DISCLAIMER :

Togashi-Sensei

PAIRING :

Absolutely KuroPika^^

SUMMARY :

She knew nothing, but she acted like she knew everything. This is my sin...for those who suppossed to live happily together.

WARNING :

OOC. FemKura. Made for fic based-on-movie challenge!

Aku akan memberitahukan judul film yang jadi dasar pembuatan fic ini di chapter terakhir :D

Untuk yang sudah tahu, keep silent please…hehe!

.

Happy reading^^

.

.

.

Sebuah puri berdiri dengan megah dikelilingi oleh halaman yang luas dan danau yang indah. Ada kolam air mancur juga di sana. Pagi ini, seorang wanita muda bersama gadis kecil di sampingnya tengah berbaring di atas rumput, menikmati sinar mentari pagi.

"Pika-chan," kata si gadis kecil dengan pita merah di rambut coklatnya. "Aku dengar Leorio akan pulang hari ini."

"Ya, dia juga akan mengajak temannya kemari," jawab Kurapika tanpa membuka matanya.

"Aku sudah membuat naskah drama yang akan dimainkan nanti di depan Leorio. Aku tinggal menambahkan epilognya saja."

"Hm...dia pasti akan menyukainya."

Gadis kecil itu, Bisuke, melirik kakaknya. Kurapika tampak sangat cantik dengan bermandikan sinar mentari seperti itu, rambut pirang pendeknya yang halus semakin berkilau dengan indah. Ada sedikit rasa iri di hati Bisuke. Ia ingin segera menjadi dewasa…dan cantik seperti kakak perempuannya itu.

Tiba-tiba lewatlah seorang pria berambut hitam tak jauh dari sana. Ia tak berkata apa-apa, tapi sesekali matanya yang gelap mencuri pandang ke arah mereka.

"Pika-chan," Bisuke berkata lagi tanpa melepaskan pandangannya dari pria itu. "Kenapa sejak kuliah kau tidak pernah lagi bicara dengan Kuroro?"

"Aku masih bicara dengannya kok, hanya sudah tidak seperti dulu lagi."

"Oh? Kenapa?"

"Lingkungan kami berbeda...itu saja."

Bisuke berhenti bertanya, tapi sebenarnya pertanyaan gadis kecil itu mengusik Kurapika. Ya...dulu dia dekat sekali dengan Kuroro yang sudah ia kenal sejak dirinya berumur 12 tahun. Kuroro seorang yang cerdas dan pandai bergaul. Tn. Kuruta menyadari kecerdasan yang dimilikinya, ia pun menyekolahkan Kuroro di tempat yang sama dengan Kurapika. Tapi kemudian, sejak itu segalanya berubah. Kurapika sering kesal pada Kuroro tanpa alasan yang jelas dan enggan berbicara dengannya.

.

.

Saat ini Bisuke tengah duduk di kamarnya. Raut wajahnya yang manis terlihat serius, matanya tertuju ke rangkaian kalimat yang tengah ditulisnya. Setiap kalimat memiliki arti dan membentuk alur cerita yang indah.

Tak lama, ia berdiri memegangi bukunya. Gaun biru yang ia kenakan terlihat longgar di tubuhnya yang kecil. Namun Bisuke melangkah keluar kamar dengan penuh rasa percaya diri dan menuruni tangga. Ia menuju ke dapur, melihat beberapa orang pelayan tengah menyiapkan makanan. Bisuke mengurungkan niatnya. Ah...pasti mereka tidak akan punya waktu untuk membaca ceritanya.

Bisuke berbalik dan kembali ke lantai atas, namun kali ini ia menuju ke kamar yang berada di bagian barat puri. Perlahan ia mengetuk pintu kamar itu.

"Masuk," terdengar sebuah suara pelan dari balik pintu.

Bisuke pun melangkah masuk, menghampiri seorang wanita yang tengah duduk di tempat tidurnya.

"Bisuke, ada apa Sayang? Bagaimana dengan naskah drama yang kau tulis?" ia bertanya sambil tersenyum dan merangkulnya.

"Sudah selesai Ibu, tolong beritahu aku apa pendapatmu," kata Bisuke sambil memberikan bukunya.

.

.

Dalam waktu yang tak terlalu lama, Bisuke kembali ke kamarnya. Namun kali ini ia bersama dengan sepupu-sepupunya. Neon, gadis lugu yang manis dengan rambut berwarna merah muda. Lalu Gon dan Killua.

"Aku mau jadi pemeran utama!" seru Neon sambil berkaca dan berpose di depan cermin. Sementara itu, Gon dan Killua terlihat bosan. Mereka lebih ingin bermain di luar daripada memainkan naskah drama yang ditulis Bisuke.

Raut wajah Bisuke menegang, sepertinya ia kesal namun tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

"Kalau tidak jadi pemeran utama, aku tidak mau main!" Neon merajuk melihat Bisuke tak menanggapinya.

"Iya aku tahu! Kalau begitu aku jadi sutradaranya saja!" bentak Bisuke kesal.

Neon sedikit kaget, tapi kemudian ia kembali duduk di kursinya sambil mulai membaca naskah dengan ogah-ogahan.

"Kita berenang di danau saja yuk!" bisik Killua pada Gon.

Wajah Gon langsung berubah ceria, ia segera melompat turun dari kursinya. "Ayo! Kurapika pasti memperbolehkan kita berenang!"

Kedua bocah itu pun pergi. Neon mulai merasa tak enak...ia melirik pada Bisuke yang mulai geram.

"A-aku harus menjaga mereka. Sudah dulu ya!" katanya sambil berlalu pergi dan meninggalkan naskahnya begitu saja di atas kursi.

Bisuke menghela napas berat. Tangannya mencengkeram naskah yang sudah susah payah ia tulis dalam beberapa hari terakhir. Ketiga bersaudara itu sudah pergi...dan sepertinya mereka memang tidak berminat memainkan dramanya. Mau bilang apa lagi?

Bisuke beranjak dan menghempaskan tubuhnya ke sofa di dekat jendela lalu melihat keluar.

Di sana...di dekat air mancur, ada Kuroro dan Kurapika. Wajah cantik kakaknya itu terlihat marah. Ia membuka gaun yang dikenakannya di hadapan Kuroro yang berdiri mematung, hingga akhirnya hanya mengenakan baju dalamnya yang pendek dan tipis.

Bisuke terkejut. Ia pun berbalik memunggungi jendela dengan napas memburu dan pipi yang merona. Bisuke segera menenangkan diri dan mengatur napasnya. Tapi kemudian, rasa penasaran gadis kecil itu mengalahkan segalanya. Ia berbalik kembali dan melanjutkan mengamati kejadian itu.

Kurapika tak ada di sana, hanya ada Kuroro yang berdiri tak bergeser sedikitpun dari tempat di mana ia berada tadi.

Namun kemudian, permukaan air itu bergerak. Kurapika keluar dari kolam. Melangkah naik dan berdiri di tepi, menatap Kuroro dengan marah. Baju dalamnya yang basah kuyup membuat lekuk tubuhnya yang indah terlihat jelas.

Kuroro mengulurkan sebelah tangannya pada Kurapika, tapi wanita itu mengabaikannya. Kurapika melangkah turun dan mulai memakai bajunya kembali. Kuroro memalingkan wajahnya seolah berusaha menghindari pemandangan itu. Setelah Kurapika melangkah pergi, ia duduk di tepi kolam dan mengulurkan tangannya...menyentuh permukaan air kolam dengan perlahan.

Tak ada satu pun dari adegan itu yang luput dari perhatian Bisuke. Bisuke sebenarnya masih tak bisa memahami apa yang tengah terjadi di depan matanya, tapi ia memiliki daya khayal yang terbilang tinggi untuk anak berusia 13 tahun. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini.

.

.

.

.

Puri Keluarga Kuruta dibenahi untuk menyambut kedatangan Leorio, putra sulung keluarga itu yang bekerja mengurus perusahaan keluarga di luar kota bersama ayahnya. Kurapika pun diberi tugas menghias ruangan dengan bunga, sebelumnya ia telah mengawasi pelayan menyiapkan kamar tamu untuk ditempati oleh teman Leorio nantinya.

Kurapika berlari dari halaman belakang puri, membawa beberapa tangkai bunga ke dalam puri. Ia memasukkan bunga itu ke dalam vas antik yang diletakkan di atas piano. Namun ia masih harus mengisinya dengan air.

Kurapika berjalan menuju ke pintu depan, namun langkahnya terhenti saat melihat Kuroro ada di sana. Kuroro tengah duduk di anak tangga sambil membaca buku.

Tanpa sadar Kurapika melirik ke cermin yang tergantung di dinding dan merapikan rambut pirangnya yang sedikit berantakan. Namun pada detik berikutnya, ia segera tersadar.

'Apa yang kulakukan? Untuk apa aku melakukan ini!'

Kurapika mendengus kesal. Ia melepaskan sepatunya begitu saja lalu segera melangkah keluar. Saat melihat Kuroro, Kurapika berhenti sejenak di belakangnya.

"Apakah ini kebiasaan barumu, membaca buku di bawah matahari yang terik?" tanyanya datar.

Kuroro tersenyum tipis, tanpa menoleh pun ia tahu siapa yang tengah berbicara dengannya. Kuroro lalu menutup bukunya dan berdiri menghadap Kurapika. "Yah...cuaca panas memang kadang bisa membuat orang bertindak di luar kebiasaannya," balas Kuroro.

Kurapika meneruskan langkahnya, Kuroro pun mengikuti gadis itu.

"Apa kau mau membacanya?" Kuroro menawarkan sambil menatap punggung Kurapika yang berada di depannya.

"Aku sudah pernah membacanya, dan aku tidak suka," jawab Kurapika segera sambil terus memusatkan pandangannya ke depan.

"Oh, begitukah?"

"Aku lebih suka buku yang dulu pernah kaupinjami."

"Ah...Rosemary dan Para Pemburu?"

"Kisahnya lebih penuh dengan hasrat...dan lebih jujur."

Kurapika membalikkan badannya sebentar, memberikan pria yang berada di belakangnya tatapan penuh arti, lalu kembali melangkah lagi.

Kuroro tertegun sesaat. 'Apa maksudnya? Apa yang sedang dipikirkan Si Cantik ini?'

"Kudengar kau mau sekolah lagi untuk menjadi dokter," Kurapika melanjutkan. "Enam tahun...kau mau bertahan lagi selama itu?"

Ada ketidaksetujuan terdengar dari nada suara wanita pirang itu. Kuroro menghela napas. Mereka sudah terlalu lama seperti ini.

"Kurapika, tenang saja...aku akan berusaha mendapatkan beasiswa agar tidak merepotkan ayahmu lagi," katanya.

Kurapika menoleh. "Bukan itu maksudku," ucapnya dengan sedikit merasa bersalah.

Kuroro hanya diam. Kurapika pun cepat-cepat pergi menuju ke kolam air mancur, mengeluarkan bunga dari dalam vas dan bersiap memasukkan air ke dalam vas itu.

"Sini, biar kubantu," kata Kuroro sambil menghampiri Kurapika dan memegangi salah satu pegangan yang terdapat di vas itu.

"Aku bisa sendiri!" Kurapika menolak dengan sengit, ia pun berusaha memegangi pegangan yang lainnya lagi.

"Sudahlah, biar aku yang melakukannya untukmu."

Terjadilah sedikit tarik-menarik di antara mereka. Kedua pegangan vas itu pun terbelah dan lepas. Satunya di tangan Kuroro, sedangkan yang dipegang Kurapika terjatuh ke dalam kolam.

"Lihat apa yang kau lakukan!" hardik Kurapika. "Ini vas bunga kesayangan Ibu!"

Kuroro menjadi sedikit salah tingkah, sementara Kurapika jadi semakin kesal. Ia menatap Kuroro dengan marah. Pandangan Kuroro pun tak bisa terlepas dari mata biru indah milik Kurapika yang sewarna dengan birunya samudera.

Tiba-tiba Kurapika segera membuka bajunya di hadapan Kuroro. Kuroro tercengang. Kini Kurapika hanya mengenakan baju dalam yang tipis dan panjangnya setengah paha, dengan belahan yang cukup panjang di sisi kirinya.

Kurapika masuk ke kolam air mancur dan berdiri di tengah-tengahnya. Ia menghirup napas dalam-dalam, lalu berjongkok menyelam di dalam air dan mulai mencari pegangan vas itu. Kuroro menunggunya, ia tak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri.

Setelah menemukan apa yang ia cari, Kurapika pun mengangkat tubuhnya dan berdiri di tepi kolam dalam keadaan basah kuyup. Baju dalamnya melekat, menonjolkan lekuk tubuh indah wanita itu. Ia masih menatap pria tampan yang berada di hadapannya dengan marah.

Kuroro mengulurkan sebelah tangannya, bermaksud membantu Kurapika turun. Tapi Kurapika tidak menghiraukannya. Ia melangkah turun dan mengambil bajunya yang tergeletak di atas rumput.

Kuroro mulai merasakan sesuatu yang tidak wajar saat melihat penampilan gadis itu saat ini. Ada sensasi aneh yang merasuki dirinya…sebagais eorang pria dewasa. Kuroro segera memalingkan wajahnya, namun badannya seolah tak mau pergi dari sana.

Kurapika memakai bajunya kembali, merenggut pegangan vas yang satunya lagi dari tangan Kuroro lalu ia pergi sambil menghentakkan kakinya dengan kesal.

Setelah kepergian Kurapika, Kuroro melangkah maju dan duduk di tepi kolam. Mengulurkan tangannya...menyentuh permukaan air di kolam itu perlahan, seolah membayangkan Kurapika-lah yang saat ini sedang disentuhnya.

.

& Skip Time &

.

Sebuah mobil putih bergerak mendekati puri. Terdapat dua orang pria di dalamnya. Yang satu berambut hitam dan mengenakan kacamata, sementara yang satunya lagi berambut merah. Mereka adalah Leorio dan temannya, Hisoka, yang baru saja datang dari luar kota.

Keduanya memutuskan untuk beristirahat sejenak dari kesibukan mereka masing-masing, menghabiskan musim panas di tempat Leorio. Leorio merasa senang, karena sebenarnya…ia memiliki agenda lain. Hisoka seorang pengusaha sukses, berasal dari keluarga terhormat yang sejajar dengan Keluarga Kuruta. Menurut Leorio, ia adalah pendamping yang pantas…bagi adiknya, Kurapika.

"Tempat yang indah," komentar Hisoka saat mobil berhenti tepat di depan puri.

Leorio tersenyum. "Ya, keluargaku sudah memiliki tempat ini secara turun-temurun…sejak beberapa abad lamanya. Tenanglah, kau punya banyak waktu untuk mengagumi keindahannya. Ayo, kita masuk dulu."

Keduanya turun dari mobil, pintu depan pun terbuka. Shalnark menghampiri Leorio dan Hisoka, membungkukkan badannya dengan hormat.

"Selamat datang, Tuan Muda," kata Shalnark sopan.

Leorio menepuk bahunya dengan ramah dan memberikan mantelnya pada pelayan itu. "Halo Shalnark…bagaimana kabarmu?"

"Aku baik-baik saja."

"Bagus kalau begitu. Ada banyak bawaan di bagasi…tolong bawakan," pintanya.

Mendengar hal itu, Shalnark keluar ke halaman menghampiri mobil Leorio, sementara Leorio mengajak Hisoka masuk ke salah satu ruangan di puri itu.

"Mau minum?" tanya Leorio sambil mulai menuangkan teh.

"Tentu," jawab Hisoka pendek. Ia berdiri melihat pemandangan dari balik jendela. Suasananya begitu nyaman…dan menenangkan.

Terdengar suara derap langkah. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Dengan wajah yang ceria, terlihat begitu cantik dan segar, Kurapika masuk dan segera berlari memeluk kakaknya.

"Leorio, selamat datang!" katanya gembira. "Aku sangat merindukanmu. Mana Ayah?"

"Ayah tidak bisa pulang, Pika-chan. masih banyak pekerjaan yang harus segera ia selesaikan," jawab Leorio sambil membelai puncak kepala Kurapika.

"Sayang sekali…"

Mata biru Kurapika agak meredup, wajahnya sedikit cemberut. Hisoka tertarik dengan ekspresinya yang seperti itu, bagaikan anak-anak yang manis dan menggemaskan. Tatapan Hisoka membuat Kurapika sadar, bahwa ada orang lain di ruangan itu yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Kurapika pun tersipu.

Leorio tertawa geli melihat reaksinya. "Hisoka, ini adikku…Kurapika," Leorio memperkenalkan.

Hisoka melangkah menghampiri Kurapika. "Senang berkenalan denganmu," katanya. Ia meraih tangan Kurapika dan mengecup punggung tangan wanita itu dengan lembut.

Kurapika memperhatikan senyuman yang nampak di wajah Hisoka. Ia memang tampan, rambut merahnya memberi penampilan yang berbeda. Namun senyuman itu…entah mengapa, terasa sedikit aneh baginya.

TBC

.

.

A/N :

Review please…^^