Disclamer: Masashi Kishimoto
Warning: typo(s), AU, OOC, Gaje, alur kecepetan, dll.
^^Selamat Membaca^^
"Kenapa kau tidak bilang dulu, Hinata?" Ucap Sakura kesal pada sahabat terbaiknya ini. Sedangkan Hinata hanya dapat menunduk. Gadis berambut meah muda ini begitu kesal pada Hinata, karena Hinata telah menyebarkan nomor ponsel Sakura kepada teman baiknya yang berada di Osaka.
"Gomen, Sakura. Tapi, dia tidak akan macam-macam. Janji." Cicit Hinata dengan takut. Gadis berambut indigo ini sangat takut apabila Sakura akan marah padanya dan tak ingin berbicara dengannya lagi. Membayangkannya saja, sudah membuat dirinya menahan tangis.
"Aku pegang janjimu. Dan kau jangan menangis. Kamu akan membuatku merasa bersalah." Ketus Sakura sambil memegang pundak Hinata. Ia telah memaafkan sahabatnya-Hinata. Walaupun masih ada rasa kekesalan kepada Hinata.
"Sekali lagi, gomen. Bilang saja kalau ia macam-macam denganmu, Sakura." Hinata tidak lagi khawatir dengan Sakura, kalau ia tidak akan berbicara dengannya lagi.
"Iya, Hinata. Oh iya, aku mau balik ke kelas. Dahh~" Setelah mengucapkannya, gadis bersurai pink itu kembali ke kelasnya-IX.2. Ia memang tak sekelas dengan Hinata. Karena, Hinata berada di kelas terfavorite yang ada di sekolahnya kini-IX.1
~O~O~O~O~
Terlihat dua orang gadis sedang menunggu seseorang dekat perpustakaan. Dan juga, terlihat salah satu diantara mereka berdua, sedang melontarkan kekesalannya.
"Haa... kau tahu, pig. Kalau ia bukan Hinata, aku tak ingin berbicara dengannya lagi sampai 5 kalender usai." Ucap Sakura serius. Gadis berusia 14 tahun tersebut memang tak pernah bermain-main saat mengucapkan sesuatu.
"Tenanglah, forehead. Kau jangan terbawa emosi. Aku yakin, Hinata pasti terpaksa. Kau tahu sendriri 'kan kalau Hinata itu tidak bisa bilang 'tidak' dengan orang lain." Kata Ino-orang yang dipanggil pig oleh Sakura.
Sakura hanya bungkam. Ia hanya ingin diam dan meresapi kembali kata-kata Ino barusan. Yang dikatakan Ino memang benar. Hinata memang terlalu baik dengan orang lain. Saking baiknya, Hinata bahkan tidak ingin menolak segala permintaan yang ditujukan padanya.
Akhirnya, orang yang ditunggu oleh mereka berduapun datang. Gadis berambut panjang indigo yang memiliki senyum yang sangat manis. Tak lain dan tak bukan adalah Hinata-gadis yang baru dibicarakan oleh Ino dan Sakura
"Ayo kita pulang" ucap Hinata bersemangat sambil tersenyum kearah sahabat-sahabatnya itu. Sakura dan Ino hanya mengangguk yang mengartikan setuju dengan perkataan Hinata.
~O~O~O~O~
Sakura baru tiba dirumahnya lima menit yang lalu. Ia mendapat tumpangan dari Hinata-setiap hari. Sedangkan Ino, memilki kendaraan pribadi.
Drtt... Drtt... Drtt...
Ponsel pinknya bergetar. Itu menandakan ada pesan yang masuk. Ia pun langsung mengambil ponselnya yang sedari tadi ada disampingnya. Alis Sakura terangkat-heran dikarenakan mendapat pesan dari nomor yang tak dikenalinya.
From: 081234567890
Hei.
Sakura membalas pesan tersebut. Karena ia begitu penasaran siapa pengirim pesan itu.
For: 081234567890
Siapa?
Tak cukup dua menit ponselnya bergetar kembali.
From: 081234567890
Sasuke. teman Hinata.
Rasa penasaran Sakura pun menghilang. Mengingat kalau Hinata tadi sempat mengatakan kalau temannya itu bernama Sasuke.
For: Sasuke
Oh. Maaf.
Sakura kembali membalas pesan teman smsan-nya yang baru-Sasuke.
From: Sasuke
Maaf? Kenapa?
Ia tersenyum sambil mengetikkan pesan lagi.
For: Sasuke
Tak apa. Lupakan :p
Pesan dari Sasuke masuk kembali.
From: Sasuke
Pelit. :p
Sakura tertawa membaca pesan Sasuke. Dikatai pelit memang bukan hal yang pertama baginya. Tangannya pun kembali mengetikkan balasan pesan tersebut.
For: Sasuke
Biarin. :p Oh ya, kenapa kamu minta nomor ponselku?
Sakura memang tipe gadis yang mudah penasaran. Jadi, ia tak ingin menunda-nunda pertanyaan tersebut. Setelah mendapat balasannya, mendadak ia mengukirkan senyum di wajahnya itu.
From: Sasuke
Tak apa. Aku hanya ingin akrab dengan teman Hinata.
Rasa penasaran Sakura masih tertahan.
For: Sasuke
Terus, kenapa harus aku? Kenapa bukan yang lain? Ino atau Tenten misalnya-mungkin kau sudah mendengarnya dari Hinata kalau kami berempat bersahabat.
Ponselnya berada dalam genggaman tangan mungilnya. 'Hei. 10 menit ia tak membalas smsku. Kenapa ya?' batin Sakura sambil menatap ponselnya tersebut. Senyum kembali terukir diwajahnya.
From: Sasuke
Tak apa. Aku hanya penasaran denganmu, Sakura. Oh ya, mumpung aku lagi senggang, aku akan menelponmu. Tunggu ya.
"Penasaran? Denganku? Kenapa? Oh iya, Sasuke bilang kalau ia ingin menghubungiku." gumam Sakura. Tak cukup 5 menit ponselnya pun berbunyi menandakan bahwa ada yang menghubunginya. Dengan sigap ia pun menekan tombol hijau yang terpampang di ponselnya tersebut.
"Moshi-moshi. Ada apa, Sasuke?" Ucap Sakura memulai pembicaraan.
"Tak apa." Balasnya singkat dengan suara khasnya yang berat itu.
'Suaranya... Sepertinya aku pernah mendengarnya.' Batin Sakura. "Oh... Kau sangat dekat yah dengan Hinata?" Tanya Sakura penasaran.
"Bisa dibilang begtu. Karena Hinata pernah tinggal beberapa tahun di Osaka." Jelasnya Sasuke.
"Oh." Balas Sakura dengan sebegitu singkatnya. Ia tak tahu ingin membicarakan apalagi.
"Sakura!" Panggil Sasuke pada Sakura melalui ponsel.
"Ya?" Jawabnya cepat.
"Tak apakan, kalau aku memilki nomor ponselmu?" Tanya Sasuke.
"Ya. Tak apa, Sasuke. Kau kan temannya Hinata. Aku yakin teman-teman Hinata pasti semuanya baik-baik" Balasnya kepada Sasuke sambil tersenyum –yang pastinya tak terlihat oleh manik kelam milik Sasuke.
"Oh. Ah. Gomen, Sakura. Aku harus pergi main futsal jam setengah 4 nanti. Sudah dulu yah. Nanti kita smsan. Ok." Ucap Sasuke. Bermain futsal setiap hari sabtu merupakan kebiasaan Sasuke beserta teman-temannya yang lain.
"Um. Ok, Sasuke. Bye" Ia pun meletakkan ponselnya di tempat tidurnya yang berukuran sedang tersebut. Segera saja tubuhnya mendarat di atas tempat tidurnya sambil menatap ke arah langit-langit kamarnya.
"Um… Suaranya. Sepertinya aku pernah mendengarnya. Atau hanya perasaan ku saja yahh?" Gumam Sakura sambil memeluk bantal kesayangannya tersebut.
~O~O~O~O~
Terlihat empat orang gadis berseragam yang serupa –Tokyo Junior High School- kini tengah bercanda tawa dengan riangnya di dekat perpustakaan. Itulah tempat mereka menghabiskan waktu luang saat mereka istirahat.
"Oke. Sekarang giliranku" Ucap salah satu diantara mereka yang rambutnya selalu dicepol dua.
"Kau kan sudah tadi, Tenten. Dan juga, aku 'kan yang jarang bertanya" Seru Sakura kepada gadis bercepol dua yang bernama Tenten.
"Sudahlah, Ten. Kau mengalah saja sama si Jidat ini" Kata Ino sambil menunjuk si 'jidat'. Dan si 'jidat' hanya memasang wajah cemberut.
Hinata hanya terkikik geli melihat para sahabatnya yang tengah bertengkar kecil tersebut. Diantara mereka, Hinatalah yang memilki sifat yang pendiam. Sedangkan mereka bertiga, kompak memiliki sifat yang cerewet.
"Sakura, cepat kau bertanya." Ucap Tenten ketus kepada Sakura.
Sang pemilk nama hanya mendengus sebal dengan nada bicara sang sahabatnya. "Hinata, siapa orang yang kamu cintai?" Tanya Sakura yang sukses merubah mimik wajah Ino dan Tenten yang sedari tadi memasang wajah cemberut.
Mereka berempat sebenarnya tengah bermain 'Siapa Berani'. Yang kalah dalam gunting-batu-kertas akan diberi pertanyaan salah satu dari mereka.
Tenten, Ino dan tentunya Sakura penasaran dengan jawab Hinata. Karena mereka bertiga belum mengetahui siapa sebenarnya orang yang Hinata cintai itu.
Hinata hanya diam. Ia meneguk ludahnya. 'Gawat. Aku pikir mereka tak akan menanyakan ini' Batin Hinata. Ia sedang berpikir. Bagaimana caranya agar dia dapat merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Sakura.
"Umm... A-ano. O-orang i-itu... Umm… Na-namanya..." Katanya terbata-bata sambil memainkan kedua jari telunjuk mungilnya itu.
Ino pun menghela nafas "Langsung sebut namanya, Hinata." Katanya.
"Sa-sa-sasuke." Ucapnya ditemani dengan pipinya yang merona.
"Sasuke?" Sakura begitu tersentak mendengar penuturan sang sahabat pemalunya itu.
"Siapa itu, Sasuke?" Tanya Tenten. Rupanya ia belum mengetahui asal-usul sang pemuda yang bernama Sasuke tersebut.
"Sasuke itu teman Hinata di Osaka. Saat Hinata belum pindah di Tokyo" Jawab Ino mewakili Hinata.
"Umm.. Da-dan ju-juga..." Ia meneguk ludahnya saat ia ingin melanjutkan perkataannya. "Se-sepupu." Lanjutnya dengan suara yang teramat pelan.
"SEPUPU?!" Pekik mereka bertiga.
"Lu-lumayan ja-jauh" Katanya seperti berbisik.
Oh oke. Perkataan Hinata makin membuat Sakura tersentak. Hinata yang menyukai sepupunya sendiri. Meskipun sepupu jauh, tapi tetap saja sepupu.
Hubungan keluarga Hinata dan Sasuke begitu jauh. Ayah Hinata memilki seseorang memilki seorang sepupu perempuan. Bernama Hyuuga Mikoto –kini menjadi Uchiha Mikoto- menikah dengan seorang Uchiha yang terkesan dingin bernama Uchiha Fugaku. Mereka berdua memilki dua orang anak laki-laki. Anak sulung bernama Uchiha Itachi. Berambut panjang, beriris onix, jenius dan sifatnya yang lumayan cerewet. Dan si bungsu yaitu Uchiha Sasuke. Berambut dengan bermodelkan emo, iris mata yang sama dengan Itachi, jenius tentunya. Tapi, sifatnya lah yang membedakan Sasuke dan Itachi –Selain rambut-. Itachi yang terkesan cerewet. Sedangkan Sasuke yang terkesan pendiam.
"Tapi Hinata, ia tak memberitahuku kalau kau itu sepupunya" Ucap Sakura.
"Memberitahumu? Kau sudah kenal dengan si Sasuke, Sakura?" Tenten nampak menampilkan wajah kebingungannya tersebut.
"Ya. Hanya teman smsan." Dengan malas Sakura menjawab pertanyaan Tenten. Dan Tenten hanya mengangguk-ngangguk mengerti.
"Astaga. Gawat. Ten, Saku. Kita harus cepat ke kelas. Karena sebentar lagi jam istirahat habis. Bisa gawat kalau kita telat." Kata Ino heboh. Hari rabu dan jam pelajaran seusai istirahat, merupakan jam pelajaran 'angker' bagi kelas IX-2. Karena saat itu, Tsunade Senju selaku guru bahasa Jepang yang mendapat predikat sebagai guru terkiller di Tokyo Junior High School ini memilki jam mengajar di kelas IX-2.
Dengan terburu-buru, mereka bangkit dari duduknya dan menepuk-nepuk bagian belakang roknya yang kotor tersebut. "Ayo cepat. Bisa-bisa kita dapat ceramahan selama sejam kalau kita telat masuk." Seru Tenten. Sedangkan Ino dan Sakura mengangguk menyetujui perkataan sang gadis bercepol.
"Kami ke kelas ya, Hinata." Mereka bertiga kompak melambai-lambaikan tangannya kepada Hinata. Kelas Hinata berada memang dekat dari tempat mereka biasa nongkrong. Sedangkan kelas mereka bertiga, tergolong jauh dari perpustakaan.
Saat mereka sedang asyik bercerita, langkah mereka terhenti. Karena salah satu dari mereka dipanggil oleh Namikaze Minato selaku guru komputer. "Haruno Sakura. Sensei ingin meminta bantuan." Ucap sang sensei bersurai kuning.
"Hai sensei"
"Tolong kamu panggilkan ketua kelas IX-4. Suruh menghadap kesaya sekarang." Katanya dengan nada tegas.
'IX-4 ? Gawat' Batin Sakura panik. "Hai, Sensei." Sakura membungkukkan badannya kepada Sang Guru dengan lesu.
Awalnya langkah Sakura begitu bersemangat. Tetapi, sekarang ia melangkahkan kakinya dengan dan Ino hanya saling pandang melihat perbedaan Sakura yang sekarang. Mereka mengerti mengapa Sakura tak begitu bersemangat menuju ke kelas IX-4.
"Sakura, ayo cepat. Nanti Tsunade-sensei masuk" Seru Tenten panik melihat tingkah sahabat pinkynya itu.
"Sudahlah, Ten. Kau kan tahu kenapa Sakura bersifat seperti itu. Kau duluan saja. Dan jelaskan kepada Tsunade-sensei kalau kami telat masuk. Aku akan menemani Sakura ke kelas IX-4." Ino menepuk pelan pundak Tenten sambil berbisik. Tenten yang mengerti langsung saja berlari menuju ke kelas mereka.
"Ino, kau saja nanti yang masuk. Aku akan menunggumu di luar kelas. Ya?" Mohon Sakura sambil memasang wajah memelasnya. Ino hanya mendengus pasrah dengan permohonan Sakura.
"Baiklah. Kalau begitu, kita harus cepat Saku." Ino menarik tangan Sakura sambil berlari-lari kecil menuju kelas IX-4 yang sudah tak jauh dari tempatnya sekarang. Sakura pun hanya pasrah.
"Hhhh. Hhhah. Haahhhh. Aku capek Ino." Katanya sambil menghentikan langkahnya
Ino hanya berdecak melihat Sakura menghentikan langkahnya."Baiklah. Lagipula kita tinggal melewati kelas IX-6 dan IX-5. Dan kita sudah sampai."
Tap... Tap... Tap...
Langkahnya terdengar jelas didalam koridor yang terlihat sepi. Mereka berdua terdiam dan tak ingin memulai percakapan. Sakura mulai memasang wajah gugupnya. Ditemani oleh keringat dingin yang menjalar dikedua telapak tangannya.
IX-6...
IX-5...
Dan IX-4. Langkah mereka berdua langsung berhenti kala mereka sudah berada didepan kelas IX-4. Wajah Sakura makin terlihat gugup. Dan kedua telapak tangannya semakin dingin. 'Aku harap ia tak melihat ku.' Batin Sakura.
"Forehead. Kau tunggu disini. Aku akan masuk ke dalam." Kata Ino sambil membuka pintu kelas IX-4. Seluruh mata pun langsung tertuju kepada Ino.
"Oi panda. Sini sebentar." Panggil Ino kepada 'Panda' sambil melambaikan tangannya.
"Ada apa Ino?" Tanyanya
"Panggil 'kan aku ketua kelas mu." Perintah Ino.
"Oh. Baiklah" Mengambil nafas dalam-dalam kemudian "OI SUIGETSU. ADA YANG MENCARIMU" Teriaknya
'Bletak'
"Baka. Aku bilang panggil. Bukan teriak, Gaara" Kata Ino setelah menjitak kepala Gaara. Gaara hanya mengelus-ngelus kepalanya kala ia mendapat pukulan maut dikepalanya tersebut.
"Siapa yang mencariku, Gaara?" Tanya Sang Ketua Kelas yang bernama Suigetsu.
"Tuh. Dia mencarimu." Kata Gaara sambil menunjuk Ino dengan jari telunjuknya.
Ino hanya menepis tangan Gaara yang berada didepan wajahnya tersebut. "Kau dicari Minato-sensei." Kata Ino kepada Suigetsu. Suigetsu pun langsung berlari menuju ke ruangan Minato.
Wajah Sakura kini memerah bagaikan buah tomat. Karena ia melihat sang pujaan hati bersama Ino. Ia menjadi semakin salah tingkah. 'Oh ayolah Ino. Kau cepatlah sedikit' Batinnya.
Gaara yang melihat tingkah Sakura hanya terdiam dan tak menampakkan ekspresi apapun. "Hanya ini kau kesini?" Tanyanya.
"Ya." Balasnya. Saat Ino ingin berbalik, Gaara pun memegang pundak Ino.
"Sampaikan salamku dengan Matsuri" Kata Gaara sambil tersenyum kepada Ino.
Ino hanya mengangguk pasrah mendengar perkataan Gaara. Dan langsung pergi sambil menarik tangan Sakura. "Jaa." Kata Ino
Mata jadenya memperhatikan mereka berdua yang sedang berlari terburu-buru dari kejauhan dan kemudian ia pergi entah kemana.
Perlahan-lahan telapak tangan sakura yang dingin dan rona kemerahan di wajahnya berangsur menghilang. Tergantkan oleh wajahnya yang terlihat sangat sendu. Telinganya mendengar dengan jelas saat Gaara menitip salam untuk Matsuri. Sakura bukan gadis bodoh yang tidak mengetahui bahwa Gaara mencintai Matsuri sejak lama. Tetapi, ia masih memiliki harapan –walaupun sangat kecil- karena Matsuri yang tak juga memberikan respon apapun kepada Gaara. Namun, Gaara bukan tipe seorang pria yang mudah menyerah atas cintanya. Rencananya –yang didengar oleh Sakura- kalau Gaara akan menyatakan perasaannya kepada Matsuri sebentar lagi.
Ino sangat sedih melihat kondisi Sakura. Dari dulu, sahabatnya itu terus saja menahan rasa sakitnya karena Gaara yang terus-menerus menyakitinya-meski tanpa sadar. "Saku, 'kan sudah aku bilang. Kau harus melupakan Gaara."
"Tapi Ino, aku tak sebegitu mudahnya melupakan seseorang. Aku sudah mencintainya sejak kita masih berada dikelas 1. Dan kau sudah tahu itu." Katanya dengan tegas.
"Iya. Aku sudah mengetahuinya. Tetapi, kita mau bagaimana lagi? Ia jelas-jelas sudah mengetahui bahwa kau mencintainya. Tetapi ia tak pernah melihat mu sedikit pun. Dan dimatanya itu hanya ada Matsuri dan Matsuri." Sambil menghentikan langkahnya, Ino memegang pundak sahabatnya tersebut. Namun, Sakura hanya menepisnya.
Sakura hanya mendecih mendengar penjelasan yang membuat hatinya sangat teriris. Penjelasan yang tepat mengenai hatinya. Gaara memang mengetahui kalau Sakura mencintainya kala Sakura menyatakan cintanya kepada Gaara. Namun apa yang terjadi? Gaara tidak berbicara apapun bahkan tak ingin melihat Sakura sebentar saja. Gaara bahkan berjalan melewati Sakura tanpa beban sedikitpun dan meninggalkan Sakura sendirian di taman belakang sekolah. Dan sejak saat itu, Sakura bersusah payah untuk menghindari diri dari Gaara. Bagaimana pun caranya.
"Sakura... Kenapa kau mau kesana? Nanti sensei masuk bagaimana?" Tanya Ino khawatir saaat ia melihat Sakura melangkahkan kakinya menuju ke taman belakang sekolah. Ino tahu, pasti Sakura sedikit kesal dengan sifatnya yang terlalu sarkastik tersebut.
"Guru sedang rapat." Tanpa menghentikan langkahnya sedikitpun. Malahan, Sakura makin mempercepat langkahnya menuju ke tempat yang ia sebut sebagai 'tempat dengan sebuah kenangan yang menyakitkan'.
"Rapat? Siapa yang mengatakannya padamu?" Langkah Ino terhenti. Ia sedang memiringkan kepalanya menandakan ia kebingungan.
"Tenten. Dia mengirimkan ku pesan tadi." Langkah Sakura pun kini makin cepat. Ia tak menghiraukan Ino yang memanggilnya dari belakang. Namun, perlahan-lahan, kedua kaki Sakura kini makin lambat. Ia tengah menyaksikan adegan yang membuat hatinya makin teriris.
Ino pun makin kebingungan melihat langkah Sakura yang berhenti. Gadis pony-tail itu bertanya kepada Sakura sambil mensejajarkan posisinya di samping kanan Sakura. "Ada ap-a?" Matanya terbelalak kaget dan mulutnya yang sedikit terbuka menampilkan keterkejutan yang luar biasa. Ia mengalihkan pandangannya menuju ke Sakura. Ia pun melihat air mata Sakura yang menggenang dipelupuk matanya itu. Dengan sigap, Ino langsung menarik Sakura menjauhi tempat yang 'tabu' tersebut.
Kalian tahu? Bagaimana rasanya ketika kau mencintai seorang pria sebegitu dalamnya dan kau melihat dengan mata kepalamu sendiri, saat sang pria yang kau cintai tersebut tengah berciuman mesrah dengan seseorang? Sakit? Tentu saja.
Itulah yang dilihat Sakura tadi. Dengan kedua matanya sendiri, ia melihat Gaara tengah mencium Matsuri dengan mesranya.
~O~O~O~O~
"Ino, kau mau membawaku kemana?" Sakura melontarkan pertanyaan kepada sahabat pirangnya tersebut saat Ino menariknya dengan tergesa-gesa untuk menghindar dari tempat 'tabu' tersebut.
"Ke toilet."
Langkah Sakura langsung terhenti. Alisnya bertaut mendengar jawaban Ino. "Untuk apa?"
"Aku akan menemani mu kesana. Kau pasti akan menangis nantinya." Ino segera menarik tangan Sakura. Namun, sang pemilik tangan langsung menepisnya.
"Menangis? Hah! Aku tak akan menangis hanya karena Gaara" Sakura melangkahkan kakinya menuju ke kelas dan meninggalkan Ino yang membuat dirinya menghela nafas dengan pasrah. Ia mengetahui betul sifat sahabatnya tersebut. Memiliki gengsi yang teramat tinggi.
Jarak kelas mereka tidaklah jauh dari tempat mereka terhenti tadi. Jadi, tak cukup waktu dua menit, mereka sudah berada di kelas. Keadaan kelas IX-2 tak bisa dibilang ricuh dan tak bisa pula dibilang sepi. Hanya ada beberapa kelompok yang bercerita. Entah apa yang mereka ceritakan.
Saat memasuki kelas, Sakura tak langsung menuju ke bangkunya. Ia hanya ingin menghirup udara segar di jendela dekat meja guru. Dibelakang kelasnya, terdapat taman kecil yang ditumbuhi oleh bunga dan pepohonan yang rindang.
Sakura's POV
Aku menghirup nafas dalam-dalam. Berdiri sambil melihat keluar jendela merupakan hal favoritku. Apalagi suasananya yang sangat sejuk membuat teman-teman kelasku menjadikan tempat ini hanya untuk melepas stress saat sudah menerima pelajaran. Aku berdiri disini hanya ingin sejenak melupakan kejadian yang tadi aku lihat. Sungguh. Aku merasa bahwa diriku ini memiliki cerita cinta yang sangatlah miris. Bagaimana tidak? Gaara merupakan cinta pertamaku sejak kelas 1 SMP. Namun, yang aku dapat dari cerita cinta pertamaku hanyalah kekecewaan dan sakit hati.
Semenjak kelas satu SMP, aku sudah mendengar bahwa Gaara telah memiliki kekasih. Tapi tak cukup sebulan, sudah terdengar kabar kalau mereka putus. Kemudian, seminggu telah menginjak kelas dua SMP, aku mendengar lagi bahwa Gaara berpacaran dengan teman sekelasnya. Aku akui, mereka terbilang lama menjalin kasih. Kurang lebih lima bulan. Namun, entah apa alasannya, terdengar lagi kabar bahwa mereka berdua sudah putus. Tak berselang waktu sebulan, Gaara sudah memiliki kekasih lagi. Kalau aku tak salah ingat namanya Hikari yang notabene adik kelasku. Seminggu kemudian, Ino memberitahukan ku kalau mereka berdua sudah putus karena Gaara sudah bosan dengan Hikari. Hari ini, aku melihat dengan kedua mata emerald ku, Matsuri dan Gaara sedang berciuman mesra.
Memang aku dan Matsuri tidaklah bersahabat. Namun hubungan pertemanan kami bisa dibilang dekat. Semua teman kelasku mengetahui aku memiliki perasaan khusus dengan Gaara. Tak terkecuali Matsuri. Ia bahkan sering mengejekku saat wajah ku yang merona kala melihat Gaara yang tak jauh dari hadapan ku waktu itu.
"Hhhah.. Sungguh miris perjalan cintamu, Haruno Sakura." Gumam ku.
Normal POV
Seorang gadis berambut hitam panjang sepinggang melihat teman bergosipnya sedang berdiri dekat meja guru menghadap ke luar jendela. Sang gadis melangkahkan kakinya menuju arah dimana Sakura sedang melamun.
"Sakura. Ayo kita bercerita." Sang gadis menepuk pelan pundak Sakura. Segera Sakura mengalihkan wajahnya ke kanan saat ia mendengar salah satu teman baiknya datang menganggu acara lamunannya.
"Aku tak ingin diganggu, Kyo." Sakura segera menyeka air matanya saat menyadari air mata sudah membasahi wajah putihnya.
"Yah~ Padahal aku punya kabar terbaru tentang 2PM lohh Sakura." Sang gadis yang bernama Kyoko tersebut berusaha menawari Sakura agar mendengar ceritanya tersebut. Sakura dan Kyoko menjadi teman dekat karena mereka berdua sangat mengagumi boyband asal Korea yang bernama 2PM. Setiap hari, mereka berdua pastilah bercerita tentang 2PM.
"Lain kali aku akan mendengarnya, Kyo. Aku tak ingin diganggu. Sekarang." Sakura memberi penekanan pada kata 'sekerang' tersebut.
"Baiklah…" Saat Kyoko ingin meninggalkan Sakura sendiri, ia mendapati air mata Sakura mengalir dimata kirinya tersebut. "Eh. Kenapa menangis, Sakura?"
Sakura mendecih kesal. Ia tak suka ada seseorang yang melihatnya menangis. "Sudahlah. Aku ingin sendiri, Kyo."
Tapi bukan Kyoko namanya kalau ia tak berusaha keras dahulu kalau tak mendengar alasan Sakura menangis. "Tapi Sakura, kau 'kan bisa bercerita denganku. Kau kenapa menangis?"
"Jangan tegur kalau aku menangis, Kyo." Ucap Sakura. Saat ada yang menanyakan alasan ia mengeluarkan air mata, pasti air matanya tersebut semakin deras membanjiri wajahnya tersebut. Itulah salah satu alasannya mengapa ia tak suka saat ada seseorang yang sedang melihatnya menangis.
"Haa~ Baiklah. Aku tinggal yah?" Sakura menyetuji perkataan Kyoko dengan anggukan kepala. "Sakura. Kau sabar yah." Sebelum pergi, Kyoko menepuk tiga kali punggung Sakura.
Kini Sakura kembali sendiri merenungi nasib cerita cintanya yang begitu pahit. 'Kami-sama, aku ikhlas kalau orang lain yang menjadi kekasih Gaara. Tapi ini Matsuri. Salah satu teman kelasku. Ia bahkan mengetahui kalau aku begitu mencintai Gaara. Namun, mengapa ia berbuat seperti ini?' Batin Sakura penuh kekecewaan.
Tak kunjung lima menit setelah Kyoko meninggalkan Sakura, terlihat segerombolan para gadis memasuki kelas XI-2. Suasana kelas yang tadi tak ramai, kini menjadi ricuh seketika. Lima orang gadis dan semuanya merupakan siswi dari kelas XI-2. Mereka menyebut dirinya sebagai 'The Princess'. Namanya saja, banyak membuat orang muak mendengarnya. Namun, para anggotanya tersebut merupakan gadis-gadis yang popular di Tokyo Junior High School. Inilah daftar-daftar anggotanya.
Karin. Gadis berambut merah yang memakai kacamata. Banyak yang akui kalau ia memang cantik. Namun, sifatnya yang suka memfitnah orang, membuat dirinya banyak dibenci oleh yang lain. Dan juga, posisi Karin dimata Sakura bisa dibilang sebagai musuh bebuyutan. Padahal saat mereka menduduki Elementry School, mereka dapat dikategorikan sebagai sahabat. Banyak yang mengatakan kalau itu disebabkan oleh kesalahpahaman yang tak terujung.
Temari. Gadis yang rambutnya selalu diikat empat. Sifatnya yang cerewet namun sangatlah baik. Diantara semuanya, Temarilah yang paling disenangi diantara teman-teman gengnya tersebut.
Matsuri. Biarpun ia tak pintar, entah kenapa ia selalu menduduki sepuluh besar. Baik, pendiam dan suka menolong. Namun, ia juga memiliki sifat yang buruk. Suka menusuk teman dari belakang.
Megumi. Gadis berambut pirang dan memiliki otak yang sangat cerdas. Ia sempat ditawarkan untuk masuk di kelas terfavorite di Konoha Junior High School. Namun, ia menolak dengan tegas kalau ia tak mau. Sifatnya yang terkadang tak jelas. Apabila ia menjadi pendiam, ia sangatlah pendiam. Dan apabila ia cerewet pastilah sangat cerewet.
Rin. Ketua dari geng 'The Princess' tersebut merupakan anak dari salah satu guru yang bernama Hatake Kakashi. Meskipun ia memiliki ayah seorang guru yang mengajar di Konoha Junior High School, tak membuat dirinya menjadi anak yang baik-baik. Terkadang ia harus masuk ke ruang BP untuk diberikan ceramahan atas nilainya yang sangat dibawah standart tersebut.
Kembali ke cerita. Ketika kelima gadis tersebut sudah duduk dibangku masing-masing, Karin yang notabene teman sebangku Matsuri memulai percakapan.
"Matsuri. Selamat yah. Kamu sudah menjadi kekasih Gaara."
Matsuri langsung tersentak mendengar perkataan Karin. Dia tak manyangka bahwa gadis yang berada disampingnya tersebut begitu cepat memulai aksinya. "A-ah. Ya. Terima kasih, Karin."
"Aku. Harap. Hubungan. Kalian. Awet." Karin memberi penekanan pada kata-katanya tersebut.
Sakura yang memang berada didekat bangku Karin dan Matsuri hanya mengelus dadanya sambil bergumam 'Sabar' berulang kali.
"Oh ya Matsuri. Itu tadi ciuman pertamamu, bukan? Itu lho yang dengan Gaara tadi." Saat Karin mengucapkan kata 'dengan Gaara' ia membesarkan volume suaranya agar dapat didengar oleh Sakura. Teman-teman sekelas mereka hanya menghela nafas pasrah. Mereka semua mengerti maksud dari perkataan Karin. Untuk membuat Sakura 'panas'.
"K-kau berisik Karin. Aku malu." Matsuri hanya menggaruk pipinya yang tidaklah gatal tersebut. Dan Karin hanya tertawa melihat tingkah Matsuri.
"Hahaha. Kau tak usah malu, Matsuri. Semuanya 'kan harus tahu. Tak terkecuali. 'Dia'." Karin kembali memberi penekanan pada kata terakhirnya tersebut.
Akhirnya ucapan Karin membuat Sakura kembali mengeluarkan air mata. Dengan kasar Sakura menyeka air matanya itu. Rasanya, ia harus keluar dari sini. Agar tak sepenuhnya menjadi 'panas'. Saat berbalik, ia melihat Karin yang entah sejak kapan menjadi berdiri di depan mejanya tersebut. Sakura hanya ingin berjalan keluar dari kelas ini. Namun, langsung dihadang oleh Karin.
"Kau mau apa?" Ucap Sakura dingin.
Karin hanya menyeringai melihat mata Sakura yang sedikit sembab. "Heh. Dasar cengeng."
Sakura langsung tegang mendengar perkataan Karin. Ternyata ia telah diketahui oleh musuh bebuyutannya tersebut kalau ia sudah menangis.
Seringai Karin tak kunjung hilang melihat Sakura yang menjadi diam. "Aku tahu kau sudah nangis."
"Diam!"
"Aku juga tahu apa penyebabnya kau menangis."
"Aku bilang diam!"
"Karena…" Karin mengambil nafas sebentar dan mulai berteriak. "KAU CEMBURU KAN KALAU GAARA DAN-"
'PLAKK'
Teriakan Karin langsung terpotong oleh tamparan keras dari Sakura. Para penghuni kelas hanya terperangah melihat tindakan Sakura sambil bergumam 'WOW'.
"Kau... brengsek." Saat Karin melayangkan tangannya ke wajah Sakura, dengan cekatan Sakura langsung menahannya.
"Jaga ucapanmu, Setan Merah." Sakura langsung melepaskan cengkramannya dengan kasar dan bergegas meninggalkan kelas yang dalam keadaan ricuh berbisik melihat tingkah Sakura yang tidaklah biasa tersebut.
Karin geram mendengar julukan untuknya. Tangan kirinya ia gunakan untuk mengusap pipi kirinya yang terasa panas tersebut. Ini barulah pertama kali mereka 'perang' menggunakan bantuan fisik. "DASAR PINKY CENGENG." Karin berteriak dengan sekuat tenaga agar Sakura yang sudah berada diluar kelas dapat mendengarnya.
Ino mengepalkan tangannya erat melihat Karin yang memperlakukan Sakura dengan sebegitu buruknya. Matanya saling pandang dengan Tenten yang berada disampingnya kemudian mengangguk. Mereka ingin pergi mencari Sakura dan menghiburnya.
'Sreek'
Suara kursi yang digeser menjadi perhatian para siswa IX-2. Ino dan Tenten berjalan dengan santainya menuju ke pintu kelas. Tenten menghentikan langkahnya ketika melihat Ino yang berada didepan Karin yang memang tak jauh dari bangku mereka berdua.
"Kau mau apa, 'Pirang'?" Tanya Karin kepada Ino yang tepat berada didepannya.
'PLAKK'
Satu tamparan keras -lagi- untuk Karin yang dilayangkan oleh Ino. "Kau… Cih. Sakura bahkan lebih sakit dari itu." Decih Ino.
Tenten hanya menepuk pelan pundak Ino agar tidak membuat masalah Karin. Dan Ino yang mengerti maksud Tenten, hanya menghela nafas kemudian mengangguk kecil. "Cih. Aku lagi tidak ada waktu untuk menghajarmu." Ucap Ino sambil menarik tangan Tenten menuju Sakura berada kini.
"ARGHH… Brengsek." Karin melihat ke arah teman-teman gengnya tersebut sambil menyipitkan matanya. "Kalian! Kenapa tak membantuku tadi? Hah?"
"Itu urusan pribadi mu dengan Sakura, Karin. Bukankah kau pernah mengatakan untuk tidak mengurusi urusanmu apabila menyangkut hal yang berbau Sakura?" Bela Rin mewakili mereka semua. Ucapan Rin memanglah benar. Karena, Karin pernah mengumumkan kepada teman gengnya tersebut agar tak mencampuri semua urusannya yang berkaitan dengan Sakura.
"Shit." Umpat gadis berkacamata tersebut sambil menggebrak meja yang berada didekatnya.
"Sudahlah Karin. Lupakanlah kejadian sewaktu kita kelas satu. Aku yakin kok. Kalau Sakura tak pernah memberitahukan seseorang dengan mudahnya yang sudah ia janjikan." Ucap Temari yang membela Sakura. Temari merupakan -mantan- sahabat Sakura. Mereka berawal menjadi dekat hanya karena tugas kelompok yang haruslah mereka berdua lakukan. Namun, keakraban mereka perlahan-lahan mengendur. Karena, Karin tak ingin melihat Sakura memiliki seorang sahabat dan merekomendasikan Temari untuk bergabung digengnya tersebut. Tentu Temari memilih untuk ikut. Akan tetapi, ia tak menyangka kalau akibatnyaa ia tak boleh begitu dekat dengan Sakura.
"Kau jangan membelanya, Temari. Apa kau tak khawatir kalau rahasiamu juga diberitahukan oleh orang lain, seperti Sakura yang memberitahukan rahasiaku kepada yang lain? Hah?" Ucap Karin sedikit membentak.
Temari hanya tenang sembari melipat tangannya didada. "Tidak. Aku percaya dengan Sakura. Buktinya juga ada kok. Sampai sekarang kalian juga tidak tahu apa-apa. Bukankah itu hanya salah paham? Hn?"
"Cih. Kau jangan sok tahu, Pirang." Temari hanya mendengus mendengar perkataan Karin yang agak kasar tersebut.
~O~O~O~O~
"Sakura! Apa kau yakin kalau kau tak ingin diganggu?" Tanya Tenten sambil mengetuk pintu toilet yang dimasuki oleh Sakura. Tenten dan Ino sedari tadi sudah berada di toilet. Karena, ia tahu sifat sahabatnya tersebut. Kalau ingin menangis, Sakura pastilah berada di toilet.
"Tidak, Ten. Kalian ke kelas saja. Aku benar-benar tak ingin diganggu." Ucap Sakura dengan nada bergetar.
"Baiklah. Sms kami, kalau kau ada masalah. Aku pergi dulu. Ayo, Ten." Kini Ino yang bersuara. Ia paham, Sakura pastilah tak ingin diganggu.
'Blammm'
Suara pintu tertutup tak juga membuat Sakura menghela nafas lega. Perasaannya kini berkecamuk. Sedih, kecewa, marah dan senang. Mungkin kalian heran mengapa Sakura senang. Jawabannya hanya satu. Ia berhasil menampar musuh bebuyutannya yang kurang ajar tersebut.
"Huhuhu… Hikss... Hikss... Ayolah... Ku mohon... Hikss... Sakura... Berhentilah menangis… Hikss..." Sakura menutup mulutnya tersebut agar isakan-isakannya tidaklah terdengar oleh orang lain yang kebetulan masuk ke dalam toilet.
Ia mengeluarkan ponsel flip berwarna pinknya tersebut. Entah mengapa ia berpikir, kalau ia ingin menelpon seseorang. Beberapa hari mengenalnya, mambuat Sakura nyaman bercerita beberapa hal dengan orang itu.
"Halo." Ucap Sakura memulai percakapan.
"Halo. Ya, Sakura. Ada apa?" Ucap seseorang diujung telepon dengan suara baritonenya.
"Ano... Apa aku mengganggumu, Sasuke?"
"Tidak. Sama sekali tidak. Ada apa?" Ternyata Sasukelah yang menemani Sakura berbicara melalui perantara telepon tersebut.
"Aku hanya ingin menelpon mu. Aku butuh teman cerita, Sasuke. Boleh?"
"Boleh. Berhubung jam ini aku tidak belajar. Berceritalah. Aku akan mendengarkannya dengan baik."
"Begini. Aku menyukai seseorang. Tapi, ia sudah berpacaran dengan salah satu teman sekelasku. Tapi, teman sekelasku itu tahu, kalau aku menyukai orang tersebut. Kau tahu, Sasuke? Aku sangat membenci teman sekelasku itu. Sangat!"
Sasuke hanya diam mendengar curhatan Sakura. Ia merasa nyeri didadanya tersebut.
Mengetahui Sasuke taklah menanggapi ucapannya, Sakura kembali bertanya. "Sasuke? Kau mendengarku?"
"A-Ah ya. Begini, kau boleh kecewa dengan temanmu tersebut. Tapi, kenapa apa kau membencinya?"
"Dia itu menusuk teman dari belakang, Sasuke!"
"Sakura. Kau tidak boleh egois. Mereka sudah menjadi sepasang kekasih, bukan? Itu berarti, kau hanya harus mendukungnya."
"Tapi, ia tak pernah mengatakan kalau ia juga mencintainya, Sasuke." Sakura kembali ngotot.
"Mungkin ia tak ingin memberitahukan mu. Ia takut kalau kau pasti menyerah akan cintamu."
"Huh. Sama saja. Ujung-ujungnya aku sakit juga." Dengus Sakura. Ia tak sadar kalau air matanya sudahlah berhenti mengalir sejak tadi.
"Haha. Hei, aku lupa."
"Lupa? Lupa apa?"
"Aku lupa bertanya denganmu. Kau masih mengingatku?" Tanya Sasuke.
Sakura nampak diam sambil mengingat-ingat. "Tidak. Memangnya kita sudah ketemu, ya?"
"Hah. Sudah aku duga. Dasar pelupa. Sebulan yang lalu kita sempat bertemu di rumah Hinata. Hinata 'kan sudah mengenalkan kita. Kau ingat?"
Sakura kembali mengingat-ingat kejadian sebulan yang lalu. "Aha. Aku ingat."
"Benarkah?"
"Ya. Kau si rambut pantat ayam, bukan?"
"Hei! Begini-begini banyak yang bilang kalau rambut ku itu keren." Dengus Sasuke.
"Hahaha... Tapi benar 'kan?" Tawa Sakura kembali terdengar kala ia mendengar bentakan Sasuke untuknya. Itupun hanya bentakan kecil.
"Sasuke. Sensei sudah datang." Sakura hanya mendengar suara pria yang sedang berbicara dengan Sasuke. "Sakura, sudah dulu yah. Aku sudah mau masuk."
"Ya. Sasuke, terima kasih."
"Sama-sama, Sakura."
Sambungan kini terputus. Sakura kini memandang ponsel berwarna merah muda miliknya sambil tersenyum. "Terima kasih, Sasuke. Kau teman yang baik." Setelah asyik memandang ponselnya tersebut, ia langsung keluar dari toilet dan pergi menuju ke kelas.
~O~O~O~O~
Sasuke's POV
Sekarang sudah jam istirahat. Bosan. Sangat bosan. Naruto dan juga yang lainnya sedang bermain bola. Aku hanya berada didalam kelas sendirian. Aku agak heran. Tumben Sakura menghubungiku tadi. Ternyata hanya mencari teman cerita. Tak apa.
Aku rela menjadi teman ceritannya.
Aku rela menjadi pendengar sejati untuknya.
Aku bahkan rela menjadi sandaran untuknya kala ia sedih.
Karena aku mencintainya. Haruno Sakura, aku mencintai mu.
Flashback
Aku melihat sepupuku yang cantik ini sibuk berkutat dengan laptop dihadapannya. Sejak tadi aku iseng menganggunya namun ia hanya membentak ku. Aku sangatlah heran. Aku pikir sepupu ku ini tidaklah suka membentak sembarangan orang, namun perkiraan ku salah. Mata oniks ku melihat dia memegang ponselnya. Sepertinya ia mendapat pesan.
"Sasuke. Kau buka pintu depan! Teman ku ada diluar." Tch. Dia menyuruhku sekenanya. Aku tahu kalau aku ini sepupumu, tapi kau tidak bisa menyuruhku sepuas hati mu.
"CEPAT!" Astaga. Matanya melotot. Wajahnya berubah menjadi garang. Ia bahkan terlihat lebih menyeramkan dibandingkan kaasanku yang ada di Osaka. Ketimbang mendapat pukulan, lebih baik aku ikuti saja kemauan dari sepupu ku ini. Dengan malas, aku pun berdiri dan berjalan menuju pintu untuk membukakan pintu untuk teman Hinata. Sekali lagi aku heran. Ini pertama kalinya aku melihat sepupu ku yang katanya lembut itu matanya molotot dan juga sangat cepat marah. Mungkin saja, dia lagi 'datang bulan'.
Pintu sudah aku buka. Dan nampaklah seorang gadis berambut merah muda dan juga panjang.
Glekk…
Kami-sama… Dia sangatlah manis. Oniks ku tak kunjung berhenti menatap dirinya dengan pandangan memuja. Baru kali ini aku melihat seorang gadis yang begitu manis. Di Osaka aku tak pernah melihat gadis seperti dia.
Jantungku berdegup sangatlah kencang. Tanganku entah kenapa bisa mendadak dingin. Badan ku serasa kaku tak bisa bergerak.
"Engg… Hinata ada?"
Ja-jadi dia teman Hinata? Baru aku tahu kalau Hinata punya teman semanis dia.
"E-eh… Permisi... Hinatanya ada?"
Wow… Aku sangat suka mendengar suaranya yang begitu merdu.
"Haloo… Apa Hinata ada?"
Astaga… Kenapa aku melamun? Grogi. Sumpah. Baru kali ini aku merasakan yang namanya grogi dihadapan seorang gadis. Aku berdehem sebentar. Siapaa tahu bisa menghilangkan rasa grogi ku. "Ehem...maaf. Hinata ada di dalam. Silahkan masuk."
Setelah mengucapkan terima kasih, gadis manis itu langsung pergi meninggalkanku di ambang pintu yang sangat terpesona oleh dirinya. Wewangiannya masih tercium di indera penciuman ku. Cherry. Ia memakai parfum cherry. Sangat cocok untuk dirinya.
Entah ini benar atau tidak. Tapi, aku rasa aku jatuh cinta padamu, gadis manis.
Flashback off
Aku menghela nafas panjang. Sudah lama aku tidak bertemu Sakura. Sebulan yang lalu pertemuan pertama ku dengannya. Dengan bantuan Hinata waktu itu, akhirnya aku bisa berkenalan dengan Sakura. Aku sangat mengingatnya. Aku sangat grogi di hadapan Sakura. Rasanya waktu itu aku ingin mengubur diri ku hidup-hidup yang terbata-bata berbicara dengan Sakura. Senyumnya yang manis tak luput dari ingatan ku.
Aku baru ingat. Minggu depan aku dan kawan-kawan akan bertanding di Tokyo. Yeah. Semoga saja. Aku bisa bertemu denganmu lagi, Sakura.
.
.
.
.
.
~To Be Continued~
A/N: Ehem... Halo minna-san. Perkenalkan aku author baru disini. Sebenarnya aku udah lama berkecimpung di dunia fanfic sebagai readers. Tapi, entah kenapa, aku baru berani untuk nulis fic saat ini.
Berhubung aku sudah tidak tahu ingin ngomong apa, mohon review ya. :3 Review dari readers sekalian sangat aku butuhkan lho untuk membangun fic ini. Sekian.
Regads
Shirakawa Aimi
