Fic ini saya persembahkan untuk semua Itasaku lover dimanapun Anda berada...
Tak ada gading yang tak retak. Meskipun ini masih jauh bahkan hanya untuk sebuah kata bagus, saya harap reader yang terhormat mampu menghargai karya saya.
Happy reading ^_^!
, Typo(s), OC
Itasaku fic
Rated T bisa berubah jadi M
Disclaimer : Naruto karya Om Mashashi Kishimoto
Karya ini, punya ponakannya, Naora*ngaku2*...
~I Guess, It's You~
"Aku membencimu tapi aku juga menyukai-"
"Itu hakmu, semua perasaanmu, itu hakmu," potong pria berambut hitam tersebut sebelum sebuah tamparan menyentuh kulit pipinya, tidak begitu keras namun cukup mampu membuatnya merasakan emosi gadis dihadapannya.
"Hak?" Sakura menghela nafas berat dan membiarkan air terjun kecil mengalir dari sudut matanya. Gadis berambut sepunggung itu tidak memperdulikan daun-daun dan angin musim gugur yang terus menyapa tubuhnya, mengibarkan helaian rambut yang senada dengan bunga sakura tersebut. Hanya satu yang ingin ia pastikan sekarang, hanya kepastian tentang apa yang pria dihadapannya itu katakan sebagai sebuah hak.
Itachi kembali menatap gadis dihadapannya seolah-olah hanya itu objek yang bisa dilihatnya saat ini. Matanya yang terbiasa terlihat tajam menusuk kini justru terlihat seperti mata seseorang yang sedang putus asa. "Tapi..."
Sakura melihat pria klan Uchiha itu maju selangkah lebih dekat dengannya. Ia bisa merasakan nafas berat pria yang lebih tinggi sekepala darinya itu.
"...hakku juga untuk mencintaimu."
.
.
.
.
.
Hal pertama yang tampak di penglihatan pemuda bermata hitam itu adalah langit biru yang sedikit terhalang oleh dedaunan. Hanya berbaring dan menatap lambaian daun diatasnya dengan satu mata yang terbuka sebelum sehelai daun gugur dan menyentuh kulit pipinya.
DEG...
Pemuda berambut panjang tergerai itu segera mengembalikan kesadarannya. Suara rintihan langsung terdengar ketika ia mencoba duduk. Entah apa yang terjadi pada tubuhnya, ia merasakan seluruh tubuhnya terasa sakit dan kaku di hampir semua bagian. Dan ia melihat jika perban melilit di tubuhnya, ia merasakan matanya tertutup sebelah oleh sesuatu.
"Kau sudah sadar?"
Pemuda itu melihat seorang anak laki-laki seumurannya datang dan berjongkok di depannya. "Siapa kau?" tanyanya.
"Aku? Namaku Ken Sutori, aku yang mengobatimu," kata pemuda berambut coklat pendek itu sambil tersenyum. "Oh, ya siapa namamu?"
Pemuda bermata hitam itu terdiam dan menatap kosong pemuda bernama Ken tersebut.
"Hei! Kau mendengarku?" Ken melambaikan tangannya di depan pemuda yang terlihat melamun tersebut.
"Uchiha...Itachi," gumam pemuda itu pelan.
"Baiklah, Uchiha-san, sekarang kau minum ini, bisa, kan?" Ken menyerahkan semangkuk cairan berwarna hitam kecoklatan pada Itachi yang langsung menerima dan menegaknya hingga habis. "Wah, wah kau bersemangat sekali."
Itachi mengernyit karena rasa pahit yang menyerang indra pengecapnya karena obat yang baru saja diminumnya. Namun segera diabaikannya karena sebuah pemikiran yang tiba-tiba masuk dalam otak cerdasnya. "Aku masih hidup?" tanyanya lebih kepada diri sendiri yang jelas terdengar oleh Ken.
"Ya, Tuhan masih memberimu kesempatan hidup lagi," sahut Ken yang kemudian berdiri. "Seorang kakek yang kurasa telah putus asa dengan hidupnya menyerahkan dengan suka rela nyawa dan matanya padamu, kurasa ia pasti sudah ada dalam surga saat ini."
"Siapa dia?" tanya Itachi seketika dengan nada ingin tahu.
Ken mengangkat bahunya. "Aku sendiri juga tidak mengenalnya. Kakek itu mendatangiku dan meminta bantuan padaku dan teman-temanku dirumah sakit. Dia menggunakan kekuatannya untuk memberikan nyawanya padamu. Aku sempat melarangnya, tapi dia bilang kau lebih membutuhkan nyawa daripada kakek itu. Kakek itu berpesan untuk mendonorkan matanya untukmu setelah ia meninggal, dan aku termasuk orang yang pandai untuk urusan operasi mata. Mungkin sekarang, matamu sudah bisa pulih kembali," jelas Ken panjang lebar. "Oh, ya aku minta maaf karena kau tersadar di hutan, bukan dirumah sakit, hah, terjadi sesuatu yang membuatmu tidak bisa tinggal dirumah sakit lebih lama. Karena aku orang yang baik dan peduli sesama, aku bermaksud membawamu ke desa asalku."
Itachi hanya diam mendengarkan penjelasan pemuda berkulit coklat disampingnya. Di dalam hatinya terasa sesuatu yang melegakan juga menyesakkan. Lega jika tugasnya selama ini telah berhasil ia laksanakan dengan baik, membuat adiknya menyempurnakan tujuan dengan menghilangnya nyawa Itachi. Namun, juga menyesakkan mengetahui jika kini ia harus kembali menghadapi kenyataan bahwa dirinyalah pembunuh ayah dan ibu kandungnya, sampai kapanpun kenyataan itu tidak bisa terhapus.
"Coba kubuka penutup dimatamu, itu sudah cukup lama," Ken kembali berlutut dan mulai melepaskan penutup berupa kapas dan perban yang di rekatkan tersebut. "Nah, coba kau buka secara perlahan matamu."
~o0o~
Itachi membelalakkan matanya ketika tahu kemana tempat yang menjadi tujuan teman barunya. Desa tempat lahir Ken adalah desa yang sama dengan desa tempatnya berasal. Sebuah kejutan untuk sang Uchiha sulung, ia sungguh berjodoh dengan Konoha gakure. Seharusnya ia sudah bisa menduga jika jalan yang dilaluinya beberapa hari ini adalah jalan menuju tempat kelahirannya.
"Kenapa berhenti? Kita sudah hampir sampai, ini adalah desaku. Kau bisa memulai hidup baru di desa Konoha," kata Ken tanpa tahu jika teman barunya bukan orang yang baru memulai hidupnya di desanya.
Itachi terpaku ditempat. Bagaimana bisa ia memulai hidup di desa yang menorehkan segudang luka dalam di lubuk hatinya? Bagaimana bisa ia memulai hidupnya lagi di desa tempatnya melihat kedua orangtuanya terbunuh dengan kedua tangannya sendiri?
"Mungkin kau bisa lakukan hal yang belum sempat kau lakukan di kehidupan lamamu," kata Ken mencoba menarik Itachi. "Ayolah, mulai hidup baru."
Mantan anggota akatsuki itu mendongakan kepalanya, menarik nafas, mencoba mencari jawaban dalam otaknya. 'Ibu...'
"Bagaimana?"
"Bukan memulai... tapi memperbaiki," ucap Itachi sambil memberanikan diri memasuki gerbang yang tinggal beberapa langkah darinya. Tidak ada lagi keraguan dalam hatinya untuk memperbaiki, memulai kembali hidup yang telah lama berada dalam sebuah kubangan hitam yang membuatnya selalu merasa tertekan.
Gerbang besar itu mulai terbuka dan dalam semenit, gerbang itu telah terbuka seluruhnya. Keterkejutan tidak hanya menghampiri Itachi, tapi kedua penjaga gerbang desa yang melihat kehadiran pemuda sulung itu.
"Itachi-san?"
Itachi menarik sudut bibirnya. "Aku kembali."
"Cepat hubungi Hokage!"
~o0o~
"Bisa kau jelaskan arti kedatanganmu ini, Itachi?" tanya pria berambut perak yang duduk di kursi hokage sambil menatap penuh selidik pria berambut hitam panjang dihadapannya.
Itachi memandang sejenak hokage dihadapannya dengan pandangan datarnya. "Aku ingin kembali," jawabnya singkat.
Kakashi menaikkan sebelah alisnya. "Maksudmu kau ingin kembali menjadi warga Konoha?" tanyanya lagi.
"Ya."
"Hm, apa yang terjadi padamu sebenarnya? Kudengar dari Sasuke kau sudah mati, aku bisa melihat matanya yang bersungguh-sungguh, tidak mungkin itu sandiwara," tanya Kakashi sambil mulai berdiri dan mendekati pria yang diborgol itu.
Tubuh Itachi sedikit menegang saat mendengar nama adiknya disebut. Perasaan menyesal menelusup di dalam hatinya, ia tidak tahu bagaimana keadaan adiknya kini. Adik yang sangat disayanginya. "Aku memang sudah mati saat itu, tapi keadaan membuatku hidup lagi."
Pria pengganti godaime hokage itu terdiam sejenak, memikirkan kemungkinan yang membuat Uchiha sulung dihadapannya hidup lagi. "Baiklah, aku tidak peduli hal itu. Sekarang apa yang bisa membuatmu berpikir untuk menyerahkan diri? Apa karena akatsuki yang sudah hancur?"
Itachi sedikit terkejut dengan pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan yang baru saja diucapkan pria tinggi dihadapannya. "Akatsuki sudah hancur?"
"Ya, itu sudah lama, sekitar tiga tahun yang lalu," jawab Kakashi yang sedikit heran karena Itachi yang notabene anggota loyal akatsuki bahkan tidak mengetahuinya. "Sudah berapa lama kau hidup? Bukankah kabar ini sudah lama menyebar?"
Itachi agak tidak percaya mengingat jika akatsuki adalah kelompok yang ia sendiri tahu adalah kelompok yang sangat kuat. Sungguh hebat orang-orang yang bisa menghancurkannya. Lebih dari itu, ia juga heran jika ia mati sekitar tiga tahun lalu, seharusnya tubuhnya sudah menjadi tulang belulang atau bahkan sudah tidak ada sama sekali, tapi tubuhnya bahkan masih utuh dan wajahnya tetap sama seperti sebelum ia mati, setidaknya ia tidak bertambah tua.
"Baiklah, mungkin saja kau ingin memperbaiki hidupmu, benar, kan? Tapi, bagaimanapun juga kau pernah mengkhianati desa ini, tentunya kau sudah memikirkan hukuman apa yang menantimu saat kau menginjakkan kakimu di desa ini, kan? Apa kau sudah siap menerima konsekuensinya?" tanya Kakashi pada pria yang dikelilingi tiga ANBU itu.
"Ya," jawab Itachi singkat untuk kesekian kalinya.
"Ya, bagus, kita bertemu lagi di persidangan nanti," ujar Kakashi lalu memberi isyarat pada para ketiga pria bertopeng kucing disekeliling Itachi.
"Tunggu sebentar. apa Sasuke... juga ada di desa ini?" tanya Itachi saat merasakan para ANBU akan membawanya pergi.
Kakashi menghela napas. "Sayangnya, belum. Belum, Itachi."
~o0o~
Angin malam berhembus, membuat gadis yang kini duduk memeluk lututnya itu sedikit bergidik. Matanya menatap kebawah, menatap desa Konoha yang terlihat lengang dimalam hari. Cahaya lampu dari rumah penduduk terlihat lebih indah jika dipandang dari tempatnya berada. Berada diatas patung para hokage memang selalu terasa menyenangkan.
"Sakura-chan?"
Sakura melihat sosok pemuda berambut kuning muncul dari kegelapan dibelakangnya. "Naruto.."
"Sedang apa disini?" tanya Naruto sambil berdiri disamping sahabatnya.
"Hanya menikmati desa kita di malam hari," jawab Sakura sambil mendongakkan kepalanya, menatap Naruto yang juga menatapnya.
"Tidak dingin?" tanya Naruto lagi yang mendapat gelengan pelan dari gadis Haruno tersebut. "Kau sudah dengar kabar?"
"Kabar apa? Kalau sebentar lagi kau akan jadi hokage atau kabar kalau kau menjalin hubungan dengan gadis cantik dari klan Hyuuga? Bukankah itu sudah lama, semua orang juga tahu," tebak gadis berambut sewarna dengan bunga sakura itu sambil tersenyum lebar.
"Kalau itu sudah pasti. Bukan, ini kabar mengenai kepulangan kakak Sasuke, tadi siang aku ke kantor hokage. Kakashi-sensei memberitahuku kalau Itachi pulang ke Konoha, sekarang dia sedang ada di penjara," jelas pemuda pirang itu yang langsung membuat Sakura berdiri.
"Apa itu benar?"
Naruto mengangguk. "Ya." Pemuda itu melihat wajah Sakura menegang, mata gadis itu menyiratkan kebencian yang sangat besar dan saat Naruto melihat tangan gadis itu, tangan itu mengepal sangat erat. "Aku berencana menemuinya, tapi hokage melarangku, kata Kakashi-sensei kita baru bisa menemuinya setelah hukumannya selesai. Aku ingin sekali membuat perhitungan dengannya," ucap Naruto berapi-api sambil mengepalkan tinjunya. "Kita buat perhitungan dengan pria itu!"
~o0o~
Ruangan luas yang biasa terisi bangku-bangku dan meja-meja persegi panjang yang kosong kini penuh terisi oleh para tetua Konoha, juga satu pemuda Uchiha yang duduk di tengah-tengah ruangan. Semua mata tertuju pada pemuda dua puluh delapan tahunan yang menatap lurus hokage itu. Ketua-ketua klan di Konoha itu memandang penuh selidik Itachi Uchiha. Klan Inuzuka, Nara, Senju, Hyuuga, Akimichi, Aburame, Yamanaka, dan klan lainnya.
"Tentu kita semua tahu kesalahan apa yang telah diperbuat Uchiha Itachi yang kini ada di depan kita sekarang," ujar Kakashi membuka persidangan. "Tapi kita juga tidak boleh melupakan kesalahan para tetua terdahulu padanya, kita tidak boleh menutup mata soal itu karena bagaimanapun juga kita sama-sama bersalah dalam hal ini."
"Aku setuju soal itu, tapi kesalahan tetua terdahulu padanya sudah terhapus karena pengkhiatannya pada desa Konoha," ujar Akimichi Chouza.
"Hukuman tetap dilaksanakan, dilihat dari sisi manapun dia tetap bersalah, tapi hukuman itulah yang harus kita tentukan," ucap Hyuuga Hiashi dengan tenang.
"Maka dari itulah kita berada disini," sahut Senju Tsunade. "Hukuman biasa tidak akan cocok untuknya."
Itachi bisa melihat senyuman di wajah wanita lima puluh tahunan itu.
"Kita dengarkan dulu pembelaan dari Uchiha Itachi," kata Kakashi sambil menatap kembali Uchiha sulung tersebut. "Silahkan, Itachi. Apa yang ingin kau katakan?"
Itachi menatap satu persatu tetua dihadapannya kemudian menghela napas. "Sederhana, aku kembali karena ingin memperbaiki kehidupanku, melakukan sesuatu yang belum sempat aku lakukan di kehidupanku yang dulu. Itu saja."
"Lalu, hukuman apa yang cocok untuknya?" tanya ketua Klan Inuzuka itu.
"Penjara satu bulan dan...menjadi anggota ANBU," ucap Tsunade yang membuat seisi ruangan menjadi gaduh.
"Aku mohon tenanglah," ujar Kakashi menghentikan kekacauan dalam ruangan tersebut. "Yang setuju tentang hal yang dikatakan nona Tsunade silahkan angkat tangan."
~o0o~
Satu bulan bukan waktu yang lama namun bukan pula waktu yang bisa dikatakan singkat. Semua aktivitas narapidana dilakukan pemuda itu. Tubuhnya yang sebelumnya terlihat kurus, kini terlihat sedikit berisi. Bahkan garis disekitar hidungnyapun tidak terlalu kelihatan saat ini.
Petugas ANBU itu membukakan pintu keluar untuk sang sulung Uchiha. Suara gembok terbuka terdengar di lorong tempat Itachi berdiri, cahaya luar yang terlihat membuat sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia melangkahkan kaki panjangnya keluar dari tempat yang sebulan ini dijadikannya rumah.
Itachi menghirup udara segar seraya memejamkan matanya, merasakan cahaya matahari pagi menghangatkkan tubuhnya.
"Senang mengetahui kau sudah bebas," Kakashi menghampiri pemuda keturunan Uchiha tersebut.
Itachi melemparkan pandangannya pada Hokage yang kini tidak jauh darinya. "Saya tersanjung Hokage-sama sendiri yang menyambut kebebasan saya," ujar Itachi sopan.
"Kau terlihat berbeda," komentar Kakashi melihat perubahan pada Itachi. "Oh, ya apa kau ingin sarapan dengan ramen? Kurasa sudah lama kau tidak makan ramen Konoha," tawar pria berambut perak tersebut.
"Tapi..." Itachi terlihat ragu menerima tawaran pria tinggi itu.
"Jangan khawatir, aku yang traktir, untuk kali ini saja. Dan soal nama baikmu, aku sudah membereskannya, kau tidak usah khawatir penduduk akan membicarakanmu, beberapa hari yang lalu aku sendiri yang mengumumkan di alun-alun desa, kebetulan akan ada pengangkatan guru baru di akademi, jadi sekalian aku umumkan soal dirimu," jelas pria tinggi itu.
"Bukan soal itu. Ini soal..." terlihat keraguan di mata onyx pemuda itu sebelum akhirnya ia tersenyum. "Ah, tidak apa-apa, baiklah."
~o0o~
"Sudah siap! Silahkan dinikmati!"
"Terima kasih, Ayame," ujar Kakashi sambil mengambil sumpit di sebelah mangkuk berisi ramen panas.
Itachi memandang ragu makanan dihadapannya. Makanan itu memang terlihat sangat menggoda. Ada beberapa macam sayuran dan daging, juga jamur serta mie yang masih panas, tapi...
"Kenapa tidak dimakan? Kau tidak suka?" tanya pria bermasker di sebelah pemuda itu.
"Tidak, aku menyukainya," ujar Itachi kemudian mulai mengambil sumpit dan makan makanan pedas di hadapannya.
~o0o~
"Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Kakashi memarahi pemuda yang memegang perut disampingnya.
"Maafkan aku," ujar Itachi berulang-ulang.
Kakashi menghela nafas. "Baiklah, kita pergi kerumah sakit," kata pria berambut melawan gravitasi tersebut.
"Tidak perlu, Hokage-sama. Maksudku, biar aku sendiri saja, Hokage-sama tentu sangat sibuk, aku bisa berangkat sendiri, Anda terlalu baik pada saya," tolak Itachi.
Untuk kesekian kalinya, pria tinggi berjabat Hokage itu menghela napas. "Baiklah, jika itu maumu, aku minta besok kau datang ke kantorku, kita bicarakan mengenai pekerjaanmu," ujar Kakashi sebelum menghilang bersama dua orang ANBU.
Itachi mengernyit kesakitan merasakan seperti ada lilitan di dalam perutnya yang membuat perutnya terasa sangat nyeri. Dengan langkah pelan, ia berjalan menuju rumah sakit yang berada lumayan jauh dari tempatnya berdiri.
Tidak sampai sepuluh menit pemuda itu sudah menginjakkan kakinya di rumah sakit Konoha. Penampilan barunya membuatnya tidak dikenali orang-orang disana. Itachi segera menuju resepsionis untuk bertanya karena rasa perih di perutnya yang semakin terasa karena berjalan cukup jauh. Dua perawat yang berada di resepsionis terlihat malu-malu dan memerah saat ditanya beberapa pertanyaan olehnya, dan Itachi mendengar suara cekikikan kedua wanita itu saat ia berjalan pergi darisana.
Pemuda dari klan Uchiha itu kini duduk di sebuah dipan di dekat jendela yang berada ditengah-tengah ruangan kecil itu atas petunjuk seorang perawat, menunggu seseorang yang akan memeriksa keadaannya.
Kunoichi muda itu menyipitkan matanya saat melihat sebuah nama yang tertera di kertas itu. Sakura menggerutu kecil saat berjalan menuju ruangan tempat 'pasien' barunya menunggu. Ia menatap pintu dihadapannya dengan pandangan benci seolah pintu itu adalah seseorang yang sangat menyebalkan. Gadis itu menarik nafas panjang sebelum akhirnya membuka pintu itu.
Pandangannya tertuju pada pemuda yang kini menatap kearahnya. Selama beberapa saat Sakura hanya terpaku ditempat, sesuatu yang ingin dilakukannya seakan terlupa begitu saja saat melihat wajah pemuda yang duduk diatas dipan itu. Wajah yang mengingatkannya pada sang pujaan hati. Wajah yang sangat...tampan. Hal yang membedakannya dengan Sasuke hanya garis di sekitar matanya yang tidak terlalu terlihat juga model rambut yang berbeda, membuat Itachi terlihat lebih dewasa. Sakura tidak pernah mengira jika wajah kakak Uchiha Sasuke akan seperti itu.
Itachi yang dilihat agak lama menjadi sedikit salah tingkah. Pemuda klan Uchiha itu segera mengalihkan pandangannya kearah lain, membuat gadis berambut pink itu segera tersadar.
Sakura mengepalkan tangannya, ia tidak boleh lupa tujuan awalnya. "Mengejutkan mengetahui kau bisa sakit," ujarnya dingin lalu meletakkan catatan medisnya keatas meja lalu menatap sinis kearah Itachi.
"Kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Itachi datar.
Sakura diam sejenak. "Mungkin. Aku adalah teman Sasuke."
Wajah Uchiha sulung sedikit cerah mendengar jika gadis dihadapannya adalah teman adiknya. "Ah, kau teman bocah Kyubi itu, aku pernah melihatmu."
"Aku bahkan pernah bertarung denganmu, mungkin itu hanya bayanganmu." Sakura mendekati pemuda klan Uchiha itu. "Ada sesuatu yang ingin aku lakukan sejak kepulanganmu kemari."
Itachi menaikkan sebelah alisnya.
Sebuah pukulan langsung mendarat dipipinya, membuatnya tersungkur di atas dipan. Beberapa pukulan selanjutnya langsung diterimanya tanpa ia hentikan.
"Memukulmu! Aku sangat ingin menghajarmu. Gara-gara kaulah Sasuke meninggalkan desa ini, meninggalkan teman-temannya. Kaulah penyebabnya! Hanya karena ingin membalaskan dendam padamu, dia rela melepaskan semuanya, dia rela masuk dalam kegelapan karena dirimu!" ucap gadis Haruno itu lalu kembali memukul Uchiha sulung. "Kenapa tidak menghindar? Aku yakin kau bisa menghindarinya."
Ya. Pemuda itu bisa menghindar dengan mudah. Tapi, Itachi hanya diam menerima pukulan demi pukulan dari mantan murid godaime hokage itu. Ia merasa pantas menerimanya, jika ia mati sekali lagi, ia masih merasa belum bisa menebus kesalahannya pada Sasuke.
"Bahkan sekarang kau semakin membuatnya tersiksa karena mengira kau sudah mati!" Haruno Sakura menghentikan pukulannya dan menghapus air terjun kecil yang mulai mengalir di sudut matanya. "Mau apa kau sebenarnya? Apa maumu?" teriak gadis berambut sepunggung itu tak bisa menahan perasaan marah yang ia coba tutupi selama bertahun-tahun itu.
Itachi yang terduduk di lantai rumah sakit mencoba mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Rasanya bernapas menjadi hal tersulit saat ini baginya, rasa sakit di seluruh tubuhnya terasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang mendera hatinya saat ini. Penyesalan yang menyesakkan langsung menelusup di dalam hatinya. Sasuke...
Uchiha Itachi tidak pernah mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi pada adiknya. Tidak pernah. Tapi selama ini dia sendirilah yang mendatangkan hal-hal buruk pada adik tersayangnya. Ia berharap dengan kematiannya, Sasuke bisa terbebas dari kegelapan, tapi rupanya salah, ia salah besar. Sasuke...Sasuke...
Sakura mengalihkan pandangannya kearah lain saat dirasanya matanya mulai mengabur karena airmata. Nafasnya juga tersengal-sengal, efek dari kegiatan yang baru saja dilakukannya, juga karena amarah yang keluar begitu saja. Sejenak ia menoleh lagi pemuda yang terlihat shock tersebut sebelum pergi begitu saja dari ruangan itu.
~o0o~
Uchiha Itachi berjalan terseok-seok menuju apartemen barunya, apartemen yang dipinjamkan sementara oleh Hokage keenam padanya. Bukan kesembuhan yang didapatnya, melainkan luka-luka luar juga luka dalam yang terbuka lagi.
Pemuda itu membuka dengan pelan pintu apartemennya kemudian masuk ke dalam rumah yang terlihat kosong tersebut. Itachi menutup kembali pintu itu. Gelapnya ruangan tidak menghalanginya untuk berjalan dengan mudah menuju kamarnya. Ia tidak peduli seperti apa keadaan rumah barunya, ia lebih membutuhkan istirahat untuk saat ini.
Disisi lain, Haruno Sakura sedang menenggalamkan wajahnya diantara kedua lengannya di meja kerjanya. Lampu ruang kerjanyapun belum sempat ia nyalakan. Entah tertidur atau malas untuk bangun, gadis itu hanya diam dan tak bergerak sama sekali dari posisinya.
~o0o~
"Naruto?"
Pemuda berkulit tan itu menghentikan langkahnya dan membalikan tubuhnya, ia melihat gadis berambut seperti bunga kapas itu berjalan kearahnya. "Sakura-chan?"
"Sudah pulang dari misi?"
"Iya, sudah dari kemarin. Kaka-sensei memanggilku, apa kau juga dipanggil?" tebak Naruto.
Sakura mengangguk. "Iya," jawabnya. "Kau tahu apa yang ingin hokage-sama sampaikan?"
Naruto mengangkat kedua bahunya. "Tidak, mungkin soal pengangkatanku, hehehe."
"Bukan." Ucap Kakashi dari balik pintu ruangannya. "Kenapa kalian tidak segera masuk? Cepatlah, aku sangat sibuk."
Kedua mantan anak didik pria tinggi itu saling berpandangan beberapa saat lalu segera masuk ke ruangan hokage tersebut.
"Ada apa, Hokage-sama?" tanya Sakura tidak sabar.
"Sebenarnya ini tidak begitu penting, tapi aku ingin agar kalian tidak salah paham," ujar Kakashi membuka pembicaraan. "Ini tentang Uchiha Itachi. Kalian sedang tidak ada di desa saat aku menjelaskan tentang nama baiknya."
"Untuk apa Kaka-sensei membicarakan ini? Kami tetap tidak bisa menerima orang itu disini," kata Naruto menyela.
"Aku membicarakan ini karena telah terjadi kesalahpahaman," mata Kakashi mengarah ke Sakura. "Aku harap kalian bisa mendengarku. Sebenarnya hal ini merupakan rahasia para tetua, hal ini juga tidak aku bicarakan saat pengumuman itu karena sifatnya yang rahasia. Uchiha Itachi adalah seorang ketua ANBU yang sangat dipercaya dulunya. Hokage ketiga bersama para tetua yang melihat adanya kudeta dari klan Uchiha menyuruhnya untuk menjadi mata-mata dalam klannya sendiri, bisa kalian bayangkan betapa dipercayanya dia sampai-sampai dia yang anak dari ketua klan dijadikan mata-mata desa. Juga soal pembunuhan di klan Uchiha..."
"Apa itu..."
"Ya. Itu karena tugas rahasia dari para tetua terdahulu," ujar Kakashi membenarkan tebakan Naruto, membuat kedua muridnya membelalakan mata. "Dia sudah tahu akan konsekuensi yang akan diterimanya. Dicap sebagai penjahat kelas S dan seolah-olah dialah yang paling bersalah."
~o0o~
Haruno Sakura melangkahkan kaki jenjangnya ke jalanan pasar yang ramai. Matanya terlihat kosong, seperti sedang memikirkan sesuatu. Suatu penyesalan sedikit mengusik hatinya, membuat langkahnya yang biasa cepat kini menjadi lambat, tidak bersemangat. Penjelasan yang baru saja di dengarnya dari pria bermasker itu membuat moodnya pagi ini bertambah buruk. Penjelasan itu sudah cukup membuatnya berubah pikiran untuk menghajar lagi Uchiha Itachi. Bahkan rasa kesalnya karena menyebabkan Sasuke 'merana' seakan menguap begitu saja.
"Sakura!"
Sakura melemparkan pandangannya pada seorang gadis yang berdiri di depan sebuah toko bunga Yamanaka. "Ino?" ia berjalan menuju sahabatnya yang memandang aneh kearahnya.
"Ada apa denganmu? Kau terlihat tidak bersemangat. Mau beli bungaku?" tawar gadis bermata aquamarine itu.
"Tidak," jawab Sakura singkat lalu masuk ke dalam toko bunga itu dan duduk di kursi di samping jendela kaca. "Aku hanya sedikit bingung."
"Tidak biasanya orang berkening lebar sepertimu bingung," Ino mencoba menggoda sahabatnya.
"Aku sendiri juga tidak tahu," jawab Sakura tidak memperdulikan ejekan gadis pirang tersebut. Mata emeraldnya kini tertuju pada bunga kaktus di atas meja. "Dia seperti bunga ini."
"Dia? Dia siapa?" tanya Ino ingin tahu lalu dengan cepat duduk di dekat sahabatnya. "Sakura, apa kau sekarang sedang menyukai seorang pria? Katakan padaku, siapa? Apa dia dari anggota ANBU?"
"Apa yang kau bicarakan? Aku tidak sedang menyukai oranglain," ujar Sakura sambil memainkan pot bunga kaktus.
"Hah, sudah kuduga. Kenapa, sih kau tidak bisa melihat pria lain selain Uchiha bungsu itu? Aku sendiri sudah bisa melupakannya sejak dulu. Aku rasa Sai-lah yang membuatku semakin melupakan Sasuke. Kau harus belajar dariku, cobalah untuk menjalin hubungan dengan pria lain," nasehat Ino yang dibalas Sakura dengan memutar bola matanya bosan. "Oh, ya mungkin bisa dengan...kakaknya." Ino melihat perubahan yang terjadi pada sahabatnya membuatnya semakin bersemangat untuk melanjutkan 'nasehat' lamanya. "Aku melihatnya kemarin saat berjalan bersama Hokage-sama. Dia sangat tampan, sedikit lebih dari Sai. Tidak terlihat sama sekali kalau dia bekas penjahat kelas S."
"Aku juga sudah melihatnya," ujar Sakura kembali membuatnya mengingat perbuatannya kemarin pada pemuda itu.
"Oh, ya? Apa dia orang yang dingin seperti adiknya?" tanya Ino penuh rasa ingin tahu.
"Entahlah, kau tahu..."
"Hm?"
"Aku menghajarnya saat pertemuan pertama kami," ujar Sakura dengan wajah penuh penyesalan.
"Apa?"
~o0o~
Sakura memandang ragu pintu dihadapannya. Bujukan dari Ino, lebih tepatnya paksaan dari gadis pirang itu membuatnya kini berdiri bersama sekantong plastik berisi makanan dan minuman. Sahabatnya itu awalnya memintanya untuk hanya membeli sayuran dan memasak makanan sesuai keinginan 'orang itu' tapi Sakura mengelak karena mungkin saja 'orang itu' sudah hampir mati kelaparan, jadi tidak ada waktu untuk masak.
Pintu yang tiba-tiba terbuka membuat gadis bermata emerald itu terkejut dan mundur satu langkah. Pria berambut hitam itu memandang penuh keheranan gadis dihadapannya, bahkan selama beberapa saat ia hanya diam dan memandang Sakura.
"Emm, apa kabar?" sapa Sakura dengan gugup. "Aku datang kemari untuk minta maaf soal kemarin," ucapnya pelan lalu mengginggit bibir bawahnya. Gadis itu semakin merasa bersalah saat melihat luka-luka lebam yang membiru di pipi pemuda itu.
Itachi diam beberapa saat sebelum dia membuka lebih lebar pintu apartemennya. "Silahkan masuk," ucapnya kemudian yang dibalas anggukan Sakura. Itachi menutup pintu kembali saat gadis itu sudah masuk kedalam.
Sakura mengedarkan pandangannya pada apartemen lama gurunya itu. Jujur, meskipun dulu ia pernah sekali datang ke tempat itu, rumah itu terlihat berbeda dan jauh lebih rapi dari yang dilihatnya dulu. Meskipun perabotnya sama, tapi keadaan dari barang-barang yang terlihat baru dipindah-pindahkan itu membuat suasana rumah yang dulunya rapi menjadi terlihat lebih rapi dan hidup.
"Silahkan duduk," tawar Itachi datar.
"Iya, terima kasih." Sakura mengambil duduk di sofa di dekat jendela. "Apa kau baru beres-beres rumah?" tanyanya yang dibalas anggukan pemuda itu.
"Kau ingin minum? Maaf, aku hanya punya air putih," kata Itachi tanpa menghilangkan kesan datar dalam kata-katanya.
"Tidak perlu," tolak Sakura. Gadis berambut panjang itu mengeluarkan makanan dan minuman dari kantong plastik yang dibawanya. "Aku membawa ini sebagai permintaan maaf. Aku benar-benar menyesal atas perbuatanku kemarin, aku berharap kau mau memaafkan aku dan menerima ini."
Itachi memandang sejenak makanan-makanan yang kini memenuhi meja di hadapannya. "Tidak masalah. Lupakan saja, kau juga tidak perlu repot-repot membawa makanan ini."
"Kau sungguh baik, tapi aku mohon terimalah. Ini makanan sehat, aku tahu dari Hokage-sama kalau kau sedang sakit lambung, jadi aku membawakan makanan yang tidak pedas dan berminyak. Ayo, silahkan, makanlah. Aku juga kemari ingin memeriksa keadaanmu, kemarin kau bahkan tidak sempat memeriksakan diri."
Itachi diam sejenak seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Tidak lama kemudian ia mulai mengambil sumpit dan makan beberapa makanan yang dibawakan Sakura. Gadis bermata emerald itu hanya memandangi pemuda bermata hitam yang sedang lahap makan itu dengan pandangan simpati.
'Aku yang berulangkali menerima luka sepanjang hidupku, tidak bisa membayangkan rasa sakit yang dirasakan olehnya, membunuh kedua orangtua dan seluruh klannya, juga dikhianati, aku sungguh kasihan padanya.' Perkataan Kakashi beberapa waktu yang lalu seolah diucapkan kembali oleh pria bermasker itu. Sakura bisa mendengarnya dengan jelas.
~o0o~
"Tolong kau buka pakaianmu, aku rasa ada luka akibat pukulanku di bagian perutmu," perintah Sakura pada pemuda yang kini sedang berbaring diatas sofa. Itachi menurutinya tanpa banyak bicara. "Astaga," gumam gadis Haruno itu pelan saat melihat luka-luka lebam di dada dan perut pemuda Uchiha itu.
Sakura sedikit bersemu merah saat melihat bagian atas Itachi yang terekspos gratis di depan matanya. Pemuda jenius itu tetap terlihat mempesona meskipun badannya dipenuhi luka sana sini. Gadis berambut merah muda itu segera mengalirkan cakra penyembuhnya, mengabaikan perasaan kagumnya.
Itachi memandang cakra hijau yang menguar dari telapak tangan kunoichi muda itu. Untuk beberapa saat ia juga melihat kearah Sakura, membuat gadis itu tidak berani menatapnya balik dan justru mengarahkan matanya keatas atau kebawah, seakan-akan sedang berhitung.
"Oh, ya. Katamu kau teman Sasuke," ujar Itachi masih menutup mata karena Sakura sedang menyembuhkan luka di wajahnya.
"Benar. Aku setim dengannya saat di akademi. Dia orang yang hebat dan selalu rangking satu di kelas. Dia juga mudah menerima pelajaran, suka membantu teman dan..." ucapan Sakura terhenti saat melihat sebuah senyum terbentuk di bibir Itachi. Senyum yang membuatnya kembali mengingat adik pemuda itu. meski rasanya sama, tapi senyum itu juga terlihat berbeda, membuat sebuah senyum pahit meluncur dari bibir Sakura. "...dan dia sangat manis."
"Benarkah?" bayangan Itachi kembali pada saat-saat dimana adiknya selalu meminta diajari jurus baru olehnya, saat dimana Sasuke digendong olehnya, saat dimana adiknya itu tersenyum karena melihatnya berlatih, saat...
"Iya, dia bahkan selalu bisa jurus baru terlebih dulu daripada murid lain, banyak yang iri dengannya karena dialah yang paling bisa diandalkan," mata Sakura mulai berkaca-kaca membicarakan kenangannya bersama Sasuke dihadapan Itachi. "Dia tidak pernah mengeluh apapun keadaannya."
Kembali. Sakura kembali melihat senyum tulus dari bibir pria itu, sangat manis bahkan belum pernah Sakura lihat senyum seperti itu sebelumnya. Airmata tidak mampu dibendung gadis itu lagi saat melihat airmata juga mengalir di pipi pemuda itu, tapi gadis berambut seindah bunga sakura itu segera menghapusnya.
Sakura menurunkan perlahan tangannya dan menunduk sedih. "Sudah selesai," gumamnya pelan kemudian beranjak berdiri dan berjalan menuju pintu.
Itachi membuka matanya perlahan. "Apa kau akan pergi?" tanyanya.
Sakura menghentikan langkahnya kemudian menarik nafas perlahan. "Iya, aku harus segera pergi ke rumah sakit," ucapnya berusaha tidak terdengar parau. "Nanti malam aku akan kemari untuk membawakan obat."
"Tidak perlu, biar aku saja yang kesana," sela Itachi. "Aku akan kesana sepulang dari kantor Hokage."
~o0o~
Pria yang sibuk dengan bertumpuk-tumpuk kertas itu menghentikan sejenak kegiatannya dan tersenyum di balik maskernya saat melihat Uchiha sulung memasuki ruangannya. "Kau sudah datang."
Itachi hanya mengangguk sebagi jawaban, dia berjalan lebih dekat ke arah Hokage dan hanya diam, menunggu pria berambut perak itu bicara lagi.
"Baiklah, karena aku sedang sangat sibuk saat ini, aku langsung ke topik masalah saja. Sesuai persidangan, kau akan bekerja sebagai ANBU. Tentunya kau sudah sangat berpengalaman untuk menjadi ANBU, tapi, untuk sementara kau belum bisa langsung menjadi ANBU. Untuk uji coba, selama dua minggu kedepan kau ditugaskan menjadi guru di akademi. Hanya sebagai formalitas sebelum memulai pekerjaan sebagai ANBU," jelas Kakashi yang dibalas kata 'baik' oleh pemuda keturunan Uchiha itu. "Kau bisa mulai bekerja besok," tambahnya.
"Baik," ucap Itachi singkat.
Semenit kemudian, pemuda berambut hitam itu sudah keluar dari ruangan Hokage dengan beberapa ratus ribu ryo ditangannya sebagai bayaran dimuka untuk menjadi guru bantu.
"Sudah bebas rupanya," suara seorang wanita dewasa terdengar di telinga Itachi.
Pemuda Uchiha itu menoleh kekanan, ke arah wanita berambut pirang yang sedang berjalan kearahnya. "Apa kabar?" Itachi menyapa.
"Cukup baik. Kau juga terlihat lebih baik. Penampilan berbeda pasti kau sudah punya seorang wanita," kata Tsunade sambil melihat Itachi dari atas ke bawah. "Usiamu juga sudah cukup untuk membangun kembali klan Uchiha," ujarnya kemudian tertawa pelan. "Hahh, aku juga berharap akan menikah dan punya keturunan sebelum tua," kata wanita Senju itu lagi, tidak menyadari kalau dirinya sudah tua.
Itachi yang 'disuruh' seperti itu hanya diam sambil tersenyum tipis. Wanita? Dia belum pernah memikirkan hal itu.
"Kalau kau sudah bertemu Sakura, pertimbangkanlah dia untuk menjadi istrimu, kupikir dia sangat ingin menikah dengan klan Uchiha. Sudah lebih dari tujuh tahun dia menunggu adikmu, aku kasihan padanya," Tsunade tidak menginginkan jika muridnya yang masih muda itu akan seperti dirinya nantinya. Wanita itu merasakan arti menunggu yang selama ini dilakukan oleh muridnya itu. "Aku harap dia bisa membuka matanya untuk pria lain," gumamnya pelan sambil berlalu pergi.
Itachi memandang punggung wanita pirang itu sambil memikirkan sesuatu. "Sakura?"
O0o0O
Uchiha Itachi menghabiskan siang dan sore itu dengan berjalan-jalan keliling desa. Mampir ke rumah Ken, melihat-lihat rumahnya yang dulu yang sekarang sedang dibangun menjadi taman baru di pinggir desa. Kemudian melihat-lihat suasana di akademi yang besok akan dijadikan tempat kerjanya, dan latihan bersama para murid yang menantangnya.
"Apa kau kekasih Sakura-sensei?" tanya seorang gadis berambut coklat yang berusia sekitar sepuluh tahun pada Itachi yang kini sedang duduk di ayunan. "Wajah kakak seperti wajah yang pernah Sakura-sensei gambar."
Itachi menaikkan kedua alisnya, 'Sakura? Sebenarnya siapa dia?' pikirnya. "Bukan, siapa Sakura itu?" tanyanya.
"Dia guru pengobatan di akademi. Seminggu sekali dia datang kemari untuk melatih jurus-jurus pengobatan, kami sering menyebutnya guru cantik. Hehehe, dia berambut seindah bunga sakura dan cantik," jelas gadis kecil itu lalu duduk di ayunan sebelah Itachi dan bermain-main dengan ayunan tersebut.
"Berambut seindah bunga sakura?"
~o0o~
Sakura menghentikan sesaat kegiatannya, melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 09.00 malam. Helaan napas terlepas dari bibirnya. 'Apa dia lupa?' pikirnya sebelum dia kembali memusatkan konsentrasinya pada kertas-kertas dihadapannya. Cukup lama ia berkutat dengan kertas-kertas berisi nama-nama pasien, gejala dan obat-obat itu, bahkan tidak menyadari seseorang yang membuka pintu ruangannya.
"Sakura?"
"Iya?" Sakura mendongakkan kepalanya dan mendapati kakak dari Uchiha Sasuke berada di dihadapannya. Dia tersenyum, "Kau datang..."
"Menungguku?"
Sakura hanya tersenyum sebagai jawaban. Terlalu tidak biasa untuknya untuk berkata dia sedang menunggu seorang pria. "Aku akan menyiapkan obatnya," ujar gadis cantik itu sambil mulai mengambil beberapa botol berisi obat-obat yang selalu ia sediakan untuk para pasiennya.
Itachi memperhatikan Sakura dengan seksama. 'Wanita?'. Sebagai shinobi pelarian ia bahkan tidak pernah memikirkan tentang wanita atau keturunan. Dan sekarang, sudah saatnya baginya untuk melakukan hal-hal yang belum sempat ia lakukan di kehidupan yang lalu.
"Ini silahkan kau ambil. Yang ini diminum sebelum makan, masing-masing satu diminum tiga kali sehari," jelas Sakura tanpa berani menatap lawan bicaranya.
"Jika kau bisa menungguku, maka jangan menunggu yang lain, jangan membuat kau terlihat menyedihkan."
"Apa?" tanya Sakura mendongakkan kepalanya, menatap tidak mengerti pemuda tampan dihadapannya. Gadis itu melihat Itachi hanya diam dan mengambil obatnya lalu berbalik pergi. Jangan sebut dia Haruno Sakura jika rasa penasarannya tidak terpuaskan, maka dia menanyakan lagi maksud perkataan pemuda bermata setajam elang tersebut.
"Tunggu, apa maksud perkataanmu tadi?" tanyanya lagi yang tidak sukses membuat pemuda pemilik jurus sharingan tersebut. Sakura meninggalkan mejanya dan menarik lengan Itachi, membuat pemuda itu akhirnya berhenti melangkah. "Tolong jawab pertanyaanku, apa maksudmu berkata seperti itu padaku?"
Itachi berbalik dan menatap tajam Sakura. "Jangan membuat orang lain mengasihanimu karena menunggu adikku. Kau terlihat menyedihkan," ucapnya yang terdengar sebagai badai salju di hati gadis kunoichi tersebut.
Sakura seolah merasa tidak bisa bergerak sama sekali. Jika itu orang lain, ia akan langsung melayangkan Shanaro-nya, tapi sekarang? 'Bagaimana ini? Kenapa sakit sekali?'
Itachi kembali berbalik dan akan melanjutkan langkahnya lagi.
"Kenapa? Kenapa aku tidak boleh menunggunya?" tanya Sakura tak mampu menyembunyikan suara paraunya. Mata emeraldnya sudah berkaca-kaca. "Apa karena aku memang tidak pantas untuknya? Ya, aku tahu dia dan bahkan semua orang menganggap kalau aku memang bodoh dan menyedihkan. Tapi, apa karena aku mencintainya dan menunggunya itu akan merugikan oranglain? Kenapa semua orang harus mengurusi kehidupanku?...Begitukah aku dimatamu? Sebagai orang yang menyedihkan?"
Itachi kembali berbalik dan menemukan gadis bermata zambrud itu sudah menangis tanpa suara. Suatu emosi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya membuat Itachi merasa aneh dengan perasaannya.
Sakura merasakan jantungnya seakan meloncat dari tempatnya. Ia merasa pria itu maju selangkah dan langsung menyapu bibirnya dengan bibir pria itu.
Gadis berambut senada dengan bunga kapas itu melebarkan matanya dan menatap mata pria dihadapannya yang tertutup. Mereka sangat dekat, bahkan Sakura bisa merasakan detak jantung Itachi.
Terdesak oleh kebutuhan oksigen, Itachi melepaskan ciumannya. Pria itu tetap pada posisinya, dengan kedua tangan yang merangkup wajah Sakura dan matanya yang tertutup perlahan terbuka, memunculkan lautan hitam yang memukau siapa saja wanita yang menatapnya, termasuk Haruno Sakura. Nafasnya menyapu wajah gadis bermata emerald itu.
Lama mereka hanya saling menatap, tenggelam dalam pikiran masing-masing hingga Sakura bisa merasakan wajahnya memanas karena ditatap intens oleh pria dihadapannya.
"Apa itu cinta?"
Bersambung...
Hmm, panjang ya? Aku minta maaf kalo' g sesuai harapan reader... ini fic pertamaku, jadi maaf klo amburadul...menurutku cinta itu tumbuhnya perlu proses, jadi Sakura dan Itachi disini tidak langsung saling suka, meskipun mereka abis...
Tolong kasih reviewnya, fic ini dilanjut apa nggak?
