Disclaimer Naruto : Masashi Kishimoto

I really trully take no provit

© Story : GyuuRuru-kun

SMOOTH NIGHT

Type: [Three-Shoot]

Warn: AU/OOC/Misstypo(s)

.DONT LIKE, DONT READ.

...

Bunyi musik alternative rock masih mengalun dari speaker mobil Sasuke. Kiba sengaja masuk dan mengeraskan sedikit volumenya agar bisa menambah asik suasana. Seperti biasa ini adalah main base mereka, sekumpulan remaja alumni Konoha Senior Highschool. Tempat ini adalah tempat dimana mereka semua berkumpul dan bersuka ria tak peduli meski itu di malam hari, seperti sekarang ini.

Shikamaru terlihat duduk tenang memandangi Chouji yang makan keripik kentang dengan lahap seperti biasa sementara Ino dan Tenten bersuka ria, berbagi canda bersama Sakura. Tak berselang berapa menit Lee datang membawakan minuman kaleng untuk ketiga gadis itu. Sasuke yang sibuk dengan ponselnya kemudian menutupnya lalu berjalan ke arah Sakura.

"Sudah selesai?" tanya Sakura.

"Hn, kalau soal itu sudah kuselesaikan dua bulan lalu, dia itu lengket sekali. Neji bilang dia akan segera kesini setelah selesai dengan urusannya." Sasuke duduk dan mencium pelan samping kepala Sakura.

Mungkin tinggal tersisa dua orang yang terlihat tidak bersenang-senang. Gadis berambut lavender itu hanya memerhatikan teman-temannya dari kejauhan tidak ikut bersenang-senang seperti biasa, mungkin dikarenakan ia tidak begitu suka dengan keramaian seperti ini. Selain itu bau khas dari beer dan rokok juga terlalu mengusiknya. Lama ia melamun hingga seorang pria berambut pirang jabrik datang mendekat.

"Ini Hinata ... aku tahu kau tidak suka minuman alkohol itu. Jadi, aku membelikanmu ini!" ucapnya sambil menyodorkan kaleng jus blueberry pada gadis itu.

"Gomen ne, Naruto-kun. A-Aku jadi merepotkanmu." Hinata mengambil kaleng itu kemudian membukanya bersama Naruto yang memegang kaleng Cappuchino.

"Tidak apa." Naruto dan Hinata meminum perlahan, lalu menaruh kaleng minuman tersebut di samping tempat duduk mereka.

"Kau masih memikirkannya?" tanya Naruto, mengejutkan gadis di sampingnya.

"T-Tidak kok. S-Sebenarnya memang rasanya sakit sekali, tapi aku yakin aku mampu bertahan," balas Hinata yang memandangi Sasuke juga Sakura dari kejauhan.

"Jangan khawatir. Saat kau memerlukanku aku akan selalu berada di sisimu," sahut Naruto yang menyeruput kembali minumannya.

Memang sudah lama kalau Hinata memendam perasaan kecilnya untuk Sasuke namun hingga kini tidak terbalaskan. Sekarang begitu ia memikirkan pria raven itu, malah sifat Naruto yang hangat menghalanginya. Hinata menatap pria di sampingnya, entah kenapa ia mencoba berpikir bisakah ia merasakan perasaan yang sama pada Naruto. Naruto selalu peduli padanya dan menolongnya di saat tidak ada seorang pun yang bersedia, karena itu bukan tidak mungkin ia bisa menjalin perasaan yang sama pada Naruto. Yang menghalanginya sekarang hanyalah perasaan takut kalau ia malah menjadikan Naruto sebagai pelampiasan perasaannya yang terpendam, karena itulah secara bertahap ia ingin melumpuhkan terlebih dahulu ingatannya tentang rasa cintanya pada Sasuke kemudian jika bisa memulai lembaran baru kembali bersama Naruto.

"Shikamaru ... kau tidak apa?" tanya Chouji namun Shikamaru hanya diam. Chouji mendapati kalau akhir-akhir ini Shikamaru bersikap aneh karena biasanya pria itu selalu bermalas-malasan namun sekarang malah terlihat tegang.

"Aku tidak apa-apa ..." Shikamaru berdiri dan berjalan menjauh.

Kiba yang memerhatikan Shikamaru sedari tadi pun mulai mendekat. Ia yakin Shikamaru masih memikirkan kejadian tempo hari. Ia pun mengurungkan niatnya untuk membawakan makanan buat Ino dan yang lain kemudian berjalan perlahan menuju Shikamaru. Namun kedatangan Kiba ternyata tidak ditanggapi dengan baik oleh pria itu.

"Berhentilah bersikap seperti anak kecil. Semua sudah terjadi!" omel Kiba keras namun dalam nada yang rendah agar teman-temannya yang lain tidak mendengar percakapan mereka di sudut lapangan skate itu.

"Kau pikir bisa semudah itu. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak, bahkan sekarang bunyi detak jantungku sendiri serasa membunuhku," balas Shikamaru.

"Aku tidak mau tahu yang jelas semua sudah berakhir dan kau harus melupakan semuanya!" Kiba melangkah pergi meninggalkan Shikamaru sendirian.

Sakura melihat Ino dan Tenten yang sedari tadi melamun. Sakura mengejutkan keduanya dan mereka pun kembali tertawa. Sedikit aneh bagi Sakura karena sedari tadi hanya ia yang membuat topik pembicaraan, tidak biasanya kedua sahabatnya ini sedikit diam. Meski begitu Sakura menepis perasaan aneh itu kemudian melanjutkan pembicaraan mereka kembali.

Shino dan Lee terlihat berbincang dan meminum beberapa beer kaleng. Sementara Naruto dan Hinata masih menyendiri berdua dari kejauhan. Hinata melirik Naruto yang masih memegang erat kaleng Cappuchino miliknya yang telah habis. Dari iris blue sapphire miliknya yang bergetar masih tersirat rasa kesedihan yang teramat mendalam.

"M-Mungkin sudah terlambat, t-tapi aku turut berduka ... Naruto-kun." Hinata mencoba menyentuh tangan Naruto dan menenangkan pria itu.

"Dia sudah seperti ... kakakku sendiri. Dia peduli padaku dan selalu menolongku. Dia ... mengajariku banyak hal." Naruto memegang erat tangan Hinata melampiaskan kesedihannya.

"Tidak apa." Hinata diam menerima pegangan Naruto yang cukup erat.

Sebuah silver porche tiba-tiba terlihat memasuki kawasan itu. Mobil itu berhenti kemudian seseorang berambut coklat panjang keluar dari dalamnya, Hyuuga Neji. Sekarang Neji sangat sulit untuk bisa keluar karena ia harus mempelajari segala seluk beluk bisnis untuk meneruskan perusahaan Hyuuga Inc sehingga sebuah kesempatan langka ini ia manfaatkan sebaik mungkin untuk bisa bertemu dengan mereka yang lain.

"Hn, lama sekali ..." ucap Sasuke pada pria dengan jaz putih itu.

"Kau pikir aku punya banyak waktu untuk hal ini. Aku harus bekerja keras untuk beberapa tugas ke depan hanya untuk menciptakan liburanku sendiri selama satu minggu." Neji melonggarkan dasinya dan menerima beer yang Sasuke berikan.

"Apa Villa itu sudah kau siapkan?" tanya Sasuke.

"Ya semuanya hampir siap. Kita sudah bisa berangkat setelah pengelola Villa itu bilang ia selesai membersihkannya ..." jawab Neji.

Naruto melangkah pergi meninggalkan Hinata sementara gadis lavender itu hanya bisa menatap punggung pria itu yang hilang entah kemana. Hinata kembali menyendiri memandangi kumpulan teman-temannya kini telah dilengkapi dengan kedatangan kakakknya. Meski semuanya selalu berkumpul sedari dulu selalu seperti ini yang ia rasakan, ia memang sendirian. Padahal ia ikut serta dalam liburan ini agar bisa bersenang-senang bersama yang lain, namun sikap teman gadisnya tetaplah sama seperti dulu.

*BRTT*

Neji mengangkat panggilan pada ponselnya dan ia pun memberitahukan pada yang lain kalau Villa tempat liburan mereka telah siap. Semuanya bergegas naik ke dalam mobil Kiba, Sasuke, dan Neji. Kiba bersama dengan Shikamaru, Ino, dan Tenten. Sasuke bersama dengan Sakura, Lee, dan Shino. Sementara Neji bersama dengan Hinata, Naruto, dan Chouji.

Perjalanan berlangsung mulus hingga Neji menyadari ada rute aneh dalam GPS miliknya, Neji pun bergegas mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya kemudian menghubungi Sasuke yang mengikuti di belakangnya.

"Sasuke, apa kau lihat ada rute Konoha Street 176 di GPS milikmu?" tanya Neji.

"Ah ... rute itu juga terlihat di GPS milikku. Kenapa?"

"Rute ini lebih singkat ketimbang rute awal kita. Entah kenapa aku tidak menyadari sejak kapan ada rute seperti ini," lanjut Neji.

"Mau mencobanya?"

"Kau tidak keberatan?" tanya Neji balik.

"Perkiraan kita sampai menggunakan rute ini adalah 2 jam, sedangkan jika menggunakan rute Konoha Street 180 akan memutar dan memakan waktu sampai besok siang."

"Baiklah." Neji menutup telepon miliknya.

Mereka pun berbelok menuju rute yang ditunjukkan GPS Neji. Perjalanan diluar perdugaan karena jalanan disini sangatlah sunyi, kelihatannya seperti rute tanpa hambatan dan tidak ada satupun lampu jalan di sisinya. Alur perjalanan membuat para gadis sudah mulai terlelap. Kini hanya tersisa Shikamaru dan Kiba, Sasuke, serta Neji dan Naruto yang masih terjaga karena faktor perjalanan.

"Kulihat kau menyimpan koran hari ini. Keberatan?" Naruto perlahan mengambil koran yang ada di dalam kantung kursi.

"Tidak apa? Lagipula aku sudah baca semuanya," sahut Neji tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

Naruto membuka perlahan koran tersebut dan hanya dengan cahaya remang mobil ia berusaha membacanya. Terlihat berita utama hari ini cukup mengejutkannya, Neji menghadiri undangan pameran seni dari Gollowing Arts yang dikelola oleh Sasori dan ia memberikan kritik keras pada salah satu seniman bernama Deidara. Karena kritik yang bersifat mempermalukan itu terbukti kebenarannya meskipun hanya sedikit seketika itu juga seluruh saham di perusahaan Gollowing Arts yang bergerak di bidang Seni turun, Gollowing Arts mengalami krisis besar kemudian akan dinyatakan ditutup pada bulan mendatang disebabkan bangkrut.

Naruto membuka kembali lembaran demi lembaran dan terlihat berita kecelakaan di rute 131 Konoha Street memakan seorang korban jiwa bernama Yahiko. Tragisnya Yahiko belum mati dan hanya menderita patah tulang namun ia langsung dikuburkan secara kasar dan mati karena kehabisan oksigen. Membaca berita itu membuat Naruto tidak mood dan kemudian menutup korannya. Ia pun mengembalikan koran itu ke tempatnya dan tidur dengan bersandar ke jendela mobil.

Sudah cukup jauh rute ini mereka lewati namun entah kenapa belum mencapai titik temu. Tiba-tiba sebuah panggilan masuk dari ponsel Neji bertuliskan 'Kiba'.

"GPS milikku mati."

"Apa?" Neji terkejut menyadari keadaan Kiba di belakang sana.

"Dia berkedip beberapa kali sebelum lokasinya me ... uk...kan kssrks."

"Kiba? Oi Kiba? Bagaimana bi ... sa?" Neji melirik GPS miliknya yang tiba-tiba mengalami miss location dan akhirnya mati.

Panggilan Neji dan Kiba terputus karena ponsel mereka kehilangan sinyal. Neji perlahan menepi diikuti Sasuke dan Kiba, mereka berhenti di tengah jalanan gelap dan sunyi itu. Kiba, Sasuke, dan Neji keluar dari masing-masing mobil dan mulai berdiskusi mengenai masalah teknis ini.

"Kita harus kembali!" kata Kiba.

"Kau ini bodoh atau apa? Kita sudah melewati setidaknya 5 belokan dari 7 persimpangan berdasarkan rute GPS. Tidak mudah mengemudi dalam keadaan seperti ini," bantah Neji.

"Hn, berdasarkan yang kuingat setengah perjalanan sudah kita tempuh. Data GPS terakhir menunjukkan jika kita terus beberapa mil dari sini ada sebuah kota kecil bernama Ame. Sebaiknya kita berhenti disana dulu kemudian memberitahu lokasi kita pada panggilan darurat," usul Sasuke.

Mereka pun kembali ke mobil masing-masing, karena pembicaraan dan diskusi mereka tidak sampai memancing keributan juga yang lain tengah tertidur cukup pulas maka tak ada yang menyadari kalau tadi mereka berhenti sejenak. Kali ini Sasuke menjalankan mobilnya lebih dahulu, diikuti Neji, dan kemudian disusul Kiba. Perjalanan di kegelapan ini pun akhirnya membuahkan hasil setelah berlalu selama 2-3 jam, diluar perkiraan Sasuke kota ini lebih kecil dan terputus oleh jembatan diantara sungai yang dangkal. Mereka pun turun dan memastikan kalau mobil hanya dapat sampai sejauh ini.

"Kelihatannya jalan utama ini sudah lama mengalami kerusakan." Kiba menunjuk sekitar, sebenarnya sungai ini memotong jalan utama yang tadinya adalah aspal.

"Jembatan ini pun dibuat hanya untuk sekedar melintasi satu sisi ke sisi lain," komentar Neji pada jembatan kayu nan sempit itu.

"Tepat ... 11 malam ..." Sasuke melirik jam tangannya dan keduanya pun memandangi Sasuke.

"Sebaiknya kita segera bangunkan mereka dan menuju kota Ame kemudian melakukan panggilan darurat dari sana," saran Neji.

Perlahan ketiganya membangunkan semua penumpang. Secara perlahan mereka menjelaskan kejadiannya agar tidak terjadi kepanikan, walaupun bisa terlihat dengan jelas kecemasan dari raut wajah Sakura, Ino, Tenten, dan Hinata. Secara bergantian mereka pun melewati jembatan kayu itu dan berjalan bersama-sama menuju kota Ame. Cukup jauh perjalanan dan jalan aspal pun mulai menghilang menjadi tanah bebatuan biasa, tak berapa lama kemudian mereka sampai di kota.

"Ini suasana yang cukup sepi untuk sebuah ... kota." Ino melirik sekeliling dan hanya terlihat beberapa lampu yang hidup. Jika bukan karena lampu yang sangat terang dari sebuah pom bensin, mungkin kota itu akan sepenuhnya gelap.

"Aku ingin menjelajahi kota ini! Bagaimana?" tawar Sakura pada Ino dan Tenten.

"Boleh-boleh saja," balas Tenten.

"Aku akan dan Sasuke akan mencari Telepon umum. Kita semua boleh menyebar ke penjuru kota tetapi pada jam satu malam semuanya harus segera berkumpul di pom bensin!" perintah Neji, disetujui oleh semua orang.

"Aku ... lupa sesuatu, aku rasa aku akan kembali dulu ..." Lee berlari kembali menuju mobil mereka mendapat perhatian dari Naruto juga Hinata.

Sementara semuanya berjalan menuju kota Shino terlihat diam memandangi Naruto dan Hinata. Shino pun berjalan perlahan mengikuti yang lain tanpa mengalihkan lirikannya dari Naruto serta Hinata yang masih diam di tempat mereka. Hingga cukup jauh akhirnya pandangannya pun terlepas juga.

"Ayo, Naruto-kun!" ajak Hinata.

"E-Eh ... H-Hinata-chan ... a-aku mau ke toilet dulu ... aku tidak bisa menahannya sampai kota. Keberatan kalau kau menungguku?" tanya Naruto yang sedari tadi memegangi celananya dan Hinata hanya menghela nafas.

"Baiklah tapi jangan lama ya," pinta gadis lavender itu disambut senyuman khas Sang pria.

Hinata hanya bisa memandangi kembali kerpegian Naruto. Angin malam berhembus membuat tubuhnya disapa rasa dingin yang cukup menusuk. Hinata menggosok kedua lengannya, menunggu Naruto selama ini membuat ia tidak betah. Hinata sontak melirik ke semak-semak karena ia rasa baru saja ada yang ... memandanginya. Hinata menajamkan matanya namun tidak ia temukan hal yang aneh. Setidaknya sudah 20 menit tapi Naruto belum juga kembali dan membuat Hinata resah karena harus ia akui ia merinding berdiri sendirian.

"Hei ..."

"KYAAAAA ..." Hinata sontak terjatuh karena sapaan yang mengejutkannya, sementara Naruto hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya.

"Kau tidak apa-apa? Apa sudah lama?" tanya Naruto beruntun.

"Tidak ... aku tidak apa-apa kok." Hinata berdiri dan membersihkan celananya dari debu.

Keduanya pun berbalik menuju kota namun Naruto dan Hinata terkejut karena mendapati seseorang memakai jaket hijau tiba-tiba muncul di depan mereka. Entah nyaris kena serangan jantung Naruto dan Hinata membisu menatap Shino yang berdiri diam di depan mereka sekarang.

"S-Sejak kapan kau ada disana?" tanya Naruto.

"Kalian lama sekali, jadi aku kembali untuk menyusul ..." jawab Shino dengan dingin, karena nada bicaranya yang seolah tanpa ada perasaan membuat Hinata perlahan mendekati kemudian menggandeng tangan Naruto.

"T-Tunggu sebentar ... dimana Lee?" tanya Hinata.

"Dia bilang dia sudah menuju kota lewat jalan lain yang ia temukan secara tidak sengaja. Ia menghubungiku lewat komunikasi satu arah benda ini." Shino menunjukan sebuah Pager pada Naruto dan Hinata, mereka melihat pesan yang dikirim Lee kemudian mengangguk kecil.

"Sebaiknya kita segera menuju kota 'kan?" Naruto menggandeng lengan Hinata erat membuat gadis itu mengerti maksudnya.

"Kalau begitu bergegaslah!" Shino berjalan lebih dulu diiringi Naruto dan Hinata di belakangnya.

"Ada yang aneh dengan Shino ..." bisik Naruto dan Hinata pun mengeratkan pegangannya.

Mereka pun sampai di kota, lampu jalan yang redup menerangi setiap langkah ketiganya. Shino, Naruto, dan Hinata menuju pom bensin yakni sumber cahaya terang dari kota itu menemui Sasuke dan Neji yang terlihat tengah menggunakan telepon umum.

"Bagaimana?" tanya Naruto.

"Telepon ini tidak bisa digunakan." Neji menutup telepon itu kemudian meninju pelan pintu telepon umum tersebut.

"Hmnn ... aku akan meminta bantuan warga sekitar. Dan sebaiknya beberapa dari kita mencari makanan, siapa tahu kita terjebak sampai besok bukan?" Naruto berlari lebih dahulu melambai pada mereka yang lain.

"Hn, aku benci mengakuinya tapi aku rasa Dobe benar. Aku akan mencari makanan." Sasuke melangkah pelan meninggalkan Neji, Hinata, dan Shino.

"Aku rasa aku dan Shino akan ikut meminta bantuan, siapa tahu warga sekitar sini punya peta. Kau tidak keberatan menunggu disini saja 'kan, Hinata?" tanya Neji dan gadis itu pun mengangguk pelan.

Hinata kembali sendiri, entah kenapa ia pasti selalu tersisa terakhir. Gadis itu menunduk sesal mengakui kalau dirinya memang tidak berguna, tidak seperti yang lain mereka punya tugas masing-masing. Hinata mencari tempat duduk kemudian melamun sendirian.

::To Be Continue::

A/N: Waaa … memakai 12 karakter sekaligus jadi serasa tenggelam feel NaruHina-nya X3 Moga selesai deh besok … he. Makasih udah mau mampir ke fic sederhana ini, mohon kesan, kritik, dan sarannya yaa ^^