prologue of dream

Gadis itu telah berhenti sekolah sejak 3 tahun lalu dan berhenti bersosialisasi. Ia terus mengurung diri di apartemen milik orangtuanya ditemani sebuah televisi, game portable, rak buku dan sebuah tempat tidur. Dengan sweater merah bermotif catur, rok berwarna ungu, rambut yang dikepang dua, dibekali paras wajah yang agak manis, gadis bernama Madotsuki itu berusaha hidup sendiri, tak mau bergantung kepada orang tuanya sejak ia berhenti sekolah karena trauma berat yang dideritanya…

"Madotsuki" sesosok wajah seorang wanita yang keibuan muncul dari ambang pintu kamar apartemen Madotsuki. Madotsuki hanya diam tak menjawab sambil terus memainkan game NASU-nya. "Kau bermain lagi?"

"Tak ada lagi yang bisa kulakukan selain ini, ibu" pandangan Madotsuki tetap tertuju kearah televisi dengan tangan memencet tombol console dengan lincah.

"Kau masih trauma dengan kematian teman dan gurumu?" kata-kata itu tiba-tiba meluncur dari mulut ibu Madotsuki tanpa sengaja. Kata-kata itu seolah tabu diucapkan apabila Madotsuki mendengarnya. Madotsuki pasti akan sangat tertekan, depresi, dan sisi gelapnya muncul.

Madotsuki mendadak berhenti bermain lalu menatap tajam kearah ibunya. "Hentikan, ibu. Kalau ibu hanya bertujuan untuk membuatku semakin tertekan, sebaiknya ibu keluar dari kamarku dan mengurus hal lain." ucap Madotsuki dengan dingin. Ibunya pun keluar dengan gelisah dan kekhawatiran yang mendalam.

'Kenapa Madotsuki tak melupakannya saja?' gumam ibu Madotsuki sambil mengusap peluh.