Satu hal yang perlu kalian ketahui; aku membenci Aomine Daiki.

Alasan? Tidak begitu spesifik. Dia berubah menjadi minus dihadapan ku. Wajahnya pun ngeselin, ingin rasanya membuat beberapa benjolan untuknya. Logatnya, ugh. Jangan membuatku untuk mengingatnya. Intinya adalah, Aomine Daiki is a big jerk.

Tambahan, menghina Aomine mengenai kulit gosongnya membuatku tertawa terbahak-bahak selama seminggu semenjak mengenalnya.

Meski aku sudah berkali-kali mengatakan "Aku membencimu! Aomine Daiki! Kau, dan segalanya mengenaimu!" dia tetap tidak bergeming, tampak tak peduli. Dan terus masuk lebih dalam. Uh, masuk ke kehidupanku. Jangan berfikir yang lain. Hal tersebut membuatku semakin gencar untuk membuatnya—tunggu. Membuatku gencar untuk membuatnya… apa?

Bahkan akupun tak mengerti.

The point is; Aomine Daiki is (still) a big jerk for me.


.

.

Big Jerk?

A Kirigaya Kyuu Fanfiction

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Oneshot

K/n: Fic perubah suasana saia dalam mengetik :'v di tunggu komennya, kritikannya, hinaanya, ocehannya, pujiannya (kalo, aku ga ngarep di puji kok :'D) dan sekawanannya ya~ plis abaikan typo.

Warn: Alur kecepetan (efek malem :v) Typo (langganan broh :v) OOC-ness (Aomine ooc banget dah ah perasaan -_-) dan kawan-kawannya (:v)

Happy Reading! And mind to review?

.

.


Aku mulai mengenalnya saat sedang bermain basket sendiri, di lapangan biasa tempatku bermain.

Dia datang memasuki court. Aku berfikir dia hanya ingin melihatku bermain, ku abaikan. Namun saat aku mencoba lane-up dan (sialnya) gagal, aku melihatnya mendengus–meremehkanku.

Sebal? Tentu saja! Apa dia merasa lebih hebat dariku? Aku menggeram.

Kuputuskan untuk mengajaknya one on one.

"Hoi. One on one," kulempar bola jingga kecoklatan di tanganku. Ia menangkap malas sambil mendengus (lagi). Dahiku berkedut.

"Hm, boleh saja." Rupanya dia berani juga. "Tapi kalau kalah jangan menangis seperti bayi."

Aku yakin. Jika sekarang aku menjadi karakter di anime-anime, kepalaku sudah berasap dan wajahku memerah–tanda kesal.

Sebuah ide licik terbesit dibenak ku. "Sekali score menang ya."

Ia kembali mendengus (apa segitu sukanya orang ini dengan mendengus?), aku kembali kesal. "Hn."

Kami saling melempar pandangan. Pertanda; ini perang.

.

.

.

.

.

Aku tak begitu ingat apa yang terjadi barusan. Lets see.

Bola dilempar ke atas, ku posisikan kuda-kuda dan meloncat (aku yakin akan—pasti mendapatkan bola karena yah, lompatanku kan sangat tinggi) namun, yang terjadi selanjutnya aku tidak ingat. Kejadiannya begitu cepat.

Dia memang tidak meloncat setinggi apa yang ku lakukan (ugh, padahal aku sudah yakin meloncat setinggi mungkin. Apa jangan-jangan kekuatanku dalam melompat turun ya?) tapi kecepatanya… aku speechless.

Sedetik kemudian, bunyi braakk mengganti bunyi decitan sol karet, mengisi keheningan.

Aku. Benar-benar. Speechless.

"Hmph, aku menang."

Shit. Apa aku baru saja mendengar suara yang begitu menggoda—apa yang kupikirkan!?

Ku dengar langkah kaki pelan—namun berat, berjalan kearahku. Aku yang terdiam ditempat, kaget.

"Kau kalah," shit. Suara bariton-nya cukup membuatku meneguk ludah sendiri. Begitu dalam, seakan menarik ku ke dalam lautan gelap. Menggoda, dan… seksi? Entahlah, aku tidak begitu yakin. "bitch."

Aku mengerjapkan mataku berkali-kali.

Apa dia bilang!? Bitch!? Aku? Kagami Taiga? Di hina oleh lelaki kulit remang-remang sebagai bitch!? Apa dia sedang mabuk? Ah tapi, kalau orang mabuk memangnya bisa bermain basket seperti tadi? Argh! Menyusahkan! Terlalu banyak berfikir aku bisa overload!

"Naa… karena aku menang, aku minta nomor teleponmu dan nama."

Kembali ku kerjapkan mataku.

Uh, apa telingaku bermasalah? Dia barusan meminta nomor teleponku dan nama 'kan?

"Ba-baik…"

Ugh, aku merasa dihipnotis sekarang. Secepat kilat ku obrak-abrik isi tasku, mengambil secarik kertas, mengotorinya dengan tinta hitam. Tak lupa menggores empat akasara kanji.

Kembali ke tengah lapangan, kuberikan kertas itu kepada si kulit remang-remang.

"Hn, Kagami… Taiga?" sumpah demi apapun, aku melihatnya menyeringai. Menyeringai! Kearahku! "Aku Aomine Daiki."

Akupun teringat satu hal. Sejak kapan kita membuat taruhan; yang menang boleh meminta apapun dari yang kalah?

.

.

.

.

.

Sejak hari itu, hidupku seakan berubah 180 derajat.

Katakan aku dramatis, sinetronis—uh, aku bahkan tidak tahu apa yang ku bicarakan. Tapi ya, hidupku—rutinitasku lebih tepatnya, berubah sejak aku mengenal si kulit remang. Aomine Dakian—ups, salah nama. Aomine Daiki.

Saat pulang sekolah, saat latihan klub, saat bermain basket sendiri, bakan saat aku sedang di toilet.

Selalu ada Aomine Daiki.

Entah kenapa naluriku mengatakan: jangan lengah olehnya! Dia berwajah garang—plus gosong. Dan berkekuatan panther lho!

Aku mendesis, melupakan pikiran bodoh.

Begitupula sekarang. Aku duduk menatap lurus orang di hadapanku. Melupakan kenyataan bahwa; gunung cheese burger masih utuh di hadapanku.

"Ngapain kau disini? Ahomine?" ku tekankan bagian 'aho' saat bertanya padanya. Yah, dia memang aho sih, mau bagaimana lagi?

"Aku sedang makan, Bakagami. Apa kau tidak bisa melihatnya?"

Hn? Sejak kapan ada french fries ukuran jumbo disana? Ah mungkin terututup oleh gunung cheese burgerku.

Ku comot salah satu bungkus, membuka kemasannya, mengunyah sebal.

Aomine tampaknya tidak suka di hiraukan—akhir-akhir ini aku jadi mulai mengerti tabi'atnya.

"Heh, mau one on one lagi 'gak?"

Hmph, sori ya. Aku sudah tidak akan pernah jatuh ke ide licik mu!

"Suman, habis ini aku ada janji." Dustaku.

Wait. Sebenarnya aku memang ada janji, sih. Dengan partnerku dalam tim basket, Kuroko Tetsuya. Kita akan mengerjakan tugas kelompok di apartemenku.

Kulihat dahinya mengerut, berhenti mengunyah french fries.

"Dengan siapa?"

Whoa, whoa. Kenapa nada bertanyanya seperti pacar-yang-sebal-mengetahui-kekasihnya-akan-pergi-dengan-lelaki-lain hah? Begitu mengintimidasi tahu!

"Teman." Aku jawab sesingkat mungkin sambil mencari cara untuk tidak diterkam panther.

"Siapa? Laki-laki? Perempuan? Di mana? Sampai kapan—"

"Woi!" panggilku, menyadarkannya. "Itu bukan urusanmu."

Singkat, jelas, dan padat—begitu yang ku pikirkan. Habisnya, Aomine langsung (benar-benar) terdiam setelah mendengar 3 kata dariku.

Shappire—aku yakin maniknya shappire—berkilat tajam.

Ugh, perasaan tak enak apa ini?

"Souka, bukan urusanku 'hn?" wajahnya condong kedepan, matanya (masih) menatap intens crimson-ku.

Kejadiannya begitu cepat.

"A-a-apa… ?!"

"Memang bukan urusanku 'hn?"

Ciuman pertama ku, diambil orang yang paling kubenci. Terlebih, dia laki-laki

Duagh!

Kepalaku terasa berat.

.

.

.

.

.

Keringat mengucur dimana-mana. Bunyi-bunyi erotis menggema disetiap pojokan.

Ah, kenapa sensasi ini terasa begitu menakjubkan? Nikmat sekali.

"Ah… anh… angh! Ao-mi-ne—annhh! A-aku…"

Aku sudah lupa diri. Makin lupa diri saat Aomine kembali menusuk kencang sebuah titik di anusku.

Nikmat sekali.

"Arggh, y-ya. Aku juga. Bersama!"

Beberapa tusukan kencang di prostat, "ANNNGHHHH!" lalu semua menjadi putih.

Cairan—ah tidak. Genangan kental berwarna putih pekat tumpah di perutku. Ah, aku merasa lubangku penuh oleh cairan.

"Ao… mine…"

Entah bagaimana ceritanya kami bisa berada di posisi ini. Aku tidak begitu memikirkannya—tidak sekarang. Kenikmatan tadi cukup menahan amarahku.

"Hn, tidur lah. Kau pasti lelah." Ia memberikan satu kecupan di dahiku.

Kecupan ringan.

"Aomine…" panggilku, dia menoleh. "You're really are, a big jerk."

Dia mendengus, senyum tipis terukir. "Yes, I'am."

Mataku terasa berat. Hal terakhir yang kuingat adalah; aku tertidur dalam dekapan protektif lengan dim.

Kau benar-benar big jerk, Ahomine.

.

.

.

.

.

END


Kyuu's Note:

Hei! Kyuu kembali dengan fic baru :v

gimana? endingnya gaje kan? kan? :'D

udah ya. saia ga tau mau ngomong apa lagi :'v speechless sama karya diatas :'v

gimana? perubahan besarkan? kan? :'D

yah, efek tengah malam juga sih :'v baru kelar jam 1.57 :v

:v

yowes lah. eh iya. buat yang nunggu multichap saia (KALO ADA. INGET YA SAIA GA GE-ER KOK. SAIA BILANG: KALO ADA /ditendang massa karena caps) saia lagi WB abis nih :'D jadi sabar-sabar ya~ laff u gays (ditendang lagi)

akhir kata,

Mind to review?

kQ