Title : PRIMROSE
.
.
.
Cast :
Kim Jong In a.k.a Kai
Do Kyung Soo a.k.a Kyungsoo
Other Cast
Rate : T–M
Genre : Crime, Little Hurt, Romance
.
.
.
.
By; Miss Galaxy
.
.
.
.
.
Happy Reading ^^
.
.
.
.
.
_-oOo-_
When I was darkness at that time, I chased after your shadow..
Running barefoot, Stop Me!
The more I try to shot it away, the more twisted this love gets..
Kiss me softly and Tenderly, My flower's.. ( Tsuchiya Anna – Rose )
_-oOo-_
.
.
.
.
.
Lelaki dengan setelan jas kelabu mahal itu tersenyum miring, menimang–nimang rangkaian mawar kecil cantik ditangan kanannya dengan dahi berkerut tajam. Sesaatnya dia mendongak, menatap langit jingga yang terbias cantik bagai rona surga, dan setelahnya dia menunduk hanya sekedar menampilkan senyum misteriusnya.
"Tuan,"
Lelaki lain berjas kelam menyambutnya didepan sedan Luxury hitam mengkilat, membungkuk kecil sebelum membukakan pintu untuk tuannya.
"Sehun," Panggilnya datar tanpa intonasi, Sehun menoleh dan memasang wajah siap menerima perintah.
"Pastikan semua berjalan sesuai rencana, aku tidak mau ada kata gagal." Kalimat mutlak berisi ultimatum bahwa nyawa Sehunlah taruhannya jika dia gagal melaksanakan perintah Tuannya. Lelaki pucat itu hanya mengangguk dengan wajah dingin.
"Baik."
Si Tuan kemudian mendudukkan bokongnya keatas kursi mobilnya dengan nyaman, menyilangkan sepasang kaki jenjang dengan congkaknya. Ditatapnya sekali lagi rangkaian bunga mawar itu dengan teliti sebelum membuangnya sia–sia kebawah kakinya. Ekspresinya tidak terbaca, antara sebuah senyum dan ancaman. Rangkaian bunga yang cantik, tapi sayang. Dia lebih menyukai si 'perangkai' daripada 'rangkaiannya'.
.
.
.
Lonceng kecil diatas pintu masuk berbunyi saat Kyungsoo tengah merangkai sebuah bunga Latullip pesanan seorang gadis remaja yang akan datang satu jam lagi. Gadis manis dengan apron biru langit yang membalut tubuh mungilnya itu sontak menoleh, menjeda sesaat pekerjaannya untuk tersenyum dan mendapati seorang lelaki dengan seragam sekolah menengah yang kusut –sekusut wajah tampannya– itu memasuki toko.
"Hanbin," Sapanya ceria. Dia melepas guntingnya keatas meja dan menyambut adik lelaki satu–satunya tersebut dengan hangat.
"Kau terlihat lelah,"
"Yeah, aku sangat lelah sekali Noona." Hanbin mengeluh panjang sambil meletakkan ranselnya diatas meja kemudian tersungkur diatas sofa. Kyungsoo tertawa dibuatnya, gadis itu lalu berjalan kebelakang menuju dapur kecil dan membuatkan adiknya itu secangkir coklat hangat. Orang bilang, rasa manis coklat akan menetralisir perasaan atau fikiran yang sedang kacau. Kyungsoo lalu kembali dengan satu cangkir coklat panas yang mengepul, gadis itu membangunkan adiknya yang tengah memejamkan mata agar meminumnya.
"Terimakasih Noona," Jawab Hanbin menyeruput kecil coklat itu dari bibir cangkir, lelaki delapan belas tahun itu kemudian berguman kecil sebelum menyeruput lebih banyak lagi. Yah, tangan Noonanya itu memang ajaib dalam hal apapun.
"Bagaimana sekolahmu?"
"Hum. Pengumuman kelulusan baru minggu depan," Sahut Hanbin pelan, dia meletakkan cangkir coklatnya yang tersisa setengah keatas meja kemudian menatap Noonanya serius.
"Kepala sekolah tadi memanggilku, dia bilang aku lulus tes masuk Universitas Oxford. Hanya dua orang dari seratus pendaftar,"
"Apa? Wah, itu hebat Hanbbine,"
"Tapi masalahnya Noona," Raut senang diwajah Kyungsoo sontak luntur seketika, dia kemudian menatap adiknya dengan cemas. Gadis itu berdebar menebak sesuatu yang mungkin akan Hanbin ucapkan.
"Biayanya sangat mahal, kalaupun mendapat beasiswa, itu hanya separuh dari biayanya." Hanbin menghela nafas gusar, lelaki itu kemudian menatap kearah Noonanya yang terdiam dengan muka sedih.
"Tapi tidak apa kok Noona, aku akan kuliah di universitas swasta saja sambil bekerja membantu Noona," Potong Hanbin cepat dengan ekspresi yang dibuat sesenang mungkin, dia hanya tidak mau membuat Noonanya merasa sedih dan kepikiran.
"Hanbin,"
"Noona tidak usah khawatir."
"Maafkan Noona Hanbin," Kyungsoo menunduk dengan mata berkaca–kaca, membuat Hanbin jadi menyesal telah menceritakan semua itu pada orang yang paling dia sayangi tersebut. Dia kemudian memeluk kakaknya erat.
"Noona janji akan bekerja keras agar kau bisa bersekolah disekolah impianmu Hanbin,"
"Tidak apa! Noona tetap berada disampingku saja itu sudah cukup, aku sangat menyayangi Noona, lebih dari siapapun."
.
.
.
Langit nampak kelam saat mendung hitam tengah bergelantungan diatas awan, warnanya kelam dengan sesekali kilatan putih terang yang menyambar memecah langit tanpa suara. Kaki dengan balutan sepatu hitam berkilat mahal itu melangkah diantara jalanan setapak berbatu, terus memacu langkah menuju sebuah gerbang tua berwarna putih lusuh, masuk kedalam pekarangan luas itu dan seketika hidungnya mencium wangi melati yang semerbak. Tangan kanannya yang bebas dari dalam saku menggenggam erat satu buket bunga baby breath, hingga langkahnya mencapai sebuah gundukan tanah yang terlihat tua namun tetap bersih karna mendapat perawatan khusus. Mata kelam dari balik kaca mata hitam itu mengeras, menghela nafas berat sepanjang–panjangnya sebelum dia berjongkok didepan nisan tersebut.
"Aku datang," Gumannya dingin, meletakkan buket bunga cantik itu diatasnya.
"Bagaimana kabarmu?" Dia berguman pelan nyaris tertelan hembusan angin, terdiam sejenak sebelum menunduk, jemari panjangnya bergerak mengusap tanah didepannya.
"Sesuatu akan terjadi sebentar lagi. Apa kau merasa senang?" Bicara seorang diri, hanya semilir angin yang menerbangkan helaian anak rambutnya yang pendek sebagai jawabannya. Setelah terdiam cukup lama, lelaki itu kemudian bangkit.
"Aku akan kembali lagi, aku akan merindukanmu. Selalu.." Bisiknya pelan. Kemudian berbalik pergi, bersamaan dengan ribuan tetes air yang perlahan mulai jatuh membasahi bumi. Sehun nampak menunggu didepan gerbang dengan payung hitam besarnya, bersiap memayungi sang Tuan yang sudah basah kuyup –namun ditolak oleh si majikan.
"Biarkan Sehun." Gumannya. Lelaki pucat itu kemudian diam, hanya menurut dan membututi Tuannya dari belakang memasuki mobil.
.
.
.
Kyungsoo menghentikan pekerjaannya menyirami bunga–bunga Lily didepan teras saat mendengar suara mesin mobil memasuki rumah mungil nan sederhananya. Gadis itu kemudian mengerutkan keningnya menebak siapakah orang yang datang bertamu kerumahnya? Lalu sebuah kendaraan roda empat mewah memasuki pekarangan rumahnya, pintu sedan abu–abu itu terbuka dan lelaki paruh baya berjas hitam keluar dari sana, Kyungsoo membulatkan matanya. Itu.. Ayahnya!
"Ayah," Kyungsoo tersenyum, merasa senang bukan main karna seseorang yang sudah sangat jarang menemuinya dan adiknya itu kini datang mengunjunginya. Ah, apakah Ayahnya itu datang karna rindu pada putra–putri mereka? Pemikiran naïf itu membuat Kyungsoo dengan gopoh meletakkan sembarang gembor hijaunya demi menyongsong sang Ayah yang terlihat kusut. Ayahnya pasti lelah bekerja. Kyungsoo merasa tidak sabar ingin membuatkannya kopi panas atau memasakkan makan malam special untuknya. Namun rencana hanyalah rencana saat Tuan Do bukannya menyambut sambutan hangatnya, lelaki paruh baya itu hanya melewati tubuh kecil Kyungsoo yang menegang kaku ditempat. Ayahnya mengabaikannya?
"Ayah,"
"Bereskan semua barang–barangmu Kyungsoo."
"Apa?" Kyungsoo mengedip, menatap tak mengerti kearah Ayahnya. Gadis manis itu kemudian berlari mengikuti langkah Ayahnya memasuki rumah mereka.
"Apa maksud Ayah dengan aku yang harus membereskan barang–barang? Apa Ayah akan mengajakku dan Hanbin pindah? Apa Ayah dapat pekerjaan baru?" Kyungsoo tak bisa menyembunyikan senyumnya atas pemikiran itu. Namun sekali lagi Kyungsoo hanyalah gadis polos dengan pemikiran naïf yang menampar telak hatinya saat Ayahnya menuju kamarnya. Mengambil satu kopor besar dan memasukkan sembarang pakaian Kyungsoo kedalam sana.
"Ayah, tunggu. Kenapa? Kenapa aku harus pindah? Ayah tolong jawab aku." Kyungsoo menahan tangan keriput Ayahnya agar pria tersebut berhenti, namun Tuan Do menepisnya, menatap putrinya penuh tekanan.
"Dengarkan Ayah. Kau harus pergi kesuatu tempat,"
"S..suatu tempat? Kemana?" Tanya Kyungsoo masih menuntut jawaban.
"Ayah tak bisa jelaskan. Yang penting sekarang kau harus berbenah untuk pindah."
"Tapi..tapi bagaimana dengan Hanbin Ayah?"
Tuan Do tak menyahut, dia sudah selesai memasukkan semua barang–barang Kyungsoo dalam satu kopor besar. Tuan Do menarik kopor tersebut keluar diikuti Kyungsoo yang kini mulai menampilkan raut wajah pucat. Sampai didepan teras, betapa terkejutnya gadis tersebut karna mendapati sebuah sedan hitam lainnya sudah berada disana bersama beberapa orang bertubuh besar dengan pakaian hitam khas seorang pengawal. Kyungsoo kembali bertanya, bersamaan dengan itu Hanbin juga datang, anak remaja itu sedikit mengerutkan dahi mendapati keramaian diteras rumahnya, lebih–lebihnya dia mendapati Ayahnya datang membawa satu kopor besar yang dia tahu adalah milik Noonanya.
"Ayah, Noona.." Lirihnya tak mengerti. Lalu semuanya terjadi tanpa dia mengerti. Ayahnya menarik Noonanya, memaksanya masuk kedalam sedan abu–abu yang terlihat sudah siap membawanya pergi. Tentu saja Kyungsoo memberontak dan Hanbin yang melihat itu mau–mau tak mau menahan Noonanya, mencoba mempertahankan Noona kesayangannya. Meskipun seandainya jika saat ini Ayahnya sedang memaksa Kyungsoo –mungkin– mengajaknya pergi atau pindah, dia tidak akan mau itu terjadi. Meskipun pria itu adalah Ayahnya, Hanbin lebih memilih hanya hidup berdua bersama sang Noona. Miskin tidak masalah, asalkan dia masih tetap bersama Noonanya. Hanya Noonanya! Hanbin hanya punya satu orang didunia ini dan itu Noonanya, dia tidak mau bersama dengan pria bejat yang menelantarkannya. Jadi saat para lelaki lain berjas hitam itu menyeret Noonanya, Hanbin berteriak tidak terima. Di berlari kencang memukul pengawal tersebut walau sia–sia demi menyelamatkan Noonanya.
"NOONA!"
"HANBIN!" Kyungsoo balas berteriak, mencoba memberontak cekalan lelaki berjas hitam yang menyeretnya memasuki mobil. Gadis itu menoleh kebelakang, membulatkan matanya melihat adik kesayangannya sedang dipukuli. Gadis itu bingung, kembali memberontak demi sebuah kebebasan dan berlari menyelamatkan adiknya.
"HANBINN.." Kyungsoo berteriak lemah, tubuhnya jatuh saat terdorong keras ke jok mobil. Gadis itu kemudian dengan kalap mencoba membuka pintu mobil, memukul kacanya dengan mata memanas yang sudah menumpahkan cairan liquid bening. Kyungsoo terisak, dia bingung dengan apa yang terjadi. Semua terlalu cepat dan dia tidak tahu apa yang akan dialaminya nanti. Apa yang Ayahnya inginkan? Memisahkannya dengan Hanbin? Apa yang akan terjadi, kemana mobil ini akan membawanya dan bagaimana dengan Hanbin? Apa adiknya akan baik –baik saja?
"Lupakan semua itu." Suara dingin itu menyapanya, menggerakkan kepala Kyungsoo demi menemukan seorang lelaki berjas hitam dengan kulit wajah pucat nan dingin tengah duduk disisi pria lain yang mengemudi, menatap Kyungsoo dengan tatapan tajam dari kaca spion atas. Kyungsoo mengerjap sekali dengan tatapan takut, gadis itu refleks meringkuk mundur kebelakang.
"Jelaskan. Tolong jelaskan apa yang terjadi." Cicit Kyungsoo takut, sesekali ekor matanya menatap keluar jendela, berharap akan ada sesuatu yang membuat mobil ini berhenti dan dia akan keluar. Demi Tuhan! Kyungsoo ingin tahu kenapa dia sampai dibawa oleh orang berwajah dingin ini. Apakah ini rencananya Ayahnya? Ya Tuhan! Belum cukupkah semua yang Ayahnya lakukan selama ini?
"Nanti kau akan tahu." Jawab lelaki itu acuh. Menatap Kyungsoo penuh peringatan.
"Kuberitahu satu kenyataan saja, bahwa kau tidak akan bisa lari lagi, Do Kyungsoo."
.
.
.
Kyungsoo merasa bahwa dunianya tengah berputar. Tepat sesaat dia membuka mata setelah tertidur karna lelah memikirkan apa yang tengah terjadi, gadis itu terlonjak saat sebuah tangan kasar memaksanya untuk bangkit dan menghelanya keluar dari mobil. Mata bulatnya menatap sekitar dengan diameter yang bertambah menemukan rumah, ah tapi tidak. Sebuah istana besar berdiri megah didepannya. Istana berlantai tiga dengan warna putih terang serta desain yang –Kyungsoo pernah melihat rumah model seperti di TV. Satu hal terlintas diotaknya, pemilik rumah ini pasti bukan sembarang orang. Dan pertanyaan besar saat ini, kenapa dia dibawa kesini?
"Jalan!" Kyungsoo tersentak, menemukan lelaki berkulit pucat dengan wajah dingin itu menatapnya dengan tajam, dia menyeramkan.
"Kubilang jalan, kau tidak dengar?"
"Jelaskan! Jelaskan dulu semua ini." Pinta Kyungdoo dengan wajah menolak. Tentu saja, orang mana yang tidak akan bingung dan merasa ingin tahu jika tiba–tiba dibawa ketempat asing seperti ini? Lelaki seram itu kemudian mendecih remeh menerima penolakan Kyungsoo.
"Seharusnya Ayahmulah yang menjawab itu semua."
"Ayah?" Oh! Lelaki yang membuat dirinya dan Hanbin tercipta. Kenyataan kembali menghantuinya, memperlihatkan bagaimana sosok pria yang dia panggil 'Ayah' tersebut, mendadak Kyungsoo menjadi takut dibuatnya.
"Apa maksudnya? Tolong! Seseorang jawab aku apa yang terjadi." Kyungsoo berteriak, gadis itu berniat lari dan kabur jika saja lelaki seram itu tak mencekal kuat tangannya. Kemudian dengan amarah besar menariknya paksa memasuki rumah tersebut. Pintu utama terbuka, memamerkan bagian dalam istana yang luar biasa jauh dari kata 'biasa' –ini terlalu luar biasa sampai Kyungsoo merasa tercekat sebelum kembali memberontak minta dilepas.
"Lepas! Lepaskan aku!" Kyungsoo kembali memberontak namun itu sia–sia, lelaki berwajah dingin itu kini bahkan menyeretnya menaiki tangga menuju kesebuah rungan besar dilantai atas sebelah timur dimana sebuah patung kalajengking dari krystal bening berdiri menyambutnya. Tersentak sejenak saat di merasakan tekanan aura yang berbeda, ditatapnya patung kalajengking tersebut yang seperti menyambut kedatangannya tersebut, Kyungsoo merinding. Tempat apa ini? Ini dimana?
Clek!
Bruk!
"Ahk." Kyungsoo jatuh tersungkur kelantai sesaat tubuh kecilnya terdorong dengan kasar. Gadis itu terisak kecil. Apa salahnya sampai dia diperlakukan kasar seperti ini oleh orang yang bahkan masih asing untuknya?
"Oh, sudah datang ya." Suara lain terdengar diruangan itu. Kyungsoo kemudian menggerakkan kepalanya mencari sumber suara tersebut. Tidak, itu bukan suara lelaki seram yang menyeretnya.
"Jangan terlalu kasar padanya Sehun, dia tamu baru disini."
Siapa?
Siapa?
"Halo manis." Suara berat itu terdengar sangat dekat dengannya. Dengan posisi masih dilantai, gadis manis itu menemukan sepasang sepatu hitam mengkilat didepannya. Kepalanya mendongak dengan perlahan, menemukan kaki panjang, paha, badan atletis, leher jenjang dan berakhir menemukan sepasang mata gelap tengah menatap penuh kearahnya. Auranya terlalu gelap, membuat Kyungsoo refleks meringsut mundur. Pahatan wajahnya memang tampan, luar biasa tampan, nyaris sempurna. Hanya saja, mata, ekspresi serta aura lelaki tersebut terlalu gelap dan hitam, membuat Kyungsoo langsung merasa takut hanya dalam sekali tatap. Siapa lelaki ini? Dia bahkan jauh berkali lipat lebih menyeramkan daripada lelaki pucat yang menyeretnya barusan. Dan kenapa dia bisa memiliki urusan dengan manusia menyeramkan ini?
"Kau sedang berfikir siapa aku?" Lelaki itu berkata seolah menebak pemikiran Kyungsoo, dia membawa masuk kedua tangannya kedalam saku celananya yang kelihatan mahal dan licin, menatap Kyungsoo penuh intimidasi, membuat gadis polos tersebut seperti hendak meledak.
"Kau bingung? Hh, tenang saja manis." Lelaki itu kemudian berjongkok didepan Kyungsoo, mengapit dagu runding Kyungsoo dengan ibu jari dan telunjuk panjangnya, memaksa Kyungsoo untuk mendongak menatapnya.
"Namaku Kai," Dia tersenyum miring, mendapati wajah Kyungsoo yang memucat seolah menggambarkan ketakutan padanya.
"Kau takut padaku?" Dia bertanya dengan senyum manis, namun tidak semanis artian yang terkandung didalamnya. Kyungsoo terdiam, tidak tahu harus menjawab apa, gadis itu terlalu merasa takut walau hanya sekedar bersuara.
"Jangan takut, jika kau menjadi gadis manis yang menurut, kau akan merasa aman. Mengerti?" Lelaki itu melepasakan dagu Kyungsoo, dia kemudian berdiri dengan raut wajah yang sudah kembali berubah seperti awal, menyeramkan.
"Karna kau sudah tidak bisa lari lagi dariku." Kalimat tersebut diucapkan dengan lirih, membuat Kyungsoo yang masih bisa mendengarnya berfikir keras demi sebuah jawaban kenapa dia berada di dalam arus yang salah ini? Siapa dia dan apa yang terjadi? Semua ini membuatnya bingung dan Kyungsoo merasa pusing.
"Sepertinya kau lelah. Bawa dia pergi Sehun, sudah cukup pembukannya." Kai menatap lelaki yang masih setia berdiri kaku dibelakang Kyungsoo, memberi sebuah isyarat.
"Baik Tuan."
.
.
.
Kyungsoo kembali terbangun saat lagi–lagi dia tanpa sadar tertidur. Dia menatap sekeliling, menemukan sebuah kamar besar nan elegan tengah mengurungnya saat ini. Well, Kyungsoo yang terlalu lelah dan pusing itu tertidur sesaat setelah si pengawal berwajah dingin bernama Sehun tadi memang membawanya –ah tepatnya– mengurungnya disini karna fakta bahwa lelaki itu mengunci pintu dengan rapat dan menutup akses keluar dari sini tanpa memberikannya kesempatan. Gadis itu menggeliat kecil kemudian bangkit dari ranjang queen size bersprai satin putih itu menuju kearah jendela. Mentari telah kembali keperaduan terganti langit malam yang kelam, Kyungsoo kemudian meraba sekitar mencari saklar lampu. Mengendap–endap disisi tembok sampai tangannya menemukan sebuah benda kotak kecil disana dan,
Clik!
Lampu besar ditengah kamar bersinar terang, membuat kamar yang tadinya remang itu menjadi terang benderang. Kyungsoo mengedip. Wow! Kamar ini benar–benar mewah dengan segala perabotan yang super mahal dan mengkilat. Lemari kaca besar, meja rias, nakas dan pot besar berisi bunga latullip segar diujung ruangan, tiga kali lipat lebih besar dari kamar mungilnya dirumah. Ah, memikirkan rumah, bagaimana keadaan adiknya? Bagaimana Hanbin sekarang? Apakah lelaki itu sudah makan? Apa yang dia lakukan? Apa dia baik–baik saja? Kyungsoo kembali mendudukkan dirinya disisi ranjang, kembali berfikir. Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Apa yang Ayahnya rencanakan? Ini rumah siapa dan siapa lelaki menyeramkan yang bernama Kai tersebut? Pertanyaan tanpa jawaban yang pasti itu kembali membuatnya merasa pening luar biasa. Kyungsoo terdiam, menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri dari pemikiran buruknya. Tidak tidak, dia tidak sedang diculik kan? Lagipula jika dia diculik, pasti saat ini dia sudah bangun disebuah tempat kumuh dengan mulut terplester dan tangan serta kaki terbogol. Membayangkan itu membuat Kyungsoo bergidik, setidaknya dia harus bersyukur karna dia terbangun dikamar yang wajar. Meski dia tidak tahu apa yang akan menantinya nanti. Lamunannya terbuyar, gadis manis itu kemudian tersentak kecil saat mendengar suara ketukan pintu serta suara kunci yang terdengar diputar. Kyungsoo segera saja bangkit dengan waspada, siapa tahu lelaki menyeramkan itu yang datang, siapa tahu kan?
"Selamat malam noona, makan malam sudah siap." Seorang pelayan wanita dengan pakaian putih serta rok hitam selutut dengan topi renda hitam itu mendorong sebuah trolli berisi penuh makanan mendekati Kyungsoo setelah menutup pintu.
"Selamat malam. Namaku Yoon Moo, tapi noona bisa memanggilku Momoi, aku ditugaskan oleh Tuan Kim untuk membantumu."
Eh? Ditugaskan? Membantu?
"A..apa?" Kyungsoo fikir dia bukan tamu istimewa dirumah ini sampai seorang pelayan pribadi mendatanginya. Lagipula, dia tadi sudah diperlakukan dengan kasar, dia diseret masuk. Pelayan muda itu tersenyum melihat gurat ragu diwajah Kyungsoo, dia kemudian membuka lemari besar tersebut, mengeluarkan piama tidur tipis berwarna hitam dan meletakkannya diatas ranjang.
"Makanlah sebelum supnya dingin, aku akan menyiapkan air hangat untukmu." Momoi kembali tersenyum, kini gadis itu memasuki kamar mandi yang berada disebelah barat untuk menyiapkan air panas. Kyungsoo termenung, mengedip kearah makanan diatas trolli yang menggoda tersebut. Satu mangkuk nasi putih hangat, Soup daging Zuppa khas Italia, omelet, salad dan satu gelas tinggi air mineral. Menghela nafas ragu, gadis manis itu menunduk memegangi perutnya yang mulai meronta. Tidak, bagaimana jika pelayan bernama Momoi tadi hanya memanipulasi dengan berbuat baik dan malah memasukkan racun kedalam makanan ini?
"Kenapa belum dimakan noona?" Momoi muncul dibelakangnya sambil mengerutkan dahi, dia menatap Kyungsoo yang terlihat mau namun ragu. Sejenak dia terdiam membaca ekspresi wajah Kyungsoo dan terkekeh kecil.
"Aku tidak mungkin meracunimu noona, kau tamu istimewa disini, mana mungkin aku membunuhmu." Momoi mengedikkan bahu, mengambil satu sendok besar mangkuk dan memasukkannya kedalam mangkuk lain yang berisi nasi hangat.
"Nah, makanlah. Noona pasti lapar." Kyungsoo masih diam, tidak merespon, menatap gadis pelayan didepannya dengan perasaan dilema luar biasa. Dia lapar, tapi..
"Noona.."
"Um, a..apa tidak apa–apa?" Maksudnya Kyungsoo sedang diculik, apa bagus menerima makanan dari sipenculik? Terlihat tidak baik namun perutnya tidak bisa dijak berkompromi. Gadis itu kemudian dengan ragu menerima mangkuk pemberian Momoi, menatapnya sejenak dengan ragu sementara pelayan muda itu terus mendesaknya untuk segera makan. Sambil mengucapkan do'a agar dia diberi keselamatan, Kyungsoo mengambil satu suapan dan membawanya dengan ragu kedalam mulutnya. Terdiam sejenak sebelum mengunyahnya dengan perlahan.
"Bagaimana?" Bola mata Kyungsoo melebar. Tidak, dia tidak merasakan lehernya tercekik atau sakit karna reaksi racun. Tapi Astaga! Sup ini luar biasa enak. Binar cerah muncul dimatanya, dan dengan semangat Kyungsoo mulai membawa makanan itu dengan cepat kemulutnya, membuat Momoi tanpa sadar tersenyum senang. Diam–diam menghela nafas lega. Pasalnya, nyawanya tengah menjadi taruhan jika dia kembali dengan trolli yang masih penuh tanpa disentuh.
"Xiumin, kepala koki disini adalah yang terbaik noona, sesekali anda harus mencicipi semua keajaiban yang dia ciptakan."
.
.
.
Kyungsoo mengerang segar saat tubuh mungilnya keluar dari dalam bathup. Dia meraih selembar handuk putih yang telah disediakan kemudian melilitkan handuk tersebut kedadanya, membiarkan ujungnya jatuh menjuntai sampai setengah pahanya. Aroma German Chamomile menguar dari seluruh tubuhnya, membuat Kyungsoo menjadi segar dan sewangi bayi. Sambil bersenandung kecil, gadis manis itu meraih gaun tidur pemberian Momoi. Gaun terusan tipis berwarna hitam, menatap gaun tidur itu sambil berfikir apakah dia harus memakainya atau tidak. Kyungsoo sebenarnya merasa ragu, pasalnya gaun ini terlalu tipis. Tapi baju yang dia pakai dari rumah tadi sudah basah, selain itu, dia juga tidak tahu dimana kopor berisi pakaiannya. Tidak mungkin dia akan memakai pakaian awalnya yang basah kan? Menghela nafas pasrah menyadari tak ada pilihan, Kyungsoo segera memakai gaun tersebut dan keluar dari kamar mandi.
"Wow." Suara rendah itu. Kyungsoo terkejut, meringsut mundur demi mendapati sosok lelaki tegap tengah bersandar di kusen jendela yang gelap dan tertutupi oleh bayang–bayang rembulan dan tengah melemparinya dengan tatapan tajam. Kyungsoo mendadak merasakan ketakutan yang luar biasa tepat saat lelaki itu melangkah mendekat ke arahnya, ekor matanya menilik gadis mungil didepannya dari atas ke bawah dan tersenyum kecil.
"Gaun itu cocok untukmu, kau terlihat manis." Kyungsoo melangkah mundur dengan kepala menunduk, mencengkram erat ujung gaun tidurnya sambil menggigil takut saat mendapati lelaki dengan setelan jas mahal itu menatapnya intens.
"Bagaimana ini? Aku jadi bergairah." Lelaki itu mengangkat bahu acuh dan Kyungsoo yang mendengar itu sontak langsung mendogak. Dia itu wanita normal dan dia paham apa maksud dari ucapan lelaki itu. Menyadari bahwa hanya ada mereka dua didalam kamar ini, membuat Kyungsoo kembali was–was, dia kembali menghindar, mencoba mencapai pintu.
"A–apa, maksudmu?"
"Huh, maksudku?" Kai tersenyum miring, membuka kancing jasnya satu persatu dengan perlahan, membuat Kyungsoo semakin bergetar tak karuan. Oh, aura sekitar mulai berubah.
"Tu–tunggu! Apa yang kau lakukan? Jangan bergerak!"
"Kenapa manis?"
"Jangan berbuat macam–macam atau aku akan berteriak!" Ancam Kyungsoo, namun balasan Kai hanyalah kekehan nyalang sebelum menatap Kyungsoo tajam.
"Seharusnya kau sadar apa posisimu disini Do Kyungsoo." Lelaki itu menatapnya sinis dengan tatapan gelapnya, auranya seketika berubah menjadi tekanan kuat yang semakin membuat Kyungsoo rasanya ingin mati. Tubuhnya bergetar dan dia mencoba kabur saat lelaki itu mulai membuang jasnya kesembarang lantai. Kyungsoo sudah mencapai pintu dan sialnya itu terkunci. Kyungsoo berteriak, mengetuk pintu dengan brutal. Membuat Kai tertawa dibuanya.
"Simple saja. Aku menginginkanmu malam ini."
"Tidak! Jangan mendekattt. Kau sudah menculikku, aku akan melaporkanmu kepolisi jika berani bergerak selangkahpun." Kyungsoo menjerit.
"Huh? Menculik? Ck, aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku manis."
"Apa maksudmu?" Kyungsoo menaikkan alisnya bingung sementara Kai hanya mendecih.
"Buat aku terkesan malam ini."
"Tu–tunggu. Apa maksudmu? Jelaskan! Jelaasskan padaku apa yang terjadi." Kyungsoo kembali menyuarakan pertanyaannya yang tak kunjung mendapat jawaban dari siapapun. Tolong siapapun beritahu apa yang tengah terjadi saat ini.
"Kau ingin tahu?" Kai meraih dasinya, melepaskan simpul mencekik itu dari lehernya, mendekati Kyungsoo dengan benda itu sementara Kyungsoo meringsut mundur dan membentur pintu dibelakangnya.
"Sulit menjelaskan, tapi aku telah sah membelimu Do Kyungsoo."
DEG!
"A–apa?" Mata Kyungsoo membulat, mengedip dengan tubuh menegang kaku. Ayahnya, menjualnya pada lelaki ini? Ayah.. Mungkinkah? Apa maksudnya dengan kata membeli?
"Ayahmu telah menjualmu padaku. Dan kau tahu manis apa tujuanku saat ini. Kau sudah menjadi milikku, seluruh yang ada didalam dirimu. Tubuhmu, jiwamu, bahkan hatimu. Semua itu milikku dan hanya aku yang boleh mengaturnya."
"Ti–tidak!" Kyungsoo berteriak, mencoba berlari namun kalah cepat saat lelaki itu sudah menangkapnya duluan, mengikat kedua tangannya yang meronta–ronta.
"Lepas! LEPASKAN AKU! AYAHKU TAK MUNGKIN MENJUALKU!" Kyungsoo kembali menjerit, menendang–nendang lelaki tersebut meski itu sia–sia. Tangannya terikat, tubuh mungilnya kemudian jatuh terhempas saat Kai mendorongnya kasar kearah ranjang, gaun tidurnya tersingkap keatas memperlihatkan seluruh bagian pahanya. Kai bersiul kecil, membuka kancing kemejanya satu persatu dengan perlahan sambil menjilat bibir bawahnya sensual.
"Kau ingin menangis?" Kai tersenyum tipis mendapati Kyungsoo mencoba bangkit dengan mata memerah dan tatapan putus asanya. Putus asa, wow. Kai sangat suka tatapan itu, lemah.
"Tidak!" Jawab Kyungsoo berusaha tegas meski tak dipungkiri jika suaranya tengah bergetar saat ini.
"Bagus, karna aku benci manusia cengeng." Kemeja itu terlepas, memperlihatkan dada bidang kecoklatannya dengan garis–garis otot yang keras serta bisep melengkung yang indah, tubuh itu sempurna.
"Tidak, ku–kumohon jangan."
"Apa kau berhak memohon?" Kai mendekat dan Kyungsoo kembali berontak saat lelaki itu menindihnya. Air mata telah mengalir membasahi pipinya, Kyungsoo menangis, berteriak sambil memikirkan dosa apa yang telah dia perbuat sampai dia diperlakukan seperti ini.
"Siapa yang menyuruhmu menangis hm?" Kai mengapit dagu runcing Kyungsoo, mengangkatnya tinggi agar kedua matanya bertatapan. Satu mata elang serta satu mata bening yang basah.
"Kau tidak bisa menolak, kau milikku sayang." Kai menyeringai, kemudian merobek kasar gaun tidur milik Kyungsoo. Mengeluarkan tatapan memuja sepenuhnya pada Kyungsoo saat melihat keindahan didepannya, kemudian menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Kyungsoo yang beraroma bayi.
"Kau milikku," Bisiknya lirih.
.
.
.
.
.
TBC!
.
.
.
.
.
HEHEHEHEHEHE XDD
Guys! Inspirasi tiba–tiba lewat, mubazir kan kalo nggak dituangkan! Yeah, meski cerita ini pasaran sih XDD Inspirasi dari Novel Mbak/? Shanty Agatha yang berjudul Sleep With the Devil. Ada yang uda baca remake versi HunHannya? :v Mungkin ada bebebrapa bagian yang sama, tapi ngga sepenuhnya lho yaaa! Jalan cerita Laxy cari sendiri :P Fanfict lain aja belum kelar dilanjut, malah bikin fanfict baru XDD
Ahya, Fanfict ini be-rate M! Spesial buat Laxy sendiri yang beberapa hari kedepan ini berumur 17th. Hahaha XDD Yehet! Uda dewasa bikin yang agak anu(?) gapapa kali ya XDD
Oke all~!
Gimana? Tertarik? Mau dilanjut?
Silahkan tinggalkan RCL! Kelanjutan tergantung kalian semua yaa ^^
Ditunggu!
Arigatou ^^
