memasak semuanya, karena Kurapika sama sekali tidak tahu apa-apa. Dia hanya bantu-bantu, mengambil ini dan itu, sedangkan Senritsu yang memasak. Setelah masakannya jadi, Senritsu pun bergegas pulang.
.
~Wareware No Ryōhō~
.
"Kau itu memang bukan cewek tulen!" ejek Killua serius pada Kurapika.
Yah, saat ini Kurapika, Gon, Killua, dan Leorio saat ini sedang berkumpul di sebuah café. Kurapika memakai jeans biru dan kemeja hijau. Semua orang yang melihatnya pasti mempertanyakan gender-nya.
"Aku 'kan memang tidak pandai memasak! Pandai masak bukan artinya cewek tulen 'kan?" elak Kurapika tak mau kalah.
"Hn, terserah kau saja…"
"Ngomong-ngomong, bagaimana malam pertamamu?" goda Leorio, sukses membuat wajah Kurapika memerah.
"Ah? Kau tak perlu tahu soal itu!" ketus Kurapika memalingkan wajah merahnya. Leorio, dan Killua hanya terkikik geli, sedangkan Gon hanya memasang tampang polos bin bingung.
"Haaaaahhh…" Kurapika menghela nafas. 'Kalau aku tanya pada Leorio, sifatnya sangat bertolak belakang pada Kuroro! Kalau Killua, memang sifatnya agak sama. Tapi dia 'kan masih anak-anak! Gon apalagi!' pikir Kurapika.
"Kau kenapa Kurapika?" tanya Gon heran.
"Tidak, aku hanya tidak tahu, bagaimana sikapku yang seharusnya pada Kuroro…"
"Kalau menurutku, kau harus menjadi cewek manja dan selalu mendapatkan apa yang kau inginkan!" ujar Leorio.
"Jadi, kalau kau punya pacar bersifat seperti itu?"
"Hm, aku sih suka saja. Yang penting dia cantik…"
Kurapika memutar bola matanya kesal. "Ternyata susah juga, kalau konsultasi dengan laki-laki!"
"Kenapa tak tanya pada Senritsu?" tanya Gon.
"Dia bilang, kalau aku harus bersikap lembut. Tapi rasanya aneh juga…" jawab Kurapika.
"Kau itu sulit juga!" komentar Killua.
"Hn, aku tahu…"
"Ngomong-ngomong, Kuroro kemana? Kenapa kau bisa bebas begini? Padahalkan kau baru menikah dua hari yang lalu?"
"Itulah… dia sedang berkumpul bersama anggota Ryodan! Menyebalkan! Aku juga heran, kenapa aku bisa menikah dengan pencuri besar seperti dia? Pokoknya aku tidak mau makan hasil jerih payahnya! Pasti iyu hasil curian…" kesal Kurapika menopangkan dagunya pada kedua tangannya.
"Perempuan itu memang rumit yah!" komentar Killua lagi.
Gon langsung berdiri dari kursinya. "Tidak kok! Bibi Mito itu baik, dan tidak rumit!" kesal Gon pada Killua.
"Yah, kecuali bibi Mito…" ujar Killua malas sambil meminum sodanya.
"Gon, ngomong-ngomong, bibi Mitomu saat ini ada di rumah yah?" tanya Kurapika bersemangat.
"He-eh! Dia akan pulang seminggu kemudian!"
"Hyaaaa! Boleh aku ke sana? Mungkin lebih baik aku konsultasi dengannya!"
"Wah, itu ide yang bagus!" ujar Killua.
Di apartemen Gon, Killua, Leorio, dan Kurapika (dulunya), terlihat Kurapika masuk di apartemen lamanya. Mito langsung menghampiri Kurapika.
"Waaaahh… jadi ini, yang namanya Kurapika? Cantik sekaliii…" puji Mito kagum.
"Ah, terima kasih…" ucap Kurapika malu-malu.
"Bibi Mito, Kurapika datang, untuk konsultasi…" ucap Gon menarik ujung baju terusan pink yang digunakan oleh Mito.
"Ah? Benarkah itu Kurapika? Waaahh… aku merasa terhormat sekali…"
Mito pun langsung menarik tangan Kurapika, masuk ke kamarnya. Mereka duduk berseblahan di sisi ranjang.
"Sekarang, kau mau konsultasi apa? Kalau aku bisa, aku pasti akan membantumu!" ucap Mito bersemangat.
"Haaaaaahh…" Kurapika menghela nafas panjang. "Gon pasti sudah cerita, kalau selama ini aku menyamar jadi laki-laki 'kan?" ucap Kurapika tanpa menoleh ke arah Mito.
"Hm hm, aku juga tidak menyangkanya…"
"Apa Gon, Killua, ataupun Leorio, atau siapapun, pernah bercerita tentang Kuroro?"
"Tidak pernah. Ah! Tapi temanmu yang dokter itu pernah bilang, 'Aku tak menyangka Kurapika akan menikah dengan musuh bebuyutannya selama ini!' begitu katanya…" ujar Mito polos mengulangi kalimat yang diucapkan Leorio ketika resepsi pernikahan. "Dia musuh bebuyutanmu?"
"Yah… dulu aku sangat membencinya. Tapi entah kenapa sekarang kami saling mencintai… aku tak bisa hidup tanpanya…" lirih Kurapika dengan wajah yang memerah.
"Cinta itu memang membingungkan, Kurapika…"
"Nona Mito…"
"Panggil bibi saja!"
"Emhh… bibi Mito…"
"Hm?"
"Gon pasti juga sudah cerita, tentang sifatku…"
'Hwweeee! Dia itu sangat menyeramkan! Apalagi kalau sedang marah! Lebih ganas dia dibanding beruang raksasa yang kehilangan anaknya!' Mito nampak sweat drop mengingat cerita Gon padanya. "I—iya?"
"Aku tak tahu… bagaimana sikapku yang semestinya pada Kuroro. Kerap kali aku bertanya pada seseorang, mereka pasti bilang 'jadilah istri yang lembut dan manis' tapi… rasanya, itu bukan sifatku… rasanya aku membohongi diriku sendiri, kalau aku bersifat manis di depan Kuroro. Tapi, kalau aku bersifat seperti biasanya, rasanya aneh juga! Karena kami sudah menjadi sepasang suami istri! Tak mungkin aku bersifat kasar pada suamiku sendiri…" suara Kurapika terdengar agak bergetar.
"Kalau menurutku sih, kau harus menjadi dirimu sendiri! Tak jarang loh, istri yang galak pada suaminya! Tapi kau juga harus lebih bersabar lagi, menahan emosimu!"
"Emh… terima kasih bibi Mito…" lirih Kurapika tersenyum kecil.
"Waaaahhh! Kau benar-benar cantik!" puji Mito langsung mencubit pipi Kurapika gemas.
.
~Wareware No Ryōhō~
.
"Tadaima…" ucap Kuroro memasuki apartemennya, yang terbuka setelah dia memasukkan kartu, beserta menekan beberapa digit nomor password apartemennya.
"Okaeri Kuroro…" sambut Kurapika.
Senyuman langsung terukir di wajah Kuroro ketika melihat sang istri, tengah menyambutnya di ambang pintu, meskipun dandanannya masih seperti sorang laki-laki. Celana pendek di bawah lutut hijau, serta kemeja merah. Kuroro lalu melangkah memasuki ruangan, meraih dagu Kurapika, dan mengecupnya pelan.
"Maaf, aku meninggalkanmu seharian ini…" ucap Kuroro setelah melepas ciumannya.
"Ngh… tidak apa-apa… aku juga tadi dari apartemen teman-temanku untuk berkunjung… ohya, aku sudah persiapkan makan malam!"
"Hn,"
Mereka berdua pun masuk ke ruang makan bersama. Mata Kuroro membulat, ketika melihat makan malamnya kali ini, adalah sandwich.
"Kau tidak masak?" tanya Kuroro seraya duduk di meja makan.
"Kau tidak mau makan itu lagi?" Kurapika langsung menujukkan death glare-nya yang jauh lebih tajam dari yang kemarin-kemarin pada Kuroro. Kuroro yang diperhatikan seperti itu hanya merinding.
"T—tentu saja aku akan memakannya…"
"Bagus!"
Sepasang pengantin baru itupun makan malam bersama di ruang makan dalam keheningan.
"Kurapika…" ucap Kuroro memecah keheningan.
"Hn,"
Kuroro agak takut-takut untuk menanyakan ini, tapi… "apa kau tidak pandai masak?" tanya Kuroro langsung. Semoga saja nyawanya masih bisa terselamatkan.
Kurapika langsung membatu dengan sandwich yang ia pegang masuk ke dalam mulutnya sedikit. Rasanya tenggorokannya tercekat mendengar pertanyaan Kuroro. Dengan bergetar, Kurapika menggigit sandwich itu, dan mengunyahnya pelan. Rasanya selera makannya sudah hilang tanpa bekas. Setelah makanan di mulutnya habis, Kurapika lalu menunduk. "Emh… bukannya tidak pandai… tapi tidak pernah…"
"Jadi, kau tak pernah memasak sekalipun?" tanya Kuroro tak percaya. Tapi dia terus berusaha untuk tetap tenang.
"Pernah, satu kali… pada saat ujian hunter…"
Kuroro masih terlihat tak percaya dengan apa yang dikatakan Kurapika berusan. "Lalu, sarapan-sarapan yang kau buat kemarin-kemarin?"
"Itu buatan Senritsu! Aku menelponnya untuk dibuatkan makanan!"
Kuroro terdiam sejenak. Dia langsung menutup mulutnya, dan tertawa kecil. Langsung saja terlihat perempatan di dahi Kurapika. Ia langsung berdiri dan menggebrak meja makan.
"Apanya yang lucu!" bentak Kurapika kesal.
"Tidak… hanya saja… aku tak menyangka, kalau kau tak bisa masak dan malah meminta temanmu untuk memasak!" ujar Kuroro jujur sambil tertawa kecil. Kurapika menjadi sebal saja.
"Ya memang! Aku tak pandai masak! Kau makan saja masakan buatanmu yang enak itu! Aku mau tidur!" kesal Kurapika seraya berjalan dengan kaki yang terhentak ke kamarnya.
"Hei hei! Kau marah yah?" Kuroro langsung menarik tangan Kurapika, namun segera ditepis olehnya.
"Jangan sentuh aku!"
"Oke, aku kalah… sekarang apa maumu?"
"Pikir saja sendiri!" ketus Kurapika seraya masuk ke kamarnya, di susul dengan suara bantingan dari pintu tersebut.
Kuroro memutar bola matanya, lalu ikut masuk ke kamar mereka. Di lihatnya Kurapika sedang terbaring menyamping di ranjang tempat tidurnya, tanpa menoleh sedikitpun. Kuroro pun ikut naik ke atas ranjang, dan memeluk Kurapika dari belakang. Kurapika tetap tidak mengubris suaminya itu.
"Hei… aku tadi hanya bercanda…" ujar Kuroro. Kurapika tetap diam.
"Kurapika?" tetap tidak ada jawaban.
Kuroro lalu melingkarkan tangannya di perut Kurapika, membuat Kurapika tersentak kaget dengan wajah yang merona. Kurapika mencoba untuk melepaskan pelukan Kuroro, tapi Kuroro malah semakin mempererat pelukannya.
"Lepas!" perintah Kurapika yang akhirnya mau bicara.
"Tidak mau!"
"Cepat lepas! Atau kubunuh kau!" ancam Kurapika menggeliat di atas tempat tidur, berusaha melepas pelukan pemuda yang sudah resmi menjadi suaminya dua hari yang lalu ini.
"Coba saja!"
"Kuroro!" wajah Kurapika makin merona saja ketika Kuroro semakin mempererat pelukannya, dan mencium leher Kurapika.
"Apa?"
"Oke, sekarang apa maumu?" Kurapika akhirnya menyerah.
Kuroro tersenyum puas, lalu melepas pelukannya, dan duduk di kasur. Kurapika pun segera duduk, dan menatap Kuroro sebal. Kuroro lalu menarik tangan Kurapika turun ke ranjang. "Ayo makan!"
Kurapika hanya memutar bola matanya kesal. Namun terbesit senyuman kecil di bibir mungilnya, ketika Kuroro tak melihatnya.
Nampak Kuroro dan Kurapika tengah terbaring di atas ranjang, dengan piyama yang masih melekat pada tubuh mereka masing-masing. Kuroro sudah terlelap duluan, sambil memeluk Kurapika dari samping, sedangkan Kurapika masih tetap terjaga.
Kurapika pun sedikit menoleh pada Kuroro. Ditatapnya wajah sang suami yang begitu tenang dan damai itu. Siapa sangka pemuda setampan ini adalah kriminal kelas S? Kurapika mengelus lembut pipi mulus Kuroro, sambil tersenyum lembut.
Mungkin, untuk kedepan, mereka akan menerima banyak masalah. Tapi Kurapika tahu, kalau dia bisa mengatasinya bersama Kuroro, yang telah resmi menjadi suaminya itu. Kurapika pun memejamkan matanya, hingga ia tenggelam ke alam mimpinya sendiri. "Oyashumi Kuroro…"
.
.
.
.
~TO BE CONTINUED~
.
.
Hweeeehh… akhirnya chapter 1 selesai juga…
Gomen, reader-san, kalo ceritanya abal begini… TT_TT
Soalnya Natsu ngerjainnya secara buru-buru! *halaaaah!*
Yosh! sekarang, bolehkah Natsu meminta komentar para readers sekalian mengenai fic ini? Mau ngasih konkrit, kritik, saran, bahkan flame sekalipun, Natsu terima dengan senang hati…^^
Akhir kata, REVIEW PLEASE…
.
~ARIGATO~
NATSU HIRU CHAN
