"Ohh…" erang seorang lelaki yang baru saja bangun dari tidur nya. Dia membuka mata nya yang sedikit berat. Sekilas senyuman terkembang dari bibir nya. Orang itu ada disamping nya.

"Sudah bangun, Junsu ssi?" sapa nya lembut sambil mengecup lembut kening Junsu. Namja anggun tersebut mengangguk mengiyakan. Lelaki itu juga membelaikan tangan nya di kening Junsu.

Sungguh, ini hal yang begitu luar biasa. Atau dia hanyalah bermimpi. Hm, rasa nya tidak. Dia bisa merasakan napas lelaki itu mengenai wajah nya. Junsu melayangkan senyuman lagi, kali ini dia menunjukkan gigi-gigi rapi nya. "Cepat pakai bajumu dan bangunlah, Yoochun-i. Jam berapa sekarang?"

Junsu melirik jam digital yang ada di atas meja samping ranjang mereka. Pukul delapan lebih dua puluh tiga menit. Mata nya terbelalak kaget menatap Yoochun yang hanya menaikkan alis nya. Junsu mendecak dan mengganti posisi nya menjadi duduk. "Hari ini ada ulangan! Cepat mandi atau kita akan diskors!" bentak nya sembari membuka selimut yang dipakai Yoochun.

"Oh! Apa yang kau lakukan tadi malam! Kenapa kau tak pakai celana mu? Cepat ke kamar mandi!" geli Junsu membalikkan badan nya. Wajah nya memerah menunggu Yoochun untuk melesat ke kamar mandi dalam. Semburat merah juga terpancar di pipi Yoochun yang tak mengira jika Junsu akan menarik selimut nya.

"B-baik…" ungkap Yoochun.

Perawakan tinggi, putih, dan elegan. Seorang yang begitu diidolakan banyak orang. Lampu-lampu blitz dari kamera paparazi dan netter terus menyinari langkah nya. Ya, dialah Kim Jaejoong, model majalah papan atas yang kini sedang naik daun. Bersama asisten pribadi nya yang selalu setia menemani dan melayani nya, kemana pun ia pergi, apa pun yang ia minta.

"Well done! Sekali lagi, dengan sedikit arogant…" perintah seorang photograper kepada Jaejoong yang begitu antusias mengikuti arahan nya. Ia bergaya dengan begitu maksimal, mencondongkan kepala nya sedikit ke atas. "Good job! Istirahat lima menit!" kata photograper paruh baya itu lagi.

Jaejoong menghela napasnya dan menerima sebotol air mineral dari asisten nya di balik tempat pemotretan.

"Aww…" keluh nya tiba-tiba. Ia memegangi kaki nya yang baru saja tersandung oleh belitan kabel disekitar nya.

"Kau kenapa, Jaejoong-i? B-biar aku tolong pijat kaki mu—" ucap asisten nya dengan penuh perhatian menyentuh kaki tuan nya.

"Bisakah kau lebih sopan sedikit, Yunho-ah? Aku ini tuan mu…" bentak Jaejoong memotong ucapan asisten nya. Ia memalingkan wajah nya dengan sombong. Yunho yang sedikit terkejut mencoba untuk mengembalikan keadaan. "Ma-maaf, Jaejoong ssi…"

Ya, meskipun Jaejoong dan Yunho sebenar nya berusia sama, namun seperti nya model itu sungguh tak menyukai nama nya disebut dengan begitu kasar. Sifat nya yang selalu angkuh pada Yunho, tak membuat lelaki itu kesal pada nya. Justru dia hanya melayangkan senyuman manis pada tuan nya.

"Tolong pijat betis ku…" pinta Jaejoong memberikan kaki nya pada Yunho untuk dipijat. Para penata rias nya memolesi wajah nya dengan bedak lagi yang luntur terkena peluh.

Yunho sesekali menatap Jaejoong yang terus membuang muka pada nya. Beberapa saat ia mulai termenung menatap wajah yang cantik itu, sangat anggun. Bibir nya yang merah, kulit nya yang halus, bahkan mata nya yang sangat menawan. Sungguh seorang idola Asia. Namun lama-kelamaan, dia mulai masuk dalam dunia khayalan nya yang membuat tekanan pada pijatan nya melemah.

"Hei, apa kau bisa memijat dengan benar?" bentak Jaejoong yang membuat lamunan Yunho buyar. Jaejoong menarik kembali kaki nya dengan kasar dan berdiri dari tempat duduk nya. Mata nya yang indah memandang aneh Yunho yang sama sekali tidak merasa kesal.

Hm, memang seharus nya begitu. Pikir nya.

"Maafkan aku…" mohon Yunho yang mengambil kembali botol minum Jaejoong di atas meja.

Tanpa ada jawaban, super model tersebut langsung kembali menuju tempat pemotretan karena sudah mendapat peringatan dari si photograper.

"Lain kali lakukan pekerjaan mu dengan benar. Aku tak mau kau permalukan ku seperti tadi…" ucap Jaejoong berjalan mendahului asisten nya menuju ke mobil.

Yunho yang hanya mengikuti nya dari belakang tersenyum dengan sangat menyesal. Dia salah. Selalu salah. Tapi apa yang bisa ia perbuat? Tanpa Jaejoong saja sebenar nya dia sudah bisa bekerja sebagai karyawan bank swasta terkenal Korea. Tapi ia tak melakukan itu. Melayani seorang Kim Jaejoong merupakan suatu yang sangat berharga bagi nya. Meskipun harus terus diperlakukan seperti ini.

Lelaki itu membukakan pintu untuk Jaejoong dikursi sebelah kanan depan mobil. Kemudian ia berlari menuju kursi kemudi. Ia menyalakan mesin mobil tersebut dan menancapkan gas nya. Baru beberapa meter dari tempat Jaejoong pemotretan tadi, ponsel model itu berdering. Lelaki cantik tersebut menatap layar ponsel untuk memastikan siapa yang menelpon nya.

"Yoboseyo, Junsu dongsaeng…" ucap nya begitu lembut sembari menatap lurus jalan dari balik kaca mobil. "Ya, Hyung! Aku dapat dua tiket menonton konser Revolt dari teman ku. Hyung mau menemani ku besok malam?"

"Revolt? Ah… Band musik milik Shim Changmin itu ya? Hm… Mianhae dongsaeng… Jeongmal Mianhae. Hyung sebenar nya ingin sekali melihat nya. Tapi besok hyung ada pemotretan untuk majalah Jepang yang pemotretan nya ada di Korea."

"Lagi? Bukankah minggu lalu hyung sudah melakukan nya?"

"Ya. Hyung menandatangani kontrak untuk kedua kali nya. Tapi kau bisa menonton nya dengan Yoochun-i kan?"

"Ah, benar… Tapi dia sebenarnya dia benci sekali dengan Shim Changmin. Tapi mungkin aku bisa bujuk dia. Gamsahamnida, Hyung." tutup Junsu dari balik telepon Jaejoong.

"Ne~ Chonmaneyo…" ucap Jaejoong kepada adik kandung nya, Kim Junsu.

Jaejoong menutup flip ponsel nya dan memasukkan nya kembali ke dalam celana jeans hitam nya. Seperti biasa, dia tak pernah mengajak bicara Jung Yunho yang sedari tadi juga fokus pada setir nya sore itu. Mungkin dia harus lebih mencair kan suasana dengan lelucon nya. Tapi mungkin tidak. Jaejoong tidak akan pernah memperdulikan perhatian nya. "Dia…" kata Jaejoong tiba-tiba angkat bicara.

"Junsu ssi?" tanya Yunho basa-basi—tentu saja dia sudah tahu apa jawaban yang akan diberikan tuan nya.

"Ya, tentu saja. Dia sangat mengidolakan Changmin. Hm… aku sangat menyesal tak bisa menemani nya." Jaejoong menjawab dengan penuh penyesalan. Pandangan nya terus mengamati jalanan yang cukup padat. Yunho menghela napas sembari tersenyum. "Kalau kau memang harus melakukan kewajiban mu sebagai model, lakukan lah dengan profesional. Lagipula kau sudah terlanjur menandatangi kontrak itu kan?" lanjut Yunho.

"Hm, ya…" kata Jaejoong akhir nya.

Junsu terlihat repot menyiapkan sereal, mencuci piring-piring dan pakaian yang menumpuk belum ia seterika. Tapi untunglah, kekasih nya Yoochun mau membantu nya untuk menggantikan nya menuangkan sereal-sereal ke dalam mangkuk.

Namun saat Yoochun kembali menuju ruang tengah, dia menemukan dua buah tiket merah tergeletak di atas meja telepon. Ia membaca tulisan-tulisan yang ada di sekitar tiket tersebut. Tapi tetap saja ia tak mengerti tiket apa itu. "Junsu ssi, tiket apa ini?" tanya Yoochun dari kejauhan. Junsu yang tampak sedang memberesi piring-piring segera mendatangi Yoochun.

"Ah, itu. Itu band Revolt. Aku dapat dari tempat teman ku… Kau mau menemani ku?" tanya Junsu tampak memelas pada kekasih nya. Yoochun mengernyit dan mengalihkan pandangan nya setelah mendengar nama Revolt. "Band milik Shim Changmin itu?" tanya nya.

"I-iya… Yoochun-i, k-kau mau menemaniku?" tanya Junsu lagi.

"Cih! Aku tak sudi melihat tampang nya itu! Membuat ku mual saja!" bual Yoochun tak tahan.

"Oh… Aku mohon. Sekali saja. Ya…" pinta Junsu membelai pundak Yoochun sambil terus memandangi mata nya. Cukup lama untuk membuat lelaki itu menyetujui nya. Melihat Junsu yang seperti nya betul-betul memohon, akhirnya Yoochun mengangguk meskipun enggan.

"Tapi hanya kali ini…"

Mata Junsu sungguh berbinar mendengar itu. Dia memeluk tubuh kekasih nya dengan kegirangan. Yoochun yang hanya diam akhir nya membelai pelukan itu dengan lembut.

Jaejoong masuk ke dalam apartemen nya dengan gontai. Walaupun ini belum tengah malam, namun dia sangat lelah. Dia sudah berada di beberapa tempat pemotretan sejak matahari belum menampakkan diri nya. Mata nya mulai sembab. Di belakang nya, tentu saja ada Yunho yang membawakan tas-tas nya yang sangat-sangat berat. Asisten nya itu tak pernah tahu apa isi dari tas-tas tersebut—karena pasti Jaejoong akan marah jika ia tahu Yunho telah membuka nya. Ia mengikuti Jaejoong hingga ke kamar nya dan menaruh tas itu di samping lemari pakaian.

Model profesional yang sudah sampai terlebih dahulu di kamar nya, merebahkan tubuh nya di ranjang sambil membuka beberapa kancing baju bagian atas. Mata nya terpejam. Sebetulnya Yunho sudah bekerja bersama nya selama tiga bulan, namun ia belum pernah melihat wajah asli dari Kim Jaejoong. Dan saat ini, ia sedang melihat nya. Lelaki cantik itu tertidur dengan wajah yang bahkan lebih indah dari sewaktu dia terbangun.

Langkah Yunho mencoba untuk mendekati ranjang Jaejoong secara perlahan. Melihat sisi lain dari tuan nya. Pandangan nya tak lepas dari wajah sosok yang sebenar nya lembut itu. Oh, kenapa diri nya yang sebenar nya penuh dengan kedamaian tersebut, membuat nya sendiri berubah menjadi Jaejoong yang penuh dengan angkuh, kasar dan tak punya hati?

Dan lagi, Yunho kembali mendekatkan diri nya di dekat Jaejoong. Hingga ia tak sadar, jika tubuh dan kepala nya hanya tinggal beberapa senti saja dengan namja itu. Mata nya tak lepas memandangi wajah Jaejoong.

Napas Yunho yang beraroma permen karet blueberry pemberian Jaejoong mengeai wajah nya. Hal itu membuat mata nya terbuka dan terperanjat kaget. "Demi Tuhan! Sedang apa kau?" bentak Jaejoong memposisikan diri nya menjadi berdiri. Secara refleks, Yunho pun menjauh beberapa langkah dari lelaki di hadapan nya. "A-a-aku… aku hanya—" Yunho mencoba untuk menyanggah nya. Tapi usaha nya gagal oleh bentak Jaejoong yang lebih keras.

"Tempat mu bukan disini, Bodoh! Cepat pergi keluar atau aku akan memecat mu!" Jaejoong murka dan membentang kan lengan kiri nya untuk mengusir asisten nya sendiri yang telah lancang. Degup jantung dan otot di pelipis nya makin lama berdenyut makin cepat. Ia juga mengepalkan kedua tangan nya kencang-kencang. Entah kenapa pipi nya memerah.

Yunho berlari keluar dari koridor apartemen milik tuan nya. Oh tidak… napas nya semakin berat—tentu saja, karena dia berlari—ditambah dengan jantung nya yang cepat. Bukan karena ia lelah, tapi ia gugup. Kepala nya mulai pening.

Apa yang kau lakukan hari ini? Bodoh Yunho! Kau memang bodoh! Marah Yunho pada dirinya sendiri.