Gadis kecil, katanya.

Gadis kecil yang selalu berlagak selayaknya wanita dewasa, katanya.

Apapun yang orang-orang katakan, bagiku dia tetaplah seorang gadis kecil.

Dan si gadis ini terus berjalan mondar-mandir di belakang panggung. Menanti waktu dimulainya konser tunggal seorang Arisu Tachibana. Ya, nama si gadis kecil ini.

Bagiku yang pernah sekali melakukan konser tunggal jauh sebelum hari ini, aku tahu betapa tegangnya diriku saat di belakang panggung, jadi aku bisa mengerti perasaan yang ia alami saat ini. Namun,

Apa yang melatarbelakangi hari ini, agaknya sedikit menyedihkan dari yang kubayangkan sebelumnya. Dan saat ini pula, akan kuceritakan pada kalian.

Apa sebenarnya yang ia inginkan, di balik panggung konser ini.


DISCLAIMER

Game THE iDOLMASTER by Bandai Namco Games 2005

Fanfic '"in fact" dalam Sudut Pandang Berbeda' by Sachiya Haruyuki 2017


2 minggu lalu.

Mataku memandang ke arah jendela kantor agensi 346 production. Hujan deras tengah mengguyur di luar sana.

Malam kian, waktu telah menunjukkan pukul 9. Saat ini aku, Fumika Sagisawa tengah menunggu seseorang disini. Namun tak kunjung datang. Ia bilang padaku bahwa ia ingin pulang ke rumah nya sebentar untuk memastikan sesuatu dan berjanji akan segera kembali.

Dan itu adalah satu jam yang lalu.

"Belum datang juga?"

Seorang lelaki berjas hitam mendatangiku, membawakan dua cangkir teh hangat di atas nampan. Beliau adalah Pak Produser. Tapi tumben-tumbenan mau repot membawakan teh kesini.

Aku menggelengkan kepalaku sekedar memberi jawaban singkat, saat kedua tanganku dengan hati-hati mengambil cangkir teh panas darinya.

"Mungkin dia tidak tahu hari ini akan hujan."

Padahal firasatku sudah menggambarkan hal-hal yang lebih buruk daripada itu.

"Anak itu kadang-kadang bisa keras kepala juga."

"Bukan kadang-kadang lagi. Dia memang selalu seperti itu, pak produser."

"Yah, kau benar juga, Sagisawa."

Tanganku bergerak, hendak menyeruput teh dalam cangkirku sejenak sebelum kembali berbicara. "Arisu. Aku sama sekali tak bisa mengerti dirinya. Dia selalu bilang dia ingin menjadi seorang idola demi membuktikan bahwa dia bisa melakukan sesuatu dengan usahanya sendiri. Tapi, yang aku tak habis pikir adalah-"

"Dia seperti memaksakan diri. Bukannya begitu?"

Pak produser sudah keburu memotong ucapanku, namun apa yang beliau katakan memang tak sepenuhnya salah. Gadis itu, Arisu Tachibana, setiap kali melakukan kesalahan ia selalu merutuki dirinya sendiri. Memang sebenarnya aku sering menanggapinya santai-santai saja, tapi jujur dalam benakku, aku khawatir dengan sikap nya yang begitu.

Sebuah kemungkinan lantas terbesit dalam pikiranku.

"Mungkin sesuatu yang buruk terjadi padanya hingga tak mau keluar rumah. Mungkin?"

"Bisa jadi seperti itu. Mental anak itu masih sangat rapuh."

Lantas aku menatap pak produser dengan tatapan mencurigai.

"Maaf jika aku lancang. Tapi, pak produser, apakah ini ada hubungannya dengan rencana konser tunggal Arisu yang pernah kau katakan itu?"

Meski demikian beliau tetap menatapku dengan santai.

"Mengenai itu... Sebenarnya bukan berasal dari keinginanku. Bukan juga keinginan dari pihak agensi."

"Eh?"

Aku sedikit terkejut mendengarnya. Konser tunggal biasanya direncanakan sendiri oleh pihak agensi, juga termasuk pal produser sendiri. Tentu bergantung dari kesiapan si idola juga. Jadi, jika rencana itu memang bukan atas kehendak agensi sendiri,

Maka...

"Sagisawaaa! Pak Produseer!"

Pemikiranku terhenti saat seseorang memanggil kami berdua, gadis dengan rambut ekor kuda sebelah, Uzuki Shimamura.

"Ah, Uzuki?"

"Ada apa, Shimamura?"

Kulihat nafas Uzuki memburu. Ia seperti habis berlari ratusan meter. Bisa dipastikan ada hal genting.

"A-Anu... Pak Produser... I-Ini gawat..."

"Uzuki, kau harus tenang dulu. Ambil nafas dalam-dalam."

Perlahan tapi pasti Uzuki mulai tenang sesaat.

"Tadi aku ingin keluar sebentar untuk beli minuman di lantai bawah. Dan... Di depan pintu..."

Aku mulai merasa firasat burukku benar-benar terjadi.

"Di depan pintu... A-Ada Arisu... Basah kuyup... Dia pingsan!"

*crack*

"Shimamu! Shiburin! Ambilkan kain dan air hangat Aku akan membawanya ke kamar Kak Sagisawa!"

"Ah, Mio!"

Di depanku Uzuki kemudian kembali berlari keluar dari ruangan setelah seorang temannya meminta bantuan. Meninggalkanku dan pak produser termangu tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

Arisu. Terkapar di depan pintu kantor. Basah kuyup.

"Kenapa? Kenapa sampai bisa begini?"

"Sagisawa?"

Pikiranku kacau. Pandanganku mulai memburam. Kakiku serasa mulai kehilangan tenaga. Aku...

"Sagisawa!"

Aku... Terlalu syok...

*brugh*


20 menit kemudian, kamar Fumika - Arisu

"Ugh..."

Dimana aku?

"Syukurlah kau baik-baik saja, Fumika."

Suara seorang perempuan. Aku tahu betul siapa pemilik suara ini.

"Kak Senkawa? Aduh~"

"Ah, jangan memaksakan diri dulu."

Padahal aku hanya ingin mengangkat kepalaku tapi rasanya sudah seperti tertusuk jarum di belakang leher. Ya, kondisi fisikku memang lemah. Selalu seperti ini.

"Ah... Aku terlalu syok... Huh?"

Rupanya aku tak sendirian di ranjang. Di sebelah kananku terbaring Arisu dengan handuk hangat di dahi nya. Nampaknya aku harus berterimakasih pada anak-anak New Generations itu karena kesigapan mereka bertiga.

Tapi tetap saja, raut wajah pucatnya membuatku khawatir.

"Apa... Arisu akan baik-baik saja?"

Kak Senkawa sedikit terkejut mendengar pertanyaanku, namun kemudian ia hanya tersenyum kecil.

"Ia pasti baik-baik saja. Sekarang istirahatlah dulu, aku akan meminta persetujuan Bu Mishiro agar kalian berdua tak perlu ikut latihan besok sampai benar-benar pulih."

"Terima kasih."

Kak Senkawa dengan segera beranjak meninggalkan kamarku dan menutup pintu. Pandanganku kualihkan pada gadis kecil di sebelahku yang masih tertidur. Kugenggam tangan kiri mungil nya, masih terasa dingin.

Arisu, sebenarnya apa yang terjadi denganmu?

~ To be Continued ~