disclaimer: hetalia - axis powers © hidekaz himaruya
warning: not a romance fanfic and.. i do not gain any financial profit from this fic
a/n: latar terakhir ngambil dari film titanic ya ouo jangan bingung, kalian pasti ngerti kok...
Lili berusia tiga tahun dan Vash berusia lima tahun ketika mereka pertama kali bertemu. Papa dan mama bilang Vash harus menjaga Lili dengan baik, apapun yang terjadi, karena Lili adalah permata baru untuk keluarga mereka.
Dan Vash bukanlah kakak angkat yang sombong, jahat, dan tidak berperasaan.
Vash Zwingli benar-benar mencintai Lili dengan sepenuh hatinya. Ia mencintai Lili. Sangat.
Ia bahkan begitu protektif, ia tak segan memukuli anak berandalan di sekolah yang hendak mendekati Lili; meskipun badan Vash kalah besar dengan mereka. Babak belur bukanlah sakit untuknya jika itu bertujuan agar Lili tak terluka. Vash menyayangi Lili sepenuh hatinya.
Saat itu empat belas tahun terinjak lembut oleh Lili dan gadis itu bertanya pada kakaknya, "Kakak. Kenapa kamu begitu menyayangiku? Apa Lili pernah melakukan sesuatu padamu dulu?" Tanya gadis itu dengan wajah polosnya. Bulu mata lentiknya menatap Vash lembut.
Vash tersenyum lembut, merasakan air dingin menyiram hatinya tiap kali Lili menatapnya dengan kurva terlukis pada wajah. "Kamu sudah memberiku hal yang lebih berharga dari apapun. Aku menyayangimu tanpa alasan. Dan sampai ajal menjemputpun, aku akan tetap menyayangimu. Sampai maut memisahkan kita." Lirihnya.
Lili-pun terisak karenanya.
Ketika tahun 1912 mendekap masa, Vash dan Lili tengah berada dalam kamar mereka, tidur pulas dan menunggu pagi menyinari lagi kapal yang tengah mereka pijak. Sebenarnya, suara gaduh orang yang berpesta di luar sana mengganggu telinga kedua bersaudara ini, tapi, kedua keturunan keluarga Zwingli ini tengah lelah. Jadi, siapa peduli?
Hingga gemetar menusuk tulang dan membuat kelopak mata Vash terbuka seketika, lelaki itu bergegas melarikan kakinya menuju Lili yang masih terbaring di atas ranjang. Vash panik dan ia memeluk Lili sekuat tenaga, bahkan sampai Lili terbangun karenanya.
Teriakan orang-orang terdengar disana, gaduh melanda, sirine berbunyi dan suara kapten mulai membahana, informasi kapal menabrak gunung es menyebar dan para wanita berteriak panik, anak-anak menangis dan para pria mulai merasakan keringat dingin memutari dagunya.
Lili terdiam sejenak, mereka masih berpelukan. Mereka tahu disinilah ajal mereka akan dicabut.
"Kakak, kita akan mati disini?" Tanya gadis itu polos.
Vash membuka matanya perlahan, menggenggam gadis itu erat, "Jika kau tidak mau mati disini, aku bisa menunjukkan jalan ke kapal darurat." Lelaki itu berbisik di antara sela rambut Lili yang lebat.
"Kakak tidak akan ikut?" Gadis itu kembali membuka suara.
"Tidak. Kakak ikut, akan membuat potensimu hidup makin berkurang, dua lusin kapal darurat tak akan kuat menampung seribu penumpang, Sayang." Bisik kakaknya, ia tersenyum lembut.
"Jika Kakak tidak ikut, Lili tidak mau ikut."
"Tapi Kakak pikir, kamu harus selamat."
"Jika Kakak mati, Lili lebih memilih mati juga."
"Nggak bisa begitu, Sayang."
"Bisa, Kak." Lili melirih, mendekap kakaknya lebih erat.
"Baiklah... jika itu pilihanmu, Lili..." Vash balas mendekap. Berusaha agar air matanya tidak ikut turun ke bawah pipinya. Ia tidak mau terlihat lemah, karena Vash adalah kakak, ia harus kuat, dan ia akan terus menyayangi Lili. Selamanya.
Lili sudah mengeluarkan air matanya lebih dulu. Ia sayang kakaknya. Sayaaaang sekali.
Dan ketika suara air berkecipak mulai membahana; kapal yang mereka tumpangi terus miring dan akhirnya jatuh ke dasar samudra... napas mereka berhenti saat air mendekap tubuhnya masing-masing. Dingin menusuk tulang dan hipotermia merenggut jantung.
Napas mereka berhenti.
a/n: tadinya saya mau bikin vash ditinggal sendirian sama lili.. tapi... ah bingung ;-;
