"Inginkah kau dipermainkan oleh takdir?
Atau itu hanyalah pikiranmu saja?
Mungkinkah ini hanya sekedar kebetulan?
Percayakah kau akan kebenaran...?
Walaupun kebenaran itu hanya kebohongan yang dibuat-buat
Hanya untuk mempertahankan kedamaian ini..."
R Plan
Characters: Kanzaki Jun (J), Kujo Otoya, Fujimaru Takagi
Dzzt...
Suara panah yang melesat dari tangan Otoya terdengar menggema di ruangan itu. Maklum, Otoya sedang latihan memanah untuk kompetisi berikutnya. Para kouhainya pulang setengah jam yang lalu. Ini bukan kesekian kalinya dia berlatih sendirian di tempat memanah itu. Dia berkonsentrasi pada latihan kali ini. Mungkin dia ingin mendapatkan piala itu walaupun dia sekarang berada di jurusan yang meneliti tentang nuklir. Kesibukannya karena kuliah mengakibatkannya tidak mengikuti di kompetisi sebelumnya. Kali ini, Otoya bertekad untuk mendapatkan gelar juara di kompetisi berikutnya. Hal ini tidak ada hubungannya dengan keluarganya yang hanya mementingkan tentang harga diri keluarga Kujo. Tetapi hal ini berkaitan dengan harga dirinya sendiri. Sebagai seorang senpai, sudah sepantasnya jika dia memberikan contoh yang terbaik kepada kouhainya. 'Jika tidak ada seminar itu, pasti sekarang kouhai-ku tidak semurung sekarang,' gumamnya kepada dirinya sendiri.
Setelah berlatih dalam waktu beberapa jam, Otoya memutuskan untuk berhenti dan pergi ke rumahnya. Dia benar-benar menjaga kondisi tubuhnya. Dia tidak ingin mengikuti kompetisi dalam keadaan setengah-setengah. Dia ingin tampil dalam kondisi yang prima dan bisa menunjukkan hasil yang prima kepada orang lain. Dia ingin menunjukkan bahwa dia bisa menjadi yang terbaik walaupun dia seorang mahasiswa yang sibuk dengan kuliahnya.
Dia pun membereskan properti yang telah dia gunakan. Walaupun dia seorang cucu perdana menteri, dia tidak memanjakan dirinya sendiri dengan menyuruh orang lain untuk membereskan properti itu. Dia mengecek busur dan panahnya dengan hati-hati. Dia tersenyum memandang busurnya yang terbilang dibuat sejak lama. Dia merawatnya dengan baik-baik. Dia merasa sayang jika dia menggantinya dengan busur lain. Mungkin busur itu memiliki sejarah yang panjang baginya. Di masa-masa sulit ketika dia mendapat masalah, seperti dirinya tidak terlalu diakui oleh keluarganya sendiri, kehilangan teman-temannya beberapa tahun yang lalu, dan tidak ada orang yang mempercayainya, dia selalu berlatih menggunakan busur itu. Otoya pun tersenyum, lalu menaruhnya di tempat klubnya dengan hati-hati, begitu pula dengan panahan serta target yang telah dia gunakan kali ini. Dia berharap latihannya malam ini tidak sia-sia. Dia benar-benar berharap jika dia bisa memenangkan pertandingan ini.
Mungkin perasaan ini bisa tersampaikan kepada orang-orang yang dicintainya. Otoya memutuskan untuk ke atap gedung untuk melihat langit yang kebetulan indah, bertaburkan bintang-bintang. Lagi-lagi, dia tersenyum mengingat teman-temannya yang berada di SMA dulu. Teman klubnya yang sangat dia sayangi. Sayangnya, tinggal dia, Fujimaru, dan Mako yang tetap hidup. Dia memikirkan tentang Mako. Entah berada di mana orang itu. Semenjak kejadian itu, Otoya diberitahu oleh Fujimaru jika Mako masih hidup. Otoya hanya bisa berharap Mako bisa menjalani hidupnya dengan tenang walaupun banyak yang telah terjadi di antara mereka. Otoya tidak bisa menyalahkan Mako atas semua kejadian yang telah terjadi seutuhnya walaupun dirinya sangat ingin membalaskan dendamnya atas kematian teman-temannya. Mako telah mendapatkan ganjaran atas perbuatannya sendiri, mentalnya menjadi tidak stabil setelah aksinya digagalkan oleh Fujimaru. Otoya menghela napas yang panjang sambil memejamkan matanya. Lalu dia berjalan menuju gerbang.
Ketika dia berjalan di dekat pusat keramaian, dia merasakan kedinginan yang terasa janggal. Entah bagaimana untuk mendeskripsikan perasaan itu tetapi dia merasakan bahaya jika dia tetap berada di tempat itu. Dia segera bergegas menuju ke rumahnya setelah lampu hijau menyala di perempatan jalan itu. Otoya merasakan nyaman sesampainya di rumah. Setelah belajar untuk pelajaran esok harinya, dia mempersiapkan diri untuk tidur dan mencoba untuk melupakan perasaan yang ia rasakan di tengah jalan itu.
Keesokan harinya, dia memasak di dapur sambil menyalakan TV. Dia tercengang melihat gambar yang diperlihatkan di TV. Jalan yang ia lalui kemarin mendadak diserang teroris. Di channel TV itu diceritakan bahwa setidaknya 4 orang yang berada di tempat kejadian meninggal dunia dan 50 orang mengalami luka serius akibat bom yang diperkirakan diletakkan di sebelah trotoar itu. Dia merasa bulu kuduknya berdiri ketika melihat berita tersebut. 'Bukankah jalan itu jalan yang aku lalui kemarin malam?', pikirnya. Dia merasa ada hal yang janggal. Tempat publik seperti itu, seharusnya ada orang yang menyadari kalau seandainya ada kotak yang mencurigakan atau setidaknya ada orang yang mencurigakan.
Tetapi, hal ini terjadi tiba-tiba. Setidaknya seharusnya ada pemberitahuan dari organisasi tertentu atau mungkin hal ini memang direncanakan agar menjadi semacam pengecoh dari sesuatu yang mungkin saja efeknya lebih besar dari apa yang dia duga sebelumnya. Dia sebenarnya tidak ingin memikirkan hal ini sampai lebih mendalam. Akan tetapi, dia benar-benar merasakan firasat yang buruk. Setelah menyaksikan berita tersebut, dia segera menelpon sahabat terdekatnya, Fujimaru. Dia menunggu cukup lama akan tetapi orang yang bersangkutan tidak menjawab teleponnya. Otoya akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pesan kepada Fujimaru untuk segera menelponnya karena ada hal yang penting yang ingin dia bicarakan berdua. Otoya merasa kejadian ini ada hubungannya dengan kelompok religius yang berusaha untuk menghancurkan Tokyo waktu itu.
Otoya sebenarnya tidak ingin mengingat hal itu berkali-kali. Kematian teman-temannya benar-benar membuat hatinya hancur sehingga dia takut jika dia tidak bisa berkonsentrasi penuh dalam pertandingan. Sebenarnya, dia tidak terlalu memikirkan jika dia menang dalam kompetisi tersebut. Yang dia inginkan hanyalah dukungan dari teman-teman yang Otoya banggakan. Sayangnya, mereka telah meninggalkannya terlebih dahulu. Otoya segera mengalihkan pemikirannya ke kasus bom tersebut. Dia memikirkan tentang dampak yang ditimbulkan oleh ledakan di jalan itu. Apakah bom itu hanya memberi dampak yaitu membunuh orang yang berada disekitar bom itu? Atau, bom itu berisi racun yang sama, Bloody X? Akan tetapi, tidak ada kontak dari kepolisian atau divisi khusus itu.
Otoya akhirnya memutuskan untuk tidak memikirkan hal itu terlalu mendalam dan segera mempersiapkan dirinya ke tempat panahan lagi. Kebetulan waktu itu hari minggu sehingga dia tidak terburu-buru ke tempat latihannya itu. Dia menunggu jawaban dari Fujimaru tetapi tidak ada balasannya darinya. Otoya memutuskan untuk pergi ke tempat latihannya tanpa menunggu balasan dari Fujimaru di rumah. Dia memutuskan untuk melihat tempat kejadian semalam dan mengambil jalur yang sama yang dilalui di malam sebelumnya. Dia melihat banyak polisi yang sibuk mencari barang bukti yang berserakan di tempat itu. Otoya merasa bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan di sana sehingga dia memutuskan untuk melanjutkan langkah kakinya menuju ke tempat latihannya.
Sekilas, dia melihat seseorang yang mengenakan kostum anime Sailor Moon tersenyum kearahnya. Dia merasa janggal dengan senyum wanita tersebut. Otoya memperhatikan orang tersebut lama sekali sehingga dia tidak merasakan bahwa seseorang memanggil namanya dari kejauhan. Setelah itu, cosplayer itu segera meninggalkan tempat itu. Otoya ingin mengejar orang tersebut tetapi tertahan oleh tangan seseorang yang dia kenal. Teman lamanya, Fujimaru, memegang pundaknya sambil berkata, "Apa yang kamu lakukan di sini?" sambil tertawa melihat ke arah Otoya. Otoya hanya bisa menjawab, "Ah, tidak, tidak ada apa-apa." Dengan tersenyum, dia bertanya, "Kenapa kamu gak membalas telponku?" Fujimaru menjawabnya, "Oh ya? Coba aku cek dulu. Argh, aku lupa. Bateraiku habis. Gomen ne. Memangnya ada apa?"
Setelah itu, mereka berjalan sambil mendiskusikan tentang kejadian yang terjadi tadi malam. Kebetulan waktu itu, Fujimaru sedang menemani adiknya yang berada di rumah sakit untuk mengecek kondisi tubuh Haruka. Kondisi tubuh Haruka yang lemah membuat Fujimaru sering mengantarkannya ke rumah sakit langganan keluarga Takagi. Sedangkan Fujimaru sendiri, semenjak ayahnya meninggal, dia memutuskan untuk bekerja part-time di supermarket dekat rumah sakit itu. Dia memikirkan tentang kondisi orang yang dia cintainya sehingga dia memutuskan untuk kerja di tempat itu. Walaupun dia kehilangan orang-orang yang disayanginya, dia bertekad untuk tetap hidup demi Haruka, satu-satunya adik kesayangan dia. Otoya menceritakan tentang kondisi tempat itu sedetail mungkin ke Fujimaru.
'Mungkin saja Fujimaru bisa memberikan sudut pandang yang berbeda dari apa yang dia pikirkan sekarang,' pikir Otoya. Fujimaru berpikir sejenak, lalu berkata, "Apa perlu kita menyusup ke kamera security?" Senyum Otoya mendadak menghilang, "Sebaiknya kamu urungkan niatmu. Bukankah kamu sendiri yang memutuskan untuk tidak menghack sistem keamanan orang lain sampai kondisi Haruka-chan membaik?" Fujimaru hanya terdiam. Otoya lalu menyarankan Fujimaru untuk segera beristirahat dan melupakan cerita Otoya tadi. Otoya khawatir jika Fujimaru akan jatuh sakit. 'Haruka-chan pasti sedih jika kakaknya juga sedih,' pikirnya. Otoya menawarkannya untuk tidur di ruangan klubnya sehingga setidaknya dia tidak merasa sendirian. Fujimaru tersenyum dan tertawa kecil, sambil menolak tawaran itu, "Aku bukan anak kecil lagi." Setelah di perempatan jalan, mereka berpisah. Otoya kembali memikirkan kejadian tersebut untuk kesekian kalinya. 'Mungkinkah organisasi itu kembali berulah di Tokyo?' pikir Otoya. "Ah, tidak mungkin," gumamnya sambil menggaruk kepalanya. Dia pun melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat latihannya.
Selesai latihan, Otoya bermaksud untuk menjenguk adik Fujimaru, Haruka yang berada di rumah sakit. Dia bermaksud untuk membelikan karangan bunga untuk menghiasi kamar Haruka-chan dan buku untuk mengisi waktu luang Haruka-chan. Maklum, Haruka-chan dirawat di rumah sakit untuk beberapa minggu. Pastinya hal seperti itu membuatnya bosan. 'Fujimaru pasti sekarang sedang kerja,' pikir Otoya. Akhirnya dia memutuskan untuk membeli jajanan juga untuk dimakan bertiga. Otoya merasa jika dia membeli kue, mungkin keadaan keluarga Takagi akan semakin membaik. Semenjak kedua orang tua Fujimaru dan Haruka, kondisi Takagi bersaudara itu kurang membaik. Mungkin hal itu disebabkan oleh kondisi Haruka-chan yang sering pergi ke rumah sakit untuk dicek keadaannya. Otoya menelpon Haruka-chan, menanyakan apakah dia menginginkan kue dan Haruka-chan pun menjawabnya dengan nada gembira. Otoya pun tersenyum ketika mendengarkan suaranya dan menyimak cerita yang Haruka-chan katakan waktu di telepon. Setelah itu, Otoya menutup telpon tersebut dan meneruskan langkah kakinya ke toko buku. Dia mencari buku yang tepat untuk Haruka-chan. Otoya memilih buku dalam waktu beberapa menit dan membaca ringkasan di belakang buku. Akhirnya Otoya mendapatkan buku yang tepat. Lalu Otoya melanjutkan perjalanannya ke toko terdekat. Setelah membeli kue di toko "7-11", Otoya melangkahkan kakinya ke supermarket tempat Fujimaru bekerja. Otoya ingin mengajaknya pergi.
Tiba-tiba, dia merasakan firasat buruk, seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Otoya segera mempercepat langkah kaki dan berusaha untuk menghubungi Fujimaru. *Bruk* Tiba-tiba ada yang membekap mulutnya dan menyeret dirinya dari arah samping. Otoya pun tidak sadarkan diri dan hanya mengingat bau parfum orang itu walaupun dia mencoba untuk tetap terjaga kala itu...
