Destiny
Prolog
Apa yang kau pikirkan?
Apa yang membuatmu mengorbankan nyawamu untukku?
Apa ini yang manusia katakan sebagai cinta?
Jawab aku!
Mengapa kau hanya menutup matamu dan mengacuhkanku?!
Jawab aku Tetsuya!
Sang surai merah masih berlutut di depan tubuh dingin nan kaku yang terbaring di hadapannya saat ini. Ia tahu bahwa tak ada lagi tanda kehidupan pada tubuh itu, tak ada lagi detak jantung yang terdengar dari tubuh itu. Namun batinnya tidak dapat menerima. Ia yang awalnya hanya iblis tanpa hati. Iblis merah yang sangat kejam, mulai berubah seiring waktu yang dijalaninya bersama sang surai biru dengan wajah bagai malaikat. Mengubah pandangannya akan dunia yang dia anggap hanya seperti permainan dimana apapun yang ia inginkan dapat ia miliki. Kini merasa dirinya hancur... Bagai kaca yang dilempar, bagai bunga yang di lahap api. Dimatanya saat ini, tak ada lagi yang berharga. Semua akan hancur, semua akan musnah. Seperti sirnanya perasaannya saat menemukan malaikat biru miliknya terbaring tak berdaya, tak bernafas, dan tak akan lagi tersenyum kepadanya karena ulah mereka yang berusaha membunuh sang surai merah. 'jangan sakiti siapapun.' hanya kata itu yang sempat dikatakan oleh Tetsuya-nya kepadanya. Namun dia tak dapat melakukan permintaan itu. Dirinya kini dikuasai oleh amarah. Semua yang ia lihat akan dia hancurkan, semua yang ada di hadapannya akan dia musnahkan sampai akhirnya ia menemukan mereka yang membunuh Tetsuya-nya. Namun mantra yang terucap dari orang-orang itu mengikatnya sampai pada akhirnya semua yang dilihatnya menjadi gelap. 'apa sekarang kita akan bertemu, Tetsuya?' batin sang surai merah.
.
.
.
Terima kasih sudah mampir di fanfic ini. Kurobas bukan milik saya, tapi ide cerita berasal dari otak si author yang satu ini. Selamat membaca.
Chapter 1
"Kise-kun... Apa kau tahu kotak apa ini?" tanya seorang pemuda bersurai biru berumur 17 tahun pada sahabatnya. Sedangkan sahabatnya yang berambut pirang menatapnya dengan tatapan biasa. "kalau tidak salah itu hanya kotak tua usang dari kakekku punya kakek. Ada apa Kurokocchi? Apa Kurokocchi menyukainya-ssu?" tanya Kise. Kuroko hanya menatap kotak itu. Ada sebuah perasaan aneh pada dirinya setelah menemukan kotak itu. "kalau Kurokocchi menginginkannya, ambil saja-ssu. Itu juga sudah sangat lama disini, dari pada jadi barang buangan, mending Kurokocchi ambil kalau memang Kurokocchi menginginkannya-ssu." kata Kise sambil mendekati Kuroko. "apakah boleh Kise-kun?" kata Kuroko dengan datar sesuai ciri khasnya. "tentu saja, anggap saja itu imbalan karena Kurokocchi sudah membantuku." kata Kise. "arigato Kise-kun." kata Kuroko sambil membungkuk sedikit. Tiba-tiba ponsel di dalam sakunya bergetar. "maaf Kise-kun, sekarang aku harus pulang. Otousan dan okaasan akan pergi ke rumah nenek, jadi aku harus menjaga rumah hari ini." kata Kuroko setelah membaca pesan singkat dari ibunya. "baiklah Kurokocchi. Hati-hati di jalan-ssu" kata Kise sambil memeluk Kuroko dengan erat sampai sang surai biru itu hampir tidak bisa bernafas. Untung pelukannya tidak berlangsung lama. Namun tetap saja membuat pemuda biru itu terbatuk-batuk. "maaf kurokocchi" kata Kise penuh penyesalan. "tidak apa-apa Kise-kun. Sampai jumpa." kata Kuroko lalu sedikit membungkuk kemudian berlari meninggalkan Kise Ryouta.
{}
~skip time~
Saat Kuroko sampai di rumahnya, ternyata kedua orang tuanya sudah pergi. Kuroko hanya menghela nafas panjang, ia dapat mengerti kenapa orang tuanya tidak menunggunya agar dapat berpamitan langsung. Kuroko lalu masuk ke dalam rumahnya, mengunci pintu lalu mengganti alas kakinya dengan alas kaki untuk di dalam rumah. "tadaima..." kata Kuroko walaupun ia tahu kalau dia tidak akan mendapat jawaban. Kuroko lalu melangkahkan kakinya ke ruang makan, ibunya ternyata sudah menyediakan makan malam buatnya. Namun seperti apa yang selalu diajarkan kepada Kuroko sejak kecil, maka sebelum makan Kuroko akan membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Maka Kuroko mulai melangkahkan kakinya ke arah kamarnya untuk mengambil baju ganti, lalu melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Saat menaruh barang-barangnya, ia berhenti saat tangannya memegang kotak pemberian Kise. Sebuah Kotak yang kotor, bahkan itu seperti besi berkarat yang bahkan tidak diketahui lagi bagaimana bentuknya. 'lebih baik aku membersihkan ini dulu. Ini sangat kotor.' batin Kuroko. Akhirnya Kuroko menunda acara mandinya dan mulai membersihkan kotak pemberian Kise. Dengan susah payah dihilangkannya kotoran yang menempel sangat kuat pada kotak itu. Beruntung Kuroko semenjak kecil suka membantu kakek yang tinggal di depan rumahnya untuk membersihkan sehingga ia mengetahui cara menghilangkan kotoran itu tanpa membuat kotak ditangannya lecet. Setelah selesai, Kuroko menatap kotak itu dengan takjub. Ia bahkan sulit percaya bahwa kotak yang sebelumnya terlihat sudah tidak berbentuk memiliki wujud asli yang sangat indah. Sebuah kotak berwarna merah dihiasi oleh ukiran-ukiran berwarna emas. Namun saat matanya beralih dari kotak ke arah jam dinding. Jarum jamnya sudah menunjukkan pukul 9 malam dan itu berarti ia telah menghabiskan waktunya selama 3 jam hanya untuk membersihkan sebuah kotak. Segera ia menaruh kotak di tangannya di atas meja makan dan segera ke kamar mandi. Setelah selesai membersihkan badannya, Kuroko lalu ke ruang makan hendak menyantap makan malam yang disediakan ibunya. Walaupun hidangan itu sudah dingin, namun bagi kuroko santapan itu tetaplah makanan yang enak. Selesai menyantap makan malamnya, Kuroko mencuci piring lalu membawa kotak merah miliknya ke kamarnya. Kotak itu diletakkannya di sebelah foto-nya yang ibunya paksa untuk dipajang di meja belajar Kuroko. Lalu ia beranjak ke tempat tidur, menutup tubuhnya dengan selimut biru kesayangannya. Ya, malam itu sangatlah dingin sebab badai salju baru saja turun dan membekukan kota Tokyo. Kuroko tidak cemas akan kedua orang tuanya karena tadi saat ia akan mandi, ia mendapat pesan dari ibunya bahwa ayah dan ibunya sudah sampai di rumah nenek Kuroko dengan selamat. Kuroko makin menggulung tubuhnya saat merasakan hawa dikamarnya semakin dingin. Namun karena merasa mulai nyaman dengan kehangatan dari selimut, Kuroko mulai terlelap dan terbang ke alam mimpi.
{}
'dimana ini? Mengapa aku merasa telah tidur sangat lama' terdengar sebuah suara lirih yang sangat kecil berasal dari kotak merah di atas meja belajar. Sebuah goyangan yang sangat keras berasal dari kotak membuat kotak itu terjatuh dan terbuka. Sebuah sosok bersurai merah muncul tepat saat kotak itu terbuka. "dimana ini?" katanya pelan saat matanya menatap sekeliling. Sebuah ruangan yang didominasi oleh warna biru dan putih namun ruangan itu memiliki pencahayaan yang sangat minim karena cahaya hanya berasal dari jendela yang ditutupi oleh gorden putih. Sang surai merah menatap ke arah kotak yang berada tepat di depannya. "mereka benar-benar mencari perkara denganku." kata sang surai merah, namun saat dia mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah kiri, tepat di sebuah meja dengan beberapa buku yang tertata rapih di atasnya serta sebuah gambaran pemuda berambut biru. Segera sang surai merah mendekati meja itu, mengambil gambaran pemuda bersurai biru, mencoba menatapnya dan mengenali wajah di sana. Namun karena penerangan yang tak memungkinkan membuat sang surai merah menarik nafas panjang lalu menyalakan api di jarinya. Sebuah sihir yang sangat biasa dia lakukan dulu. Saat cahaya menyinari gambaran itu, jantungnya seakan berhenti dan matanya tak dapat berkedip. Saat itu pula ada pergerakan di belakangnya membuah sang surai merah terkejut. "siapa di sana?" tanya orang di belakangnya. Saat itu Akashi yang tidak dapat berpikir panjang langsung menaruh foto itu dengan pelan, berbalik dan langsung menyerang sosok di belakangnya dengan sihir angin. Tercium bau amis darah namun hanya sedikit. Akashi tahu bahwa ia hanya menggores sedikit dari pipi sang pemuda, namun itu cukup untuk membuat pemuda itu diam tak bergerak."siapa kau?" tanya pemuda itu lagi setelah beberapa saat keheningan. Akashi mendekat pada sang pemuda sampai cahaya mengelilingi mereka berdua. Jantungnya seakan diremas saat menatap pemuda di depannya sedang memegangi pipinya yang mengeluarkan darah. Luka yang ditimbulkan oleh Akashi. Pemuda itu menatapnya dengan tatapan takut. "T-tetsuya, kau masih hidup? maafkan aku. Aku tidak tahu itu kau." kata Akashi penuh penyesalan. Namun pemuda di depannya terlanjur takut. Walaupun tatapannya tetap datar, namun ia memundurkan dirinya ke belakang sampai ia bersandar pada tembok saat Akashi mendekatinya. "Aku tidak bermaksud menyakitimu Tetsuya. Maafkan aku" kata Akashi lirih lalu memegang salah satu bagian pipi pemuda itu, Tetsuya-nya. "siapa kau? Apa aku mengenalmu?" kata Kuroko. Akashi terkejut saat kata-kata itu terlontar dari tubuh gemetaran di hadapannya. "dan kenapa kau ada di kamarku?" kata Kuroko lagi. Dunianya seperti runtuh, apa yang telah terjadi? Mengapa Tetsuya-nya tidak mengenalinya? Pertanyaan itulah yang berputar di pikiran Akashi. "sumimasen, siapa kau dan mengapa kau mengetahui namaku?" tanya mlaikat birunya lagi setelah beberapa saat keheningan. Akashi mulai memikirkan jawaban untuk pemuda di hadapannya. "namaku Akashi Seijuuro, dan aku mengenalmu karena kau adalah milikku. Selamanya kau adalah milikku. Tetsuya" kata Akashi lalu memunculkan sayap hitamnya, mengibarkannya dan terbang keluar dari jendela yang ia buka dengan mantra. Meninggalkan sang surai biru. "aku merindukanmu Tetsuya, namun belum saatnya kita bersama. Aku harus memastikan tak akan ada yang akan mengganggu kita lagi terlebih dahulu." kata Akashi saat terbang di dekat rumah Tetsuya-nya lalu membacakan mantra agar Kuroko kembali terlelap. 'aku akan kembali, Tetsuya' batin Akashi.
.
.
.
To be continue
Please review
Saya sebagai author baru mohon kesediaan teman-teman yang membaca fanfic pertama saya untuk memberikan review. Walau fanfic ini geje dan mungkin memiliki kata-kata yang nggak di mengerti, tapi dengan review dari saudara sekalian, saya sebagai author bisa memperbaiki kesalahan saya. Terima kasih telah membaca.(^_^)
