"Kepalamu masih sakit, Kuroko?" suara itu terdengar dari arah depan, ia mengangguk pelan, pada punggung kokoh yang menggendongnya. Kuroko Tetsuya merasa kepalanya masih sedikit pusing. Ia seperti melihat kunang-kunang yang mengelilingi kepalanya. Dahi putih beberapa kali membentur belakang bahu lebar di depannya.

"Lain kali kau harus hati-hati kalau melempar bola, otouto, lihat Kuroko hampir pingsan!" Suara itu tertuju pada bocah yang mirip dirinya namun lebih pendek dan lebih muda, berjalan bersisian. Bocah itu memutar kepala ke samping melihat sosok mungil pada punggung sang kakak. Wajah datar tapi manis dan menggemaskan bersandar nyaman. Alis merahnya berkerut tidak suka, tapi ia juga merasa bersalah pada mahluk kecil itu.

::

::

My Precious One

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Story by Mel

Warning :

Typo(s), AU, sho ai, DLDR, cover not mine, it's only fictitious

Please enjoy

::

::

Tadi saat bermain basket bersama kakaknya tanpa sengaja ia melemparkan bola terlalu keras, ia tidak meyadari kehadiran sosok hampir transparan itu tengah berada di pinggir lapangan, terkena bola yang ia rebut dari tangan sang kakak yang sedang mendribel.

Bruk! Tubuh itu ambruk, pantat empuknya menumbuk beton, refleks kedua tangan memegang kepala bersurai biru langitnya yang lembut.

"Sakit!" ucapnya pelan, seketika itu sulung Akashi berlari, memburu, mengangkat lalu menggendong tubuh kecil itu ke bangku kayu yang berada di sisi lapangan. Memeriksa setiap centi kepala yang tertutup helaian biru langit. Kulit kepalanya memerah akibat benturan.

"Tidak apa-apa, sebentar lagi sakitnya akan hilang." Tangan besar mengusap kepala yang ia sandarkan di dadanya, sedangkan tubuh kecil masih ia dudukan di pangkuan. Sementara sang adik menatap mereka dari kejauhan dengan rasa bersalah dan tatapan tidak suka yang kental secara bersamaan.

Saat itu Kuroko Tetsuya berusia enam tahun, sedang bermain di pinggir lapangan basket dengan seekor anjing kecil, tak lama kemudian datang adik kakak Akashi, menurut Tetsuya kecil mereka keduanya sangat tampan, sang kakak berumur delapan tahun dan adiknya berumur sama dengannya hanya saja tubuh bungsu Akashi lebih besar dari Tetsuya yang mungil. Mereka memiliki rambut crimson yang indah, dengan bentuk mata yang lancip ke atas membuat kedua tampak sangat tegas tapi hangat.

Tetsuya kecil sangat senang melihat mereka berdua bermain di lapangan itu. Hampir setiap sore ia menyaksikan keduanya bermain basket. Tak jarang mereka bertiga bermain bersama atau sekedar mengusak bulu tebal berwarna putih hitam milik anjing kecil jenis Siberian husky.

Mereka bertetangga. Rumah keluarga Akashi berada di pinggir jalan besar dengan luas rumah yang luar biasa – menurut Tetsuya, karena pagar tembok rumahnya begitu panjang, ia tidak dapat menghitung panjang pagar itu dengan langkah kakinya yang pendek, selalu saja ia kehilangan hitungan setelah melangkah lebih dari seratus empat belas, kepala bersurai biru langit akan menggeleng , 'Aku lupa lagi hitungannya!' bisiknya. Sedangkan tempat yang ia tinggali berada di gang, hanya kurang dari tiga puluh langkah saja panjangnya. Jalan kecil di depan rumah Tetsuya hanya bisa dilalui satu mobil saja. Sebuah rumah sederhana yang ia tinggali dengan orang tua dan sang nenek.

Mereka pun belajar di sekolah dasar yang sama, Tetsuya dan bungsu Akashi berada di kelas satu, sedangkan si sulung - Seijuurou sudah kelas tiga.

Mata Tetsuya yang besar biru cantik itu selalu berbinar bila melihat keduanya berada di lapangan bersaing memasukkan bola basket ke dalam ring. Mata itu lebih berbinar lagi ketika bola itu melesak dengan tepat, dan yang paling sering melakukannya tentu saja sang kakak.

Setiap bola itu melesak sepasang netra merah Shinji akan melihat binar pada bola mata biru yang cantik itu. Ia akan segera mengambil bola dan berusaha sekuat tenaga mengalahkan kakaknya. Bila ia berhasil memasukkan bola, kepalanya akan langsung berputar mencari sepasang bola mata biru, dan ia senang sekali saat melihatnya, bukan saja indahnya biru langit tapi juga bibir mungil itu tersenyum untuknya.

Sulung Akashi yang menyaksikan itu menautkan kedua alisnya. Bergantian melihat dua anak seumuran yang saling menatap, dengan raut lucu, yang satu kagum yang satu lagi ingin dikagumi.

Ia berjalan ke sisi lapangan tempat Tetsuya berada, lalu duduk disampingnya, menyampirkan tangan kanan di bahu mungil, membiarkan adiknya bermain sendiri, mendribel lalu memasukkan bola kedalam jaring.

Saat kepala itu memutar untuk melihat reaksi dari si biru muda, mata bungsu Akashi terbelalak menyaksikan kakaknya tengah membelai helaian halus pada kepala biru itu. Dadanya sesak. Mata merah melirik padanya, seolah ia berkata 'Otouto kau kalah! Lihat aku pemenangnya'. "Aniki…" bisiknya. Ia ingin sekali menarik tangan mungil itu menjauh dari si kakak.

.

Saat ini mereka tengah berjalan menyusuri gang mengantar Tetsuya yang masih berada di punggung Seijuurou. Mereka sampai di depan rumah bercat putih. Beberapa dus berjajar di teras yang tidak seberapa luas.

"Tetchan, ya ampun kenapa kau, nak?" suara cemas sang bunda terdengar.

"Tadi terkena bola saat bermain di lapangan." ucap Seijuurou sambil menurunkan tubuh ringan dari punggungnya.

"Aku tidak apa-apa, kaa-san." Ucap sang anak datar. Mata bulat itu menatap mata yang sama, milik ibunya. Mereka berdua seperti sepasang malaikat cantik di mata Akashi bersaudara. Berdekatan dengan keduanya serasa sangat nyaman.

"Bibi, mengapa banyak sekali barang-barang di luar sini?" tanya Shinji.

"Oh itu, kami akan pindah dari sini, karena ayah Tecchan dipindah kerja ke luar kota." kedua pasang alis merah berkerut.

"Apa Tetsuya ikut juga bibi?" tanya Shinji, wanita cantik itu tersenyum.

"Tecchan tentu ikut kami, ia akan pindah sekolah." Suara halus itu seperti menusuk hati di dada bungsu Akashi. Matanya langsung menatap sepasang mata cantik bunda Tetsuya, mencari kesungguhan di sana.

"Kapan akan kembali lagi, bibi?" tanya Seijuurou ia lekat menatap sosok mungil yang tengah duduk diteras mengusak kepala anjing kecilnya, ia lebih bisa menguasai diri daripada adiknya. Wanita itu terkekeh. Ah mereka pasti akan merindukan anaknya, pikir wanita itu.

"Nenek Tetsuya masih tinggal di sini, mungkin setiap liburan sekolah Tecchan akan ke berkunjung kemari." Shinji setengah berlari menghampiri Tetsuya, berjongkok di depannya, memperhatikan anjing kecil itu. Tangannya ikut membelai tubuh berbulu halus itu, berkali ia sengaja menyentuhkan jarinya pada jemari kecil Tetsuya. Rasa sesak menyeruak. Ia tidak ingin kehilangan.

"Apa Nigou juga akan ikut?" tanya Seijuurou. Matanya tidak lepas dari di mahluk yang berada di sampingnya.

"Hai, Sei-kun, ia akan menemaniku di rumah baru, begitu kata kaa-san." Wajahnya datar, tapi menyiratkan kekhawatiran. Ia kembali menatap bundanya, yang memberi anggukan, menguatkan.

"Kenapa Tetsuya harus ikut pindah, kenapa tidak di sini saja?" Shinji menggenggam jari mungilnya. Tapi Kuroko Tetsuya hanya diam, diujung kedua matanya ada tetesan bening. Tiba-tiba saja Seijuurou merengkuhnya. Mendekapnya dengan erat.

"Hey, jangan sedih bukankah saat liburan kau akan pulang?" Tetsuya menggangguk, sesaat kemudian Shinji pun menyusup diantara keduanya. Sebenarnya sedari tadi ia ingin memeluk Tetsuya. Kalau boleh ia ingin membawa sosok mungil itu pulang ke rumahnya.

::

::

Tbc

::

::


Note:

Dearest readers Mel coba nulis lagi, ceritanya ringan

Mudah-mudahan reader suka, bila berkenan mohon masukannya

Love you all

Mel~