Spooky Angel

Main Character : HiruMamo

Genre : Romance, Supernatural, Humor

Disclaimer : Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

Written : Sasoyouichi

Story : Sasoyouichi

© Sasoyouichi


- サソヨウイチ -

Angka 35-36 tercetak manis di papan score digital pada tiang tinggi di pinggir lapangan. Sorak-sorai para pendukung tim Amefuto kesayangan mereka membahana di Tokyo Dome. Pertandingan bergengsi antara kedua tim Amefuto dari Universitas Enma dan Universitas Saikyoudai tengah berlangsung.

Pertandingan akan selesai dalam 2 menit. Tim Saikyoudai yang ketinggalan satu angka dari Enma, mengambil keputusan yaitu merebut 2 angka untuk bonus touchdown mereka. Sesuai dengan prinsip sang kapten yang lebih memilih bertarung mati-matian dan menang daripada memperoleh angka seri.

"Set! Hut! Hut!" teriak seorang quarterback tim Saikyoudai.

Mendengar aba-aba dari quarterback di belakang, mereka lantas berlari dan membenturkan badan mereka ke badan lawan yang datang dari depan. Bunyi hantaman dari badan mereka terdengar keras. Runningback berbadan besar dengan kecepatan cahaya yang ia miliki, melesat ke depan, ke samping quarter back.

Quarterback mengambil ancang-ancang untuk memberikan bola Amefuto kepada runningback. Ia menyeringai. Runningbback itu berlari ke depan dan ikut menubrukkan badannya bersama para lineman. Bagaimana dengan bola Amefuto?

Bola Amefuto tetap berada di tangan sang quarterback. Ia berlari sekuat tenaga dan melompat tepat di atas teman-temannya yang sedang berusaha menjatuhkan lawan. Badan kecilnya berputar sekali ketika di atas. Ia tersenyum karena merasa ia akan jatuh dan mencetak touchdwon.

Tanpa ia sadari, tangan panjang yang kekar, berusaha menggapai badan sang quarterback. Tangan itu berayun dan berhasil memukul quarterback. Quarterback itu jatuh dengan bunyi yang keras.

BRAAAAKKKKK.

Wasit yang memakai seragam bermotif zebra pun mendekati tempat jatuhnya si quarterback. Kedua anggota tim, bangkit dari posisi mereka yang saling menindih. Wasit meniup peluit tanda selesainya pertandingan.

PRRIIIIIIIITTTT!

"TOUCH DOWN!" teriak wasit tersebut.

"Pertandingan Enma Fires vs Saikyoudai Wizards di menangkan oleh... SAIKYOUDAI!" pembawa acara meneriakkan nama 'Saikyoudai' dengan lantang.

"YEEEEEIIIIII!" pendukung Saikyoudai bersorak-sorak bahagia untuk kemenangan Saikyoudai.

Anggota tim saling berpelukan dengan teman se-tim yang terdekat. Saling melempar pujian dan senyuman. Saling mengusap-usap kepala anggota tim yang lain. Dan saling meneriakkan kata-kata 'Hei! Kita menang!'.

"Hei! Quarterback! Ayo bangun! Jangan tidur terus!" Sang quarterback tak bergeming dari tempatnya se-senti pun.

"Ayolah berteriak! Kita menang berkatmu!" Seseorang dari anggota tim yang sama menarik tangan sang quarterback dan membalikkan badannya yang tadi menelungkup. Mukanya berubah pucat.

"Hei! Kau jangan bercanda!" Ia menepuk-nepuk wajah quaterback itu. Teman se-timnya berkumpul mengelilingi sang quarterback dan berusaha membangunkannya.

"Dia nggak sadar!" Seseorang dari anggota tim memanggil tim kesehatan. Tim kesehatan langsung memeriksa keadaan sang quarterback. Lalu, quaterback itu digotong dengan tandu dan dilarikan ke rumah sakit terdekat dengan ambulance.

[Rumah Sakit Jokamachi]

"Dia terkena benturan yang cukup keras di bagian belakang kepalanya. Mungkin ini karena ia dijatuhkan oleh tim lawan. Kepalanya membentur tanah dengan sangat kuat. Ia pingsan seketika." Kata dokter yang tadi memeriksa quaterback tim Saikyoudai.

"Apa dia akan cepat sadar?"

"Banyak kasus seperti ini. Ada yg bisa sadar setelah satu minggu, tetapi ada juga yang baru bisa sadar setelah satu bulan. Kalau begitu, saya duluan." Dokter itupun keluar dari kamar quarterback.

"Satu bulan itu waktu yang lama. Saikyoudai bukan Saikyoudai tanpamu,"

"Cepatlah sadar kapten. Kami akan menunggumu."


- サソヨウイチ -

Normal P.O.V

Seorang dosen tampak berdiri di depan kelas sambil menuliskan beberapa kalimat yang sesuai dengan materi yang sedang ia ajarkan. Mahasiswa yang duduk di barisan depan tampak bersemangat mendengarkan penjelasan dari dosen mereka itu. Berbeda dengan bagian belakang. Ada mahasiswa yang terkantuk-kantuk, berkali-kali menguap dan juga ada yang tertidur.

"Genetika berasal dari bahasa Yunani yaitu genno, yang berarti melahirkan. Istilah genetika ini diperkenalkan oleh William Bateson." Sang dosen yang juga memakai infocus, menampilkan gambar seorang kakek tua yang berkumis tebal, botak pada bagian depan kepalanya dan berkulit putih.

"Hoooaaammm.." Seorang perempuan berambut panjang menguap ditengah-tengah penjelasan dari dosennya. "Ini karena kemarin tidur kemalaman! Aku jadi mengantuk saat di kelas!"

"Huus. Jangan nguap-nguap terus Mamo!" bisik teman sebelahnya.

"Hehehe. Gomen ne." Perempuan yang tadi dipanggil Mamo oleh temannya, tertawa pelan menanggapi perintah temannya.

"Kita masih mahasiswa semester satu di Universitas Kedokteran Shuuei. Jadi kita harus semangat belajar!"

"Iya Sara-chan yang cantik dan baik hati,"

"Gitu dong! Itu baru Anezaki Mamori yang aku kenal!"

"Hei, kalian berdua!" Mamori dan Sara pun sontak menoleh ke arah dosen mereka.

"Kalau kalian mau mengobrol, silahkan keluar dari kelas saya!"

"Maafkan kami. Kami akan diam mulai sekarang." Dalam posisi duduk mereka, Mamori dan Sara menunduk meminta maaf pada dosen mereka.

"Kita lanjutkan." Sang dosen kembali sibuk dengan penjelasan dan slide presentasinya.

"Sara.." panggil Mamori dengan suara rendah.

"Hmmm?"

"Nanti ada waktu nggak? Bantu aku cari buku di perpustakaan ya," mohon Mamori.

"Aku sudah ada janji dengan Karin."

"Pasti mau beli komik lagi 'kan?"

"Hehehe. Kok tau? Sudahlah, diam. Jangan ribut!"

Mamori mendengus kesal. Kali ini dia harus ke perpustakaan sendiri lagi. Ia harus mencari beberapa buku tentang materi yang belum dapat ia mengerti dari penjelasan yang dosennya berikan. Bagi Mamori, ke perpustakaan sendirian dan mengobrak-abrik buku-buku di sana tanpa mengobrol sangat membosankan. Tapi, apa boleh buat, Sara yang paling dekat dengannya sudah ada janji dengan orang lain.

Bagaimana dengan Ako? Yang juga merupakan sahabatnya sejak di Tamagawa Gakuen? Sara dan Mamori memutuskan untuk meneruskan pendidikan mereka di Universitas Shuuei. Sedangkan Ako, ia memutuskan untuk kuliah di Universitas Enma.


- サソヨウイチ -

"Haaahh..."

Mamori melangkahkan kakinya dengan malas. Beberapa buku yang ia pinjam dari perpustakaan sudah memenuhi tangan kanannya. Bukan buku yang tipis, melainkan buku yang tebal seperti kamus. Mamori kerepotan dengan buku yang ia pinjam.

"Kenapa aku meminjam buku setebal ini?" rutuknya.

"AWAAAS!" Mamori menoleh ke arah suara teriakan itu. Ia melihat sebuah yang mengarah ke tangannya.

BRAAAKK.

Buku-buku yang Mamori pegang melompat dari pelukannya dan jatuh ke tanah. Bola yang tadi mengenainya menggelinding di sekitar bukunya yang jatuh. Ia mengambil bola yang jatuh tadi dan berdiri mencari pemiliknya.

"Gomennasai.." Seorang laki-laki berkacamata menghampiri Mamori. Laki-laki itu memakai seragam yang membuat badannya kelihatan lebih besar dari aslinya

"Maaf tadi aku melempar bolanya terlalu jauh," laki-laki itu menundukkan badannya.

"Ya, aku tidak apa-apa,"

"Biar aku bantu mengambil buku-bukumu," Ia memungut satu per satu buku-buku Mamori.

"Ini bola apa?" tanya Mamori yang penasaran dengan bola berbentuk oval yang ia pegang.

"Oh, itu bola Amefuto. Kalau melihat seragamku, kamu seharusnya sudah tau,"

"Tidak. Aku tidak tau,"

"Apa di sekolahmu dulu tidak ada tim Amefuto?" tanyanya.

"Aku sekolah di sekolah khusus putri,"

"Pantas saja kamu nggak tau. Aku, Takami. Ichiro Takami."

"Aku Anezaki Mamori. Yoroshiku ne."

"Ini bukumu. Aku kembali ke lapangan ya. Jaa."

"Jaa!"


- サソヨウイチ -

Mamori duduk di salah satu kursi panjang yang ada di sekitar taman Universitasnya. Suasana taman yang tenang menjadi tempat yang nyaman untuk membaca buku-buku tebal yang ia pegang. Ia membuka buku yang ia pinjam. Mulai dari buku yang tebal berwarna merah darah.

"Cih! Sial! Kenapa harus membuat surat bodoh seperti ini?"

"Orang sebelah berisik! Aku nggak bisa konsentrasi!" omel Mamori dalam hatinya.

"Tch! Sial! Aku sama sekali nggak bisa buat surat kayak gini!"

"Ya! Apa kau bisa berhenti berteriak? Aku tidak bisa konsentrasi!" teriak Mamori kepada orang yang duduk di sebelahnya. Orang itu menggandeng senjata di tangan kirinya. Telinga elf-nya dipakaikan dua anting perak. Mengerikan. Itulah kesan pertama yang Mamori dapat ketika melihatnya.

"Kau siapa pengganggu sialan? Berani-beraninya kau membentakku!"

"Kau itu yang pengganggu! Dasar rambut pirang berantakan!"

"Apa? Berantakan? Rambutmu itu yang panjang dan berantakan, penganggu sialan!"

"Percuma aku berdebat denganmu! Lebih aku pindah ke kursi lain! Dan berhenti memanggilku dengan embel-embel sialan! Huh!" Mamori mengemas buku-bukunya dan berjalan dengan cepat ke kursi lain.

"Kekeke! Akhirnya kau pindah pengganggu sialan!"

"Kenapa aku yang harus pindah? Seharusnya dia yang pindah!" rutuk Mamori. Ia meletakkan bukunya dengan kasar di atas kursi. Ia membuka lagi buku yang tadi sempat ia baca. Beberapa menit, Mamori bisa berkonsentrasi dengan bukunya.

"Dasar surat sialan!"

Mendengar teriakan dari pengganggu yang sama membuat Mamori gerah. Ia menutup bukunya dengan kasar dan melemparkannya begitu saja di kursi taman. Ia berjalan ke arah pengganggu yang sejak tadi mengusiknya.

"Bisa nggak kau berhenti berteriak?"

"Nggak." Jawabnya singkat sambil menatap Mamori.

"Kau itu sudah mengganggu ketentramanku!"

"Kalau kau nggak mau diganggu, kau harus bantu aku membuat surat sialan ini!"

"Apa wajib bagiku untuk membantumu ha?"

"Kalau nggak mau, aku akan terus berisik. Kekeke!" Pengganggu itu menyeringai dan menampakkan rentetan gigi taringnya yang menakutkan.

Mamori menggembungkan pipinya, dan berkata, "Baiklah. Aku akan membantumu. Setelah itu kau harus menghilang dari pandanganku!"

"Kekekeke! Itu tidak susah pengganggu sialan!"

Mamori merebut kertas yang laki-laki itu pegang. Ia membacanya sebentar lalu bertanya, "Surat apa yang mau kau buat?"

"Surat apalah itu namanya yang mau diberikan perempuan sama laki-laki yang dia suka,"

"Surat cinta maksudmu?" tanya Mamori.

"Ya apalah itu namanya," jawabnya malas-malasan.

"Hahaha. Kenapa kau membuat surat cinta untuk laki-laki. Jangan-jangan kau..." Mamori melayangkan tatapan aneh ke arah laki-laki di sampingnya itu.

CREEEKKK.

Laki-laki itu mengarahkan mulut senjatanya ke kepala Mamori. "Jangan maam-macam pengganggu sialan! Kalau bukan karena tugas, aku nggak akan mau membuatnya!"

Mamori menyingkirkan senjata itu dari kepalanya dengan santai. "Tugas? Apa maksudmu?"

"Itu tugasku agar aku bisa kembali ke kehidupanku,"

"Kehidupan? Kau 'kan sudah hidup?"

"Apa setelah julukanmu mau bertambah jadi pengganggu cerewet sialan ha?"

"Aku 'kan hanya mau tau. Jadi kau membantu seorang perempuan yang ingin membuat surat cinta untuk orang yang dia suka?"

"Tepat. Ternyata, walaupun pengganggu, kau cukup pintar juga. Kekeke!"

"Aku anggap itu sebagai pujian." Mamori mulai menulis beberapa kata di atas secarik kertas berwana biru muda yang tadi ia rebut dari laki-laki itu.

"Aku belum tau namamu. Siapa kau?" tanya Mamori sambil tetap menulis surat si laki-laki pirang.

"Hiruma Youichi."

"Aku Anezaki Mamori."

"Sebenarnya, aku nggak perlu tau namamu. Aku akan tetap memanggilmu, pengganggu sialan! Kekeke!"

"Akuma! Ini sudah selesai!" Mamori menyerahkan surat yang ia tulis dengan kasar.

"Kekekeke! Apa-apaan ini? Isinya benar-benar memalukan!" Laki-laki yang bernama Hiruma itu, tertawa sepuas-puasnya setelah membaca surat yang Mamori buat.

"Surat cinta memang begitu, Hiruma!"

"Aku nggak nyangka isinya sememalukan ini! Kekeke!"

"Aku nggak mau tau. Yang penting aku sudah membantu membuatnya. Sekarang kau harus menghilang dari hadapanku!" Mamori meninggalkan Hiruma yang masih tertawa terbahak-bahak. Mamori mengambil buku yang tadi ia lempar dan melanjutkan membacanya.

Tak lama setelah itu, perempuan cantik berambut hitam pendek sebahu datang menghampiri Hiruma yang terlihat memang sedang menunggunya. Mereka berbicara dengan suara rendah yang tidak dapat di dengar Mamori. Hiruma menyerahkan surat yang tadi Mamori tulis. Perempuan itu tersenyum senang. Hiruma menunjuk Mamori. Perempuan itu pun menghampiri Mamori.

"Arigatou ne, sudah mau membantuku untuk membuatkan surat ini,"

"Doitte. Aku sarankan, lain kali kalau mau buat surat untuk seseorang yang kau sukai, lebih baik itu dibuat olehmu sendiri. Walaupun surat itu tampaknya tidak terlalu bagus,"

"Hai. Aku akan mengingat saranmu." Perempuan itu pun meninggalkan Mamori dan Hiruma. Hiruma bangkit dari kursinya. Berjalan mendekati Mamori.

"Kalau perempuan merepotkan itu diterima, kau akan kutraktir,"

"Kau yakin?" tanya Mamori.

"Besok kau datang ke sini lagi. Perempuan merepotkan tadi juga akan menemuiku di sini, besok,"

"Baiklah. Ternyata kau baik juga,"

"Kekekeke! Kalau nggak, aku nggak bisa kembali ke kehidupanku, pengganggu sialan!"

"Kau terus saja menyebut 'kehidupanku'. Ini 'kan hidupmu!"

Hiruma meninggalkan Mamori sendirian. Ia berbelok ke kanan, masuk ke jalan yang dipenuhi pohon-pohon besar. Hiruma sedikit mengangkat sudut bibirnya ke atas. Mencoba untuk tersenyum. Walaupun sepertinya, senyum itu melambangkan kesedihan yang ia sembunyikan.


TO BE CONTINUED...


YA-HA!

Sesuai janji, saso buatkan lagi fanfic Hirumamo untuk readers sekalian XD

Ide ini udah ada sejak lama, hanya saso gak sempat buat nulisnya, mungkin malas juga *plaaak*

Di fanfic ini, Mamori sama sekali nggak ada hubungannya dengan Sena dan Amefuto

Jadi nggak usah bingung, kalau tadi Mamori nggak tau itu bola Amefuto XD

Ini fanfic pertama saso yg keluar dari kenyataan dari anime/manga-nya, bisa dibilang AU

Semoga bisa menghibur pembaca^^

Oya, satu lagi

Super Junior ngadain Super Show di Indonesia! *author heboh*

Indonesian ELF, make some noise!

Kekeke!

Yang mau baca kelanjutan fanfic ini, harus tekan tombol REVIEW! o

Review Anda selalu dibutuhkan^^