I have a sister? NO!... and NEVER!

Vocaloid isn't mine
But this story is mine

.

Warning : Get it by yourself in this fic

.

Summary :

Len memiliki trauma masa lalu yang menyebabkan ia membenci anak kecil. Karena suatu alasan, Len hidup sendirian di rumahnya sejak kelas 4 SD. Ada Gumiya yang siap menemani kapan pun dan dimanapun. Hingga suatu hari ketika orangtuanya kembali ke rumah, sosok kuning tak di kenalnya muncul/"Tunggu, tunggu.. Ini siapa!?" "Kok nanya? Ya adikmu lah, Len!" "…..Ha?"

.


Chapter 1 : Gumiya


"Ngeboooosseeeennniiiiiiiinnnn!"

Makhluk bersurai lumut itu meletakkan smartphone-nya dan berseru bosan. Len yang duduk di atas ranjang sambil membaca buku mengalihkan pandangannya ke Gumiya.

"Ya udah, pergi sana." Singkat, padat, dan penuh makna.

Gumiya mengerucutkan bibir monyongnya. "Rumah lu sepi banget, sih. Besar tapi cuma ditinggalin dua orang doang! Bete tau!"

"Gum, yang tinggal disini itu cuman gue. Lu cuma numpang disini." Len menyahut tak terima.

"Lebih pantes kalo disebut nginep, Len."

"Udah gak pantes disebut gitu. Lu udah keseringan nginep disini."

"KOK NGOMONGNYA BEGICHU?"

"Hah..? 'Be-begichu..?'"

Gumiya memelototi Len.

"Buktinya lo lebih sering tinggal disini daripada dirumah lo itu! Makannya pake duit gua lagi!" Len nyolot.

"Apanya? Seminggu sekali doang kok!" Gumiya tak kalah ngototnya.

"Iya seminggu sekali tapi nginepnya 5 hari. Belom main game dirumah gua Sabtu-Minggunya."

"Hehe.. Masa, sih?" Gumiya cengengesan bangga.

"Gue nggak muji."

"Makasih."

"Gue bilang gue nggak muji elu!"

Gumiya nyengir lalu naik ke ranjang Len dan merangkulnya. "Kita kan, bestfriend, kawaaan.."

Len mencibir lalu kembali membaca bukunya.

"Pasti rame kalo lu punya adik, Len." Gumiya kini memainkan PSP-nya di samping Len.

"Sama sekali enggak." balas Len cuek.

"Dari dulu gue pengen banget punya adik perempuan.."

"Lu cuma mau ngewujudin pikiran kotor lu ke adik lu, kan?"

Gumiya terkekeh. "Ya enggak lah, sejorok-joroknya gue, gak bakal ngelakuin hal biadab kayak gitu ke adik gue sendiri, Len. Disini Nakajima Gumiya yang bersumpah!"

"Alah.." gumam Len.

Gumiya menoleh ke luar jendela ketika melihat rombongan anak TK yang berjalan ke arah taman untuk bermain.

"OHHH! YANG DIKUNCIR DUA ITU MOE BANGET!"

Mana sumpahmu yang tadi, Gumiya?

"Ya udah, kalo lu segitunya pengen punya adik, tinggal minta sama Mama Pap―" omongan Len terputus. "… Maaf Gum. Keceplosan.."

Gumiya tertawa. "Gak papa Len. Emangnya udah berapa tahun kita ceplas-ceplos? Nyantai aja kali…"

"Lu kalo sok kuat gitu keren juga." kekeh Len.

"Oh, baru nyadar?

"Nangis mah nangis aja kali. Sok tegar!"

"Kagak, ah! Ntar gue dikatain melankolis lagi."

"Game lu udah di-pause Gum?"

"Anjrit! Lu ngajak ngomong sih, Len!" Gumiya kembali pada PSP-nya.

Lagi-lagi Len tertawa. Biar nyebelin, Gumiya teman yang baik dan setia. Kalau nggak ada Gumiya, rumahnya akan sepi total mengingat Len sendiri tipe orang pendiam yang lebih suka membaca buku. Walau garing, tapi Len menyukai suasana heboh dari lawakan―sengaja gak sengaja―makhluk lumutan disampingnya.

Untuk Len pribadi, Gumiya adalah anak yang kuat dan tahan banting. Len bukan melihat dari fisiknya waktu jari kelingking Gumiya terbentur sudut lemari dan dia menjerit sampai 7 baris rumah tetangganya bisa dengar. Bukan. Mama Gumiya sudah almarhumah sejak Gumiya akan masuk kelas 1 SD. Saat itu, Mamanya akan memotret hari pertama Gumiya di sekolah dasar. Tapi beliau mengalami kecelakaan di perjalanan. Walau begitu, Gumiya tetap menjalani hari-harinya dengan ceria seakan tidak terjadi apa-apa.

"Kalo diinget-inget ya emang sedih. Kalo sedih, nanti nggak konsen belajar, kalo nggak konsen belajar nanti nilainya jelek, kalo nilainya udah jelek gak bisa naik kelas, kalo gak naik kelas gak bisa lanjut sekolah yang lebih tinggi, kalo udah gak bisa lanjut sekolah susah dapet pacarnya, kalo gak dapet pacar akhirnya jadi jomblo abadi, kalo jomblo dan gak berpendidikkan juga susah cari kerja, kalo gak kerja gak dapet duit, kalo gak dapet duit gak bisa makan, kalo gak makan nanti sakit, waktu sakit masuk rumah sakit dan gak bisa bayar, kalo udah gitu ya mati. Kaaann? Yang kayak gitu bisa berakibat fatal!"

'Panjang x lebar x tinggi' memang. Tapi begitulah jawaban dari seorang Gumiya pas ditanya 'Apa nggak sedih ditinggal Mama?' saat dirinya duduk di bangku 2 SMP. Padahal kalo diperhatikan, jelas-jelas Gumiya nggak pernah serius belajar dan nilainya emang udah jelek alami. Tetapi kalau dipahami, jawaban Gumiya memiliki makna yang sangat dalam;

"Gue gak mau terus-terusan ngeliat ke belakang. Yang ada didepan kita jauh lebih penting."

―Intinya begitu.

Emang lebih singkat kalo ngejawab pake jawaban yang kedua, tapi ya Gumiya emang sukanya kalo yang kecil digede-gedein dan yang pendek dipanjang-panjangin. Contohnya; "Len, lu yang ngehapus tulisan 'Gumiya Ganteng' dibuku gua, yaa?!"

Padahal tinggal ditulis ulang apa susahnya.. Asal nuduh-nuduh, lagi. Saat itu, Len yang sedang menghadapi omelan Gumiya melihat Akaito ngikik bebek di sudut ruangan.

"Kenapa sih, lu sukanya iseng-iseng begitu sama gue!? Ya seenggaknya jangan suka ngehapus-hapus tulisan orang seenaknya, lah! Lu pikir nulis itu nggak capek apa? Kalo gue nulis itu gue harus ngebuang tenaga sekitar 100-200 J! Lu nggak merhatiin pelajaran Fisika-nya Gakupo-sensei sih, tadi. Biar mampus aja loe!"

Buset, gede amat 100-200 J. Nilai Fisika-mu berapa, Gum?

"Gue laper…"

Perkataan Gumiya membuyarkan lamunan Len. Sesaat setelah itu bunyi keroncongan terdengar. Gumiya ngengir. Len menghela napas lalu turun dari ranjangnya.

"Mau makan ap―"

"Ramen!" jawab Gumiya cepat kilat.

Belom juga selesai ngomongnya.

"Yang instan atau di ke―"

"Di kedai! Dibungkus ya! Punya gue yang pedessss banget!"

Len gak kaget kalo Gumiya ternyata tukang kilik. Dari awal duit Gumiya banyak, cuman semuanya disimpan buat keinginannya sendiri. Enggak, enggak. Itu sama sekali bukan disebut sebagai menabung. Anak TK sekalipun tau arti dari menabung itu 'Menyisihkan sebagian uang jajan untuk disimpan'. Kalo Gumiya beda. Definisi menabung baginya adalah 'Simpan seluruh uang sakumu dan jajanlah di rumah Len'

Nyebelin emang.

"Mau ikut gak?" ajak Len.

"Minumnya cola."

Ditanya apa jawabnya apa.

"Makan ramen minum cola bukan perpaduan yang bagus, loh. Nanti perutnya meledak."

Gumiya tertawa. "Lucu! Lucu banget! Gue bukan anak kecil lagi, Len!"

Dikasih tau ngeyel, ya udahlah. Len mencibir.

"Gue cabut nih, ya." Len membuka pintu kamarnya.

"Yaa, hati-hati di jalan…" Gumiya tidak beralih dari PSP-nya.

Len memutar bola matanya dan segera bergegas.

.

"Makan ramen minumnya susu bukan perpaduan yang bagus, loh. Nanti perutnya sakit." ceramah Gumiya.

"Copas, lu." Len menyahut tak peduli.

"Dibilangin juga."

"Perpaduan menu punya lo lebih nggak sehat, dodol."

"Apa yang salah sama cola?!"

"Cola itu ya, kalo dipake buat bersihin kamar mandi, kamar mandinya langsung bersih."

".. Bagus, dong!"

"Bagus darimananya?"

"Kamar mandi aja bersih apalagi perut gue. Bego banget, lu."

Elu yang bego. Kalo cola kayak begitu, semua rumah sakit di dunia bakal pake cola buat pengobatan kali.

"Terserah elu, Gum."

Len dan Gumiya makan tanpa membuka suara lagi.

Ini Minggu, berarti besok Senin. Sekolah, ya? Oh ya, besok ada ulangan IPA lagi.. Kenapa hidup gak adil, sih? Dari Senin ke Sabtu butuh 4-5 hari lagi. Giliran Sabtu ke Senin cuma butuh 1-2 hari. Kenapa hari harus ada tujuh, coba?

"Besok orang tua lu ke sini ya, Len?" Gumiya membuka pembicaraan.

"Hm? Iya.." jawab Len.

"7 tahun ya, mereka ninggalin lu?"

"Hmmm…"

"Kasian banget lu, ditinggal orang tua 7 tahun."

".. Nggak sekasian elu yang ditinggal nyokap seumur hidup."

Gumiya tertawa dan Len ikut tertawa. Mereka tau itu nggak serius. Candaan ngeledek berkedok perhatian kadang dilontarkan.

Orang tua Len pergi ke Amerika sejak Len duduk di bangku kelas 4 SD. Biar begitu, mereka tetap mengirimi uang dan segala keperluan Len dari Amerika. Kadang juga mengirimi beragam hadiah dari Amerika.

"Siapa tau mereka pulang-pulang bawa adik perempuan.." Gumiya beranda-andai.

"Ya gak mungkin lah." Len meneguk susunya.

"Siapa tau aja, kan?"

"Kalaupun ada, itu anak siapa?"

"Iya juga, sih.."

Len mencibir.

"Pupus dong harapan gue punya adik loli?"

"Kenapa malah nanya ke gue?"

.

.

.

Kok Len jadi khawatir gini?