Ghost Case
Disclaimer: Asagiri Kafka & Harukawa Sango.
Warning: OOC, typo, dll.
Kami tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfic ini, dan semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi.
FANFIC COLLAB WITH BUTTER PEANUT. HOPE YOU LIKE IT!
Suara mengorok di pukul lima pagi bukanlah kejanggalan, melainkan pengiring kicau burung untuk meramaikan konser tunggal mereka. Merdu dengkuran itu menandakan sebuah mimpi pelangi yang tengah Dazai Osamu alami. Siapa pun wanita di alam khayal–asal bukan Yosano Akihiko si psikopat, pemuda jangkung itu yakin dialah sang jodoh. Ini jelas isyarat cupid untuk mengejar cinta.
"Sayaaannggg ...~" Gulingnya sudah bau iler akibat jadi korban penciuman paksa. Mau bagaimana lagi. Jiwa anak muda itu liar, dan jelas penuh semangat.
"Sini cium~ Aku sekalian sara-"
HUEEE ...!
TAP ... TAP ... TAP ...
Sebelum Osamu menggigit guling, tangisan adiknya lebih dulu menghentikan mimpi. Namun, sebelum siswa SMA itu beranjak hendak bersiap-siap, Ango–nama si bungsu keluarga Dazai, lebih dulu menghujani tubuh kakaknya dengan air mata campur ingus. Piama Osamu jadi lengket, meski dia tidak jengkel melainkan berniat menggoda.
"Katanya berani tidur sendiri~ Ango cengeng, ih," ejek Osamu cengengesan menepuk-nepuk punggung adiknya. Mata hijau bulat itu berkaca-kaca dengan ekspresi ngeri yang menggemaskan.
"A-ada cewek yang tarik-tarik piyama aku pas tidur. Wajahnya ilang setengah!" Telunjuk Ango mengarah ke pintu. Sesosok wanita dengan daster putih compang-camping, pipi kanan yang tinggal daging, dan mata hilang satu merangkak lambat menghampiri mereka.
BUNUH ...! BUNUH ...! BUNUH ...!
"Wow~ Dia mau membunuhmu, Ango. Aku bisa mendengarnya dengan jelas." Pisau di genggamannya dinaikkan ke udara. Lantai kayu kamar Osamu ditusuk lemah membuatnya menjadi berlubang.
"Nyalakan lampunya, Kak!"
"Tidak mauuu! Nanti membosankan, dong, jadinya. Kakak mau melihat Ango mengusir hantu itu sendiri~"
Entah lari ke kamar kakaknya pilihan tepat atau membuang-buang tenaga, Ango terselamatkan karena sang ayah–Mori, menyorot senter ke arah hantu wanita itu, dan mama mereka–Kouyou, menebasnya dengan katana. Osamu memajukan bibir atas tingkah heroik orang tuanya yang selalu saja, mengganggu kesenangan dia.
"Heee ... kenapa papa sama mama datang? Ango mau mengusirnya sendiri, lho."
"Kalau mau diusir sendiri ngapain aku ke kamar Kakak?"
"Jangan begitu sama adikmu, Osamu. Ango masih sembilan tahun." Nasihat Mori dibalasnya dengan memalingkan wajah. Kouyou hanya geleng-geleng kepala atas tingkah si sulung yang kekanak-kanakan.
"Sebentar lagi umurmu tujuh belas. Kamu harus mengikuti ritualnya, lho. Lebih pedulilah sedikit."
"Siapa peduli~ Aku pasti selamat, kok. Lagi pula ..."
HAP!
Kakinya mendarat mulus di lantai. Siulan ringan Osamu senandungkan, selagi langkahnya melewati Kouyou dan Mori yang berbarengan menghela napas –putra sulung mereka terlalu santai menanggapi 'ritual' di bulan Juni nanti.
"Salah papa dan mama yang tidak berani menentang nenek. Ango bisa dimakan kapan saja kalau kita tidak waspada. Untung hantu wanita tadi lemah."
"Pergilah mandi terus sarapan. Mama ingin membicarakan 'ritual' itu sepulang sekolah."
"Iya, Ma, iya~"
Untung saja mandi penuh busa-nya sukses memperbaiki suasana hati. Seolah-olah tahu Osamu akan merengut pula, Kouyou sudah menyiapkan roti panggang, telur mata sapi, baccon, termasuk tiga stoples selai dari stroberi, kacang dan cokelat–paket sarapan lengkap keluarga Dazai merupakan favoritnya, selain wanita cantik, kepiting, perban dan micin.
"Jangan sembarangan comot, Osamu. Ango belum selesai ganti baju."
"Cih~ Cepatlah, Ango! Nanti jatahmu dimakan si pak tua gendut."
"Dia hanya ada saat malam!" teriak Ango dari arah kamar. Pak tua gendut yang mereka maksud adalah hantu rakus pemakan segala, meski Mori berhasil menjinakkannya dengan memberi sepiring besar roti meses setiap tengah malam.
Mereka makan dengan tenang, kecuali Osamu yang terburu-buru karena kebagian piket pagi. Ia langsung berangkat usai berpamitan pada Kouyou yang mengecup keningnya, sedangkan Mori sebatas melambai-lambai riang dan Ango memeluknya sambil menggembungkan pipi–sebal karena tingkah sang kakak, sekaligus tidak bisa berangkat bersama.
Suara kayuhan sepeda terdengar cepat membelah jalanan di depannya. Osamu sesekali mengajak tos teman-teman yang lewat, dan semakin mengebut ketika mendapati jepitan kupu-kupu emas yang familier–keseingannya sudah menjadi-jadi, sewaktu Osamu mengulurkan tangan hendak mencabutnya.
GREP!
"Masih terlalu lambat, Osamu." Dengan mudah perempuan itu menangkap tangannya. Wajah cemberut Osamu dibalas dengan tawa cekikikan oleh sang sahabat.
"Curang. Refleksmu terlalu bagus."
"Anak tukang jagal, kok, dilawan." Pakai pisau daging juga mampus si Osamu. Begitulah pikir Akiko Yosano mengenai calon pemburu hantu abal-abal ini.
"Anak keluarga paranormal, kok, dilawan." Tinggal kirim hantu ke rumahnya juga nangis si Yosano. Osamu sibuk memikirkan berbagai rencana jahat yang mampu mengalahkan sahabatnya kali ini. Dipelankannya kayuhan sepeda, lantas kakinya mendarat di aspal. Berganti posisi dari mengendarai jadi menenteng sepedanya. Yosano mendelik sekilas, lalu memilih diam.
"Mau tahu sesuatu tidak?" Canggung itu tabu, karena mereka dua sohib yang selalu heboh. Tatapan Yosano sudah kembali normal tanpa pelototan khasnya–dan Osamu menghela napas tanda bersyukur.
"Jika itu cerita bunuh dirimu aku tidak tertarik."
"Hari ini aku akan makan sup kepiting."
"Tentang ritual ternyata. Jangan mempersulit Tante Kouyou dan Paman Mori, Osamu. Mereka khawatir pada keselamatanmu." Mudah saja untuk mengetahui inti pembicaraan ini. Jika Osamu membicarakan sup kepiting, atau paket sarapan lengkap pasti Kouyou ingin membicarakan ritual.
"Kuharap ini yang terakhir. Tetapi, nanti aku tidak bisa melihat Ango ketakutan."
"Saat adikmu sudah besar dia pasti lebih dewasa darimu dalam hal sifat."
"Dalam beberapa hal aku juga dewasa, Yosano. Misalnya saja seperti percintaan. Apa kamu sedang dekat dengan seseorang? Nanti kubantu~"
"Tidak dan aku–", "Hey! Sudah dengar belum?" Seorang siswa menghampiri temannya yang berjalan mendahului Osamu dan Yosano. Mereka saling tos sebelum gosip tersebut dilanjutkan.
"Mengagetkan saja. Dengar apa memangnya?"
"Rumor, lho, rumor. Dengar-dengar ada hantu di gudang sekolah kita!"
"Maksudmu yang lama? Aku pikir apa. Nakajima-san sudah jadi korban, bukan?"
Mendengar 'Nakajima' disebut Osamu mempercepat jalan. Sekilas tetapi pasti, aura gelap itu mencekik jantung Yosano membuat detaknya melemah. Namun, kengerian tersebut seketika lenyap sewaktu Osamu berbasa-basi untuk memperjelas rumor. Yosano kembali bernapas mengikuti irama, dan firasatnya buruk soal mata Osamu yang barusan menjadi sekelam malam.
"Jangan pergi, Osamu. Aku sudah memperingatkanmu." Mereka tiba di gerbang sekolah usai menaiki tanjakan. Intimidasi Yosano dibalas dengan senyuman usil yang selalu saja, memuakkan untuk ditatap berlama-lama.
"Kenapa aku tidak boleh masuk sekolah? Atau Yosano mengajakku bolos~? Ketua kelas bisa bandel juga ternyata."
"Gudang lama. Aku tahu kamu mau ke sana." Jaraknya pun dekat dengan parkiran sepeda yang mereka tuju. Bagaimana Yosano tidak was-was ditambah Osamu melepas 'belenggu' tersebut?
"Setelah piket, kok~ Yosano juga tahu sedikit sekali hantu yang berkeliaran di pagi hari. Makanya kamu tenang saja."
"Nakajima diserang saat pagi hari. Memangnya kamu pikir aku tidak mendengarkan?"
"Lalu jika Yosano mendengarkan memangnya kenapa? Aku tetap pergi, bukan semata-mata karena Atsushi-kun temanku." Apa lagi atas nama keluarga paranormal yang ia benci sejak kecil. Menyeret Yosano akan diperbuatnya suatu waktu, ketika Osamu membutuhkan pisau daging untuk 'memotong' hantu.
"Menghentikanmu memang sia-sia. Lakukan saja sesukamu, tetapi piketlah dulu sebelum menyelidiki."
"Baiknya ketua kelas kita yang satu ini~ Doakan saja aku kembali dengan selamat, oke?"
Anggukan pasrah diberi sebagai jawaban. Mereka pergi memarkiran sepeda, dan Yosano tidak tanggung-tanggung menarik Osamu supaya menjalankan piket. Kegiatan bersih-bersih mereka berlangsung lambat, karena empat murid lain bolos yang berarti, mendapat hukuman spesial dari ketua kelas tercinta. Yosano memperbolehkannya pergi setelah lantai bersih disapu. Tangan pemuda jangkung itu melambai, meski tidak memperoleh balasan sejenis.
TAP ... TAP ... TAP ...!
BRUKKK!
"Maaf, Kunikida-sensei. Aku buru-buru~"
"Hoi, Dazai! Minta maaflah dengan benar!" Dinding koridor memantulkan amarah guru matematikanya itu membuat sunyi terpecah. Osamu sejenak menengok untuk memperlihatkan buku saku bersampul 'idealisme' yang memperparah situasi.
"Tunggu Sensei punya pacar nanti saya langsung kasih selamat!"
"ANAK NAKAL KEMBALIKAN BUKUKU!"
Jadilah mereka kejar-kejaran sampai ke gudang lama yang segelnya keropos. Tanpa kesulitan berarti, Osamu mendorong pintu kayu tersebut lantas menutupnya keras-keras. Suara Kunikida-sensei seketika menghilang dari pendengarannya. Sinar matahari bahkan tidak menembus ventilasi berdebu maupun celah di atap. Senyum usil dan tawa Osamu mendadak terputus, berganti dengan suasana hening yang mencekam. Matanya menyapu ke segala arah, berusaha menangkap objek atau mungkin jika beruntung sosok hantu yang diperbincangkan teman-temannya pagi ini.
"Sial, gelap banget." Osamu melangkah ke sembarang arah, tangan kanannya meraba-raba sekitar.
Ssshhh...
DEG! Osamu memelankan langkahnya. Tangannya berhenti meraba-raba. Telinganya berusaha menajamkan pendengaran. Jantungnya berdetak lebih cepat seiring keheningan yang tak berujung melingkupinya selama sepuluh detik. Bulu kuduknya berdiri, dia merinding. Dirasakan dingin yang merambati kulitnya. Angin terasa berembus dari belakang, padahal Osamu sangat yakin, ruangan ini terlalu rapat bahkan cahaya matahari tidak mampu menembus masuk.
Sejurus kemudian matanya menangkap sesosok cahaya putih transparan yang lama-kelamaan membiru di hadapannya. Pecahan-pecahan kristal tampak mengambang membuat temperatur menurun drastis, kaki Osamu membeku sementara kristal itu berkumpul membentuk sosok wanita cantik. Mereka sama-sama terdiam, hanya saling menatap dalam lambatnya waktu. Osamu yang biasa akan berusaha mencairkan suasana dengan melemparkan lelucon atau basa-basinya, tapi dia sama sekali tidak berminat melakukannya dengan hantu. Tubuh Osamu menegang begitu wanita itu membuka mulutnya.
"Apa kau ingin membalaskan dendam temanmu, manusia?"
Wajah cantik itu menghipnotis pandangannya untuk menghunuskan jarum es yang menembus perut. Osamu sempat terhipnotis, tapi beruntung, dia cepat tersadar dari kondisinya. Salahkan tubuhnya yang tidak atletis, dia hanya bisa berlari ke arah lain di banding meliuk-liuk dengan keren seperti di film aksi.
"Wow wow wow wow ... santai, astaga, kau mirip sekali dengan si psikopat itu." Jarum es melesat cepat mengejar Osamu. Osamu kewalahan, bodohnya dia tersandung tali sepatunya sendiri dan tersungkur. Debu hitam di lantai gudang lama mengotori seragamnya. "Habis sudah ..."
Jarum es itu kembali terbentuk dalam jumlah banyak, dan melesat ke arah tubuhnya yang tersungkur. Osamu refleks memejamkan matanya kuat-kuat. Berdoa pada keajaiban menjadi satu-satunya petunjuk yang terpikirkan, karena mungkin seseorang akan datang menyelamatkan dia. Entahlah siapa, nanti diberikan paket sarapan lengkap sebagai tanda terima kasih, asal bukan sup kepitingnya.
BRAK!
Pintu gudang didobrak secara paksa dari luar, perempuan dengan jepitan kupu-kupu emas yang familier itu berlari secepat kilat ke arah cahaya kebiruan tersebut. Dengan pisau daging di tangan kanannya, dia menebas tubuh si wanita. Seketika wanita cantik itu kehilangan wujudnya lantas menyirna.
"Kau ... manusia ..."
Osamu bersiul ringan di tempatnya. "Tepat waktu, Yosano~" Yosano berbalik ke arah teman idiotnya itu terduduk. Lantas menghampirinya. "Dasar idiot, bagaimana kalau aku tidak datang tadi?" Tangannya terjulur ke arah Osamu, menariknya untuk bangkit. "Pasti Yosano datang, kok. Kunikida-sensei akan menyuruh ketua kelas untuk mencariku. Kebetulan kita main kejar-kejaran sampai ke sini tadi." Tangannya menepuk-nepuk debu di seragamnya, sesekali dia merutuki debu yang tak kunjung hilang di atas vest kremnya.
"Heh ..." Yosano memasang raut kesal. "Jadi–" "Yup! Aku ingat jam pertama itu Kunikida-sensei, dan selanjutnya tentu kamu bisa menebaknya, bukan? Nah, ayo kembali." Osamu kembali bersiul ringan meninggalkan Yosano di belakang. Yosano dengan cepat menyamai langkah Osamu yang sudah jauh di depan. Tak lupa menutup pintu gudang dan memastikannya tidak terbuka sendiri, karena segelnya dihancurkan Osamu sebelum kedatangannya.
"Hey hey, ayo ke perpustakaan." Osamu menggandeng lengan Yosano lalu menariknya untuk berbelok ke arah yang berlawanan dari kelas.
"Ha?!" Tarikannya berhenti begitu jitakan mendarat manis di kepala Osamu. "Sakit! Kau gila, bisa hancur kepalaku, AW!" Telinga kanannya jadi korban kali ini, Yosano gantian menyeretnya untuk berbelok ke arah kelas. "Aku ketua kelas, mana mungkin bolos! Bisa gak sih, sehari saja kamu tidak berulah?!" Langkahnya sengaja di hentak-hentakkan, belum cukup rasanya menarik telinga Osamu, lantai pun jadi korban keganasan Yosano.
"Aku serius, astaga, lepaskan dulu! Aku merasakan kehadirannya di sana!" Seketika jeweran itu terlepas, meninggalkan warna merah di telinga Osamu, juga Yosano yang tercengang.
"A ... apa?" Pertanyaan Yosano dibalas keheningan. Lagi-lagi angin dingin terasa berembus, membangkitkan bulu kuduknya sekali lagi. Sekali lagi tangannya digandeng, lantas ditarik ke arah perpustakaan. Kali ini dia menurut, mau se-idiot apapun, sohibnya ini keluarga paranormal. Mistis, gaib, dan paranormal adalah hal-hal yang tabu untuk zaman sekarang. Meskipun begitu Yosano berusaha memercayainya, karena mereka bersahabat, itu saja.
(Meski firasat Yosano benar-benar buruk sekarang. Hantu itu memiliki aura yang aneh)
Bersambung ...
A/N: Salam sejahtera!
Para pembaca yang budiman dan watiman, kami adalah ButterPeanut dan Synstropezia, author fandom BSD yang lagi coba-coba collab. IYA COBA-COBA KARENA INI GENRE BANTING SETIR. Mohon review-nya ya supaya kami tau mana yang kurang dari chapter pertama~
