(IMPORTANT!)
Before you read,
Disclaimer: Input disini nama seseorang yang jika itu saya, sudah pasti saya akan buat Naruto menjadi cewek dengan nama Naruko!
Book Wind
Asuma x Naru
Ketika pertama kali aku melihat kedua bola mata birunya yang begitu cerah dan gemilang, aku tidak bisa menahan gejolak batinku untuk terus memuji kebesaran Kami-sama atas keberadaan makhluk mungil itu.
Sepasang samudra yang berbinar dan sebesar bola tenis itu menyulap kesadaranku untuk tenggelam ke dalamnya. Matanya begitu lugu. Matanya begitu polos. Sungguh makhluk tak berdosa yang indah.
Bibirnya yang imut, berlapiskan lip-gloss merah muda membuatnya nampak semakin menggemaskan. Jika saja dia bukan kunoichi, tubuhnya hanya cocok dipasangkan dengan pakaian seorang tuan putri yang penuh akan renda-renda imut.
Kedua pipinya juga begitu menggemaskan. Garis-garis yang menyerupai kumis rubah itu juga menambah keinginanku untuk mengelus pipinya dengan lembut timbul ke permukaan.
Aku ingin memeluknya, aku ingin membuatnya aman dari semua cercaan penduduk desa, aku ingin disana untuknya. Aku ingin mengatakan padanya kalau ia tidaklah sendiri.
Dibandingkan dengan semua hal yang kupikirkan, sepertinya gadis itu terlalu tangguh untuk terbawa depresi dari semua hinaan yang ia terima.
Tapi itu malah menambah nilai plusnya. Dibalik tubuh mungil yang imut itu tersimpan semangat api yang takkan pernah pudar.
Aku menyukai anak itu.
Tapi permasalahannya dimulai dari sana.
Tidak hanya dia adalah putra dari Minato—yondaime, dia juga tidak lebih dari bocah berumur lima belas tahun yang masih terlalu polos akan dunia luar.
Apa jadinya jika pria dewasa dengan umur yang sudah lebih dari dua kali dirinya mendekati dan menimbulkan gossip-gosip tidak jelas di desa. Itu akan membuat malu keluarga Sarutobi.
Gosip menyebar seperti kebakaran hutan di desa ini.
Begitulah. Jika ada seorang wanita yang kuinginkan, aku sudah memiliki calon yang sangat pas. Hanya tinggal menunggu pendekatan sebentar lagi. Kurenai Yuuhi. Wanita yang seumuran denganku, dan bukan bocah imut, menggemaskan, dengan tubuh atletis dan lihainya…
Ternyata benar. Aku mengidap kelainan. Aku menyukai, dan terus memperhatikan tubuh aktif itu terus bergerak.
Testosteron-ku meledak melihat semangat masa muda gadis itu yang begitu unik. Apa yang bisa kulakukan sekarang?—tidak. Jangan sampai aku mendekatinya. Itu akan sangat aneh dan mencengangkan.
"Asuma-sensei!" Senyumannya bersinar cerah, wajahnya merona—nampak begitu lucu jika dipadukan dengan tiga garis tanda lahir pada kedua pipinya. Rambut berwarna emas turunan ayahnya berayun riang dengan kedua kepang yang masih terikat erat.
Oh, ini buruk. Kenapa harus di saat seperti ini…?
"Asuma-sensei, Asuma-sensei!" Oh suaranya terdengar sepertu music di telingaku. Aku bersedia mendengarkan suara ceria ini setiap hari sampai akhir nanti—t-tunggu, ini aneh. Kenapa aku berpikir sampai ke sana!
"Naru." Aku berusaha tersenyum padanya. Tentu saja; hanya para penduduk desa yang tidak bisa tersenyum apda anak seceria ini. Ada apa dengan mereka sebenarnya? "Ada apa, bisa kubantu?"
Aku menghisap rokokku dan menghembuskannya. Aku memerhatikan Naru-chan yang melihat wajahku kemudian ia meneruskan tatapannya pada asap yang barusan kuhembuskan. Kucubit gemas pipimu!
Dia tersadar. "Sensei! Shikamaru bilang kau punya buku yang mempelajari tentang unsur angin." Hm, buku tua itu? Sepertinya aku ingat dimana menyimpannya. Jika bukan karena ayah, aku pasti sudah membuangnya. Maksudku, ayolah, kita akan mempelajari unsur alam secara tidak langsung tanpa harus membaca teori.
Aku paling benci membaca teori. Mungkin karena itulah aku dikutuk untuk membimbing Shikamaru, si raja malas Konoha.
"Ah, ya itu. Untuk apa?" Aku bertanya dengan nada berbicara pada anak kecil.
"Aku ingin membacanya saja. Sepertinya itu buku yang menarik." Hm putri yondaime membicarakan jutsu dan bilang kalau itu menarik. Memang berbeda, putri orang biasa dengan putri shinobi sejati.
Hingga sekarang, aku sudah lupa dengan semua pikiran-pikiran tidak senonoh mengenai si gadis terlalu jauh. "Baiklah. Karena kau memintanya dengan sopan, aku akan membawakannya untukmu besok."
Disinilah semuanya berubah. Kenapa selama ini aku tidak kepikiran, bahwa perempuan bisa memutar balikkan pria dengan mudahnya? "Hmm… Tapi, aku sedang ingin membacanya sekarang!
Jadi pinjamkan padaku hari ini juga—atau jika itu merepotkanmu, aku bisa menjemputnya ke rumahmu sensei."
Te-tempat lain kecuali rumahku 'nak! Aku tidak yakin bisa menahan rasa tertarikku padamu jika hanya ditinggalkan beruda saja di dalam tempat sepi. "Ayo, sensei! Aku tahu dimana rumahmu!"
Kakashi, aku tahu kau adalah orang yang lebih porno daripada aku. Bagaimana caramu untuk tidak tergoda dengan gadis seperti ini? Mungkinkah perempuan berambut sunga emas, bermatakan berlian biru, dan memiliki senyuman secerah langit cerah bukan tipemu?
Aku tidak percaya takhayul itu. Selama perempuan bisa melakukan striptease, Kakashi akan tergoda dengan semuanya. Aku mengenal orang itu sebaik aku menandai keriput yang mulai nampak pada wajahku.
Apartemen Asuma,
"Ini dia," Ucapku dengan lantang, menyerahkan buku seni jutsu angin turunan Konoha. "Sangat bagus untuk dipelajari secara teliti. Kau pembaca yang telaten tidak?"
"Tidak." Jawabnya singkat. "Aku hanya ingin melihat-lihat gambarnya."
Sudah kuduga. Naru adalah gadis paling badung. Ino dan Sakura saja tidak pernah bisa mengurus teman mereka yang satu ini.
Tapi, mumpung sedang membicarakan Ino dan Sakura—mereka tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan lekuk dan bentuk tubuh Naru. Gadis ini memang tidak memiliki payudara—belum saatnya juga, lagipula. Tapi ia memiliki lekuk pada bokong, dan itu sangat menarik hati.
Sial. Ternyata benar; ini adalah tanda-tanda bahwa aku seorang pedophile. Tapi… Naru adalah gadis berumur 15 tahun. Pedophile adalah kelainan jika seseorang menyukai lawan jenis yang berada pada umur 10 atau 8 tahun ke bawah.
Apa ini bisa disebut normal?
Aku menatap wajah Naru dengan seksama. Begitu menawan. Aku berpikir kalau gadis ini akan tumbuh menjadi wanita yang sempurna bagi setiap pria.
Aku menginginkannya. Kami-sama, maafkan aku jika aku begitu menginginkannya.
Terpujilah dirimu, Kami-sama.
Aku memberanikan diri untuk mendekatkan diri kepada Naru yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Ia sedang mencoba membuka dan melihat-lihat isi buku dengan begitu antusias. Aku tahu dia benar-benar ingin mempelajari buku tersebut sebenarnya. Aku tahu mana yang sungguh-sungguh, dan mana yang hanya kedok.
"Ada yang menarik sejauh ini?"
"Ini sensei!" Ia menunjuk pada satu jurus. "Daitoppa!
Aku bisa menerbangkan Sasuke dengan ini! Ha ha ha, menarik sekali."
Seharusnya aku tahu itu digunakan untuk menjahili temannya.
Masih selagi tertawa-tawa, aku mencoba melingkarkan tangan kananku ke pinggangnya. Ia menjerit kecil disela-sela napasnya. "Hiii! S-sensei…"
Ia mendesah. "M-maaf, aku mencoba melihat yang satu ini." Ah, alasan apa itu bapak-bapak cabul! "Ini, lihat. Jutsu angin ini digunakan saat kita menggunakan senjata jarak dekat. Dengan bantuan angin, ninja pengguna jutsu dapat membelah apapun dengan lebih mudah."
Kali ini aku benar-benar memegang pinggul mungilnya yang berlekuk. Ah, setelah sekian lama. Akhirnya aku berhasil menyentuhnya dengan perlahan. Ia tidak merasakan ada yang aneh, namun aku merasakannya pada diriku sendiri.
Selangkanganku mulai mengeras dan tidak nyaman.
"Sensei, sampai kapan kau mau memegang pinggangku?
Jangan-jangan, kau tertarik padaku ya?"
Astaga! Anak ini terang-terangan sekali.
"M-maksudmu apa?" Ah, payahnya orang tua ini mengeles dari kata-kata seorang bocah!
Naru memajukan wajahnya dan mulai mengendus. Hidung mungilnya bergerak-gerak. "Bau rokokmu kuat sekali, Asuma-sensei."
Ia semakin mendekatkan wajah, sebelum akhirnya buku tebal di tangannya terjatuh. Ketika pada jarak tertentu (aku semakin mundur dari wajahnya), tanpa sengaja tangan kanannya merogoh sahabatku yang sudah berontak dibawah.
Naru terkejut setengah mati. Wajahnya merona dengan luar biasa kalap. "Na-Naru, bukan maksudku-"
Kali ini giliranku yang kalap tak karuan. Kita tidak ingin, 'kan membuat anak dibawah umur berlari kabur dari rumah lantara tidak sengaja ditakuti oleh besarnya kemaluanmu saat ini.
Dia teridam, begitu pula aku. "Asuma-sensei, k-kau terangsang olehku?" Tanyanya dengan polos. Serius! Mau sampai mana kepolosanmu itu, nak! "Lihat, su-sudah sebesar ini—Tidak mungkin."
Aku tidak bisa merokok; tidak bisa beralasan; tidak bisa melakukan apapun. "Maafkan aku. Aku mengaku salah, Naru.
Ya. Benar sekali. Tanpa sengaja, aku sudah mengambil keuntungan darimu."
Aku mendengar tawa kecilnya yang sepeti succubus. Begitu menggoda. "Aku suka Asuma-sensei. Kau begitu jujur.
Tidak seperti satu sensei berambut perak, bermasker, dan membaca buku porno terus." Ia mengedip padaku. "Aku suka dengan keberanianmu."
Astaga. Mau sampai kapan aku harus mengatakan astaga pada hari ini.
|BERSAMBUNG|
AN: Ja ja ja ja ja! I'm trolling you guys here. Tapi, demi Kami-sama juga, chapter berikutnya sudah selesai dan sempurna! SUWER! Kalian bisa menikmati lemon ful pada chapter berikutnya.
Saya hanya butuh reviewer satu hari ini untuk melihat respon kalian. Mohon pengertiannya.
Jadi, jika banyak yang positif dan mendukung fic ini, besok dengan senang hati akan saya posting chapter berikutnya. Langsung pada jam yang sama. Jam setengah satu pagi. So, till tomorrow good fella. And enjoy your day.
PS: Naruko: The Eye of the Storm Ch 5 akan update pukul 14-15 nanti. Stay tuned.
EJC
