Monster

Summary:: Wonwoo yang seorang berandal sekolah menyelamatkan Mingyu yang diculik. Setelahnya, Mingyu terus mengikuti Wonwoo hingga akhirnya Wonwoo mengizinkannya untuk tinggal bersamanya. Tanpa sadar, Mingyu masuk ke kehidupan berandal dan kelam Wonwoo. "Mereka menganggapku monster, jadi, menjauhlah dariku."/"Kalau begitu, jadikan aku monster juga."

Couple:: Mingyu x Wonwoo

Rate:: T

Genre:: Drama, Romance

.

.

Hiwatari's Present

Annyeong~ Author jelasin dikit di sini ya~ Ff ini sesuai judulnya, emang terinsipirasi pas nonton MV Monster. Tapiii, jujur author gak ngerti sama jalan cerita MVnya, yang author tahu mereka ditangkap doang dan diselamatin sama mamih Baek yang jadi ketua di sana. Jadi author ambil bagian itunya doang, terus author kembangkan sendiri dengan otak lumutan author hahaha. Kalau soal ff, nih otak emang encer. Giliran ujian, otak author kurang berfungsi/? #plakk

Enjoy~

.

.

~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~#~

Mingyu menatap datar barisan orang-orang yang ada di depannya. Ia tidak mengenal mereka. Ia sendiri saja tidak tahu sejak kapan ia berada di tempat ini. Yang ia ingat, ia hendak berkumpul dengan teman-temannya saat malam hari beberapa hari yang lalu di sebuah kedai kecil di jalanan sepi.

Dan anehnya, saat sampai di sana, tidak ada teman-temannya, tidak ada orang di kedai itu, tidak ada orang di sekitar tempat itu. Hanya ada meja dan kursi yang berantakan di jalanan yang sepi itu.

Dan di sinilah dia, namja berambut coklat, bertubuh tinggi dan tampan bernama Mingyu itu tengah berbaris di sebuah lapangan yang dikurung oleh pagar besi. Semua orang yang ada di barisannya memiliki kondisi yang sama dengannya, tangan yang dirantai, wajah yang penuh dengan luka, dan wajah datar.

Mingyu meringis saat ia terdorong dari arah belakang. Ternyata barisan mereka disuruh untuk berjalan memasuki mobil van yang ada di depan sana.

Entah sudah berapa hari dia berada di sini, yang jelas mereka hanya diberi makan 3 potong roti perhari, selalu dipukul tanpa alasan di sebuah gudang besar yang gelap.

Bukannya ia tidak mengerti apa-apa tentang kondisinya. Saat di gudang, ia bertanya pada orang-orang yang senasib dengannya. Mereka mengatakan kalau ini adalah penculikan remaja, diculik untuk dijadikan budak pembangunan illegal di bawah tanah di beberapa negara yang sudah menjadi budak dalam waktu tertentu, maka orang itu akan dijadikan bahan uji coba dalam penciptaan manusia robot yang lebih canggih untuk 15 tahun mendatang. Lalu menculik orang lagi, dan begitu seterusnya.

'Gila.' pikir Mingyu saat ia tidak sengaja menatap salah satu petugas yang menggiring mereka. Petugas itu memakai baju serba hitam dengan helm berwarna hitam juga, dan jangan lupakan senapan yang ada di tangan mereka.

'Apa mereka ini robot?' pikir Mingyu saat melihat gerakan para petugas yang kaku itu. Meskipun mereka kaku, gerakan mereka cepat dan sangat kuat.

Mingyu masuk ke dalam van terakhir mereka. Entah akan dikirim ke mana mereka karena setiap 12 jam sekali, mereka akan pindah tempat , yang jelas mereka adalah orang-orang terakhir yang dikirim pergi setelah satu jam berselang dengan van sebelumnya.

Hal ini bukan berarti tidak diketahui oleh polisi. Polisi tengah mengincar mereka, hanya saja anehnya, mereka sangat sulit dilacak dan ditangkap. Saat polisi telah berada di tempat tersangka, tempat itu sudah kosong. Seakan-akan para penculik ini tahu gerakan polisi.

Mingyu menatap datar namja yang duduk di depanya. Seorang namja berambut coklat muda dengan mata sipit dan bibir tipis, masih memakai seragam sekolahnya yang sekarang sudah lusuh. Ia juga tengah menatap Mingyu dengan wajah datar. Jelas, semua orang yang duduk di dalam mobil van ini berwajah datar.

Dorr!

Orang-orang yang ada di dalam van itu tersontak saat mendengar suara senapan dan guncangan keras pada van mereka. Sepertinya ban mobil itu meledak.

Dor!

Dor!

Buukhh! Bukhh!

Korban penculikan itu semua sontak melihat ke arah pintu belakang dengan wajah penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi?

Tak berapa lama kemudian, setelah beberapa tembakan yang keras diluncurkan, pintu belakang van dibuka dengan paksa. Menampakkan seorang namja berambut hitam yang disisir ke atas menampakkan matanya yang tajam, menggunakan masker berwarna hitam dan baju pelindung berdiri di sana dengan senapan besar di tangannya. Namja itu membuka masker yang menutup wajahnya.

"Soonyoung-ah, Seungcheol hyung," ujar namja itu. Dua orang namja yang duduk di depan Mingyu tercengang dan dengan segera meloncat keluar memeluk namja itu.

"Wonwoo-yaaa!" Soonyoung memeluk Wonwoo dengan erat. Sedangkan orang-orang yang ada di van itu berhamburan keluar dan segera kabur menjauh dari tempat itu.

Wonwoo menoleh ke belakang lalu kembali menatap kedua sahabatnya itu lalu berkata,

"Ayo, cepat. Kita harus kabur juga sebelum yang lain mengetahuinya dan datang ke sini. Di area mereka, seluruh sudut tempat ini memiliki mata. Mereka bisa tahu apa saja yang terjadi."

Mata tajamnya tidak sengaja menangkap sesosok namja yang masih duduk di dalam van itu yang juga tengah menatapnya.

"Kenapa kau masih di sana?" tanya Wonwoo. Mingyu hanya terdiam, ia mengalihkan tatapannya pada Soonyoung dan Seungcheol yang selama beberapa hari ini satu cell dengannya.

Wonwoo mendengus malas sebelum akhirnya berbalik dan berjalan meninggalkan tempat itu, diikuti oleh Soonyoung dan Seungcheol. Langkah Wonwoo terhenti saat mendengar suara seseorang melompat turun. Ia menoleh dan mendapati Mingyu tengah melangkah mengikutinya.

Wonwoo melanjutkan langkahnya, lalu beberapa saat kemudian, ia kembali menoleh dan menemukan Mingyu juga ikut menghentikan langkahnya, menunggu Wonwoo untuk kembali melangkah.

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya lagi-lagi memilih untuk diam.

"Apa kau tidak tahu jalan pulang?" tanya Wonwoo lagi. Jelas, saat ini mereka berada di kota mati, kota yang sangat terpencil jauh dari kota besar. Hanya sedikit orang yang tahu jalan ke tempat ini. Dan orang-orang tadi, mereka berlari bersama, mungkin mereka mengikuti orang yang tahu jalan keluar dari kota ini.

Mingyu masih terdiam. Wonwoo memasang wajah kesalnya.

"Sudahlah, biarkan dia bersama kita. Selama ini aku selalu satu cell dengannya," ujar Seungcheol yang kemudian menarik Mingyu untuk mendekat ke arah mereka.

Wonwoo hanya menghela napas sebelum akhirnya berbalik dan segera berlari.

"Lari secepat yang kalian bisa, ini bukanlah tempat yang aman."

.

.

.

.

.

.

"Kenapa kau bisa ada di sini? Bagaimana kau bisa melawan para robot itu?" tanya Seungcheol.

Saat ini mereka telah berada di apartmen kecil namun nyaman milik Wonwoo. Soonyoung, Seungcheol dan Mingyu yang sudah mandi dan berganti baju milik Wonwoo itu duduk di ruang tamu bersama Wonwoo dengan satu cup ramen di tangan mereka masing-masing.

Wonwoo menunjuk matanya sendiri. "Aku tidak sengaja melihat kalian diculik beberapa hari yang lalu, dan aku mengikuti kalian sampai ke sini. Untungnya aku sempat membeli makanan yang banyak sebelum mengikuti kalian sejauh ini. Dan untungnya lagi hari ini kalian masuk ke van yang terakhir. Dan mereka," Wonwoo menunjuk baju besi yang tergeletak di lantai.

"Mereka bukan robot. Mereka adalah manusia robot, manusia yang sengaja dimatikan semua fungsi otak dan organnya lalu dimasukkan chip pengontrol di otaknya," lanjut Wonwoo.

"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Soonyoung.

"Aku melihatnya. Salah satu petugas melakukan kesalahan, dia dihukum mati yaitu dengan mencabut chipnya yang tertanam di dalam kepalanya. Setelah itu, dia terkulai lemas. Tak lama kamudian, tubuh itu membusuk lalu menjadi debu. Mereka sebenarnya adalah tubuh mati, tapi karena adanya chip itu, tubuh mereka tetap awet tapi tidak hidup. Gerakan mereka semua dikontrol oleh chip."

Soonyoung membulatkan mulutnya. Ia menatap Wonwoo dengan tidak percaya. "Wow, ternyata otakmu pintar juga."

Wonwoo melirik Soonyoung dengan tajam. Namja sipit itu langsung menunduk dan lanjut memakan ramennya.

Mingyu menatap Wonwoo dengan tatapan yang aneh.

"Lalu bagaimana caranya kau melawan mereka? Mereka itu sangat kuat dan cepat," ujar Seungcheol.

"Orang pertama, aku mencekiknya dan membuka helmnya, lalu memukul kepalanya dengan tongkat besi. Aku mengambil senapannya dan menembak kepalanya. Ingat, chipnya ada di kepalanya. Lalu aku menembak ban mobil kalian, dan begitulah." Wonwoo memakan ramennya.

"Tapi mereka tidak selemah itu, aku sampai harus menghajar wajahnya yang keras itu berkali-kali hingga bisa menembak kepala mereka." Wonwoo menunjukkan tangan kanannya yang terluka cukup parah.

"Berarti kau sudah membunuh mereka, Wonwoo-ya."

Wonwoo memutar bola matanya mendengar penuturan Soonyoung. "Mereka memang sudah meninggal, mereka bukanlah manusia lagi. Aku hanya mematikan chip mereka."

Bagi Soonyoung dan Seungcheol, ini tidaklah mengejutkan, karena Wonwoo memanglah seorang berandal di sekolah. Jangankan di sekolah, di luar sekolah ia sering beradu pukul dengan preman jalanan. Wonwoolah yang paling kuat di sekolah, Wonwoolah pemimpin kelompok berandal mereka. Dan Soonyoung serta Seungcheol adalah anggotanya.

Sekolah yang mereka masuki adalah salah satu sekolah buruk yang ada di Korea. Sekolah di mana peraturan yang dibuat adalah untuk dilanggar, dan guru yang tidak mempedulikan mereka apakah belajar atau tidak, yang penting tugas mereka hanya mengajar di depan kelas. Tapi meskipun begitu, sekolah mereka masih tergolong normal karena mereka masih mematuhi beberapa peraturan umum. Keburukan mereka hanyalah terdapat banyak gangster di sekolah itu

"Terima kasih, Wonwoo-ya." Seungcheol berujar setelah meletakkan mangkuk ramennya yang sudah kosong.

"Kalau tidak ada kau yang datang, mungkin sekarang kami sudah diperbudak," ujar Soonyoung menundukan kepalanya. "Kami memang lemah," gumam Soonyoung pelan.

Wonwoo yang dapat mendengar itu tertawa kecil. "Tidak ada yang lemah di mataku, kalian semua kuat."

Mingyu yang sedari tadi terdiam, menatap Wonwoo dengan wajah datarnya yang sedari tadi ia pasang. Ia sedang memikirkan orang seperti apa Wonwoo itu. Wonwoo yang telah menolongnya, menyelamatkan hidupnya.

"Aku pulang dulu, Wonwoo-ya. Terima kasih untuk semuanya. Sampai jumpa besok di sekolah." Seungcheol berdiri diikuti oleh Soonyoung.

Wonwoo mendongakkan kepalanya menatap Seungcheol dan Soonyoung. "Kalian yakin ingin pulang? Ini sudah terlalu malam, tidak ingin menginap di sini saja?" tanyanya.

Soonyoung menggelengkan kepalanya. "Keluarga kami pasti khawatir menunggu di rumah. Kami harus segera pulang."

Wonwoo menganggukkan kepalanya. "Baiklah, hati-hati di jalan." Wonwoo berdiri lalu mengantar kedua sahabatnya ke depan pintu.

Seungcheol tersenyum pada Mingyu, ia kemudian menepuk pundak namja tinggi itu pelan sebelum akhirnya beranjak. Soonyoung juga menepuk pundak Mingyu dua kali sebelum menyusul Wonwoo yang telah berada di depan pintu.

Setelah kedua sahabatnya pulang, Wonwoo menatap Mingyu yang masih duduk diam di sana. Ramennya telah ia habiskan.

"Kau tidak pulang? Ingin menginap di sini untuk malam ini?" tanya Wonwoo membereskan mangkuk ramen instan itu.

Mingyu terdiam sejenak sebelum akhirnya berujar, "Ijinkan aku tinggal bersamamu untuk beberapa saat."

Wonwoo menghentikan gerakannya. "Sampai kapan?" tanyanya.

Mingyu tidak menjawab, ia hanya diam menatap Wonwoo. Wonwoo mengernyit aneh, tapi ia merasa kalau Mingyu itu orang baik-baik, terlihat dari penampilannya yang rapi dan gerak-geriknya yang sopan.

"Baiklah, asal kau tidak menggangguku saja." Wonwoo hendak melangkahkan kakinya sebelum akhirnya ia kembali berhenti saat mendengar ucapan Mingyu.

"Aku Jeon Wonwoo," ujar Wonwoo seraya membuang sampah-sampah makanan mereka ke tong sampah.

"Aku Kim Mingyu," jawab Mingyu. Mereka terdiam sejenak. Wonwoo yang tengah meminum air putih, dan Mingyu yang sibuk dengan pikirannya.

"Terima kasih telah menyelamatkanku," Mingyu memberi jeda pada kalimatnya,

"Jika tidak ada kau di sana, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku, pada kami. Kami semua telah pasrah dengan hidup kami. Di sana gelap, tidak ada kemanusiaan. Kami hampir berlaku seperti mereka, pikiran kami kosong, hanya ada rasa kesakitan yang dibuat oleh mereka."

Wonwoo terdiam melihat wajah Mingyu yang tampak memikirkan kejadian beberapa hari ini. Pasti membuat shock yang berbekas di kejiwaan mereka.

"Yasudahlah, kau sudah aman di sini. Sekarang, ayo kita tidur." Wonwoo berjalan menuju kamar satu-satunya. Mingyu masih duduk terdiam di sofa ruang tamu.

Wonwoo menoleh pada Mingyu dengan kening berkerut. "Kau tidak mau tidur?" tanyanya seraya menunjuk kamarnya. Mingyu menaikkan sebelah alisnya. "Tidur di kamarmu?" tanyanya.

Wonwoo menganggukkan kepalanya. "Iya, tidur di luar sangatlah dingin. Kau bisa sakit." Wonwoo masuk ke kamarnya tanpa menutup kembali pintu kamarnya, membiarkan Mingyu yang menutupnya.

Mingyu akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar Wonwoo yang remang-remang. Ruangan itu hanya di terangi oleh cahaya bulan yang masuk lewat jendela balkon dan juga cahaya lampu kamar.

Wonwoo tengah berada di dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Sepertinya ia tengah membersihkan wajah dan menyikat gigi. Setelah Wonwoo keluar, giliran Mingyu yang memasuki kamar mandi itu.

Setelah keluar dari kamar mandi, ia membaringkan tubuhnya di samping Wonwoo. Beberapa detik ia berbaring, ia dapat mendengar deru napas Wonwoo yang terdengar teratur. Ia menerawang langit kamar Wonwoo sebelum akhirnya ia menoleh ke samping, memandangi punggung Wonwoo dengan pandangan meneliti. Memandangi orang yang telah membuatnya merasa tertarik dan penasaran sejak kejadian penyelamatan tadi.

'Orang seperti apa dia sebenarnya?'

.

.

.

.

.

.

Mingyu menyipitkan matanya saat ia merasa cahaya matahari yang masuk melalui jendela kini menyulitkan pandangannya. Ia mendengar suara ribut.

Setelah matanya dapat menyesuaikan dengan kondisi cahaya, ia dapat melihat Wonwoo tengah memakai seragam sekolahnya.

"Ke sekolah?" tanya Mingyu. Wonwoo menganggukkan kepalanya. "Kau sendiri? Tidak ke sekolah?" tanyanya.

Mingyu menggelengkan kepalanya. "Aku sudah lulus, tinggal menunggu tanggal masuk universitas saja." Mingyu menggaruk belakang kepalanya.

Wonwoo membulatkan matanya. "Memangnya umurmu berapa?"

"Tujuh belas tahun," jawab Mingyu. Wonwoo semakin membulatkan matanya.

"Lebih muda setahun dariku, kenapa sudah bisa masuk universitas?" tanyanya lagi. Is tengah membungkus telapak tangannya dengan kain kasa.

"Karena aku jenius. Aku lompat kelas dan mendapat beasiswa untuk masuk ke universitas itu lebih awal." Mingyu menunjuk-nunjuk kepalanya.

Wonwoo mendengus malas seraya menenteng tas ranselnya. "Yasudah, kau di rumah saja, ya. Jangan pergi ke mana-mana, terlalu berbahaya untukmu berkeliaran di luar lagi."

Wonwoo beranjak keluar dari kamarnya, meninggalkan Mingyu sendirian yang masih terduduk di atas kasur seraya menatap pintu kamar yang baru tertutup itu dengan tatapan meneliti.

'Tidak masuk akal. Mengalahkan empat manusia robot yang sangat kuat dan cepat itu sendirian, apa dia gila? Dia tidak normal.' Mingyu beranjak dan berjalan ke kamar mandi. Lebih baik menyegarkan pikirannya lalu mengobati luka-lukanya.

.

.

.

.

.

Mingyu yang tengah menonton TV, menolehkan kepalanya ke asal suara saat mendengar suara password pintu yang ditekan.

"Kau sudah pul-" Mingyu membelalak terkejut saat melihat kondisi Wonwoo yang baru masuk ke dalam apartemen dengan langkah terhuyung-huyung.

Keningnya yang berdarah, pipinya yang terluka, sudut bibirnya berdarah, punggung tangannya yang semakin terluka parah, dan baju seragamnya yang terdapat banyak bercak darah.

Mingyu segera berlari menghampiri Wonwoo yang berjalan ke arahnya.

"Kau kenapa?!" tanya Mingyu yang membatu Wonwoo untuk berjalan dan duduk di sofa.

"Aku tidak apa-apa, hanya luka kecil."

Luka kecil?! Mingyu mendengus tidak percaya melihat namja yang duduk di sampingnya ini.

"Sial! Mereka tiba-tiba datang menyerang anggotaku lalu menyerangku yang sedang sendirian secara beramai-ramai." Wonwoo meraih kaca kecil, kapas dan alcohol yang ada di bawah meja. Ia menuangkan alcohol itu pada kapas lalu menempelkannya pada luka-lukanya. Ia meringis pelan. Mingyu yang melihat perlakuan Wonwoo itu juga ikut meringis. Namja itu tidak mengobati lukanya dengan benar.

Setelah membersihkan semua lukanya dengan alcohol, Wonwoo kembali merningis kesal dengan tatapan tajam yang sedari tadi sudah ia pasang.

"Sial! Aku tidak akan membiarkan mereka lepas besok!" Ia melempar kapasnya ke meja lalu beranjak menuju kamarnya.

Mingyu menatap punggung Wonwoo yang sudah menghilang di balik pintu dengan tatapan bingung.

'Sebenarnya ada apa dengannya?'

.

.

~TBC~

.

Halooo~ Sebenarnya ini hanyalah ff percobaan, jika tidak bagus, maka ff ini bisa saja author hapus kapan saja mumpung masih chapter pertama. Ff ini murni cuma cobaan author saja, ngetiknya juga langsung seketika saat plotnya terpikirkan di otak author.

Hmm, genre Joseon udah, school life udah, fluff udah, dokter-dokteran dan indigo udah, werewolf juga udah, sekarang author nyoba yang lebih berat hihihihi~ Author sendiri gak tau ini termasuk genre apa #plakk

Okedeh, sekian untuk chapter ini,

Jangan ada silent readers yah readers tercintah~ *tebar kecup basah* XD

Okedeh, akhir kata dari author untuk chap ini,

Review, please~? ^^

Gomawo *bow* m(_ _)m